BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebutuhan Psikologis
diperhatikan oleh orang tua agar anak mereka memiliki potensi dan dapat berkembang
sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki (Purnomo, 1990). Rotter (dalam Feist & Feist,
2010) mendefinisikan kebutuhan sebagai perilaku atau seperangkat perilaku yang dapat
kekurangan atau rangsangan, akan tetapi kebutuhan merupakan indikator dari tujuan
perilaku.
what one is, to become everything that one is capable of becoming (Gunarsa, 2008).
Menurut Maslow (dalam Gunarsa, 2008), kebutuhan dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu :
a. Kelompok yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan primer atau kebutuhan
seperti cinta, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan rasa terlindungi dan
Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993) menjelaskan bahwa kebutuhan merupakan
suatu konstruk yang mewakili suatu daya pada bagian otak, kekuatan yang mengatur
persepsi, apersepsi, pemahaman, konasi dan kegiatan sedemikian rupa untuk mengubah
situasi yang ada dan yang tidak memuaskan ke arah tertentu. Setiap kebutuhan secara khas
10
dibarengi oleh perasaan atau emosi tertentu dan seringkali dibarengi oleh tindakan-
tindakan instrumental tertentu yang efektif untuk menghasilkan keadaan akhir yang
diinginkan (Hall & Lindzey, 1993). Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993) menjelaskan
peristiwa organis tertentu yang khas, dan secara khusus berkenaan dengan
Kebutuhan sekunder atau kebutuhan psikogenik berasal dari kebutuhan primer dan
ditandai oleh tidak adanya hubungan dengan proses-proses organis atau kepuasan
fisik khusus.
Tunduk secara pasif terhadap kekuatan luar; menerima perlakuan yang tidak
secara berhasil.
11
Membuat senang dan mencari afeksi dari objek yang disukai; patuh dan tetap
mempertahankan diri.
Menciptakan kesan; senang dilihat dan didengar; membuat orang lain kagum,
Menghindari rasa sakit, luka fisik, penyakit dan kematian; melarikan diri dari
atau sikap masa bodoh orang lain; menahan diri untuk bertindak karena takut
gagal.
berdaya : bayi, objek yang lemah atau cacat, ragu-ragu, kalah, dihina, kesepian,
patah hati, sakit, bingung; membantu objek yang dalam bahaya; memberi
keteraturan, ketelitian.
Berbuat untuk kesenangan tanpa tujuan lebih lanjut; suka tertawa dan
bermain kartu.
13
mengusir atau bersikap masa bodoh terhadap objek yang lebih rendah;
menyenangkan.
dalam memenuhi perasaan atau kepuasan yang bersifat psikologis, seperti kebutuhan akan
sikap merendah, prestasi, afiliasi, agresi, otonomi, counteraction, membela diri, sikap
hormat, dominasi, sikap menonjolkan diri, menghindari bahaya, menghindari rasa hina,
Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993) menyatakan bahwa adanya kebutuhan dapat
disimpulkan dari :
kehidupan, khususnya selama dua tahun pertama (Goble, 1987). Kondisi lingkungan
sekitar dan keadaan sosial dalam masyarakat berkaitan erat dengan motivasi seseorang
dasar meliputi antara lain: kemerdekaan untuk berbicara, kemerdekaan untuk melakukan
apa saja yang diinginkan sepanjang tidak merugikan orang lain, kemerdekaan untuk
kondisi-kondisi tersebut aneka kepuasan dasar mustahil didapat atau setidaknya menjadi
sangat terancam. Fromm (dalam Feist & Feist, 2010) percaya bahwa kurang terpuaskannya
kebutuhan-kebutuhan pada manusia, akan membuat manusia tidak tahan dan akhirnya
kehilangan kewarasan. Oleh kerana itu, manusia tergerak dengan sangat kuat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan satu cara atau lainnya, baik secara positif atau
negatif.
15
disimpulkan bahwa dalam pemenuhan kebutuhan baik fisiologis mau pun psikologis,
terdapat dorongan berupa motivasi dalam diri individu sehingga individu akan
kebutuhan, baik fisiologis dan psikologis, dimana munculnya motivasi akan pemenuhan
individu.
Menurut Hurlock (1980) masa anak dibagi menjadi dua periode, yaitu :
Masa anak-anak awal dan akhir memiliki perkembangan yang berbeda. Menurut
Santrock (2002) perkembangan memiliki arti pola gerakan atau perubahan yang dimulai
dari pembuahan dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan. Pola gerakan adalah
kompleks karena gerakan merupakan produk dari beberapa proses biologis, kognitif dan
sosial. Soetjiningsih (2012) menyatakan bahwa ketiga proses tersebut saling berkaitan dan
saling mempengaruhi.
Proses biologis meliputi perubahan sifat fisik individu. Menurut Papalia et al.
(2010), pada usia tiga hingga enam tahun, seorang anak tumbuh dengan cepat, namun tidak
cenderung berjalan lebih lambat. Pada awal periode usia enam tahun anak-anak masih
terlihat seperti anak-anak kecil. Namun diakhir periode sekitar usia 12 tahun, anak-anak
sudah berubah dan mulai tampak seperti orang dewasa (Papalia et al., 2010). Terdapat
beberapa perubahan yang menonjol pada tahapan ini, antar lain : perubahan yang cepat
16
pada ukuran tubuh, kekuatan otot tubuh, dan kemampuaan koordinasi, pada anak
individu. Piaget membagi perkembangan kognisi anak-anak dan remaja menjadi empat
pikiran. Selama tahapan ini, bahasa dan konsep anak-anak berkembang dengan
dan memahami konservasi tetapi hanya dapat menggunakan kedua kemampuan ini
Saarni dkk. (dalam Papalia et al., 2010) menjelaskan bahwa ketika usia anak
bertambah, anak-anak akan menjadi lebih peka terhadap perasaannya sendiri dan perasaan
orang lain. Anak-anak dapat lebih baik dalam mengatur ekspresi emosional dalam situasi
sosial dan anak-anak dapat merespon tekanan emosional orang lain. Pada anak usia tujuh
atau delapan tahun, rasa malu dan kebanggan yang didasarkan pada kesadaran terhadap
akibat tindakan yang dilakukan, akan mempengaruhi pendapat anak usia tujuh atau delapan
17
tahun tentang diri mereka sendiri (Harter dalam Papalia et al., 2010). Pada periode anak-
anak lanjut, anak-anak akan lebih empati, perilaku menolong semakin berkembang dan
Proses sosioemosional pada anak meliputi perubahan pada relasi anak dengan
orang lain, perubahan pada emosi, dan perubahan pada kepribadian anak (Santrock, 2002).
Relasi keluarga dan teman-teman sebaya memainkan peran penting pada masa anak-anak.
Menurut Papalia et al. (2010), lingkungan keluarga merupakan pengaruh paling penting
terhadap perkembangan anak. Ketika anak memasuki masa akhir anak-anak, para orang tua
hanya memberikan sedikit waktunya untuk anak mereka (Santrock, 2002). Penurunan
interaksi antara orang tua dan anak ini lebih terjadi pada keluarga yang orang tuanya
memiliki pendidikan yang rendah. Selain itu, anak-anak usia sekolah menghabiskan waktu
sehingga hal tersebut mneyebabkan kurang dekatnya anak dengan orang tua (Hoffert
dalam Papalia et al., 2010). Pada masa sekolah, kelompok teman sebaya mulai terbentuk.
atau yang selalu bersama-sama pergi ke sekolah. Anak yang bermain persama, biasanya
memiliki status sosioekonomi dan usia yang sama, walaupun kelompok bermain di
perkembangan sosial yang terbentang dalam siklus kehidupan individu dari masa anak
hingga lansia. Masing-masing tahapan terdiri dari tugas perkembangan yang khas yang
menghadapkan individu dengan suatu krisis atau konflik yang harus dihadapi. Adapun
delapan tahapan perkembangan sosial menurut Erikson (dalam Santrock, 2002) adalah :
18
Merupakan tahapan sosial pertama yang dialami individu pada tahun pertama
kehidupan. Suatu rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan
bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan
rasa mandiri atau otonomi mereka. Apabila bayi terlalu banyak dibatasi dan
dihukum terlalu keras, maka mereka akan cenderung mengembangkan rasa malu
dan ragu-ragu.
Pada tahapan ini anak-anak prasekolah menghadapi dunia sosial yang lebih luas,
mereka akan lebih tertantang dan perlu mengembangkan perilaku yang lebih
menerima tanggung jawab yang lebih besar. Namun, perasaan bersalah yang tidak
menyenangkan dapat muncul jika anak-anak tidak bertanggung jawab dan dibuat
Prakarsa/inisiatif yang terdapat pada anak akan membawa mereka terlibat dalam
tahun sekolah dasar ialah perkembangan rasa rendah diri atau perasaan tidak
Pada masa ini, individu dihadapkan dengan penemuan siapa diri mereka,
Satu dimensi yang penting pada tahapan ini ialah penjajakan pilihan-pilihan
Pada masa ini individu menghadapi tugas perkembangan pembentukan relasi intim
dengan orang lain. Saat individu membentuk persahabatan yang sehat dan relasi
akrab yang intim dengan orang lain maka keintiman akan dicapai, jika tidak maka
stagnation.
Individu menoleh ke masa lalu dan mengevaluasi apa yang telah mereka lakukan
dengan kehidupan mereka. Menoleh kembali ke masa lalu dapat bersifat positif
disebutkan bahwa masa anak dibagi menjadi dua, yaitu masa anak awal dan masa anak
akhir. Di setiap masa anak tersebut terjadi proses perkembangan, yaitu meliputi
perkembangan fisik, kognitif dan sosioemosional, yang dimana ketiga hal tersebut saling
kesadaran yang melibatkan sensasi dalam tubuh dan ekspresi yang ditunjukkan yang
memiliki kekuatan untuk memotivasi individu dalam bertindak. Emosi berasal dari kata
movere, kata kerja bahasa latin yang berarti menggerakkan atau bergerak, ditambah
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi (Goleman, 2015). Matsumoto & Juang
(2008) menjelaskan bahwa secara umum terdapat enam bentuk emosi, yaitu: marah
(anger), jijik (disguist), takut (fear), senang (happiness), sedih (sadness), dan terkejut
a. Bila darah amarah mengalir ke tangan, maka tangan akan sangat mudah menyambar
senjata atau menghantam lawan; detak jantung meningkat, dan banjir hormon seperti
b. Saat ketakutan, tubuh akan terasa membeku sesaat, adanya keinginan atau reaksi untuk
menjadi waspada, membuatnya awas dan siap bertindak, dan perhatian tertuju pada
kesiapan dan antusias menghadapi tugas-tugas dan berjuang mencapai sasaran yang
lebih besar.
21
yang lebih lebar dan juga cahaya yang masuk ke retina. Reaksi ini membuka
e. Di seluruh dunia, ungkapan jijik tampak sama dan memberi pesan yang sama, yaitu
sesuatu yang menyengat rasa atau bau. Ungkapan wajah rasa jijik yaitu bibir atas
f. Salah satu fungsi pokok emosi sedih adalah menolong menyesuaikan diri akibat
Kesedihan menurunkan energi dan semangat hidup untuk melakukan kegiatan sehari-
hari.
Emosi terdiri dari beberapa komponen, antara lain adalah perubahan psikologis
yang meliputi sensasi yang terjadi dalam tubuh, kesadaran subjektif dan interpretasi yang
bermakna mengenai sensasi yang dirasakan, serta adanya kemungkinan besar bahwa emosi
tersebut akan dinyatakan dalam bentuk perilaku yang tampak (Atwater, 1983). Emosi
biasanya dikomunikasikan melalui verbal atau nonverbal. Gerakan tubuh, vokal suara, dan
terutama ekspresi wajah menjadi indikator penguat mengenai emosi seseorang. Arnold
(dalam Atwater, 1983) menjelaskan bahwa ketika individu menerima stimulus tertentu,
maka individu akan segera memberikan penilaian intuitif, selanjutnya penilaian terhadap
stimulus yang baik atau buruk tersebut akan menjadi isyarat dapat berespon, sehingga
emosi individu akan dipengaruhi oleh tindakan, baik tindakan berupa pendekatan
lingkungannya, di mana anak mengalami proses belajar tentang bagaimana emosi itu hadir
22
dan bagaimana cara untuk mengekspresikan emosi-emosi tersebut, baik dalam bentuk
ekspresi wajah atau perilaku (Somantri, 2007). Kimble (dalam Hargenhahn & Olson, 2010)
behavioral potentiality (potensi perilaku) yang terjadi sebagai akibat dari reinforced
practice (praktik yang diperkuat). Watson dan Thorndike (dalam Hargenhahn & Olson,
2010) menyatakan bahwa proses belajar berasal dari pengalaman langsung (direct
experience) yaitu proses belajar terjadi sebagai hasil dari interaksi seseorang dengan
lingkungan. Bandura (dalam Feist & Feist, 2010) menambahkan bahwa proses belajar juga
terjadi dengan cara diwakilkan (vicarious learning), yaitu belajar dengan mengobservasi
orang lain.
disimpulkan bahwa, emosi merupakan suatu kesadaran yang melibatkan terjadinya sensasi
dalam tubuh dan ekspresi yang ditunjukkan yang memiliki kekuatan untuk memotivasi
individu dalam bertindak. Secara umum, terdapat enam bentuk emosi, yaitu sedih, senang,
marah, takut, jijik dan terkejut. Emosi dapat muncul ketika individu berinteraksi dengan
lingkungannya, yaitu individu akan mengalami proses belajar, baik dengan mengalaminya
secara langsung mau pun dengan melakukan observasi terhadap lingkungan sekitar
mengenai emosi dan akan mewujudkannya dalam bentuk ekspresi emosi dan perilaku.
Terdapat beberapa definisi dan pemberian nama-nama lain terkait istilah anak
dengan gangguan emosi dan perilaku, antara lain seperti: gangguan emosional (emotionally
disturb), perilaku sosial dan emosional yang maladaptif (maladaptive social emotional
D. dalam Delphie, 2006). Efendi (2008) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa
23
pemberian istilah yang diberikan kepada anak yang berkelainan emosi dan perilaku, yang
terlepas dari pihak yang berkepentingan. Misalnya, orangtua cenderung menyebut anaknya
yang memiliki gangguan emosi dan perilaku dengan anak jelek (bad boy), para guru
menyebut dengan sebutan anak yang tidak dapat diperbaiki (incurrigible), para psikiater
atau psikolog menyebutnya sebagai anak yang terganggu emosinya (emotional disturb
child), para pekerja sosial menyebutnya sebagai anak yang tidak dapat mengikuti aturan
atau norma sosial yang berlaku (social maladjustment child), atau jika anak-anak tersebut
terlibat dalam konflik dengan hukum maka para hakim menyebutnya dengan anak-anak
Farrell (1995) menyatakan bahwa konsep mengenai gangguan emosi dan perilaku
sangat kompleks. Anak-anak yang memiliki gangguan emosi dan perilaku cenderung
mengalami perasaan penolakan dan permusuhan dari orang tua dan guru, dan juga
mungkin mengalami perasaan tertekan terhadap situasi tertentu. Hallahan, Kauffman &
Pullen (2009) menyatakan bahwa anak dengan gangguan emosi dan perilaku tidak mampu
dengan baik dalam menjalin hubungan, misalnya hubungan pertemanan. Anak dengan
emosional yang dekat dan memuaskan dengan orang lain. Jika anak dengan gangguan
emosi dan perilaku tersebut dapat membangun hubungan pertemanan, mereka seringkali
akan berteman dengan anak-anak yang memiliki perilaku yang menyimpang. Anak dengan
gangguan emosi dan perilaku ini suka menghindar dari orang lain. Selain itu terdapat juga
anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang terisolasi dari lingkungannya, namun
bukan karena mereka menghindar dari hubungan pertemanan, tetapi karena mereka yang
memulai permusuhan atau tindakan agresi. Akibat dari perilaku tersebut, anak dengan
gangguan emosi dan perilaku seringkali dijauhi oleh anak-anak lain atau orang dewasa
(orang tua, guru, kakak, dan lain-lain). Menurut Undang-undang Pendidikan Luar Biasa
24
USA (dalam Murtie, 2014) mengidentifikasikan anak dengan gangguan emosi dan perilaku
menunjukkan satu atau lebih gejala yang menyertai dalam kurun waktu tertentu. Gangguan
The National Mental Health and Special Education Coalition (dalam Hallahan,
Kauffman, & Pullen, 2009) mengusulkan definisi alternatif mengenai gangguan emosi dan
perilaku, yaitu :
a. Istilah gangguan emosi dan perilaku (emotional atau behavioral disorder) mengacu
emosi di sekolah yang berbeda dari usianya, budaya, atau norma-norma yang
membuat anak dengan gangguan emosi dan perilaku memiliki performa belajar
yang buruk (performa belajar meliputi akademis, sosial, kejuruan, dan kemampuan
respon atau perilaku yang tepat saat berada pada situasi yang menekan,
2. Individu dengan gangguan emosi dan perilaku menunjukkan dua perilaku atau
Dari beberapa definisi diatas mengenai istilah anak dengan gangguan emosi dan
perilaku, maka dapat disimpulkan bahwa anak dengan gangguan emosi dan perilaku
merupakan anak yang menunjukkan emosi dan perilaku yang tidak sesuai dengan anak
seusianya. Akibatnya, anak menjadi sulit melakukan hubungan secara emosional dengan
orang lain. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku akan menarik diri dari lingkungan
atau sebaliknya, yaitu dijauhi oleh lingkungannya. Selain itu, anak dengan gangguan emosi
Bower (dalam Delphie, 2006) menyatakan bahwa anak dengan gangguan emosi
dan perilaku adalah anak-anak yang mempunyai hendaya perilaku secara emosional. Anak
dikatakan memiliki hendaya perilaku secara emosional apabila anak tersebut menunjukkan
a. Tidak mampu belajar, bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau
kesehatan.
b. Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-
guru.
d. Secara umum, mereka selalu dalam keadaan tidak menggembirakan atau depresi.
e. Bertendensi kearah simptom fisik seperti: merasa sakit atau ketakutan berkaitan
Hallahan & Kauffman (dalam Efendi, 2008) menjelaskan bahwa seseorang yang
a. Individu yang tidak mempu mendefinisikan secara tepat kesehatan mental dan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anak dengan gangguan emosi dan
emosi dan perilaku secara tepat, cenderung menunjukkan perasaan yang tidak
menggembirakan atau depresi sehingga sulit untuk menjalin hubungan dengan orang lain
emosi dan perilaku dicirikan oleh seberapa jauh anak menunjukkan tindak kenakalan,
tingkat kelainan emosi dan status sosialnya. Dilihat dari sumber pemicu tumbuhnya
perilaku menyimpang pada anak dengan gangguan emosi dan perilaku, maka anak dengan
Anak yang dikategorikan memiliki kelaianan emosi adalah anak yang mengalami
kesulitan menyesuaikan perilakunya dengan lingkungan sosial karena adanya tekanan dari
dalam (inner tension), akibat adanya hal-hal yang bersifat neurotik atau psikotik. Indikasi
anak berkelainan emosi dapat dipantau dari tekanan jiwa yang ditunjukkan dalam bentuk
kecemasan yang mendalam (anxiety, neurotism) maupun perilaku psikose. Perilaku anak
penyandang kelainan emosi dalam konteks yang lebih besar mengalami penyimpangan
1. Neurotic behavior
Anak pada kategori ini masih bisa bergaul dengan orang lain, akan tetapi
dan mudah sekali dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan marah, cemas dan
Anak pada kategori ini sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah
tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Adanya
1. Kecemasan mendalam tetapi kabur dan tidak menentu arah kecemasan yang
2. Kelemahan seluruh jasmani dan rohani yang disertai dengan berbagai keluhan
sakit pada beberapa bagian badannya (astenica neurotic). Kondisi ini terjadi
akibat konflik batin atau tekanan emosi yang sukar diselesaikan. Alat utuk
mempertahankan diri dari kondisi ini melalui penarikan diri dari pergaulan.
yang kasar (hysterica konversia). Kondisi ini terjadi akibat perlakuan kasar
yang diterima sehingga ia juga akan berlaku kasar terhadap orang lain sebagai
kelainan penyesuaian perilaku sebagai bentuk kelainan penyesuaian sosial adalah anak
yang mempunyai tingkah laku tidak sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di rumah,
Anak yang termasuk ketegori ini dapat mengadakan hubungan sosial tetapi
Anak pada kategori ini dalam perkembangan sosialnya berhenti pada level atau
tingkatan yang rendah. Anak pada kategori ini tidak pernah mendapat
Anak pada kategori ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar
karena anak tidak pernah mengenal hubungan kasih sayang sehingga anak pada
1. Anak agresif yang sukar bersosialisasi adalah anak yang benar-benar tidak dapat
meyesuaikan diri, baik di lingkungan rumah, sekolah, maupun teman sebaya. Sikap
pada anak ini dimanifestasikan dalam bentuk memusuhi otoritas (guru, orang tua,
polisi), suka balas dendam, berkelahi, senang curang, mencela dan lain-lain.
2. Anak agresif yang mampu bersosialisasi adalah anak yang tidak dapat
mereka masih memiliki bentuk penyesuaian diri yang khusus, yaitu dengan teman
sebaya yang senasib (geng). Sikap anak tipe ini dimanifestasikan dalam bentuk
3. Anak yang menutup diri berlebihan (over inhibited children) adalah anak yang
tidak dapat menyesuaikan diri karena neurosis. Sikap anak tipe ini dimanifestasikan
dalam bentuk over sensitive, sangat pemalu, menarik diri dari pergaulan, mudah
Dengan demikian, maka klasifikasi anak dengan gangguan emosi dan perilaku
dibagi menjadi dua, yaitu penyimpangan tingkah laku sebagai bentuk kelainan emosi
karena adanya tekanan dari dalam diri anak akibat adanya hal-hal yang bersifat neurotik
dan psikotik serta penyimpangan tingkah laku sebagai bentuk kelainan penyesuaian sosial,
yaitu anak yang berperilaku tidak sesuai dengan adat kebiasaan di lingkungan sekitarnya.
Farrell (1995) menyatakan bahwa ketika membahas penyebab gangguan emosi dan
perilaku pada anak-anak, penting untuk menyadari bahwa terdapat kemungkinan adanya
sejumlah faktor yang saling terkait dan perlu untuk dipertimbangkan. Secara umum,
penyebab terjadinya gangguan emosi dan perilaku dapat diklasifikasikan, yaitu : faktor
1. Keturunan
Keturunan memberikan banyak bukti, salah satunya yaitu bayi yang dilahirkan
Efendi, 2008).
2. Faktor Psikologis
kejiwaan. Bagi individu yang yang memiliki stabilitas kepribadian yang baik,
konflik psikologis tersebut dapat diselesaikan dengan baik pula. namun, bagi
defence mechanism.
3. Faktor Biologis
Anak yang lahir dengan kondisi fisik biologis tertentu akan menentukan style
Faktor penyebab internal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu, yaitu
seperti:
1. Lingkungan keluarga
dari keluarga yang sosial dan ekonominya rendah (Farrell, 1995). Cooper
b. Disiplin yang ditunjukkan oleh orang tua tidak konsisten dan tidak efektif
tua.
2. Lingkungan sekolah
sosial dan emosi anak, dampaknya akan menimbulkan problem tingkah laku
pada anak didiknya. Beberapa aspek yang berkaitan dnegan sekolah yang dapat
konstruktif
3. Lingkungan Masyarakat
Standar perilaku dan nilai yang menjadi acuan tindakan yang mengkomunikasikan
tuntutan, larangan, model, atau beberapa model budaya khusus yang dapat
media (terutama televisi dan gambar hidup lainnya), memberikan kontribusi yang
besar lahirnya perilaku menyimpang (Hallahan & Kauffman dalam Efendi, 2008).
emosi dan perilaku tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa anak dapat mengalami
gangguan emosi dan perilaku karena dua faktor. Faktor yang pertama adalah faktor internal
yaitu faktor yang langsung berkaitan dengan kondisi anak sendiri, antara lain: faktor
keturunan, psikologis dan biologis. Faktor yang kedua adalah faktor eksternal yaitu faktor
yang berasal dari luar, antara lain: lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
33
C. Art Therapy
Art merupakan media yang ampuh untuk digunakan sebagai sarana berkomunikasi
(Malchiodi, 2003). Saat ini, sudah diakui secara luas bahwa ekspresi art merupakan cara
berkomunikasi secara visual mengenai pikiran dan perasaan yang terlalu menyakitkan bila
diungkapkan melalui kata-kata. Kegiatan kreatif melalui art ini telah digunakan dalam
The American Art Therapy Association (dalam Hirawan, 2014) menjelaskan bahwa
art therapy merupakan metode terapeutik yang menggunakan pembuatan seni, hubungan
profesional, pada individu yang memiliki pengalaman yang menyakitkan, trauma, atau
individu yang memiliki tantangan dalam hidupnya. Melalui kesenian dan melakukan
refleksi terhadap hasil seni dan prosesnya, individu dapat meningkatkan kesadaran
terhadap diri sendiri dan orang lain, mengatasi gejala-gejala stres, pengalaman traumatik,
bahwa art therapy adalah bentuk psikoterapi yang memungkinkan sebagai bentuk ekspresi
kebanyakan orang dewasa, seringkali tidak bisa dengan mudah mengekspresikan diri
secara verbal. Sedangkan, orang dewasa, di sisi lain dapat menggunakan kata-kata untuk
bentuk intelektual dan menjauhkan diri dari emosi mereka. Art therapy memungkinkan
klien untuk keluar dari hambatan tersebut, seperti kesulitan dalam mengekspresikan diri,
Art therapy didasarkan pada gagasan bahwa proses kreatif melalui pembuatan
karya seni dapat menyembuhkan dan meningkatkan kehidupan serta merupakan bentuk
34
komunikasi nonverbal dari pikiran dan perasaan (American Art Therapy Association dalam
Malchiodi, 2003). Seperti halnya bentuk-bentuk lain dari psikoterapi dan konseling, art
pemahaman diri, dan membantu dalam memperbaiki emosi. Art therapy telah digunakan
dalam berbagai macam pengaturan, baik dengan anak-anak, orang dewasa, keluarga, dan
kelompok. Art therapy ini adalah modalitas yang dapat membantu individu dari segala usia
untuk menciptakan berbagai makna dan mencapai wawasan, mencari bantuan akibat
pengalaman emosi yang menyakitkan atau trauma, menyelesaikan konflik dan masalah,
(Malchiodi, 2003).
Dari beberapa definisi mengenai art therapy, maka dapat disimpulkan art therapy
profesional antara terapis dengan individu yang memiliki pengalaman yang menyakitkan,
trauma, atau individu yang memiliki tantangan dalam hidupnya. Melalui art, individu
Buchalter (2009) menyatakan bahwa art therapy dapat diterapkan dalam berbagai
cara. Art therapy bermanfaat untuk memunculkan pikiran dan perasaan individu secara
spontan dan dengan pendekatan yang terstruktur, art therapy terbukti memberikan efek
terapeutik. Dalam membuat rancangan art therapy, semakin banyak alat (tools) yang
digunakan, maka hasilnya akan semakin kuat dan semakin efektif. Dalam penerapannya,
terapis menggunakan teknik verbatim dan memodifikasi kegiatan art therapy sesuai
Lowenstein (2011) membagi kegiatan art therapy menjadi tiga tahapan. Tahapan
keterlibatan dan penilaian mengenai kegiatan dengan menyertakan keterlibatan para ahli
(terapis, dokter atau psikolog) dalam mengevaluasi klien, tahapan kedua merupakan
treatment intervention yaitu memfasilitasi klien untuk mendapatkan efek terapeutik, serta
untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh klien melalui wawancara. Dalam
Menurut Malchiodi (2003), melalui kegiatan art atau seni ini, tidak hanya
membantu individu untuk mengungkapkan perasaan atau emosinya dengan cara atau
bahasa yang lain, tetapi juga dapat membantu individu dari segala usia untuk
mengeksplorasi emosi dan keyakinan, mengurangi stres, mengatasi masalah dan konflik,
Mark Wagner (dalam Hirawan, 2014) terdapat 10 manfaat art atau seni bagi anak-
anak, yaitu :
banyaknya kemungkinan dan solusi yang bisa diambil dalam menghadapi suatu
masalah/tugas.
36
Anak yang bertumbuh dalam stimulasi kreativitas dan open minded akan memiliki
peluang lebih luas dalam perjalanan karirnya, karena kreativitas adalah life skill
c. Seni mengembangkan kecintaan akan belajar dan keterbukaan atas ide-ide baru.
berbagai kemungkinan.
Seni tidak mengenal batas, para pekerja seni dapat melintasi batas jarak dan
Negara.
pada anak yang masih memiliki keterbatasan bahasa. Sering kali anak-anak mampu
Seni adalah satu-satunya bidang yang menembus batas-batas budaya, agama, ras,
maupun tingkat sosial ekonomi. Bahasa seni adalah bahasa emosi dimana batasan
pengetahuan dan logika tidak menjadi hambatan untuk memahami suatu karya seni.
Kreativitas dan pengekspresian diri adalah hal yang penting dalam hidup manusia.
cave paintings, juga patung-patung kuno yang ditemukan. Sama dengan anak-anak,
hal pertama yang mereka lakukan adalah bermain, menggambar, dan menggunakan
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan art atau seni memiliki
banyak manfaat. Secara psikologis, melalui kegiatan seni individu dapat mengungkapkan
dan mengeksplorasi emosi yang dirasakan, mengurangi stress, mengatasi konflik dan
meningkatkan kesejahteraan. Selain itu, art juga memiliki manfaat lainnya, yaitu seni
mengembangkan kreativitas.
38
D. Perspektif Teoretis
Perkembangan anak
(fisik, kognitif, sosioemosional)
Kebutuhan-kebutuhan dasar
Keterangan bagan :
: Tidak diteliti
: Alur konsep
: Terdiri dari
Gambar 1. Skema Gambaran Kebutuhan Psikologis pada Anak dengan Gangguan Emosi dan
Perilaku (Tinjauan Kualitatif dengan Art Therapy sebagai Metode Penggalian Data)
39
Perspektif penelitian ini mengambil latar belakang bahwa dalam proses tumbuh
kembang anak, akan timbul kebutuhan-kebutuhan pada diri anak yang harus dipenuhi agar
anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi dewasa seutuhnya. Adapun kebutuhan-
kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan dasar yaitu fisiologis dan kebutuhan psikologis.
Kebutuhan fisiologis atau kebutuhan primer meliputi makan, minum, oksigen, dan lain-
lain, sedangkan kebutuhan psikologis atau kebutuhan sekunder meliputi cinta, kebutuhan
akan kasih sayang, kebutuhan akan rasa terlindung dan aman, serta kebutuhan akan
mengetahui sesuatu.
peranan penting untuk memberikan landasan dari mana pertumbuhan dan perkembangan
aspek lain dilanjutkan (Gunarsa, 2008). Dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut,
individu akan melakukan tindakan/perilaku serta emosi yang tepat dan efektif. Ketika
individu gagal menunjukkan tindakan serta emosi yang tepat, maka individu akan
mengecewakan bagi diri seorang anak pada masa perkembangannya akan memudahkan
Salah satu gangguan penyesuaian diri yang dapat dialami oleh anak-anak adalah
gangguan emosi dan perilaku. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku merupakan anak
yang memiliki gangguan emosi dan tingkah laku. Akibatnya anak menjadi sulit melakukan
hubungan emosional dengan orang lain. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku akan
menarik diri dari lingkungan atau sebaliknya, yaitu dijauhi oleh lingkungannya, selain itu
anak dengan gangguan emosi dan perilaku cenderung memiliki performa yang kurang baik
dalam belajar.
Art therapy merupakan salah satu metode yang dapat digunakan sebagai media
anak dengan gangguan emosi dan perilaku. Art therapy adalah metode terapeutik yang
individu yang memiliki pengalaman yang menyakitkan, trauma, atau individu yang
memiliki tantangan dalam hidupnya. Penelitian ini menggunakan art therapy sebagai
metode berkomunikasi antara peneliti dan anak dengan gangguan emosi dan perilaku,
karena anak dengan gangguan emosi dan perilaku memiliki kesulitan untuk
E. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah bagaimana
gambaran kebutuhan psikologis pada anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang