Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

ANEMIA APLASTIK

Disusun oleh:
Lathifah Nabilahsari
1102013154

Pembimbing:
dr. Nurifah, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH


SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

1
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan
penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan
produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi
tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi
1,2
kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun
1988 oleh Paul Ehrlich pada seorang wanita muda yang meninggal tidak lama
setelah menderita penyakit dengan gejala anemia berat, perdarahan dan
hiperpireksia. Pemeriksaan postmortem terhadap pasien tersebut menunjukkan
sumsum tulang yang hiposeluler (tidak aktif). Pada tahun 1904 Chauffard pertama
kali menggunakan istilah anemia aplastik. Pada tahun 1959, Wintrobe membatasi
pemakaian nama anemia aplastik pada kasus pansitopenia, hipoplasia berat, atau
aplasia sumsusum tulang, tanpa ada suatu penyakit primer yang menginfiltrasi,
3
mengganti atau menekan jaringan hematopoiesis sumsum tulang.
Insiden anemia aplastik didapat bervariasi di seluruh dunia dan berkisar
1,3
antara 2 sampai 6 kasus per 1 juta penduduk per tahun dengan variasi geografis.
Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai di Negara barat dengan
insiden 1 – 3 kasus per 1 juta penduduk/tahun. Namun di Negara timur seperti
Thailand, Indonesia, Taiwan dan Cina, insidennya jauh lebih tinggi. Perbedaan
insiden ini diperkirakan oleh karena adanya faktor lingkungan seperti pemakaian
obat – obat yang tidak pada tempatnya, pemakaian pestisida, serta insiden virus
4,5
hepatitis yang lebih tinggi.
Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui atau
bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh
proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan. Di samping itu juga disebabkan
oleh belum tersedianya model binatang percobaan yang tepat. Sebagian besar
6
penelusuran etiologi dilakukan melalui penelitian epidemiologik.

2
Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif,
gejala objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala
subjektif dan objektif merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun,
gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang mengalami depresi
paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan
darah dan pemeriksaan sumsum tulang.
Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak
dilakukan pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa berat
penyakit saat didiagnosis, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.
Semakin berat hipoplasia yang terjadi maka prognosis akan semakin jelek.
Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15 tahun dapat mencapai 69%
7,8
sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.
Mengingat kasus anemia aplastik ini kasus yang relatif jarang ditemukan
dan berpotensi untuk mengancam jiwa maka diagnosa penyebab dari suatu anemia
aplastik dan deteksi dini serta penanganan yang tepat dan tepat sangat diperlukan.
Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai pendekatan diagnostik dan
penatalaksanaan pada penderita dengan anemia aplastik.

3
I.2 TINJAUAN PUSTAKA
I.2.1. Definisi
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, myeloid dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, dimana tidak dijumpai adanya
keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum
tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem
hematopoiesis. Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoitik disebut dengan
anemia hipoplastik (eritroblastopenia), aplasia yang mengenai sistem
granulopoitik disebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem
megakariosit disebut Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Bila
mengenai ketiga sistem disebut panmielositis atau lazimnya disebut anemia
aplastik. Berdasarkan The International Agranulocytosis and Aplastic Anemia
Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila kadar hemoglobin ≤ 10 g/dL atau
hematokrit ≤ 30 %; hitung trombosit ≤ 50.000/mm3 ; hitung lekosit ≤ 3.500/mm3
4,5
atau granulosit ≤ 1,5 x 109/L.

I.2.2. Epidemiologi
Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus
persejuta penduduk pertahun. Analisis retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan
insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk
pertahun. The Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French
Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun. Frekuensi tertinggi
anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua
terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur
Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta
penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa
insiden di Asia Timur lebih besar daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan
insiden ini diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan
paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan

4
faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada
4,8,9
orang Asia yang tinggal di Amerika.

I.2.3. Etiologi
Sebagian besar anemia aplastik (50-70%) penyebabnya bersifat idiopatik,
yaitu penyebabnya tidak diketahui dan awalnya spontan. Kesulitan dalam mencari
penyebab ini karena penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan dan karena belum
adanya model binatang percobaan yang tepat. Penyebab anemia aplastik dapat
6
dibedakan atas penyebab primer dan sekunder.
1. Primer
a. Faktor Genetik
 Anemia Fanconi
Tipe ini merupakan jenis anemia heriditer dengan pewarisan yang bersifat
autosomal resesif. Diperkirakan terdapat satu kasus diantara satu juta penduduk.
Kelainan hematologi dijumpai dalam bentuk pansitopenia yang muncul pada umur
5 - 10 tahun. Sering disertai gangguan pertumbuhan dan defek kongenital pada
tulang yaitu mikrosefali, tidak ada tulang radius dan ibu jari dan juga kelainan
pada kulit seperti timbulnya hiperpigmentasi dan hipopigmentasi. Kadang-kadang
disertai dengan retardasi mental, hipogonadisme, gangguan jantung, ginjal dan
6,9
mata.
Diagnosis anemia fanconi dibuat dengan ditemukannya trias yaitu: anemia
aplastik berupa pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang, defek fisik multipel,
dan kelainan kromosom. Kelainan kromosom ditunjukkan dengan pemeriksaan
limfosit yang diinkubasi pada diepoxybutane yang menyebabkan terjadinya
6
patahan kromosom (chromosomal breakage).

 Anemia Estren-Dameshek
Menunjukan gejala seperti anemia aplastik Fanconi tetapi tanpa abnormaliltas
9
tulang.

5
 Dyskeratosis congenital
Memiliki pola pewarisan autosomal resesif yang terikat dengan kromosom-X.
penyakit ini menunjukan gejala pigmentasi kulit reticulate, leukoplakia, distrofi dari
kuku, kelainan kelenjar keringat, retardasi mental, dan gangguan pertumbuhan. Lesi
pada mukosa dan kulit muncul pada waktu remaja, sedangkan anemia aplastik muncul
9
pada dewasa muda. Pada penyakit ini terdapat kerusakan pada gen.

b. Idiopatik
Merupakan penyebab terbanyak dari anemia aplastik. Meskipun mekanismenya
belum diketahui dengan pasti diperkirakan penyebabnya karena paparan akut obat
atau bahan kimia serta melalui mekanisme autoimun diperantai oleh sel T yang
9
menekan sel induk.

2. Sekunder
Beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya anemia aplastik sekunder yaitu:
6
radiasi, obat-obatan, bahan kimia, infeksi virus, kehamilan.
a. Radiasi
Energi radiasi yang tinggi dapat menyebabkan anemia akibat kerusakan sumsum
tulang dan pansitopenia. Derajat kerusakan tergantung dari jenis radiasi (sinar
alfa,beta atau gama), besarnya dosis, lama penyinaran dan sumsum tulang yang
terpapar. Radiasi akut terutama mengenai sel-sel yang sedang membelah, sedangkan
sel-sel yang istirahat masih tersisa, oleh karena itu mielosupresi sering bersifat
transient. Pada radiasi menahun dan berulang, sel induk dalam fase istirahat menjadi
aktif sehingga terkena pengaruh radiasi yang menimbulkan kerusakan permanen.
Radiasi kronik dapat menimbulkan leukemia, keganasan hematologik lain serta
anemia aplastik. Radiasi dengan tingkat energi yang tinggi dapat digunakan untuk
keperluan terapi dan tidak menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang selama
9
daerah yang mendapat radiasi tidak terlalu luas . Radiasi akan merusak DNA
terutama pada jaringan yang mengalami mitosis aktif. Kerusakan DNA bisa terjadi
secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung

6
melalui interaksi dengan molekul kecil yang sangat reaktif atau dengan radikal
9
bebas yang dihasilkan pada ionisasi.
Paparan radiasi yang lama atau berulang dengan dosis rendah berhubungan
dengan peningkatan resiko terjadinya anemia aplastik dan leukemia akut. Paparan
singkat radiasi dengan dosis besar berhubungan dengan terjadinya aplasia sumsum
tulang dan sindrom gastrointestinal. Paparan total pada tubuh antara 1 sampai 2,5
Gray (100 sampai 250 rad) menyebabkan gejala gastrointestinal dan penurunan
jumlah leukosit, tetapi sebagian besar pasien akan membaik sendiri. Dosis yang
lebih besar yaitu diatas 10 Gray fatal bagi pasien walaupun sesudahnya mendapat
9
terapi suportif yang dilanjutkan dengan transplantasi sumsum tulang.

b.Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat menyebabkan anemia aplastik antara lain
kloramfenikol, fenilbutazon, dan klorpromasin. Mekanisme imun tidak
2,4
menjelaskan kegagalan sumsum tulang pada reaksi penggunaan obat .
DeGruchy membagi obat dalam dua golongan yaitu : obat dengan resiko tinggi,
dengan kejadian kejadian > 1:10.000 pemakaian obat dan obat dengan resiko
9
rendah, dengan kejadian < 1: 10.000.

9
Daftar obat yang dihubungkan dengan anemia aplastik
Obat dengan risiko tinggi:
Kloramfeniol Mesantion
Arsen organic Tridione
Quinarcrine Fenilbutason
Senyawa emas Klorpromasin
Obat dengan risiko lebih rendah:
Salisiat Phenantoin Klorpropamid
Kalium perklorat Tolbutamid Sulfonamid
Paramethadione Penisilin Oxphenbutazon
Indometasin Diklofenak Karbimasol

7
c. Bahan kimia
Benzen merupakan bahan kimia yang banyak dihubungkan dengan timbulnya
anemia aplastik. Benzen merupakan senyawa hidrokarbon (C6H6) yang banyak
digunakan sebagai pelarut dalam industri karet, penyamakan kulit, pabrik cat, dan
sebagai zat pembersih dalam rumah tangga.
Produk degradasi benzen (p-benzoquinone) dapat menekan sintesa DNA dan
RNA sehingga menimbulkan kerusakan kromosom. Pemaparan jangka panjang
dapat menimbulkan anemia aplastik.9
Anemia aplastik tidak timbul pada semua individu yang terpapar oleh benzen.
Timbulnya penyakit ini tergantung dari:
1.Suseptibilitas individual
2.Lama pemaparan
3.Konsentrasi uap benzene
d. Infeksi Virus
Infeksi virus sejak lama telah diketahui dapat menimbulkan pansitopenia bahkan
sampai gagal sumsum tulang. Virus yang dihubungkan dengan timbulnya anemia
aplastik adalah: virus Epstein Barr (EBV), parvovirus B19, virus hepatitis dan
9
Humam Immunodeficiency Virus (HIV)
Mononukleosis infeksiosa yang disebabkan oleh EBV sering disertai
netropenia ringan, trombositopenia dan anemia hemolitik. Infeksi EBV yang
disertai anemia aplastik lebih jarang dilaporkan. Parvovirus B19 khas
menimbulkan pure red cell aplasia atau krisis aplastik pada penderita anemia
9
hemolitik, jarang sekali menimbulkan anemia aplastik.
Virus hepatitis diduga merupakan salah satu penyebab anemia aplastik,
dengan cirinya dijumpai pada umur lebih muda (2-20 tahun), timbul 24-30 minggu
setelah infeksi hepatitis, beratnya hepatitis tidak berhubungan dengan beratnya
anemia, paling banyak ditemukan pada penduduk Asia yang sosial ekonominya
rendah, prognosisnya lebih jelek dengan angka kematian lebih dari 90%. Sekitar 80%
disebabkan oleh virus hepatitis C, sedangkan virus hepatitis B lebih jarang. Resiko
anemia aplastik pada penderita hepatitis virus adalah 0,1-0,2 %, dimana 5% penderita
anemia aplastik mempunyai riwayat hepatitis. Patogenesis anemia

8
aplastik akibat virus hepatitis belum diketahui pasti. Mungkin virus mempunyai
efek toksik langsung pada sel induk hemopoetik atau sel stoma, atau melalui
9
gangguan imunologik.
e. Kehamilan
Kadang-kadang dijumpai anemia aplastik pada wanita hamil, meskipun belum
dapat dipastikan apakah hal ini merupakan suatu koinsiden atau hubungan sebab
akibat, Patogenesisnya belum diketahui pasti, ada yang menghubungkan dengan
9
tingginya hormon estrogen yang dapat menekan hemopoesis.

10
Penyebab Anemia Aplastik
Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)
Anemia aplastik sekunder
Radiasi
Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Efek regular
Bahan-bahan sitotoksik
Benzene
Reaksi Idiosinkratik
Kloramfenikol
NSAID
Anti epileptik
Emas
Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya
Virus
Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)
Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)
Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)
Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang
didapat) Penyakit-penyakit Imun
Eosinofilik fasciitis
Hipoimunoglobulinemia

9
Timoma dan carcinoma timus
Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
Paroksismal nokturnal hemoglobinuria Kehamilan

Idiopathic aplastic anemia


Anemia Aplastik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenital
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

I.2.4. Klasifikasi
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
1
A. Klasifikasi menurut kausa :
 Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50%
kasus.
 Sekunder : bila kausanya diketahui.
 Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya
anemia Fanconi
B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis

10
1
Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.
Klasifikasi Kriteria
Anemia aplastik tidak berat Sumsum tulang hiposelular namun
sitopenia tidak memenuhi kriteria
berat

Anemia aplastik berat


 Selularitas sumsum tulang <25%
 Sitopenia sedikitnya dua dari  Hitung neutrofil < 500/µl
tiga seri sel darah  Hitung trombosit < 20.000/µl
 Hitung retikulosit absolute <
60.000/µl

Anemia aplastik sangat berat


 Selularitas sumsum tulang <25%
 Sitopenia sedikitnya dua dari  Hitung neutrofil < 200/µl
tiga seri sel darah  Hitung trombosit < 20.000/µl
 Hitung retikulosit absolute <
60.000/µl

I.2.5. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya anemia aplatik disimpulkan dari berbagai
observasi klinis keberhasilan terapi dan eksperimen laboratrium. Mekanisme
primer terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui:
1. Kerusakan pada sel induk (seed theory)

2. Kerusakan lingkungan mikro (soil theory)


3. Mekanisme imunologi (immune suppression). Mekanisme ini terjadi melalui
berbagai faktor (multi faktorial) yaitu : familial (herediter), idiopatik
(penyebabnya tidak dapat ditemukan) dan didapat yang disebabkan oleh obat-
6
obatan, bahan kimia, radiasi ion, infeksi, dan kelainan imunologis.
Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung melalui
keberhasilan transpaltasi sumsum tulang pada penderita anemia aplastik,

11
memperlihatkan adanya kondisi defisiensi sel asal (stem sel) dan yang berarti
6
bahwa penggantian sel induk dapat memperbaiki proses patologik yang terjadi.
Teori kerusakan lingkungan mikro dibuktikan melalui tikus percobaan yang
diberikan radiasi, sedangkan teori imunologik ini dibuktikan secara tidak langsung
6
dengan keberhasilan terapi immunosupresif. Adanya reksi autoimunitas pada
anemia aplastik juga dibuktikan oleh percobaan in vitro yang memperlihatkan
bahwa limfosit dapat menghambat pembentukan koloni hemopoetik alogenik dan
autologus. Setelah itu, diketahui bahwa limfosit T sitotoksik menjadi perantara
dekstruksi sel- sel aal hemopoetik pada kelainan ini. Sel- sel T efektor tampak
lebih jelas di sumsum tulang dibandingkan dengan darah tepi pasien anemia
aplastik. Sel-sel tersebut menghasilkan interferon γ dan TNF α yang merupakan
inhibitor langsung hemopoesis dan meningkatkan ekspresi Fas pada sel- sel
+
CD34 . Klon sel- sel T immortal yang positif CD4 dan CD8 dari pasien anemia
aplastik juga mensekresi sitokin T- helper yang bersifat toksik langsung ke sel- sel
4
CD34 positif autologus.
Kelainan imunologik diperkirakan menjadi penyebab dasar dari kerusakan
sel induk atau lingkungan mikro sumsum tulang. Patofisiologi timbulnya anemia
aplastik digambarkan secara skematik pada gambar 1

12
Sel Induk Kerusakan sel
Hematopoei induk
k Gangguan

Pansitopeni
a

Eritrosit ↓ Leukosit ↓ Trombosit ↓

Mudah Infeksi Perdarahan


Sindrom
Anemia - Febris -kulit
- Ulkus mulut -mukosa

Gambar. 1 Patofisiologi anemia aplastik (Bakta, 2003)

I.2.6. Manifestasi klinis


Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat adanya anemia, leukopenia dan
6
trombositopenia :
 Sindrom anemia yang bervariasi dari ringan sampai berat, berupa:
- Sistem kardiovaskuler : berdebar, lesu, cepat lelah, sesak waktu kerja
- Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga berdenging, mata bekunang-kunang,
kelemahan otot, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas
- Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut
tipis dan halus
 Gejala perdarahan : paling sering berupa petechie dan echymosis pada
kulit.Perdarahan mukosa dapat berupa epistaxis, perdarahan sub konjungtiva,
perdarahan gusi, hematemesis atau melena. Pada anemia yang berat atau

13
trombositopenia dapat dijumpai perdarahan retina. Perdarahan organ dalam
lebih jarang, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
 Gejala infeksi : dapat berupa nyeri tenggorokan, luka pada mulut dan faring,
demam disertai menggigil dan berkeringat, dan pada tingkat yang lebih berat
dijumpai sepsis sampai syok septik.
 Organomegali berupa hepatomegali, splenomegali atau limfadenopati tidak
dijumpai. Jika terdapat organomegali diagnosis anemia aplastik maka perlu
untuk dikaji ulang.

I. 2.7. Diagnosis
Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif,
gejala objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala
subjektif dan objektif merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun,
gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang mengalami depresi
paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan
darah dan pemeriksaan sumsum tulang, serta menyingkirkan adanya infiltrasi dan
supresi pada sumsum tulang.

2.7.1 Anamnesis
Data subjektif diperoleh dari anamnesis ke pada pasien. Anamnesis dilakukan
untuk mengetahui keluhan pasien berdasarkan sacred seven dan basic four. Anemia
aplastik dapat muncul dengan mendadak atau memiliki onset yang berkembang
dengan cepat. Perdarahan merupakan gejala awal yang paling sering terjadi; keluhan
mudah terjadi memar selama beberapa hari hingga minggu, gusi yang berdarah,
mimisan, darah menstruasi yang berlebihan, dan kadang-kadang peteki. Adanya
thrombositopenia, perdarahan massif jarang terjadi, namun perdarahan kecil pada
sistem saraf pusat dapat berbahaya pada intracranial dan menyebabkan perdarahan
retina. Gejala anemia juga sering terjadi termasuk mudah lelah, sesak napas, dan
tinnitus pada telinga. Infeksi merupakan gejala awal yang jarang terjadi pada anemia
aplastik (tidak seperti pada agranulositosis, dimana faringitis, infeksi anorektal, atau
sepsis sering terjadi pada permulaan penyakit).

14
Gejala yang khas dari anemia aplastik adalah keterbatasan gejala pada sistem
hematologist dan pasien sering merasa dan sepertinya terlihat sehat walaupun
terjadi penurunan drastis pada hitung darah. Keluhan sistemik dan penurunan
10
berat badan sebaiknya mengarahkan penyebab pasitopenia lainnya.
Anamnesis juga dilakukan untuk mengetahui etiologi/penyebab anemia aplastik
dari pasien dan untuk mengetahui kemungkinan penyebab kelainan kongenital.
Perlu diketahui adanya riwayat menjalani radiasi, kemoterapi, menderita suatu
penyakit selain flu dan gastroenteritis, serta penderita juga tidak minum obat-
obatan sebelumnya yang berisiko menimbulkan anemia aplastik, tidak pernah
tinggal ataupun bekerja pada pabrik ataupun industri yang berhubungan dengan
kulit, cat, zat-zat pembersih rumah tangga, dan anggota keluarga penderita tidak
ada yang mengalami keluhan yang sama. Jika tidak ditemukan hal- hal tersebut
dalam anamnesis, dapat disimpulakn penyebabnya adalah ididopatik.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pteki dan ekimosis sering terjadi dan perdarahan retina dapat ditemukan.
Pemeriksaan pelvis dan rectal tidak dianjurkan namun jika dikerjakan, harus dengan
hati-hati dan menghindari trauma; karena pemeriksaan ini biasanya menyebabkan
perdarahan dari servikal atau darah pada tinja. Kulit dan mukosa yang pucat sering
terjadi kecuali pada kasus yang sangat akut atau yang telah menjalani transfusi.
Infeksi pada pemeriksaan pertama jarang terjadi namun dapat timbul jika pasien telah
menjadi simptomatik setelah beberapa minggu. Limfadenopati dan splenomegaly juga
tidak sering terjadi pada anemia aplastik. Bintik Café au lait dan postur tubuh yang
pendek merupakan tanda anemia Fanconi; jari-jari yang aneh dan leukoplakia
10
menandakan dyskeratosis congenita.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


4,6
Temuan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia aplastik adalah:
 Anemia normokromik normositer dengan retikulositopenia. Akan tetapi bilai
nilai retikolosit dikoreksi terhadap beratnya anemia (corrected reticolocyte
count) maka akan diperoleh presentase retikolosit normal atau rendah juga.
Adanya retikulositosis setelah dikoreksi menandakan bukan anemia aplastik.
 Anemia sering berat dengan kadar Hb <7

15
 Leukopenia dengan relatif limfositosis terdapat pada 75% kasus,tidak dijumpai
sel muda dalam darah tepi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam
darah tepi menandakan bukan anemia aplastik.
 Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat
 Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat.
 Laju endap darah selalu meningkat, 62 dari 70 kasus (89%) mempunyai laju
endap darah lebih dari 100 mm dalam jam pertama.
4
 Faal Hemostasis
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk disebabkan oleh
trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal.
4
Sumsum Tulang
Sumsum tulang memperlihatkan adanya hipoplasia, dengan hilangnya jaringan
hemopoietik dan penggantian oleh lemak yang meliputi lebih dari 75% sumsum
tulang. Biopsy trephine sangat penting dilakukan dan dapat memperlihatkan daerah
selular berbercak pada latar belakang yang hiposelular. Sel-sel utama yang tampak
adalah limfosit dan sel plasma; megakariosit sangat berkurang atau tidak ada.
4
 Virus
Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus Hepatitis, HIV
parvovirus sitomegalovirus.
4
 Tes Ham atau Tes Hemolisis Sukrosa
Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH sebagai penyebab.
4
 Kromosom
Pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan kromosom. Pemeriksaan
sitogenik dengan fluroscence in situ hybridization (FISH) dan immunofenotipik
dengan flow cytometry diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding, seperti
myelodisplasia hiposelular.
4
 Defisiensi Imun
Adanya defisiensi imun diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin dan
pemeriksaan imunitas sel T.
4
 Lain-lain

16
Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak, dan mungkin ditemukan
pada anemia aplastik konstitusional.Kadar eritropoietin ditemukan meningkat
pada anemia aplastik.
4
Pemeriksaan Radiologis
 Nuclear Magnetic Resonance Imaging
Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan
karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak
dan sumsum tulang berelular.
 Radionuclide Bone Marrow Imaging (Bone Marrow Scanning)
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah
disuntik dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan terikan pada
makrofag sumsum tulang atau iodium chloride yang akan terikat pada transferin.
Dengan bantuan scan sumsum tulang dapat ditentukan daerah hemopoiesis aktif
untuk memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenetik atau kultur sel-sel induk.

2.7.4 Kriteria Diagnosis


Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International Agranulocytosis and
6
Anemia Study Group (IAASG).
1. Satu dari tiga:
- Hemoglobin kurang dari 10 gr/dl, atau hematokrit kurang dari 30%
9
- Trombosit kurang dari 50 x 10 /L
9
- Leukosit kurang dari 3,5 x 10 /L, atau neutrofil kurang dari 1,5 x
9
10 /L
9
2. Retikulosit < 30 x 10 /L (< 1 %)
3. Dengan gambaran sumsum tulang ( harus ada spesimen adekuat ):
- Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel
hemopoetik atau selularitas normal oleh karena hiperplasia eritroid fokal dengan
deplesi seri granulosit dan megakariosit
- Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik
4.Pansitopenia karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus diekslusi.

17
Setelah diagnosis maka perlu ditentukan derajat penyakit anemia aplastik. Hal ini
sangat penting dilakukan karena menentukan strategi terapi. Kriteria yang dipakai
pada umumnya ialah kriteria Camitta et al. Tergolong anemia aplastik berat
(severe aplastic anemia) bila memenuhi kriteria berikut:
I. Paling sedikit dua dari tiga:
9
- granulosit < 500 x 10 /L
12
- trombosit < 20 x 10 /L
- corrected reticulocyte < 1 %
II. Selularitas sumsum tulang < 25 %, atau selularitas < 50% dengan <
30% sel-sel hematopoietik

I.2.8. Diagnosis banding


Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai
dengan pansitopenia perifer.
6
Penyebab pansitopenia
Kelainan sumsum tulang
Anemia aplastik
Myelodisplasia
Leukemia akut
Myelofibrosis
Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia
Anemia megaloblastik
Kelainan bukan sumsum tulang
Hipersplenisme
Sistemik lupus eritematosus
Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis

Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu
sindrom myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma
myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat

18
membedakan anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada
myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya
poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid
sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik serta
sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada
anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat
granulasi abnormal dan megakariosit dapat menunjukkan lobulasi nukleus
11
abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu
dengan adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan
adanya sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga
11
biasanya disertai limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.
Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell
leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali
11
dan sel limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang.
Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh
sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas
sumsum tulang yang normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.

1.2.9. Penatalaksanaan
Secara garis besarnya terapi untuk anemia aplastik terdiri atas:
1. Terapi kausal;
2. Terapi suportif;
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang: terapi untuk merangsang
pertumbuhan sumsum tulang;
4. Terapi definitif yang terdiri atas:
a. Pemakaian anti-lymphocyte globulme;
b. Transplantasi sumsum tulang.

19
Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan
pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering hal
ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya tidak
dapat dikoreksi.

Terapi Suportif
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia.
5,6
1. Untuk mengatasi infeksi antara lain:
 Higiene mulut

 Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan


adekuat. Pemberian obat antibiotika dipilih yang tidak menyebabkan
depresi sumsum tulang. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotika
berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan
negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin semisintetik (ampisilin) dan
gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin generasi
ketiga. Jika hasil biakan sudah datang, sesuaikan antibiotika dengan
hasil tes kepekaan. Jika dalam 5-7 hari panas tidak turun, pikirkan
adanya infeksi jamur, dapat diberikan amphotericin- B atau flukonasol
parenteral. Untuk menghindarkan anak dari infeksi, anak diisolasi
dalam ruangan khusus yang “suci hama”.
 Tranfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat kuman gram
negatif, dengan neutropenia berat yang tidak memberikan respon pada
antibiotika adekuat. Granulosit konsentrat sangat sulit dibuat dan mas
efektifnya sangat pendek.
2. Usaha untuk mengatasi anemia: berikan transfusi packed red cell (PRC)
jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau anemia yang
sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9 – 10 g%, tidak perlu sampai Hb
normal, karena akan menekan eritropoesis internal. Pada penderita yang
akan dipersiapkan untuk transplantasi sumsum tulang pemberian transfusi
harus lebih berhati-hati.

20
3. Usaha untuk mengatasi perdarahan: berikan transfusi konsentrat trombosit
3
jika terdapat perdarahan major atau trombosit < 20.000/ mm : transfusi
trombosit (tiap unit/10 kgBB dapat meningkatkan jumlah trombosit
3
± 50.000/mm ) Transfusi trombosit untuk profilaksis tidak dianjurkan.
Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit
karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid dapat
mengurangi perdarahan kulit.

Terapi untuk Memperbaiki Fungsi Sumsum Tulang


Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan
sumsum tulang:
1. Anabolik Steroid: dapat diberikan oksimetolon atau stazonol. Oksimetolon
diberikan dalam dosis 2- 3 mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-12
minggu. Awasi efek samping berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati.
2. Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah: fungsi steroid dosis rendah
belum jelas. Prednison 2 mg/kgBB/24 jam. Jika dalam 4 minggu tidak ada
respon sebaiknya dihentikan untuk mengurangi fragilitas pembuluh kapiler.
3. GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil,
tetapi harus diberikan terus menerus. Eritropoetin juga dapat diberikan untuk
mengurangi kebutuhan transfusi sel darah merah.

Terapi Definitif
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang.
Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 jenis pilihan terapi:
1. Terapi imunosupresif antara lain:
a. Pemberian anti lymphocyte globuline: Anti lymphocyte globulin (ALG)
atau anti thymocyte globulin (ATG) dapat menekan proses imunologik.
ALG mungkin juga bekerja melalui peningkatan pelepasan haemopoietic
growth factor. Sekitar 40 – 70% kasus memberi respons pada ALG,
meskipun sebagian respons bersifat tidak komplit (ada defek

21
kualitatif/ kuantitatif). Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk
penderita anemia aplastik yang berumur di atas 40 tahun.
b. Terapi imunosupresif lain: pemberian metilprednisolon dosis tinggi
dengan/atau sislckosporin – A dilaporkan memberikan hasil pada
beberapa kasus, tetapi masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut.
Pernah juga dilaporkan keberhasilan pemberian siklofosfamid dosis
tinggi.
2. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan
harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan
canggih, serta adanya kesulitan dalam men-cari donor yang kompatibel.
Transplantasi sumsum tulang, yaitu:
a. Merupakan pilihan untuk kasus berumur di bawah 40 tahun;
b. Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GVHD (graft versus host
disease);
c. Transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka
panjang pada 60—70% kasus, dengan kesembuhan komplit.

1.2.10. Prognosis
Perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, dimana ada penderita
yang cepat memburuk dan ada sebagian lagi mempunyai perjalanan penyakit yang
1
berlahan-lahan. Faktor prognostik yang paling penting adalah pansitopenia .
Pengalaman klinis menunjukkan prognosis sangat ditentukan oleh derajat
penyakit serta jenis pengobatan yang diberikan. Keberhasilan TST (Transplantasi
sumsum tulang) memberikan ketahanan hidup jangka panjang yang sempurna.
Sedangkan ALG dapat disertai kekambuhan pada sebagian penderita serta timbul
1,7
kelainan hemopoetik klonal di kemudian hari .
Perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa pengobatan
pada umumnya memberikan prognosis yang buruk. Prognosis dapat dibagi
9
menjadi 3 yaitu

22
1. Kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam waktu 3 bulan.
Keadaan ini mencakup 10-15% kasus.
2. Penderita dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan relaps.
Meninggal dalam waktu 1 tahun, merupakan 50% kasus.
3. Penderita yang mengalami remisi sempurna atau parsial, hanya
merupakan sebagian kecil dari penderita.
Penyebab kematian utama anemia aplastik adalah perdarahan dan infeksi.
Oleh karena itu derajat trombositopenia dan neutropenia sangat menentukan
prognosis ditunjang pula oleh terapi suportif yang baik saat menunggu terapi
1
definitif . KIE keluarga dan pasien diperlukan sehingga dokter yang memberikan
perawatan dapat memberikan pengertian kepada keluarga dan pasien mengenai
penyakit, perjalanan penyakit, kemungkinan perburukan serta keberhasilan
pengobatan sehingga pasien dapat menerima keadaannya dan tetap berusaha untuk
menjalani pengobatan.

23
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
1. Pasien
a. Nama : An.ABM
b. Tanggal lahir : 15 Oktober 2006
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Bekasi Bulak No. 1, RT/RW 009/011,
Margahayu. Bekasi
e. Agama : Protestan
f. Pendidikan Terakhir : SD
g. Tanggal Masuk RS : 25 November 2018
h. Tanggal Pemeriksaan : 27 November 2018

2. Orang Tua
Table 1. Identitas Orang tua An. ABM
Ayah Ibu
Nama Tn. M Ny. S
Usia 38 37
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Suku Batak Batak
Agama Protestan Protestan
Pendidikan SMA SMA
Terakhir

Pekerjaan Pekerja swasta Ibu Rumah Tangga


Alamat Bekasi Bulak No. 1, RT/RW 009/011, Margahayu. Bekasi

24
B. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara aloanamnesa (orang tua pasien) di Ruang
Perawatan Anton I Rs. Polri, pada 27 November 2018.
1. Keluhan Utama
Mimisan sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit
2. Keluhan Tambahan
Demam hari kedua, badan terasa lemas
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak perempuan usia 12 tahun datang Rs. Polri dengan
keluhan mimisan sejak tiga hari sebanyak satu hingga dua kali setiap
harinya, keluhan tersebut dirasakan sejak tiga hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga memiliki demam sejak satu hari sebelum
masuk rumah sakit dan badan terasa lemas, muncul bitnik kemerahan
pada tubuh pasien terutama pada kaki. Ibu pasien mengatakan bahwa
anaknya tersebut memang sudah terdiagnosis anemia aplastik sejak 2
tahun lalu.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Saat pasien berusia 10 tahun pasien mulai sering mengalami
mimisan hamper setiap hari, orang tua pasien membawa pasien untuk
berobat saat itu, setelah melakukan beberapa kali pemeriksaan
labolatorium dan penunjuang pasien dinyatakan mengalami anemia
aplastic, sejak saat itu pasien mulai rutin kontrol ke dokter dan
mendapatkan transfusi darah.

5. Riwayat Alergi
a. Alergi Makanan : disangkal
b. Alergi Obat : disangkal
c. Asma Bronkial : disangkal

25
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien mengatakan bahwa dikeluarga pasien tidak ada yang
pernah memiliki penyakit seperti yang diderita pasien baik ayah dan
ibu pasien maupun kakek dan nenek pasien.

7. Riwayat Perinatal
 Riwayat Kehamilan ibu
Ibu pasien rutin kontrol kehamilan di rumah sakit. Ibu pasien
mengatakan tidak terdapat keluhan dan masalah pada saat
mengandung. Ibu pasien juga rajin minum vitamin yang diberikan
oleh dokter.

 Riwayat Kelahiran Anak


a) Ditolong oleh : Bidan
b) Lahir secara : Spontan dan tidak ada komplikasi
c) Usia Kehamilan : 38 minggu
d) Berat badan lahir : 3200 gr
e) Panjang lahir : 49 cm
f) Lingkar kepala : 33 cm
g) Kelainan kongenital :-

Saat dilahirkan, bayi langsung menangis dan tidak terdapat sianosis


pada kulit.

8. Riwayat perkembangan anak


 Senyum spontan : 2 bulan
 Tengkurap : 3 bulan
 Duduk dengan bantuan : 5 bulan
 Gigi keluar : 6 bulan

26
 Merangkak : 8 bulan
 Berdiri : 11 bulan
 Berjalan : 13 bulan
 Bicara : 19 bulan.

Keseimpulan tumbuh kembang :


Pasien tidak mengalami gangguan ataupun keterlambatan dalam
masa tumbuh kembang. Tumbuh kembang pasien sesuai dengan tumbuh
kembang anak-anak sebayanya.

9. Riwayat Makan
Tabel 2. Makanan Pasien saat Bayi
Umur Makanan Jumlah Frekuensi
1. 0-6 bulan ASI eksklusif Semaunya anak Semaunya anak
2. 7 bulan - 2tahun MP ASI Ibu tidak ingat Ibu tidak ingat
Kesan : Asi eksklusif, kualitas dan kuantitas cukup

10. Riwayat Imunisasi


Tabel 3. Riwayat Imunisasi Pasien
Imunisasi Frekuensi Usia
BCG 1 0 bulan
DPT 5 2, 4, 6, 18 bulan
Hepatitis B 3 0, 1, 6 bulan
Polio 5 0, 2, 4, 6, 18 bulan
Hib 3 2,4,6 bulan
Campak 1 9 bulan
Imunisasi tambahan - -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur.

27
11. Riwayat Keluarga
Riwayat Reproduksi
Table 4. Riwayat Reproduksi
No Usia Jenis Hidup Kelahiran Aborsi Meninggal Status
Anak kelamin Mati (sebab) Kesehatan

1. 12 Perempuan V - - - pasien
 Orang tua pasien menikah pada umur masing 25 tahun dan 24 tahun dan
merupakan pernikahan yang pertama
 Tidak terdapat riwayat penyakit ataupun penyakit kronik di keluarga
pasien.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 27 November 2018 di Ruang
Perawatan Anton I Rumah Sakit Bhayangkara TK I Raden Said Sukanto,
Jakarta.
1. Status Generalis
a. Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah : 110/70 mmHg
b) Nadi : 90 x/m
c) Pernapasan : 21 x/m
d) Suhu : 36,6C
d. Antropometri :

a) Berat Badan : 60 kg
b) Tinggi Badan : 151 cm
c) Status Nutrisi berdasarkan CDC :
- WFA (Weight for Age) : 60/43x100% = 139 %
- LFA (Length for Age) : 151/155x100% = 97 %
- WFL ( Weight for Length) : 60/43x100% = 139 %

28
Gambar. 2 Kurva CDC

29
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
 Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
 Bentuk : Mesocephal
 Ukuran : Normocephal

 Ubun-ubun: Menyatu/menutup
Mata : Conjungtiva Anemis (+), sklera ikterik (-), pupil
isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia, Sekret -/- , hiperemis -/-
Hidung : Septum Deviasi (-), konka edema -/-, secret (-)
Mulut
 Bibir : Mukosa bibir tidak kering
 Gigi : Karies Gigi (-)
 Lidah : Coated Tounge (-), tremor (-)
 Tonsil : T1/T1, detritus (-)

 Faring: Hiperemis (-)

Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB


Pembesaran kelenjar parotis kanan dan kiri
Thorax
a. Pulmo
Inspeksi : Simetris, Statis dan Dinamis
Palpasi : Fremitus Vocal +/+
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
b. Cor
Inspeksi : Iktus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus Cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop (-)

30
Abdomen
Inspeksi : Buncit, sikatrik (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (–)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Genital
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Status pubertas : Sudah pubertas
Ekstremitas : Akral hangat (+), CRT <2detik, Edema -/-/-/-
Kulit : Sianosis (-), ikterik(-), ptechie pada kedua kaki
Status neurologis

Kolumna vertebralis : tidak ada kelainan


Refleks fisiologis : kesan normal
KPR : kesan normal
APR : kesan normal
Kekuatan : kesan normal
Tonus : kesan normal
Refleks patologis : (-)

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 25 November 2018


Tabel 5. Pemeriksaan Darah Rutin (Jam 20.11 WIB)
Hasil Nilai Normal
*
Hemoglobin 10 g/dl 12-14 g/dl
Lekosit 3000 u/l 5.000-10.000 u/l
Hematokrit * 37-43 %
29 %
Trombosit * 150.000-400.000 /ul
22.000 /ul

31
 Pemerikseen leeoretorium peee

teneeel e Desemeer eeee Teeel ee

Pemerikseen Deree Rutin (Jem

eeeee eIBe

Hasil Nilai Normal


Hemoglobin * 12-14 g/dl
6,0 g/dl
Lekosit 3.700 u/l 5.000-10.000 u/l
*
Hematokrit 18 % 37-43 %
*
Trombosit 16.000 /ul 150.000-400.000 /ul

 Pemerikseen leeoretorium peee

teneeel e Desemeer eeee Teeel ee

Pemerikseen Deree Rutin

(Jem eeeee eIBe

Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 14,5 g/dl 12-14 g/dl
Lekosit 4.500 u/l 5.000-10.000 u/l
Hematokrit 41 % 37-43 %
Trombosit 7.000 /ul
* 150.000-400.000 /ul

E. DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, maka diagnosis kerja yang sesuai dengan kondisi pasien adalah
Anemia aplastik

F. TERAPI
a. IVFD RL 28 tpm/24 jam
b. Transamin 3 x 250 mg
c. Ranitidine 2 x 150 mg
d. Paracetamol 3 x 500 mg
e. Rencana Transfusi TC 10 u / hari (selama tiga hari)

32
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam: ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad malam

FOLLOW UP
Tabel 8. Follow-up
Tgl S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)
26 Seorang anak perempuan usia 12 tahun dengan keluhan mimisan IVFD RL 28 TPM
Nov sejak tiga hari lalu dan demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah
2018 sakit. Riwayat anemia aplastik (+) Transamin 3 x 250 mg

S : lemas (+), mimisan (+) dua kali semalam,


O : Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang TC 10 u/ hari selama 3
Kesadaran : Composmentis hari (hari pertama)
Tanda-tanda Vital
 : 110/70 mmHg
Tekanan darah
 : 100 x/m
Nadi PCT 3 x 500 mg

Pernapasaran : 22 x/m
 0
Suhu : 36,8 C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (+) , sklera ikterik (-)
pupil isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia, Sekret -/- , hiperemis -/-
Hidung : Septum Deviasi (-), konka edema -/-, secret (-)
Mulut
 : Mukosa bibir tidak kering
Bibir
 : Karies Gigi (-)
Gigi
 : T1/T1, detritus (-)
Tonsil
 Faring: Hiperemis (-)
Leher : Terdapat pembesaran kelenjar parotis d/s
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop(-)
Abdomen : Supel, Datar, Bising usus (+) Normal

A: Anemia aplastic

33
Tgl S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)
27 S : mimsan (+) satu kali, batuk berdahak (+) IVFD RL 28 tpm
Nov O : Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang Inj rantin 2 x 50 mg
2018 Kesadaran : Composmentis Transamin 3 x 250 mg
Tanda-tanda Vital :
 : 110/80 mmHg TC 10 u (hari kedua).
Tekanan darah
 : 89 x/m
Nadi

Pernapasaran : 21 x/m
 0
Suhu : 37 C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (+) , sklera ikterik (-)
pupil isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia, Sekret -/- , hiperemis -/-
Hidung : Septum Deviasi (-), konka edema -/-, secret (-)
Mulut
 : Mukosa bibir tidak kering
Bibir
 : T1/T1, detritus (-)
Tonsil
 : Hiperemis (-)
Faring
Leher : Terdapat pembesaran kelenjar parotis d/s
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop(-)
Abdomen : Supel, Datar, Bising usus (+) Normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2detik, edema (-)
Terdapat ptechie pada kedua kaki (+)
A: Anemia aplastik

34
Tgl S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)
28 S : mimsan (-), lemas berkurang, batuk (-) IVFD RL 28 tpm
Nov O : Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang Inj rantin 2 x 50 mg
2018 Kesadaran : Composmentis Transamin 3 x 250 mg
Tanda-tanda Vital :
 : 110/80 mmHg TC 10 u (hari ketiga).
Tekanan darah
 : 89 x/m
Nadi

Pernapasaran : 21 x/m
 0
Suhu : 37 C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (+) , sklera ikterik (-)
pupil isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia, Sekret -/- , hiperemis -/-
Hidung : Septum Deviasi (-), konka edema -/-, secret (-)
Mulut
 : Mukosa bibir tidak kering
Bibir
Leher : Terdapat pembesaran kelenjar parotis d/s
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop(-)
Abdomen : Supel, Datar, Bising usus (+) Normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2detik, edema (-)
Terdapat ptechie pada kedua kaki (+)
A: Anemia aplastik

Tgl S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)


29 S : keluhan tidak ada IVFD RL 28 tpm
Nov O : Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang Inj rantin 2 x 50 mg
2018 Kesadaran : Composmentis Transamin 3 x 250 mg
Tanda-tanda Vital :
 : 110/80 mmHg TC 10 u (hari ke empat).
Tekanan darah
 : 89 x/m
Nadi

Pernapasaran : 21 x/m
 0
Suhu : 37 C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (+) , sklera ikterik (-)
pupil isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia, Sekret -/- , hiperemis -/-
Hidung : Septum Deviasi (-), konka edema -/-, secret (-)
Mulut
 : Mukosa bibir tidak kering
Bibir
35
Leher : Terdapat pembesaran kelenjar parotis d/s
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop(-)
Abdomen : Supel, Datar, Bising usus (+) Normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2detik, edema (-)
Terdapat ptechie pada kedua kaki (+)
A: Anemia aplastik

Tgl S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)


30 S : keluhan tidak ada IVFD RL 28 tpm
Nov O : Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang Inj rantin 2 x 50 mg
2018 Kesadaran : Composmentis Transamin 3 x 250 mg
Tanda-tanda Vital :
 : 110/80 mmHg TC 10 u (hari ke lima)
Tekanan darah
 : 89 x/m
Nadi

Pernapasaran : 21 x/m
 0
Suhu : 37 C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (+) , sklera ikterik (-)
pupil isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia, Sekret -/- , hiperemis -/-
Hidung : Septum Deviasi (-), konka edema -/-, secret (-)
Mulut
 : Mukosa bibir tidak kering
Bibir
Leher : Terdapat pembesaran kelenjar parotis d/s
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop(-)
Abdomen : Supel, Datar, Bising usus (+) Normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2detik, edema (-)
Terdapat ptechie pada kedua kaki (+)
A: Anemia aplastic

36
Tgl S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)
1 S : keluhan tidak ada IVFD RL 28 tpm
Des O : Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang Inj rantin 2 x 50 mg
2018 Kesadaran : Composmentis Transamin 3 x 250 mg
Tanda-tanda Vital :
 : 110/80 mmHg PRC 900 cc dibagi
Tekanan darah

Nadi : 89 x/m menjadi 2 kali pemberian
 : 21 x/m
Pernapasaran (450 cc per hari)
 0
Suhu : 37 C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (+) , sklera ikterik (-)
pupil isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia, Sekret -/- , hiperemis -/-
Hidung : Septum Deviasi (-), konka edema -/-, secret (-)
Mulut
 : Mukosa bibir tidak kering
Bibir
Leher : Terdapat pembesaran kelenjar parotis d/s
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop(-)
Abdomen : Supel, Datar, Bising usus (+) Normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2detik, edema (-)
Terdapat ptechie pada kedua kaki (+)
Lab : Hb : 6 g/dl leu : 3.700 u/l
Ht : 18 % tr :16.000 /ul
A: Anemia aplastic

37
Tgl S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)
3 S : keluhan tidak ada IVFD RL 28 tpm
Des O : Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang Inj rantin 2 x 50 mg
2018 Kesadaran : Composmentis Transamin 3 x 250 mg
Tanda-tanda Vital :
 : 100/70 mmHg Cefixime1 x 200 mg
Tekanan darah

Nadi : 92 x/m Zink syr 1 x 1 cth
 : 22 x/m
Pernapasaran
 0
Suhu : 37 C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (-) , sklera ikterik (-)
pupil isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia, Sekret -/- , hiperemis -/-
Hidung : Septum Deviasi (-), konka edema -/-, secret (-)
Mulut
 : Mukosa bibir tidak kering
Bibir
Leher : Terdapat pembesaran kelenjar parotis d/s
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop(-)
Abdomen : Supel, Datar, Bising usus (+) Normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2detik, edema (-)
Terdapat ptechie pada kedua kaki dan pada kedua tangan(+)
Lab : Hb : 14,5 g/dl leu : 4500 u/l
Ht : 41% Tr : 7000 /ul
A: Anemia aplastic
Tgl S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)
4 S : keluhan tidak ada IVFD RL 28 tpm
Des O : Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang Asam folat 1 x 1 tab
2018 Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital :
 : 110/80 mmHg
Tekanan darah
 : 93 x/m
Nadi

Pernapasaran : 20 x/m
 0
Suhu : 36.7 C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (-) , sklera ikterik (-)
pupil isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia, Sekret -/- , hiperemis -/-
Hidung : Septum Deviasi (-), konka edema -/-, secret (-)
38
Mulut
 : Mukosa bibir tidak kering
Bibir
Leher : Terdapat pembesaran kelenjar parotis d/s
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop(-)
Abdomen : Supel, Datar, Bising usus (+) Normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2detik, edema (-)
A: Anemia aplastic

39
BAB III
ANALISA KASUS

Pada anamnesis didapatkan pasien mempunyai keluhan mimsan sejak tiga


hari sebelum masuk rumah sakit, demam sejak satu hari sebelum masuk rumah
sakit dan badan terasa lemas, pasien memang terdiagnosis anemia aplastic sejak
dua tahun yang lalu, sejak saat itu pasien rutin kontrol ke dokter dan mendapatkan
transfusi. Anemia aplastic adalah gangguan hematopoisis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, myeloid dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, dimana tidak dijumpai adanya
keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum
tulang. Berdasarkan The International Agranulocytosis and Aplastic Anemia
Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila kadar hemoglobin ≤ 10 g/dL atau
hematokrit
≤ 30 %; hitung trombosit ≤ 50.000/mm3 ; hitung lekosit ≤ 3.500/mm3 atau
granulosit ≤ 1,5 x 109/L. Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat adanya
sindrom anemia seperti lemah, pucat, cepat lelah, sakit kepala, pusing, telinga
berdenging, mata bekunang-kunang, kelemahan otot, lesu, perasaan dingin pada
ekstremitas, warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut
tipis dan halus, leukopenia (Gejala infeksi : dapat berupa nyeri tenggorokan, luka
pada mulut dan faring, demam disertai menggigil dan berkeringat, dan pada
tingkat yang lebih berat dijumpai sepsis sampai syok septik) dan trombositopenia
(gejala perdarahan: paling sering berupa petechie dan echymosis pada
kulit.Perdarahan mukosa dapat berupa epistaxis, perdarahan sub konjungtiva,
perdarahan gusi, hematemesis atau melena. perdarahan retina)
Saat dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan bahwa
konjungtiva pasien anemis dan pasien terlihat pucat. Pada pasien dengan anemia
di pemeriksaan fisik dapat dijumpai keadaan pasien yang pucat, terutama pada
konjungtiva mata dan jaringan di bawah kuku, pucat ini terjadi karena ada
penurunan dari jumlah sel darah merah.
Pada pasien didapatkan hasil pemeriksaan penunjang yaitu jumlah
Hemoglobin saat pasien masuk di ruangan adalah 10 g/dL. Secara fisiologi, jumlah

40
normal hemoglobin bervariasi tergantung umur, jenis kelamin, kehamilan, dan
ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu, perlu ditentukan batasan kadar
hemoglobin pada anemia. Untuk anak usia 6 bulan sampai 6 tahun dikatakan
anemia apabila Hb <11 g/dL, anak usia 7 sampai 11 tahun anemia jika Hb <12
g/dL, wanita dewasa <12 g/dL, laki-laki dewasa <13 g/dL, wanita hamil <11 g/dL.
Juga didapatkan leukopenia (3000 u/l), dan trombositopenia (22.000 /ul).
Pada pasien ini, diberikan penanganan pertama yaitu IVFD RL 28 tpm,
injeksi Ranitidin 2 x 50 mg, Paracetamol 3 x 500 mg, Transamin 3 x 250 mg dan
pemberian TC 10 u per hari selama tiga hari.

41
Tabel. 9. Analisa Kasus

Kasus Teori
Etiologi Tidak ada riwayat pengobatan Sebagian besar anemia aplastik (50-70%)
maupun riwayat keluarga yang penyebabnya bersifat idiopatik, yaitu
memiliki penyakit yang dialami penyebabnya tidak diketahui dan awalnya
pasien. spontan.

Manifestasi Anemia berulang 


Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat
Klinis demam adanya anemia, leukopenia dan
Lemas trombositopenia
Mimisan 
Sindrom anemia yang bervariasi dari
Ptechie pada kaki ringan sampai berat, berupa:
berdebar, lesu, cepat lelah, sesak waktu
kerja, sakit kepala, pusing, telinga
berdenging, mata bekunang-kunang,
kelemahan otot, lesu, perasaan dingin pada
ekstremitas

Gejala perdarahan : paling sering berupa
petechie dan echymosis pada
kulit.Perdarahan mukosa dapat berupa
epistaxis, perdarahan sub konjungtiva,
perdarahan gusi, hematemesis atau
melena.
 dapat berupa nyeri
Gejala infeksi yang
tenggorokan, luka pada mulut dan faring,
demam disertai menggigil dan berkeringat

Diagnosis Anamnesis Anamnesis


pasien mempunyai keluhan lemas, Lemas, dan terdapat perdarahan
mimisan dan terdapat ptechie pada
kedua tungkai

42
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik
TD : 110/70 Pada pasien dengan anemia aplastic dapat
Nadi : 106 x/m ditemukan beberapa gejala yang sesuai dengan
RR : 22 x/m sindrom anemia, gejala perdarahan, gejala
Suhu : 36,6 C infeksi seperti demam dan nyeri tenggorokan
Mata : konjungtiva anemis (+) dan organomegali
Ptechie (+) pada tungkai

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang


Darah Perifer Lengkap Darah Perifer Lengkap
 10 g/dl 
Hemoglobin Hb rendah < 7 g/dl
  Leukopenia
Leukosit 3.000 u/l
 29 %
Hematokrit 
 22.000 /ul Trombositopenia
Trombosit 
Gambaran morfologi eritrosit: Anemia
normokromik normositer dengan
retikulositopenia

Terapi  
IVFD RL 28 tpm Usaha untuk mengatasi anemia: berikan
 transfusi packed red cell (PRC) jika
Paracetamol 3 x 500 mg
 hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah
Inj Ranitidin 2 x 50 mg
 jantung atau anemia yang sangat
Transamin 3 x 250 mg
 simtomatik. Koreksi sampai Hb 9 – 10 g%
Transfusi TC 10 u / hari
selama 3 hari  untuk mengatasi perdarahan:
Usaha
 berikan transfusi konsentrat trombosit jika
Transfusi PRC
 H-1 : 450 cc terdapat perdarahan major atau trombosit <
 H-2 : 450 cc 3
20.000/ mm : transfusi trombosit (tiap
Kebutuhan sel darah merah unit/10 kgBB dapat meningkatkan jumlah
3
trombosit ± 50.000/mm )
12 – 6 x 4 x 60 = 1440 cc

43
BAB IV
KESIMPULAN
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, myeloid dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, dimana tidak dijumpai adanya
keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum
tulang. Berdasarkan The International Agranulocytosis and Aplastic Anemia
Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila kadar hemoglobin ≤ 10 g/dL atau
hematokrit ≤ 30 %; hitung trombosit ≤ 50.000/mm3 ; hitung lekosit ≤ 3.500/mm3
atau granulosit ≤ 1,5 x 109/L
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan, virus,
dan terkait dengan penyakit-penyakit yang lain. Anemia aplastik juga ada yang
ditururunkan seperti anemia Fanconi. Akan tetapi, kebanyakan kasus anemia
aplastik merupakan idiopatik.
Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat adanya sindrom anemia
(lemah, pucat, cepat lelah, sakit kepala, pusing, telinga berdenging, mata
bekunang-kunang, kelemahan otot, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas, warna
pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan halus),
leukopenia (Gejala infeksi : dapat berupa nyeri tenggorokan, luka pada mulut dan
faring, demam disertai menggigil dan berkeringat, dan pada tingkat yang lebih
berat dijumpai sepsis sampai syok septik) dan trombositopenia (gejala perdarahan:
paling sering berupa petechie dan echymosis pada kulit.Perdarahan mukosa dapat
berupa epistaxis, perdarahan sub konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis atau
melena. perdarahan retina)
Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif,
gejala objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala
subjektif dan objektif merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun,
gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang mengalami depresi
paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan
darah dan pemeriksaan sumsum tulang, serta menyingkirkan adanya infiltrasi dan
supresi pada sumsum tulang.

44
Secara garis besarnya terapi untuk anemia aplastik terdiri atas terapi
kausal, Terapi suportif, dan terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang:
terapi untuk merangsang pertumbuhan sumsum tulang dan terapi definitif yang
terdiri atas pemakaian anti-lymphocyte globulme, transplantasi sumsum tulang.
Perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa
pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang buruk. Prognosis dapat
dibagi menjadi 3 yaitu Kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam
waktu 3 bulan. Keadaan ini mencakup 10-15% kasus. Penderita dengan perjalanan
penyakit kronik dengan remisi dan relaps. Meninggal dalam waktu 1 tahun,
merupakan 50% kasus, dan Penderita yang mengalami remisi sempurna atau
parsial, hanya merupakan sebagian kecil dari penderita.

45
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI,
2001;501-8.
2. Bakshi S. Aplastic Anemia. Available in URL: HYPERLINK
http://www.emedicine.com/med/ topic162.htm
3. Widjanarko, A. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001. p. 627-633.
4. Widjanarko, A. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001. p. 637-643.
5. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
Rumah Sakit Umum Pusat Saglah Denpasar. Anemia Aplastik. Pedoman
Pelayanan Medis kesehatan Anak 2011. 151-153
6. Bakta, IM. Buku Ajar Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG, 2007. p. 97-112.
7. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia.
(http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/)
8. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds).
th
William Hematology 7 ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.
9. Adyana,Losen dkk. 2008. Diagnosis dan Penatalaksanaan Anemia Aplastik.
Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Akses tanggal 25 Agustus 2012.
10. Young NS. Aplastic Anemia, Myelodysplasia, and Related Bone Marrow
Failure Syndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al. Harrison’s Principle of
Internal Medicine. 16th ed. New York: McGraw Hill, 2007: 617-25.
11. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds).
th
William Hematology 7 ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.

46

Anda mungkin juga menyukai