Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

Kanker Ovarium

Nama : Via Ariani

NPM : 220112170050

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2017
A. Definisi

Kanker ovarium adalah tumor ganas ginekologi yang tidak mempunyai


gejala klinis yang patognomonis dan akan berkembang secara diam-diam didalam
tubuh wanita hingga pada suatu waktu menimbulkan keluhan. Keluhan dapat
berupa gangguan akibat desakan massa tumor pada organ-organ pelvis, atau akibat
penyebaran kanker ke daerah rongga perut, hepar, usus, ginjal, omentum dan
diafragma. Perkembangan secara diam-diam ini menyebabkan angka harapan hidup
5 tahun penderita kanker ovarium cukup rendah dibandingkan kanker ginekologik
lainnya (Berek, 2002).

B. Etiologi

Sama seperti kanker pada umumnya, penyebab kanker ovarium juga belum
diketahui secara pasti. Ada beberapa faktor yang diduga bisa meningkatkan risiko
seorang wanita untuk terkena kanker ini. Faktor-faktor tersebut meliputi:

- Usia. Kanker ovarium cenderung terjadi pada wanita berusia 50 tahun ke atas.
- Genetik. Risiko untuk terkena kanker ovarium akan meningkat jika memiliki
anggota keluarga yang mengidap kanker ovarium atau kanker payudara. Begitu
juga pada wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2, yang merupakan
mutasi genetic yang dapat diturunkan.
- Terapi pengganti hormon estrogen (Esterogen Hormone Replacement Therapy),
terutama bila dilakukan dalam jangka waktu lama dan dengan dosis tinggi.
- Menderita sindrom ovarium polikistik (PCOS).
- Tidak pernah hamil.
- Mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
- Mengalami siklus menstruasi sebelum usia 12 tahun dan menopause setelah usia
50 tahun.
- Menjalani terapi kesuburan.

Ada beberapa teori tentang etiologi kanker ovarium yaitu:

1. Hipotesis Incessant Ovulation


Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang
menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel
ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum
penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan
akan terganggu dan kacau sehingga dapat menimbulkan transformasi menjadi sel-
sel tumor.

2. Hipotesis gonadotropin

Teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan data
epidemiologi. Hormon hipofisis diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium
pada beberapa percobaan pada rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika
kadar hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotrofin juga
menigkat. Peningkatan kadar hormon gonadotrofin ini ternyata berhubungan
dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.

Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsinogenik


dimetilbenzatrene (DMBA) akan menjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan
pada tikus yang telah di ooforektomi, tetapi tidak menjadi tumor jika tikus tersebut
telah di hipofisektomi. Berkurangnya resiko kanker ovarium pada wanita multipara
dan wanita pemakai pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar
gonadotrofin.

3. Hipotesis androgen

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rish pada tahun 1998 yang
mengatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker
ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium mengandung
reseptor androgen. Epitel ovarium selalu terpapar pada androgenic steroid yang
berasal dari ovarium itu sendiri dan kelenjar adrenal, seperti androstenedion,
dehidroepiandrosteron, dan testosterone. Dalam percobaan invitro androgen dapat
menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan juga sel-sel kanker ovarium
epitel dalam kultur sel.
4. Hipotesis progesteron

Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen ,


progesteron ternyata mempunyai peranan protektif terhadap terjadinya kanker
ovarium. Epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron. Pemberian pil
yang mengandung estrogen saja pada wanita pasca menopause akan meningkatkan
resiko terjadinya kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi dengan
pemberian progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar
progesteron tinggi, menurunkan resiko kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi
menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.

5. Paritas

Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan satu paritas yang tinggi


memiliki resiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada nulipara,
yaitu denga risiko relative 0,7. Pada wanita yang mengalami 4 atau lebih kehamilan
aterm, resiko terjadinya kanker ovarium berkurang sebesar 40% jika dibandingkan
dengan wanita nulipara.

6. Pil kontrasepsi

Penelitian dari center for disease control menemukan penurunan resiko


terjadinya kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang
memakai pil kontasepsi, yaitu dengan resiko relative 0,6.

7. Talk

Pemakaian talk pada daerah perineum dilaporkan meningkatkan resiko


terjadinya kanker ovarium dengan resiko relative 1,9%.

8. Ligasi tuba

Pengikatan tuba ternyata menurunkan terjadinya kanker ovarium dengan


resiko relatif 0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan
terputusnya akses talk atau karsinogen lainnya dengan ovarium.
C. Patofisiologi

Kanker ovarium disebabkan oleh zat-zat karsinogenik sehingga terjadi


tumor primer, di mana akan terjadi infiltrasi di sekitar jaringan dan akan terjadi
implantasi. Implantasi merupakan ciri khas dari tumor ganas ovarium. Gejala yang
terjadi pada kanker ovarium adalah gejala samar dan ascites. Ascites adalah
kelebihan volume cairan di rongga perut, sedangkan gejala samarnya, yaitu perut
sebah, makan sedikit tapi cepat kenyang, sering kembung, dan nafsu makan
menurun. Manifestasi klinik terutama berupa rasa tidak enak di perut bagian bawah
atau tenesmus.

Pada stadium awal dapat timbul acites; dengan cepat kanker tumbuh
melapaui kavum pelvis hingga teraba massa, menstruasi tidak teratur, dapat timbul
pendarahan per vaginam. Tanda dan gejala pada pasien kanker ovarium bervariasi
dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa menstruasi yang tidak teratur,
ketegangan menstrual yang meningkat, menoragia, nyeri tekan pada payudara,
menopause dini, rasa tidak nyaman pada abdomen, dyspepsia, tekanan pada pelvis,
sering berkemih, flatulenes, rasa begah setelah makan makanan kecil, lingkar
abdomen yang terus meningkat. Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan tanda
dan gejala, terutama tumor ovarium kecil. Sebagian tanda dan gejala akibat dari
pertumbuhan, aktivitas hormonal dan komplikasi tumor-tumor tersebut.

1. Akibat pertumbuhan, di mana adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa
menyebabkan pembesaran perut, tekanan terhadap alat sekitarnya, disebabkan
oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Selain gangguan miksi,
tekanan tumor dapat mengakibatkan konstipasi, edema, tumor yang besar dapat
mengakibatkan tidak nafsu makan dan rasa sakit.
2. Aktivitas-aktivitas hormonal, di mana pada umumnya tumor ovarium tidak
menganggu pola haid kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.
3. Akibat Komplikasi
- Pendarahn pada kista: Perdarahan biasanya sedikit, kalau tidak sekonyong-
konyong dalam jumlah banyak akan terjadi distensi dan menimbulkan nyeri
perut.
- Torsi : Torsi atau putaran tangkai menyebabkan tarikan melalui ligamentum
infundibulo pelvikum terhadap peritonium parietal dan menimbulkan rasa
sakit.
- Infeksi pada tumor : Infeksi pada tumor dapat terjadi bila di dekat tumor ada
tumor kuman patogen seperti appendicitis, divertikalitis, atau salpingitis akut.
- Robekan inding kista : Robekan pada kista disertai hemoragi yang timbul
secara akut, maka perdarahan dapat sampai ke rongga peritonium dan
menimbulkan rasa nyeri terus menerus.
- Perubahan keganasan : Dapat terjadi pada beberapa kista jinak, sehingga
setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang
seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasan. Tumor ganas
merupakan kumpulan tumor dan histiogenesis yang beraneka ragam, dapat
berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal)
dengan sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam, kira-kira 60%
terdapat pada usia peri menopause 30% dalam masa reproduksi dan 10% usia
jauh lebih muda. Tumor ovarium yang ganas, menyebar secara limfogen ke
kelenjar para aorta, medistinal dan supraclavikular. Untuk selanjutnya
menyebar ke alat-alat yang jauh terutama paru-paru, hati dan otak, obstruksi
usus dan ureter merupakan masalah yang sering menyertai penderita tumor
ganas ovarium.
D. Manifestasi Klinis

Pada stadium dini gejala-gejala kanker ovarium tidak khas, lebih dari 70%
penderita kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut. Mayoritas penderita
kanker ovarium jenis epithelial tidak menunjukkan gejala sampai periode waktu
tertentu. Pada stadium awal kanker ovarium ini muncul dengan gejala-gejala tidak
khas. Bila penderita dalam usia perimenopause, keluhan adalah haid yang tidak
teratur. Bila massa tumor telah menekan kandung kemih atau rectum, keluhan
sering berkemih dan konstipasi akan muncul. Kadang-kadang gejala seperti distensi
perut sebelah bawah, rasa tertekan, dan nyeri dapat pula ditemukan.

Pada stadium lanjut ini gejala-gejala yang ditemukan umumnya berkaitan


dengan adanya asites, metastasis ke omentum, atau metastasis ke usus.Tanda paling
penting adanya kanker ovarium adalah ditemukannya massa tumor di pelvis. Bila
tumor tersebut padat, bentuknya irregular dan terfiksir ke dinding panggul,
keganasan perlu dicurigai. Bila di bagian atas abdomen ditemukan juga massa dan
disertai asites, keganasan hampir dapat dipastikan.

Menurut Piver perhatian khusus harus diberikan jika ditemukan kista


ovarium berdiameter > 5 cm karena pada 95% kasus kanker ovarium, tumornya
berdiameter > 5 cm. Dengan demikian, bila tumor sebesar ini ditemukan pada
pemeriksaan pelvis, evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan untuk menyingkirkan
keganasan, khususnya pada wanita yang berusia > 40 tahun. Jika ditemukan massa
kistik berukuran 5-7 cm pada usia reproduksi kemungkinan kista tersebut suatu
kista fungsional yang akan mengalami regresi dalam masa 4-6 minggu kemudian.
Bilateralitas pada kista jinak hanya ditemukan pada 5% kasus, sedangkan pada kista
ganas ditemukan pada 26% kasus. Oleh karena itu, jika ditemukan kista ovarium
bilateral harus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menyingkirkan
keganasan termasuk pada penderita yang masih berusia muda. Berek mengambil
batasan ukuran kista 8 cm. jika kista tersebut berukuran > 8 cm, sangat mungkin
kista tersebut neoplasma, bukan kista fungsional. Kista yang berukuran < 8 cm,
dapat dianggap kista fungsional jika pada pemeriksaan ginekologi ditemukan kista
yang mudah digerakkan, kistik, unilateral dan permukaan rata.

Pada penderita pramenopause dengan massa kistik berukuran diameter lebih


dari 8-10 cm, besar kemungkinan bahwa kista itu suatu neoplasma, kecuali jika
penderita sebelum pemeriksaaan ini telah meminum klomifen sitrat atau obat-obat
lain untuk induksi ovulasi. Pada penderita pramenopause, pengamatan untuk waktu
tertentu dapat dilakukan asalkan kista tersebut tidak dicurigai ganas. Pengamatan
dilakukan tidak lebih dari 2 bulan. Jika massa tersebut bukan neoplasma, massa
tersebut akan menetap atau mengecil pada pemeriksaan panggul dan USG. Jika
makin besar, massa tersebut harus dicurigai sebagai neoplasma dan harus dilakukan
pengangkatan secara operasi.

Pada wanita pascamenopause, ovarium akan menjadi atropi dan pada


pemeriksaan panggul tidak dapat diraba. Jadi bila pada usia ini teraba massa di
pelvis, maka massa tersebut patut dicurigai suatu keganasan. Keadaan ini dahulu
disebut postmenopausal palpable syndrome. Penelitian pada penderita kelompok
ini menunjukkan bahwa hanya 3% dari massa yang teraba di pelvis tersebut yang
berukuran kurang dari 5 cm, yang bersiffat ganas.

Pada penderita pascamenopause dengan kista unilateral berukuran kurang


dari 8-10 c, kadar Ca 125 normal, pengamatan untuk waktu tertentu dapat
dilakukan. Jika massa tersebut dicurigai ganas, dengan tanda-tanda massa besar,
dominan padat, lengket dengan sekitarnya, dan bentuknya tidak teratur, tindakan
laparatomi harus segera dilakukan.

E. Penyebaran Kanker Ovarium


Kanker ovarium dapat menyebar dengan cara sebagai berikut :
1. Penyebaran transcoelomic
Penyebaran dimulai apabila tumor telah menginvasi kapsul. Selanjutnya
sel-sel tumor yang mengalami eksfoliasi akan menyebar sepanjang permukaan
peritoneum kavum abdomen mengikuti aliran cairan peritoneum. Aliran cairan
peritoneum itu karena pengaruh gerakan pernafasan akan mengalir dari pelvis ke
fossa paracolica, terutama yang kanan, ke mesenterium dank e hemidiafragma
kanan. Oleh karena itu, metastasis sering ditemukan di cavum douglasi, fossa
paracolica, hemidiafragma kanan, kapsul hepar, peritoneum usus dan mesterium,
omentum. Proses metastasis ini jarang menginvasi lumen usus, tetapi secara cepat
akan menyebabkan usus-usus saling melekat sehingga dapat menimbulakan ileus
obstruktif.
2. Penyebaran limfatik
Penyebaran kanker ovarium dapat juga melalui pembuluh getah bening
yang berasal dari ovarium. Melalui pembuluh getah bening yang mengikuti
pembuluh darah di ligamentum infundibulo pelvikum, sel-sel kanker dapat
menyebar mencapai KGB disekitar aorta dan KGB interkavoaortik sampai setinggi
a/v renalis. Melalaui pembuluh getah bening yang mengikuti pembuluh darah
diligamentum latum dan parametrium, sel-sel kanker dapat pula mencapai KGB di
dinding panggul seperti KGB iliaca eksterna, KGB obturatoria, dan KGB disekitar
pembuluh darah hipogastrika
3. Penyebaran hematogen
Penyebaran hematogen kanker ovarium jarang terjadi. Bila terjadi,
penyebaran tersebut dapat ditemukan di parenkim paru dan hepar pada 2-3% kasus.
Penyebaran jauh biasanya terjadi pada penderita dengan asites yang banyak, dan
karsinomatosis peritonel, telah ada metastasis di intraabdomen dan KGB
retroperitoneal.
4. Transdiafragma
Cairan asites yang mengandung sel-sel tumor ganas dapat menembus
diafragma sebelah kanan sehingga mencapai rongga pleura. Implantasi sel-sel
tumor ganas di rongga pleura kan menimbulkan efusi pleura. Penemuan sel tumor
ganas pada cairan pleura merupakan salah satu criteria menetapkan penderita
kanker ovarium berada di stadium IV.

F. Stadium Kanker Ovarium


Stadium kanker ovarium disusun menutut keadaan yang ditemukan pada
operasi eksplorasi. Stadium tersebut menurut International Federation of
Gynecologist and Obstenricians (FIGO) 1987 sebagai berikut:
1. Stadium I
Pertumbuhan terbatas pada ovarium
- Stadium Ia : pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, kapsul tumor utuh,
tidak ada pertumbuhan di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor cairan
asites ataupun pada bilasan cairan di rongga peritonium
- Stadium Ib : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada
pertumbuhan di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites
ataupun pada bilasan cairan di rongga peritoneum
- Stadium Ic : tumor terbatas pada satu atau dua dengan salah satu factor dari
kapsul tumor pecah, pertumbuhan tumor pada permukaan kapsul,
ditemukan sel tumor ganas pada cairan asite maupun bilasan rongga
peritoneum.
2. Stadium II
Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul
- Stadium IIa : perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba
- Stadium IIb : perluasan ke jaringan pelvis lainnya
- Stadium IIc : tumor stadium IIa dan IIb tetapi dengan tumor pada
permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah, atau dengan asites yang
mengandung sel ganas atau bilasan peritoneum positif.
3. Stadium III
Tumor mengennai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum
di luar pelvis dan/atau KGB retroperitoneal atau ingunal positif. Metastasis
permukaan liver masuk stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil, tetapi secara
histologik terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
- Stadium IIIa : tumor terbatas di ppelvisl kecil dengan kelenjar getah bening
negative tetapi secara histologik dan dikonfirmasi secara mikroskopik
adanya pertumbuhan di permukaan peritoneum abdominal.
- Stadium IIIb : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di
permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak
melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negatif.
- Stadium IIIc : implan di abdomen >2 cm dan/atau kelenjar detah bening
retroperitoneal atau inguinal positif.
4. Stadium IV
Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh.
Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu
juga metastasis parenkim hati.
G. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan pemeriksaan hispatologis yang


dilakukan dengan :
a) Metode anamnesis (wawancara dan pemeriksaan fisik)
Pada saat anamnesis pasien akan ditanya (diwawancarai) secara lisan mengenai
sakit yang dirasakan beserta sejarah penyakitnya (jika ada) yang akan dicatat
dalam rekam medik.
b) Pemeriksaan USG untuk dapat membedakalesi/tumor yang solid dan kristik.
c) Tes laboratorium
Tes alkaline phospatase (atau disingkat ALP), yaitu suatu tes laboratorium di
mana kadar ALP yang tinggi menunjukkan adanya sumbatan empedu atau
kanker yang telah bermetastasis ke arah hati atau tulang
d) Penanda tumor (tumor marker)
Cancer antigen 125 (CA 125). Pada pasien penderita kanker ovarium sering
ditemukan peningkatan kadar CA 12
e) X-ray
X-ray merupakan pemeriksaan bagian dalam tubuh dengan memancarkan
gelombang lalu mengukur serapannya pada bagian tubuh yang sedang
diperiksa tulang akan memberikan warna putih, jaringan akan memberikan
warna keabuan, sedangkan udara memberikan warna hitam
f) Pencitraan lain
- Magnetic Resonance Imaging (MRI). Prinsip kerja MRI adalah
memvisualisasikan tubuh, termasuk jaringan dan cairan, dengan
menggunakan metode pengukuran sinyal elektromagnetik yang secara
alamiah dihasilkan oleh tubuh.
- Position Emission Tomography (PET SCAN). PET SCAN bekerja dengan
cara memvisualisasikan metabolisme sel-sel tubuh. Sel-sel kanker (yang
berkembang lebih cepat daripada sel hidup) akan memecah glukosa lebih
cepat/banyak daripada sel-sel normal.
g) CT SCAN, merupakan alat diagnosis noninvasif yang digunakan untuk
mencitrakan bagian dalam tubuh.
h) Scanning radioaktif.
i) Ultrasound
Ultrasound (atau juga disebut ultrasonografi, echografi, sonografi, dan
sonogram ginekologik) merupakan teknik noninvasif untuk memperlihatkan
abnormalitas pada bagian pelvis atau daerah lain dengan merekam pola suara
yang dipantulkan oleh jaringan yang ditembakkan gelombang suara.
j) Endoskopi
Endoskopi merupakan pemeriksaan ke dalam suatu organ/rongga tubuh
menggunakan alat fiberoptik. Hasil pemeriksaan dapat berupa adanya
abnormalitas seperti bengkak, sumbatan, luka/jejas, dan lain-lain.
H. Penatalaksanaan

Penatalaksaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium, derajat


diferensiasi, fertilitas, dan keadaan umum penderita. Pengobatan utama adalah
pengankatan tumor primer dan metastasisnya, dan bila perlu diberikan terapi
adjuvant seperti keoterapi, radioterapi, imunoterapi dan terapi hormon.

1. Stadium I

Penatalaksanaannya adalah terdiri dari histerektomi totalis perabdominam,


salpingoooforektomi bialteralis, apendektomi, dan surgical staging. Surgical
staging adalah suatu tindakan bedah laparatomi eksplorasi yang dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana perluasan suatu kanker ovarium dengan melakukan
evaluasi daerah-daerah yang potensial akan dikenai perluasan atau penyebaran
kanker ovarium. Temuan pada surgical staging akan menetukan stadium penyakit
dan pengobatan adjuvant yang perlu diberikan. Bila pada eksplorasi secara visual
dan palpasi tidak ditemukan penyebarana makroskopis dari kanker, penyebaran
mikroskopis harus dicari dengan melakukan pemerikasaan mikroskopis cairan
peritoneum, biopsy peritoneum, omentektomi, dan linfadenoktomi kelenjar getah
bening pelvis dan para aorta.

Teknik Surgical Staging

Pada penderita tumor ovarium yang dicurigai ganas insisi abdomen


hendaklah insisi mediana atau paramedian yang cukup luas agar memudahkan
melakukan eksplorasi rongga perut bagian atas. Prosedur standar yang harus
dilakukan adalah:

1. Insisi mediana melewati umbilicus sampai diperoleh kemudahan untuk


melakukan eksplorasi rongga abdomen atas.
2. Contoh asites atau cairan di cavum dauglas, fosa parakolika kanan dan kiri
dan subdiafragmadiambil sebanyak 20-50 cc untuk pemeriksaan sitologi.
Dapat diakukan dengan alat suntik 20 cc atau 50 cc yang ujungnya telah
disambung dengan kateter.
3. Bila tidak ada asites atau cairan di cavum dauglas,pembilasan peritoneum
harus dilakukan dengan memasukkan 50-100 cc larutan faal. Dilakukan
pada lokasi Cul de sac, palakolika kanan dan kiri, hemi difragma kanan dan
kiri. Kemudian cairan itu diambil kembali dengan lat suntik tadi.
4. Lakukan Eksplorasi sistemik
5. Tumor ovarium diangkat sedapatnya in toto dan dikirim untuk pemeriksan
potong beku (frozen section).
6. Bila hasil potong beku ternyata ganas, dilanjutkan untuk pengangkatan
seluruh genitalia interna engan histerektomi total dan salpingooofarektomi
bilateral.
7. Untuk mengetahui adanya mikrometastasis dilakukan:
- Biopsi peritoneum: kavum Douglas, paravesika urinaria parakolika
kanan dan subdiafragma
- Biopsi perlengketan organ peritoneal
- Limpadenoktomi sistematik kelenjar getah bening pelvis dan para aorta
- omentektomi
- Apendektomi jika tumor jenis musinosum

Jika tindakan surgical staging dilakukan dengan benar disebut dengan


complete surgical staging. Sebaliknya, jika ada langkah-langkah yang
ditinggalkan, disebut incomplete surgical staging.

2. Stadium Lanjut

Pendekatan terapi pada stadium lanjut mirip dengan stadium I dengan


sedikit modifikasi bergantung pada penyeabran metastasis dan keadaan umum
penderita. tindakan operasi pengankatan tumor primer dan metastasisnya di
omentum, usus, dan peritoneum disebut operasi debulking atau sitoreduksi.
Tindakan operasi ini tidak kuratif sehingga diperlukan terapi adjuvant untuk
mencapai kesembuhan.

Kebanyakan penderita mendapat kemoterapi adjuvant kombinasi sementara


sebagian penderita yang tumornya berhasil direseksi dengan sempurna mendapat
radiasi. Pada penderita yang telah selesai mendapat kemoterapi tetapi tidak
menunjukkan gejal klinis dan radiologis serta serum CA-125 normal, dilakukan
relaparatomi untuk menilai hasil pengobatan. Tindakan ini disebut second-look
laparatomy. Jika masih ditemukan penyakit, second line terapy dapat diberikan.

Operasi Sitoreduksi
Ada dua teknik sitoreduksi yaitu:

1. Sitoreduksi konvensional

Teknik ini adalah teknik yang biasa dilakukan, yaitu operasi yang bertujuan
untuk menbuang masa tumor sebanyak mungkin dengan menggunakan alat operasi
yang lazim dipakai. dengan operasi ini keberhasilan mereduksi tumor dibedakan
atas 2 golongan yaitu:

- Optional debulking : jika diameter sisa tumor setelah operasi kurang dari 2 cm
- Suboptional debulking: jika masa tumor sisa lebih dari 2 cm

Griffith dan kawan-kawan menyatakan bahwa terdapat hubungan terbalik


antara survival dengan residu tumor. Pasien dengan optional debulking memilki
survival yang lebih baik yaitu dengan mean-survival 39 bulan, sedang pasien
dengan suboptional debulking adalah 17 bulan dan tidak ada yang hidup lebih dari
26 bulan.

2. Teknik baru :
- Argon Beam Coagulator
- Cavitron ultrasonic surgical aspirator (CUSA)
- Teknk laser

Operabilitas operasi Sitoreduksi

Operasi ini dimaksudkan untuk reduksi massa tumor pada kanker ovarium
yang menyebar pada kavum abdomen dan retroperitonium dengan kesadaran bahwa
tidak ada harapan kesembuhan. Apabila ditemukan kondisi berikut, maka kasusnya
dianggap inoperable:

- Metastasis di parenkim hepar


- Metastasis di pancreas
- Metastasis di lien pada stadium IV
- Metastasis di kelenjar paraaorta di daerah suprarenal
- Penetrasi diafragma oleh metastasis
- Metastasis di porta hepatis
- Infiltrasi dinding abdomen

Metastasis ini harus segera ditentukan agar penderita terhindar dari tindakan
operasi yang luas dan reseksi organ yang berlebihan.

Teknik Sitoreduksi

Dilakukan dengan langkah-langkah sebagia berikut :

1. Eksplorasi

Setelah membuat insisi mediana yang diperluas sampai melewati umbilicus


diambil cairan asites untuk pemeriksaan sitologi dan dilanjutkan dengan eksplorasi
sistematik. Pada saat ini operator harus dapat menentukan operabilitas kasus
tersebut. Bila optimal debulking tidak akan tercapai, pengankatan omentum dan
masa di pelvis akan sangat bermanfaat untuk mengurangi asites, mengurangi
tekanan terhadap organ sekitarnya, dan meningkatkan rasa nyaman pada penderita.

2. Omentektomi

Bila omentum telah dipenuhi oleh metastasis, omentektomi dapat dilakukan


terlebih dahulu sebelum tumor di daerah pelvis dieksplorasi.Bila terjadi
perlengketan dengn lien terkadang dapat dilakukan dengan splenektomi.

3. Reseksi tumor pelvis

Menggunakan pendekatan retroperitoneal.

4. Reseksi Kelenjar Getah Bening Retroperitoneal


5. Reseksi Organ-organ lain
Reseksi seperti usus halus, rektosigmoid, ureter, vesika urinaria dan lien
pada beberapa kasus harus dilaksanakan.
Kemoterapi
Sejak tahun 1980 kemoterapi dengan cysplatin-based telah dipakai untuk
pengobatan kanker ovarium stadium lanjut. Kemudian, karboplatin, generasi kedua
golongan platinum, yang mempunyai pengaruh sama terhadap kanker ovarium
tetapi kurang toksis terhadap system saraf dan ginjal, kurang menimbulkan nausea,
dipakai pula untuk kemoterapi adjuvant, meskipun lebih toksis terhadap sum-sum
tulang. Untuk stadium I atau lanjut dapat diberikan kemoterapi tunggal atay
kombinasi.
Penelitian GOG III oleh McGuire dan kawan-kawan pada kasus dengan
suboptimal debulking memperlihat bahwa pemberian 6 siklus kombinasi sisplatin
(75 mg/m2) dan paklitaksel (135 mg/m2) memberikan hasil yang lebih baik daripada
kombinasi sisplatin (75 mg/m2) dan siklofosfamid (600 mg/m2). Kemoterapi
kombinasi yang mengandung paklitaksel mengurangi mortalitas sebanyak 36%.
Data dari penelitian GOG III ini diperkuat oleh penelitian gabungan dari EORTC
(European Organization for the Reseach and Treatment of Cancer), NOCOVA
(Nordic Ovarian Cancer Study Group) dan NCIC ( National Cancer Institute of
Canada) pada penderita dengan optimal debulking dan suboptimal debulking. Pada
penelitian ini kelompok yang mendapat terapi kombinasi dengan paklitaksel,
memberikan perbaikan yang signifikan pada progression free survival dan overall
survival, baik pada kelompok penderita dengan optimal debulking maupun pada
kelompok penderita dengan suboptimal debulking.
Penelitian GOG 158 membandingkan efektivitas terapi kombinasi
karboplatin AUC 7,5 dan paklitaksel 175/m2 dengan kombinasi sisplatin 75 mg/m2
dan paklitaksel 135mg/m2. Penelitian ini menghasilkan angka survival yang sama
tetapi toksisitas kemoterapi pada kelompok yang mendapat karboplatin lebih ringan
dari kelompok yang mendapat sisplatin. Toksisitas gastrointestinal dan
neurotoksisitas dari kelompok yang mendapat karboplatin lebih ringan daripada
yang mendapat sisplatin.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, protokol kemoterapi yang
dianjurkan untuk kanker ovarium stadium lanjut adalah kombinasi paklitaksel dan
karboplatin.
Radioterapi
Radiasi seluruh abdomen atau intaperitoneal radiokoloid dapat menjadi
terapi alternatif pengganti kemoterapi kombinasi pada kasus-kasus tertentu kanker
ovarium stadium rendah. Dari beberapa penelitian oleh GOG dan penelitian
multisenter di Italia disimpulkan bahwa pemberian kemoterapi intraperitoneal
32
radiokoloid P bila dibandingkan dengan kemoterapi melfalan, memberikan
survival yang tidak berbeda. Akan tetapi, platimun based chemotherapy
memberikan 84% disease free survival, sedangkan intraperitoneal radiokoloid 32P
memberikan disease free survival 16% (p<0,01). Oleh karena itu, disimpulkan
bahwa platimun based chemotherapy dianjurkan untuk digunakan pada terapi
kanker ovarium stadium tendah. Radiasi seluruh abdomen juga tidak bermanfaat
pada kanker ovarium stadium rendah sehingga dianjurkan untuk tidak digunakan
lagi.
Terapi Biologi dan Imunologi
Konsep dasar terapi biologi dan imunologi adalah dengan meningkatkan
respons imunologi, maka akan terjadi regresi tumor. Pemakaian gamma interferon
dengan sisplatin dan siklofosfamid tampaknya bermanfaat. Penelitian penggunaan
gamma interferon pada kemoterapi kombinasi karboplatin dan paklitaksel saat ini
sedang berlangsung. Begitu juga penggunaan antibody monoclonal seperti
herseptin her-2/neu sudah dilakukan oleh GOG dan ternyata responnya rendah.
Pertumbuhan tumor padat untuk menjadi besar dari 1 mm3, membutuhkan
neovaskularisasi. Neovaskularisasi ini juga kelak dapat menjadi jalur perjalanan
metastasis sel kanker. Angiogenesis ini terutama dipicu oleh vascular endothelial
growth factor (VEGF). Dengan terjadinya angiogenesis, akan terjadi pertumbuhan
progresif tumor, metastasis, dan terjadinya rekurensi. Penggunaan obat
antiangiogenesis tampaknya member harapan. Pada saat ini sudah ditemukan
antibody monoclonal yang menghambat reseptor VEGF, yaitu anti VEGT
(bevasizumab). Dengan terhambatnya angiogenesis, pertumbuhan tumor akan
terhambat dan akhirnya akan terjadi regresi tumor.
Terapi Hormon
Tidak ada bukti penggunaan terapi hormone saja merupakan terapi primer
yang bermanfaat pada kanker ovarium stadium lanjut.
I. Faktor yang Mempengaruhi Prognosis Kanker Ovarium
Respon pengobatan terhadap kanker ovarium dapat dievaluasi dalam
hubungannya dengan faktor-faktor prognostic. Faktor-faktor prognostic tersebut
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Faktor histopatologi
- Jenis histopatologi

Jenis histopatologi tumor sekarang dianggap mempengaruhi prognosis


suatu kanker ovarium. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa karsinoma
ovarium jenis clear cell mempunyai prognosis yang sangat buruk jika
dibandingkan dengan kanker ovarium jenis yang lain.

- Diferensiasi tomor

Diferensiasi tumor ternya juga mempengaruhi prognosis. Derajat keganasan


kanker ovarium mempunyai korelasi yang erat dengan derajat diferensiasi jaringan
tumornya. Jika dibandingkan dengan histopatologinya, derajat diferensiasi suatu
tumor sangat mempengaruhi prognosisnya. Penderita kanker ovarium stadium II
dengan derajat diferensiasi tumor baik, prognosisnya lebih baik daripada karsinoma
ovarium stadium I dengan derajat diferensasi tumor buruk. Demikian juga kanker
ovarium stadium III dengan derajat difensiasi baik, prognosisnya lebih baik dari
kanker ovarium stadium II dengan derajat diferensiasi buruk.

2. Faktor biologi

Dengan pemeriksaan flow cytometri dapat diketahui bahwa kanker ovarium


umumnya aneuploid. Terdapat pula hubungan antara ploidi dan stadium sebagai
berikut : kanker stadium rendah cenderung diploid, sedangkan kanker stadium
tinggi cenderung aneuploid. Kanker dengan tumor diploid mempunyai median
survival yang lebih panjang dari kanker dengan tumor aneuploid.

3. Faktor klinis

Faktor-faktor klinis yang mempengaruhi prognosis kanker ovarium adalah stadium,


volume asites, besar tumor di luar ovarium sebelum sitoreduksi, residu tumor
setelah sitoreduksi, umur penderita, tumor yang responsnya lambat terhadap
kemoterapi, dan performance status.

- Stadium penyakit
Stadium kanker ovarium didasarkan kepada stadium yang ditetapkan oleh
FIGO pada tahun 1987. Penentuan stadium ini didasarkan kepada penemuan-
penemuan waktu melakukan eksplorasi.

- Residu tumor

Volume residu merupakan faktor penting. Batasa residu tumor yang optimal
dan suboptimal bervariasi dari < 5 mm - > 2 cm.

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
- Identitas klien dan penanggung jawab
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit keluarga
- Pemeriksaan umum meliputi keadaan umum dan tanda-tanda vital
- Riwayat obstetric
- Pemeriksaan head to toe
a. Kepala : Kulit kepala bersih atau tidak.
b. Muka :Pucat atau tidak, oedem tidak.
c. Mata : Konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik tidak, penglihatan
baik atau tidak.
d. Hidung : Bersih atau tidak, penciuman terganggu atau tidak, terdapat
lender atau tidak, ada polip atau tidak.
e. Telinga : Bersih atau tidak, pendengaran baik atau tidak, terdapat
serumen atau tidak.
f. Mulut : Bibir kering atau tidak, mulut bersih atau tidak, terdapat
stomatitis atau tidak.
g. Gigi : Bersih atau tidak, terdapat caries atau tidak, gusi mudah berdarah
atau tidak.
h. Leher : Terdapat pembesaran kelenjar tyroid atau tidak.
i. Ketiak : Terdapat pembesaran kelenjar limfe atau tidak.
j. Dada : Bentuknya bagaimana, terdapat retraksi dinding dada
tidak, pernafasan teratur atau tidak, bunyi jantung bagaimana.
k. Payudara : Terdapat benjolan atau tidak, hiperpigmentasi aerola, nipple
meonjol atau tidak, ada keluaran ASI
l. Perut : Terdapat luka bekas operasi atau tidak, terdapat pembesaran atau
nyeri tekan atau tidak, striae, linea
m. Vulva : Dari faktor predisposisi ketuban pecah dini adalah infeksi pada
genetalia.
n. Anus : Terdapat hemoroid atau tidak.
o. Ekstremitas atas dan bawah : Bentuk simetris atau tidak, terdapat
kelainan anatomi fisiologi tidak, kaki oedem tidak, varices atau tidak.
p. Temukan kajian yang lain : Keluar cairan bening dari vagina secara
mendadak, dengan di ikuti sedikit drainase. Vagina penuh dengan cairan
pada pemeriksaan speculum.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan penekanan perut bagian bawah akibat kanker
metastase
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
produksi darah
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
4. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan volume darah
5. Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan perubahan struktur,
fungsi organ, penyakit atau terapi medis
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, terapi penyakit kanker
7. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri NOC : NIC :


(biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan
- Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
jaringan
- Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
DS: - Comfort level kualitas dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari
Laporan secara verbal Setelah dilakukan tindakan
ketidaknyamanan.
keperawatan selama 2 x 24 jam
DO: 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
Pasien tidak mengalami nyeri, dengan
menemukan dukungan.
Posisi untuk menahan nyeri, tingkah laku kriteria hasil:
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
berhati-hati, gangguan tidur (mata sayu,
- Mampu mengontrol nyeri (tahu nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
tampak capek, sulit atau gerakan kacau,
penyebab nyeri, mampu kebisingan.
menyeringai), terfokus pada diri sendiri,
menggunakan tehnik 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
fokus menyempit (penurunan persepsi
nonfarmakologi untuk 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan
mengurangi nyeri, mencari intervensi.
interaksi dengan orang dan lingkungan),
bantuan)
tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain dan/atau aktivitas, - Melaporkan bahwa nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
aktivitas berulang-ulang) berkurang dengan menggunakan dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
manajemen nyeri. dingin.
Respon autonom (seperti diaphoresis,
- Mampu mengenali nyeri (skala, 8. Kolaborasi pemberian analgetik untuk
perubahan tekanan darah, perubahan nafas,
intensitas, frekuensi dan tanda mengurangi nyeri.
nadi dan dilatasi pupil)
nyeri). 9. Tingkatkan istirahat
Perubahan autonomic dalam tonus otot - Menyatakan rasa nyaman setelah 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti
(mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) nyeri berkurang penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
- Tanda vital dalam rentang normal berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,
- Tidak mengalami gangguan tidur prosedur.
merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
panjang/berkeluh kesah)
pemberian analgesik pertama kali.
Perubahan dalam nafsu makan dan minum
DAFTAR PUSTAKA

Mohtar Rustam. 1999. Sinopsis Obstetris, Obstetri Fisiologis, Obstetri Patologi

Edisi 2. Jakarta; EGC.

Prawirto Hardjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta; Yayasan Bina

Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai