Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Minuman Probiotik

Probiotik berasal dari bahasa Yunani yang berarti prolife. Ini telah mengalami

redefenisi secara berulang selama bertahun-tahun lamanya sejajar dengan penambahan

pengetahuan ilmiah yang semakin berkembang dan pemahaman yang lebih mendalam

tentang hubungan antara kesehatan usus dan kesejahteraan umum.

Menurut Lilly (1965), probiotik sebagai faktor pencetus pertumbuhan yang

dihasilkan oleh mikroorganisme.

Menurut Parker (1974), menyarankan adanya interaksi antara mikroorganisme dan

host: Organisme dan zat-zat dengan efek yang menguntungkan bagi manusia dengan

mempengaruhi mikroflora usus.

Fuller (1989), meredefenisikannya sebagai A live microbial supplement yang

menguntungkan dan mempengaruhi host dengan memperbaiki keseimbangan mikroba

ususnya.

Menurut Huis I.V (1992), probiotik adalah A mono- or mixed culture of live

microorganismyang diterapkan pada manusia atau hewan, akan mempengaruhi dan

menguntungkan host dengan memperbaiki aspek-aspek dari mikroflora asli.

Naidu (1999), mengatakan probiotik adalah sebuah diet adjuvant dengan mikroba

yang menguntungkan dan mempengaruhi fisiologi host oleh modulasi imunitas mukosa

dan sistemik, serta gizi yang dapat meningkatkan keseimbangan mikroba dan saluran usus

(Lee dan Salminen, 2009).


Menurut Waspodo (2001), probiotik adalah minuman kesehatan yang mengandung

bakteri asam laktat hidup yang mampu bertahan hidup dalam keasman lambung sehingga

dapat menempati usus dalam kuantitas yang cukup besar yang bermanfaat untuk

memperbaiki keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan manusia

Minuman probiotik merupakan salah satu jenis produk yang diolah tanpa melalui

proses pemanasan. Minuman probiotik merupakan produk minuman fermentasi berbasis

susu atau sari buah yang tidak mengandung alkohol dan baik bagi kesehatan pencernaan.

Jenis kultur mikrobia yang umumnya digunakan berasal dari kelompok bakteri asam laktat

(Rahayu, 2000). Lactobacillus plantarum sering digunakan secara luas dalam industri

fermentasi sayur dan buah karena sebagian besar strain bakteri ini bersifat probiotik

(Zubaidah dkk., 2008).

B. Lactobacillus casei

Bakteri golongan Lactobacillus umum dipakai sebagai probiotik yang didefnisikan

sebagai bakteri hidup yang dapat meningkatkan keseimbangan mikrobia usus dan

meningkatkan kesehatan (Deis 2000).

Lactobacillus casei merupakan suatu spesies dari genus Lactobacillus yang terdapat

dalam usus dan mulut manusia. Sebagai penghasil asam laktat, ia didapati mampu

menggalakkan pertumbuhan bakteri baik. Spesies lactobacillus ini mampu hidup pada

kisaran pH dan suhu acidophilus, penghasil enzim amylase (enzim pencerna karbohidrat).

Ia dikenali karena mampu memperbaiki sistem pencernaan serta mengurangkan

ketidakserasian laktosa dan masalah sembelit. (Randazzo CL dkk, 2004).


Lactobacillus casei telah ditunjukkan untuk mempengaruhi sistem kekebalan tubuh

dengan fungsi modulasi seperti fagositosis, produksi antibody, dan sitokin. Stimulasi

aktivitas fagositosis pada mencit sehat telah terbukti menggunakan L.casei yang

difermentasi serta dalam susu non-fermented (Lee dan Salminen, 2009).

Berdasarkan morfologinya, L. casei berbentuk batang pendek dalam koloni tunggal

maupun berantai, dengan ukuran panjang 1,5-5,0 mm dan lebar 0,6-0,7 mm. Bakteri ini

bersifat gram positif, katalase negatif, tidak membentuk endospora maupun kapsul, tidak

mempunyai flagela dan tumbuh dengan baik pada kondisi anaerob fakultatif. Berdasarkan

suhu pertumbuhannya, bakteri ini termasuk bakteri mesogil yang dapat bertahan hidup

pada suhu 15-41oC dan pada pH 3,5 atau lebih sedangkan kondisi optimal pertumbuhannya

adalah suhu 37 oC dan pH 6,8 (Mutai, 1981). L. casei biasanya diisolasi dari produk susu

dan lumen usus manusia (Robinson, 1981).

Terdapat syarat-syarat bakteri probiotik yang perlu diperhatikan, yaitu sifat dari

suatu mikroorganisme. Di dalam saluran usus manusia, bakteri yang masuk ke dalam

saluran pencernaan manusia harus menaklukkan berbagai penghalang fisiologis yang

terdapat pada saluran pencernaan manusia agar tetap hidup. Penghalang pertama adalah

getah lambung dan kedua adalah cairan empedu. Penghalang-penghalang ini termasuk

bakterisidial kuat sehingga kebanyakan mikroorganisme yang masuk ke dalam usus

manusia akan mati (Honsha, 1989).

C. Ubi Jalar Ungu

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis

Amerika. Ubi jalar dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dipegunungan dengan

suhu 270C dan lama penyinaran 11-12 jam perhari (Soemartono, 1984). Pada tahun 1960,
ubi jalar sudah tersebar ke hampir setiap daerah Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah,

Jawa Timur, Papua dan Sumatra. Namun sampai saat ini hanya Papua saja yang

memanfaatkan ubi jalar sebagai makanan pokok, walaupun belum menyamai padi dan

jagung (Suprapti, 2003).

Menurut Suprapti (2003), tanaman ubi jalar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Susunan tubuh utama terdiri atas batang, daun, bunga, buah, biji, dan umbi

2. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, dan berbuku-buku

3. Tipe pertumbuhan tegak dan merambat atau menjalar

4. Panjang batang tipe tegak: 1 m 2 m, sedangkan tipe merambat: 2 m- 3m

1. Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Ubi Jalar ungu

Komoditas ini mengandung air 56-69%, abu 0,68-1,69%, protein 3,71-6,74%(bk),

lemak 0,26-1,42%(bk), dan karbohidrat 91,42-93,45%(bk). Komposisi tersebut

menunjukkan bahwa ubi jalar merupakan sumber karbohidrat atau energi yang sangat

potensial dikembangkan untuk penganekaragaman konsumsi pangan. Ubi jalar memiliki

rasa manis yang khas. Rasa manis akan muncul jika ubi jalar disimpan selama beberapa

hari sebelum diolah. Rasa manis muncul karena terjadi perubahan karbohidrat menjadi

glukosa selama penyimpanan. Perubahan tersebut ada yang terjadi sebesar 10% dari total

karbohidrat dan ada pula yang mencapai 25% (Suprapti L, 2003).

Komposisi ubi jalar sangat tergantung pada varietas dan tingkat kematangan serta

lama penyimpanan. Karbohidrat dalam ubi jalar terdiri dari monosakarida, oligosakarida,

dan polisakarida. Ubi jalar mengandung sekitar 16-40 % bahan kering dan sekitar 70-90%
dari bahan kering ini adalah karbohidrat yang terdiri dari pati, gula, selulosa, hemiselulosa,

dan pektin (Meyer, 1982).

Tabel 1. Kandungan Karbohidrat Dalam Ubi Jalar (persen berat kering)

Komponen Besaran (%) Komponen Besaran (%)

Pati 46,2 Pati 46,2

Gula 22,4 Gula 22,4

Hemiselulosa 3,6 Hemiselulosa 3,6

Selulosa 2,7 Selulosa 2,7

Pektin 0,47 Pektin 0,47

Sumber : Meyer (1982)

Ubi jalar ungu memiliki jumlah kalori yang tinggi dan nilai gizi lain yang tidak jauh

berbeda dengan jenis ubi jalar lain. Jumlah kandungan gizi ubi jalar dalam 100 Gram bahan

yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Gizi Ubi Jalar Dalam 100 Gram Bahan

Kandugan Gizi Besaran

Kalori (kal) 123,00

Protein (g) 1,80

Lemak (g) 0,70

Karbohidrat (g) 27,90

Kalsium (mg) 30,00

Fosfor (mg) 49,00

Zat besi (mg) 0,70


Natrium (mg) -

Kalium (mg) -

Niacin (mg) -

Vitamin A (SI) 7.700,00

Vitamin B1 (mg) 0,90

Vitamin B2 (mg) -

Vitamib C (mg) 22,00

Air (g) 68,50

Bagian daging (%) 86,00

Sumber : Suprapti (2003)

Tabel 1 Kandungan gizi ubi jalar segar berdasarkan warna daging umbi
Gizi Ubi putih Ubi kuning Ubi ungu

Pati (%) 28,79 24,47 22,64

Gula reduksi (%) 0,32 0,11 0,30

Lemak (%) 0,77 0,68 0,94

Protein (%) 0,89 0,49 0,77

Air (%) 62,24 68,78 70,46

Abu (%) 0,93 0,99 0,84

Serat (%) 2,79 2,79 3,00

Vitamin C (mg/100g) 28,68 25,00 21,43

Vitamin A (SI) 60,00 9000,00 -

Antosianin (mg/100g) - - 110,51

Sumber: Suprapta (2004)


2. Antosianin

Antosianin merupakan pigmen alami yang dapat menghasilkan warna biru, ungu,

violet, magenta dan kuning. Pigmen ini larut dalam air yang terdapat pada bunga, buah dan

daun tumbuhan (Moss, 2002).

Antosianin adalah senyawa flavonoid dan merupakan glikosida dari antosianidin

yang terdiri dari 2-phenyl benzopyrilium (Flavium) tersubstitusi, memiliki sejumlah gugus

hidroksil bebas dan gugus hidroksil termetilasi yang berada pada posisi atom karbon yang

berbeda. Seluruh senyawa antosianin merupakan senyawa turunan dari kation flavilium,

dua puluh jenis senyawa telah ditemukan. Tetapi hanya enam yang memegang peranan

penting dalam bahan pangan yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin,

dan malvidin (Nugraham, 2007).

Keberadaan senyawa antosianin pada ubi jalar yaitu pigmen yang terdapat pada ubi

jalar ungu atau merah dapat berfungsi sebagai komponen pangan sehat dan paling lengkap

(Richana, 2005). Menurut Suprapta (2004), ubi jalar, khususnya ubi jalar ungu mempunyai

kandungan antosianin tinggi, yaitu 110-210mg/100gr. Senyawa antosianin berfungsi

sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas, sehingga berperan dalam memperlambat

terjadinya penuaan, mencegah kanker, dan penyakit degeneratif, seperti arteriosclerosis.

Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan

antikarsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan

produk olahannya, mencegah gangguan fungsi hati, menurunkan kadar gula darah

(antihiperglisemik), dan antihipertensi (Jusuf dkk, 2008). Selain itu, antosianin juga

berfungsi untuk melindungi lambung dari kerusakan, menghambat sel tumor,


meningkatkan penglihatan mata, serta sebagai senyawa anti-inflamasi yang melindungi

otak dari kerusakan (Harborne, 1987).

Antosianin merupakan zat pewarna alami yang tergolong ke dalam benzopiran.

Struktur utama turunan benzopiran ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena

(C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin.

Gambar 1. Struktur kimia antosianin

a. Transformasi struktur kimia dan pH

Pada umumnya penambahan hidroksi akan menurunkan stabilitas, sedangkan

penambahan metil akan meningkatkan stabilitas (Harborne, 2005). Faktor pH tidak hanya

mempengaruhi warna antosianin tetapi juga stabilitasnya. Antosianin lebih stabil pada

kondisi asam dibandingkan basa (Markakis, 1992).

b. Suhu

Suhu sangat mempengaruhi kestabilan antosianin. Suhu yang panas dapat

menyebabkan kerusakan antosianin, oleh karena itu proses pengolahan pangan harus

dilakukan pada suhu 50-65C yang merupakan suhu yang stabil untuk pemanasan

antosianin (Harborne, 1987).


c. Cahaya

Antosianin lebih stabil dalam kondisi asam dibandingkan alkali atau netral. Cahaya

mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap antosianin, yaitu berperan dalam

pembentukan antosianin dan cahaya juga berperan dalam laju degradasi warna antosianin, oleh

karena itu antosianin harus disimpan di tempat yang gelap dan suhu yang dingin (Harborne,

1987).

d. Oksigen

Oksigen dan suhu mempercepat kerusakan antosianin. Stabilitas warna antosianin yang

mengandung lebih gugus hidroksi menyebabkan warna cenderung biru dan tidak stabil

(Satyatama, 2008).

D. Pengemulsi

1. Defenisi

Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan

merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk

mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti

gumpal, pemucat dan pengental (menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang

Pangan).

Zat aditif atau Bahan tambahan makanan adalah zat-zat yang ditambahkan pada

makanan selama proses produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu.

Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan kestabilan
makanan tetap terjaga dan untuk mempertahankan nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang

selama proses pengolahan.Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-

tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak

menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Akan tetapi, jumlah

penduduk bumi yang makin bertambah menuntut jumlah makanan yang lebih besar sehingga

zat aditif alami tidak mencukupi lagi. Oleh karena itu, industri makanan memproduksi makanan

yang memakai zat aditif buatan (sintesis). Bahan baku pembuatannya adalah dari zat-zat kimia

yang kemudian direaksikan. Zat aditif sintesis yang berlebihan dapat menimbulkan beberapa

efek samping misalnya: gatal-gatal, dan kanker.

2. Emulsifier

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan

Tambahan makanan, Pengelmulsi, pemantap, dan pengental adalah bahan tambahan makanan

yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada

makanan.Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarut,

di mana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam cairan

lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan

cairan yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi

Istilah pengemulsi (emulsifier) atau surfaktan dalam beberapa hal kurang tepat.

Alasannya, bahan ini dapat melakukan beberapa fungsi yang pada beberapa jenis produk tidak

berkaitan langsung dengan pembentukan emulsi sama sekali.

Fungsi-fungsi pengemulsi pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan utama yaitu :
1. Untuk mengurangi tegangan permukaan pada permukaan minyak dan air, yang mendorong

pembentukan emulsi dan pembentukan kesetimbangan fase antara minyak, air dan

pengemulsi pada permukaan yang memantapkan antara emulsi.

2. Untuk sedikit mengubah sifat-sifat tekstur, awetan dan sifat-sifat reologi produk pangan,

dengan pembentukan senyawa kompleks dengan komponen-komponen pati dan protein.

3. Untuk memperbaiki tekstur produk pangan yang bahan utamanya lemak dengan

mengendalikan keadaan polimorf lemak.

Selain itu Pengemulsi juga berfungsi sebagai pencegah terpisahnya antara dua cairan

yang berbeda (seperti minyak dan air atau cuka dengan bumbu salada).Daya kerjanya terutama

dipengaruhi oleh bentuk molekulnya yang mampu terikat oleh dua jenis cairan serta dapat

membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispensi yang homogen pada

makanan.Bahan yang berfungsi sebagai pengemulsi antara lain kuning telur, putih telur

(albumin), gelatin, lesitin, pektin, kasein, tepung paprika (mustard) dan pasta kanji. Diantara

produk olahan pangan yang memanfaatkan pengemulsian adalah mayonnaise, frenc dressing

(salah satu salad dressing), krim keju, susu, mentega, margarin, dan shortening.

Sistem kerja emulsifier berhubungan erat dengan tegangan permukaan antara kedua fase

(tegangan interfasial). Selama emulsifikasi, emulsifier berfungsi menurunkan tegangan

interfasial sehingga mempermudah pembentukan permukaan interfasial yang sangat luas. Bila

tegangan interfasial turun sampai di bawah 10 dyne per cm, maka emulsi dapat dibentuk.

Sedangkan bila tegangan interfasial mendekati nilai nol, maka emulsi akan terbentuk dengan

spontan.

Emulsi yang baik seharusnya stabil, tidak memisah, tidak berubah warna selama

pendiaman, dan tidak berubah konsistensinya. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh ukuran
partikel, perbedan densitas kedua fase, viskositas fase pendispersi, emulsi keseluruhan, jumlah

dan jenis emulsifier, serta kondisi penyimpanan (Bennet, 1947). Bila sistem emulsi tidak stabil,

maka akan terbentuk kembali lapisan dari kedua fase tersebut. Proses terbentuk dimulai dengan

terbentuknya agregat yang lebih besar dari butiran-butiran minyak, dan berlangsung terus-

menerus sampai terjadi pemisahan.

Menurut Nawar (1985) emulsifier adalah suatu bahan aktif permukaan untuk

mempermudah pembentukan emulsi atau meningkatkan kestabilitasannya. Kemudahan

pembentukan emulsi disebabkan oleh adanya penurunan tegangan permukaan antara kedua

fase, sedangkan peningkatan stabilitas disebabkan kemampuan emulsifier dalam mencegah

penggabungan antar partikel terdispersi.

Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekuInya yang dapat terikat baik

pada minyak maupun air. Apabila emulsifier tersebut lebih terikat pada air atau lebih larut dalam

air, maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air sehingga terjadi emulsi

minyak dalam air (o/w). Sebaliknya, bila emulsifier lebih larut dalam minyak (non polar), dapat

terbentuk emulsi air dalam minyak (w/o).

Struktur emulsifier terdiri atas molekul-molekul yang mempunyai gugus lipofil dan

hidrofil. Dalam suatu emulsi, gugus lipofil akan larut dalam fase minyak, sedangkan gugus

hidrofil akan larut dalam fase air.


1. Jenis-jenis Emulsifier :

a. Gelatin

Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen kulit, tulang

atau ligamen (jaringan ikat) hewan. Nilai gizinya yang tinggi yaitu terutama akan tingginya

kadar protein khususnya asam amino dan rendahnya kadar lemak. Gelatin kering mengandung

kira-kira 84 86 % protein, 8 12 % air dan 2 4 % mineral. Dari 10 asam amino essensial

yang dibutuhkan tubuh, gelatin mengandung 9 asam amino essensial, satu asam amino essensial

yang hampir tidak terkandung dalam gelatin yaitu triptofan.

Penggunaan gelatin sangatlah luas dikarenakan gelatin bersifat serba bisa, yaitu bisa

berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat, pengendap, pemerkaya

gizi, sifatnya juga luwes yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang elastis, membentuk film

yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi.

b. Pektin

Kata pektin berasal dari bahasa latin pectos yang berarti pengental atau yang

membuat sesuatu menjadi keras/ padat. Pektin ditemukan oleh Vauquelin dalam jus buah sekitar

200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790, pektin belum diberi nama. Nama pektin pertama kali

digunakan pada tahun 1824, yaitu ketika Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh

Vauquelin. Braconnot menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat

(Herbstreith dan Fox, 2005). Secara umum, kelompok senyawa pektin disebut substansi pektat,

sementara istilah pektin lebih menggambarkan suatu produk komersial. Didalam tata nama yang

dikeluarkan oleh American Chemical Society, istilah pektin digunakan secara umum sebagai
asam pektinat yang larut dalam air dan memiliki kemampuan dalam pembentukan gel dengan

adanya gula dan asam atau pada kondisi yang sesuai.

Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian besar tanaman

pangan.Pektinlah yang biasanya bertanggung jawab atas sifat "lekat" (Jawa: pliket) apabila

seseorang mengupas buah. Pektin terdapat dalam semua tanaman namun isi dan komposisi

bervariasi tergantung pada spesies, varietas, kematangan tanaman, bagian tanaman, jaringan,

dan kondisi pertumbuhan. Pektin pada buah jeruk banyak terdapat pada bagian albedo yang

membentuk spons putih pada kulitnya,.Yang dikenal memiliki tingkat tinggi pectin, umumnya,

60 - 70 persen dari serat makanan dalam buah jeruk adalah pektin. Sumber-sumber lain dari

pektin termasuk pisang, bit, kubis, wortel.

c. Gum Arabic

Gom (atau gum) arab, dikenal pula sebagai gum acacia (gummi arabicum) adalah salah satu

produk getah (resin) yang dihasilkan dari penyadapan getah pada batang tumbuhan legum

(polong-polongan) dengan nama sama (nama ilmiah Acacia senegal atau Acacia seyal). Nama

"gom arab" (dari "gum arabic") secara harfiah berarti "getah arab". Kemungkinan besar

tumbuhan ini berasal dari oasis padang pasir di Afrika utara, dan barangkali juga di Asia barat

daya. Sudan merupakan penghasil 70% produksi gom arab sedunia.

Gum arab lebih mudah larut dalam air dibanding hidrokoloid lainnya. Gum arab stabil

dalam larutan asam, yaitu pada pH alami berkisar 3,9-4,9. Gum arab dapat meningkatkan

stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang

menggunakan panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu

pemanasan, mengingat gum arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan (Setyawan, 2007).
Gum arab digunakan untuk memperbaiki kekentalan atau viskositas, tekstur dalam

bentuk makanan. Selain itu gum arab dapat mempertahankan flavor dari bahan yang

dikeringkan dengan pengering semprot. Dalam hal ini gum arab membentuk lapisan yang dapat

melapisi partikel flavor, sehingga melindungi dari oksidasi, evaporasi, dan absorbsi air dari

udara. Di dalam industri pangan gum arab digunakan sebagai pengikat aroma, penstabil,

pengemulsi dalam pembuatan es krim. Batas aman penggunaan gum arab pada industri

makanan adalah 50% (Sulastri, 2008).

Menurut Setyawan (2007), sifat gum arab dalam larutan dipengaruhi oleh

konsentrasinya. Semakin tinggi konsentrasi gum arab maka viskositas larutan semakin

meningkat. Gum arab memiliki keunikan karena kelarutan yang tinggi dan viskositas yang

rendah.

d. Sodium alginate

Alginat adalah polimer linier organik polisakarida yang terdiri dari monomer -L asam guluronat

(G) dan -D asam manuronat (M), atau dapat berupa kombinasi dari kedua monomer tersebut. Alginat

dapat diperoleh dari ganggang coklat yang berasal dari genus Ascophyllum, Ecklonia, Durvillaea,

Laminaria, Lessonia, Macrocystis, Sargassum, dan Turbinaria.

Alginate adalah sebuah gel age nganggang-diekstrak, sodium alginat digunakan dalam molekuler

keahlian memasak dalam hubungan dengan garam kalsium untuk spherification dasar dan proses

reverse-spherification. Pada tahun 1881 oleh pertama kalinya ahli kimia Inggris ECC Stanford, saat itu

ia mengekstraksi cairan kental dari rumput laut coklat dari spesies Laminaria, dengan larutan alkali. Dia

menyebut produk ini Algin, sebuah istilah yang masih umum digunakan untuk menggambarkan

sodium alginat. Sodium alginat karena itu garam diekstrak dari cairan kental dari dinding sel ganggang
coklat. Fungsi alami adalah untuk meningkatkan fleksibilitas ganggang. Dengan demikian, ganggang

berkembang di perairan bermasalah umumnya memiliki konten alginat lebih besar daripada yang

tumbuh di perairan tenang. Meskipun semua ganggang coklat dapat menjadi sumber alginat, variasi

dalam struktur kimianya mempengaruhi sifat dari produk akhir. Oleh karena itu, spesies yang berbeda

dipanen sesuai dengan tujuan yang mereka maksudkan dan dua yang paling populer adalah Pyrifera

macrocystis dari California dan Nodosum ascophyllum, tumbuh di Atlantik Utara.

Penggunaan sodium alginat mengambil keuntungan dari dua sifat khusus memiliki. Di satu sisi,

setelah dilarutkan dalam larutan berair, sodium alginat memiliki sifat penebalan persiapan dan

meningkatkan viskositas. Di sisi lain, ketika dibawa kedalam kontak dengan larutan kalsium,

membentuk gel. Gel ini terjadi melalui proses dingin, yang bertentangan dengan pembentukan agar-

agar gel.

e. Karagenan

Karagenan adalah senyawa yang diekstraksi dari rumput laut dari Famili Rhodophyceae

seperti Euchema spinosum dan Euchema cottonii yang terdiri dari rantai poliglikan bersulfat

dengan massa molekuler (Mr) kurang lebih di atas 100.000 serta bersifat hidrokoloid.

Karagenan tidak mempunyai nilai nutrisi dan digunakan pada makanan sebagai bahan

pengental, pembuatan gel, dan emulsifikasi.

Tiga tipe utama karagenan yang digunakan dalam industri makanan adalah -karagenan, -

karagenan(E. cottonii), dan -karagenan (E. spinosum). Karagenan diperoleh melalui ekstraksi

dari rumput laut yang dilarutkan dalam air atau larutan basa kemudian diendapkan

menggunakan alkohol atau KCl. Alkohol yang digunakan terbatas pada metanol, etanol, dan

isopropanol. Karagenan dapat digunakan pada makanan hingga konsentrasi 1500mg/kg.


Karagenan merupakan senyawa yang termasuk kelompok polisakarida galaktosa hasil

ekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karagenan mengandung natrium, magnesium, dan

kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-

galaktosa. Karagenan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik

sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil.

Karagenan dapat diekstraksi dari protein dan lignin rumput laut dan dapat digunakan

dalam industri pangan karena karakteristiknya yang dapat berbentuk geli, bersifat

mengentalkan, dan menstabilkan material utamanya. Karagenan sendiri tidak dapat dimakan

oleh manusia dan tidak memiliki nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu, karagenan

hanya digunakan dalam industri pangan karena fungsi karakteristiknya yang dapat digunakan

untuk mengendalikan kandungan air dalam bahan pangan utamanya, mengendalikan tekstur,

dan menstabilkan makanan.

Anda mungkin juga menyukai