Anda di halaman 1dari 11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Transportasi


Setiap Tata Guna Lahan akan terdapat suatu kegiatan yang akan
menimbulkan bangkitan pergerakan dan tarikan pergerakan. Kegiatan itu dapat
berupa kegiatan ekonomi, kesehatan, pendidikan, budaya, sosial, atau rekreasi.
Kegiatan tersebut memerlukan adanya suatu pergerakan untuk untuk memenuhi
kebutuhan, pergerakan itu dapat berupa pergerakan manusia atau pergerakan
barang. Pergerakan tersebut membutuhkan suatu sarana dan prasarana
transportasi.
Transportasi telah dikenal oleh manusia sejak zaman dahulu. Dahulu
transportasi awalnya dilakukan dengan cara berjalan kaki, barang-barang
dipindahkan dengan cara dipikul menggunakan alat seperti keranjang untuk
memindahkan dari tempat asal ke tempat tujuan. Setelah itu transportasi
berkembang dengan menggunakan bantuan hewan seperti kuda, sapi, keledai dan
lain-lain. Seiring perkembangan zaman digunakanlah kendaraan bermesin seperti
sepeda motor, mobil, pesawat terbang, dan lain-lain. Dengan demkian
perkembangan moda transportasi sesuai dengan perkembangan teknologi.
Kecanggihan dalam teknologi transportasi telah membuat jarak seolah-olah
menjadi semakin tidak ada artinya. Sehingga dalam hal ini sebagian besar
hambatan dalam masalah transportasi dapat diatasi dan kesulitan dalam mencapai
tempat tujuan dapat dikurangi karena adanya sarana transportasi yang membantu.

2.2 Sistem Jaringan Jalan


Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel. Pada Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Pasal 125,
Jaringan Jalan adalah satu kesatuan jaringan yang terdiri atas sistem jaringan
primer dan sistem jaringan Jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarkis.

5
a. Sistem Jaringan Jalan Primer
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa
distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
b. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan.

2.3 Sistem Transportasi Makro

Sistem transportasi makro merupakan interaksi antara sistem kegiatan dan


sistem jaringan menghasilkan suatu pergerakan manusia dan / atau barang dalam
bentuk pergerakan kendaraan (Tamin, 2000). Sistem transportasi makro terdiri dari
4 sistem mikro yaitu:

a. Sistem Kegiatan/Tata Guna Lahan (Transport Demand)


Sistem kegiatan atau tata guna lahan mempunyai jenis kegiatan tertentu
yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan
dalam proses pemenuhan kebutuhan. Sistem ini merupakan sistem pola
kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial,
ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Besarnya pergerakan sangat berkaitan
dengan jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan.
b. Sistem Jaringan (Prasarana/Transport Supply)
Sedangkan sistem jaringan merupakan moda transportasi (sarana) dan
media (prasarana/infrastruktur) tempat moda transportasi bergerak. Sistem
jaringan meliputi: sistem jaringan jalan raya, kereta api, terminal bis,
stasiun kereta api, bandara dan pelabuhan laut.
c. Sistem Pergerakan (Lalu lintas/Traffic)
Sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas untuk menciptakan pergerakan
yang aman, cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungan.

6
d. Sistem Kelembagaan (Institusi)
Meliputi individu, kelompok, lembaga, dan instansi pemerintah serta
swasta yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam setiap
sistem transportasi mikro tersebut, yaitu :
1. Sistem Kegiatan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tingkat I dan II,
Pembangunan Daerah (Bangda), Pemerintah Daerah (Pemda).
2. Sistem Jaringan
Departemen Perhubungan (Darat, Laut, Udara), Bina Marga
3. Sistem Pergerakan
Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ),
Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda), Polisi lalu Lintas
(Polantas), masyarakat.

Perubahan pada sistem kegiatan akan mempengaruhi sistem jaringan melalui


suatu perubahan pada tingkat pelayanan sistem pergerakan. Perubahan pada
sistem jaringan akan mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan
mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut. Sistem pergerakan
memegang peranan yang penting dalam mengakomodasikan permintaan akan
pergerakan yang dengan sendirinya akan mempengaruhi sistem kegiatan dan
jaringan yang ada. Keseluruhan sistem tersebut diatur dalam suatu kelembagaan.

Sistem transportasi makro dapat diilustrasikan sebagai berikut:

7
Gambar 2.1 Sistem Transportasi Makro
Sumber : Tamin (2000)

2.4 Interaksi Sistem Kegiatan Dengan Sistem Jaringan

Tujuan dilakukan analisis interaksi sistem kegiatan dengan sistem jaringan


adalah agar dapat memahami cara kerja sistem tersebut dan menggunakan
hubungan analisis antara masing-masing komponen untuk meramalkan dampak
lalu lintas beberapa tata guna lahan atau kebijakan transportasi yang berbeda.
Hubungan dasar antara sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan
dapat disatukan dalam beberapa tahapan, sebagai berikut:
a. Aksesibilitas dan Mobilitas
Merupakan ukuran potensial atau kesempatan untuk melakukan
perjalanan. Tahapan ini bersifat lebih abstrak jika dibandingkan dengan
empat tahapan lainnya, dan digunakan untuk mengalokasikan masalah
yang terdapat dalam sistem transportasi dan mengevaluasi pemecahan
alternatif.
b. Pembangkit Lalu Lintas (Trip Generation)
Bagaimana perjalanan dapat bangkit dari satu tata guna ataupun dapat
tertarik ke suatu tata guna lahan.

8
c. Sebaran Perjalanan (Trip Distribution)
Bagaimana perjalanan tersebut disebarkan secara geografis dalam daerah
perkotaan (daerah kajian).
d. Pemilihan Moda Transportasi (Moda Split / Moda Choice)
Menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi
untuk perjalanan tertent.
e. Pemilihan Rute (Trip Assignment)
Menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan rute dari setiap zona
asal ke setiap zona tujuan (Tamin, 2000).

2.5 Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi

Besar kecilnya suatu pergerakan akan sangat berpengaruh terhadap


penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas dan sarana pelayanan masyarakat.
Maka secara tidak langsung hal ini memberikan pengaruh terhadap tata ruangnya
dan dalam jangka panjang akan menentukan bentuk dari suatu daerah tersebut,
sehingga hal ini haruslah direncanakan dan diterapkan dengan secermat mungkin.
Disamping itu, perencanaan ini diperlukan agar dapat tercipta suatu sistem
transportasi yang semudah dan seefisien mungkin.
Transportasi adalah suatu sistem yang terdiri dari prasarana/sarana dan
sistem pelayanan yang memungkinkan adanya pergerakan keseluruh wilayah
sehingga terakomodasi mobilitas penduduk, dimungkinkan adanya pergerakan
barang, dan dimungkinkannya akses kesemua wilayah (Tamin, 2000). Sedangkan
sistem transportasi merupakan sistem pergerakan orang dan/ barang dari suatu
zona asal ke zona tujuan dalam wilayah yang bersangkutan. Beberapa aspek yang
terlibat dalam pergerakan ini antara lain terdisi dari tata guna lahan, pola jaringan
jalan, operasi angkutan umum dan lain sebagainya. Aspek-aspek tersebut sangat
berperan penting dalam menciptakan suatu sistem pergerakan yang aman,
nyaman, cepat, murah, dan lain-lain yang sesuai dengan lingkungan.
Siklus Tata Guna Lahan dengan Transportasi dapat digambarkan sebagai berikut :

9
Gambar 2.2 Siklus Tata Guna Lahan Transportasi
Sumber : Tamin (1997)

Siklus diatas menjelaskan bahwa permasalahan transportasi akan


mempengaruhi pembangunan fasilitas transportasi. Pembangunan fasilitas
transportasi yang memadai akan meningkatkan suatu aksesibilitas ke tempat
tujuan. Jika aksesibilitas ke tempat tujuan meningkat, maka nilai lahan yang
menuju atau di tempat tujuan akan meningkat. Hal tersebut akan mengakibatkan
perubahan pada tata guna lahan. Perubahan pada tata guna lahan akan
meningkatkan aktivitas di tempat tujuan tersebut. Jika terjadi peningkatan
aktivitas maka kebutuhan masyarakat akan transportasi akan meningkat.

2.6 Aksesibilitas Dan Mobilitas

Tata guna lahan suatu wilayah memiliki hubungan erat dengan


aksesibilitas. Misalnya di daerah perkotaan memiliki nilai lahan yang lebih tinggi
dibandingkan di luar daerah perkotaan. Penyebabnya adalah lokasi-lokasi didaerah
perkotaan memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi untuk mencapai suatu tempat
aktivitas. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa aksesibilitas adalah
konsep menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis
dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas juga
bisa diartikan sebagai suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara
pencapaian lokasi tata guna lahan, berinteraksi satu sama lainnya dan mudah
atau susahnya lokasi tersebut dapat dicapai melalui sistem jaringan transportasi.
Sedangkan mobilitas dapat diartikan sebagai suatu

10
ukuran kemampuan seseorang untuk bergerak yang biasanya dinyatakan dari
kemampuan membayar biaya transportasi (Black, 1981).
Adapun tingkat klasifikasi Aksesibilitas akan ditabelkan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas
Jarak Jauh Aksesibilitas Rendah Aksesibilitas Menengah
Dekat Aksesibilitas Menengah Aksesibilitas Tinggi
Kondisi Prasarana Sangat Jelek Sangat Baik
Sumber : Black, 1981

2.7 Fungsi Hambatan Dalam Perhitungan Aksesibilitas

Dalam perhitungan aksesibilitas ada beberapa faktor hambatan yang


mendasari perhitungan aksesibilitas. Faktor tersebut antara lain jarak, waktu dan
biaya. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah faktor jarak.
Aksesibiltas adalah suatu ukuran potensial atau kemudahan orang untuk
mencapai tujuan dalam suatu perjalanan (Susantono, 2004). Suatu tempat
dikatakan aksesibel apabila jarak antar suatu tempat ke tempat lainnya berdekatan.
Begitu juga sebaliknya, dikatakan tidak aksesibel apabila jarak antar tempat ke
tempat lainnya berjauhan. Dapat dikatakan bahwa jarak merupakan variable yang
tidak begitu cocok jika sistem transportasi antara dua tempat diperbaiki, maka
hubungan transportasi dapat dikatakan lebih baik karena waktu yang ditempuh
lebih singkat atau cepat. Dalam mencapai tempat tujuan dapat dilakukan dengan
menggunakan kendaraan pribadi maupun umum, akan tetapi tidak setiap orang
dapat menggunakan fasilitas tersebut. Untuk orang yang tidak mampu
menggunakan fasilitas kendaraan umum atau pribadi tetaplah dikategorikan
mahal, sehingga aksesibilitas antara dua tempat tersebut dikatakan rendah.
Mudah ataupun susahnya seseorang dalam mencapai tujuan tidaklah
sama. Ada 2 kelompok dalam hal ini yaitu captive dan choice. Dimana captive
adalah seseorang yang tidak mempunyai pilihan, dimana seseorang ini tidak
mempunyai kendaraan pribadi dan harus memakai jasa angkutan umum untuk
mencapai suatu tujuan. Sedangkan choice adalah seseorang yang mempunyai
pilihan, dimana seseorang ini mempunyai kendaraan pribadi untuk mencapai suatu
tempat tujuan. Jadi aksesibilitas dapat diartikan sebagai suatu tingkat

11
kemudahan dalam mencapai sebuah tempat tujuan dimana dalam mencapai tempat
tujuan ini diperlukan suatu hubungan transportasi yang dinyatakan dalam bentuk
jarak, waktu maupun biaya.
2.8 Metode Pengukuran Aksesibilitas
Untuk memudahkan pengukuran aksesibilitas didaerah yang akan dikaji,
dapat digunakan dengan cara mengasumsikan daerah kajian dipecah menjadi n
zona, dan semua akstivitas diasumsikan terjadi di pusat zona. Aktivitas diberi
notasi A, dan aksesibilitas pada suatu zona diberi notasi K.

2.8.1 Metode Grafis


Aksesibilitas diukur dengan membuat grafik hubungan antara jarak,
waktu atau biaya perjalanan dengan kumulatif jumlah aktivitas.

Gambar 2.3 Contoh Grafik Hubungan Antara Jarak, Waktu, Atau Biaya
Sumber : Black, 1981

Dari gambar diatas dapat dilustrasikan bahwa dengan jarak/waktu/biaya


yang sama, Zona 1 memiliki aksesibilitas lebih tinggi dari Zona 2 maupun Zona 3.
Hal ini dikarenakan pada Zona 1 memiliki kumulatif frekuensi jumlah aktivitas
yang lebih tinggi dari Zona 2 maupun Zona 3

12
2.8.2 Metode Matematis
Metode Indeks Hansen
Dalam sebuah artikel yang berjudul How Accessibility Shapes Land
Use, Hansen (1959) mengembangkan ukuran fisik dari aksesibilitas
dengan rumus sebagai berikut:

= (2.1)

Dimana :
Ki = Aksesibilitas zona i
Ad = Jumlah aktivitas pada zona d
Tid = Hambatan perjalanan dari zona i ke d ( Bisa dalam bentuk
jarak, waktu atau biaya)
n = Jumlah zona

2.8.3 Statistik Deskriptif


Statistik menyatakan kumpulan data-data mengenai suatu masalah
bilangan maupun non-bilangan yang disusun dalam tabel dan atau diagram
yang melukiskan atau menggambarkan suatu persoalan (Sudjana,1975).
a. Rata-rata aksesibilitas
Ukuran nilai pusat yang melipui rata-rata, median, modus, kuartil
dan lain sebagainya. Dalam perhitungan aksesibilitas akan mencari
rata-rata aksesibilitas memiliki rumus:
(2.2)

Keterangan :
= nilai rata-rata
= Jumlah aksesibilitas
n = Jumlah Zona

13
b. Persentil
Persentil (P) adalah nilai-nilai yang membagi serangkaian data atau
suatu distribusi frekuensi menjadi 100 bagian yang sama. Adapun
rumus persentil sebagai berikut :

Pi = nilai ke (2.3)
Keterangan :

Pi = persentil ke-i
i = 1, 2, 3, 99

n= banyak data
c. Standar Deviasi
Standar deviasi adalah akar kuadrat dari variansnya atau
sebaliknya, varians adalagh pangkat dua dari standar deviasi. Yang
dimaksud dengan varians sekelompok data adalah jumlah dari
kuadrat deviasi masing-masing data terhadap rata-rata hitungan
dibagi banyaknya data. Adapun rumus sebagai berikut :

2
S= ,=S (2.4)

Keterangan:
= Varians
S = Standar deviasi
i = Aksesibilitas di zona i
= nilai rata-rata aksesibilitas
n = Jumlah zona
d. Z-Score
Nilai Z-Score digunakan untuk identifikasi wilayah yang tidak
memiliki atau kurang terdapat tempat aktivitas tertentu. Nilai z
dapat dicari dengan rumus :

Zi = (2.5)
Keterangan :

Zi = Z-Score zona i

14
S = Standar deviasi
= Aksesibilitas di zona i

= nilai rata-rata aksesibilitas

= 1, 2, 3 ..n

2.9 Perencanaan Pusat Kota


Kota-kota besar sangat mempengaruhi oleh moda transportasi yang
digunakan untuk melakukan suatu perjalanan ke tempat melakukan aktivitas
karena adanya pembangunan pusat kota yang terkonsentrasi. Jika pusat kota
dilayani oleh berbagai bentuk angkutan yang memerlukan ruang gerak yang luas,
maka persentase ruang yang diperlukan untuk fasilitas angkutan akan meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini sudah tentu akan
mempengaruhi kota tersebut. Fasilitas angkutan kota yang mencukupi dan moda
perjalanan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat akan mengakibatkan pusat
kota tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Hoobs, 1995).

2.10 Usaha-Usaha Untuk Meningkatkan Aksesibilitas


Nilai aksesibilitas diperlukan untuk mengetahui tingkat perkembangan
pembangunan di suatu wilayah . Dari nilai aksesibilitas ini dapat diketahui
terdapat kekurangan atau mencukupinya suatu fasilitas-fasilitas umum. Dalam
pembangunan fasilitas haruslah memperhatikan lingkungan yang tidak hanya
untuk kepentingan jangka pendek saja melainkan harus memikirkan untuk jangka
panjang agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kedepannya.
Hubungan pembangunan fasilitas dengan aksesibilitas sangatlah besar.
Pembangunan sarana dan prasarana transportasi akan meningkatkan ekonomi
masyarakat disuatu daerah, apalagi daerah tersebut mempunyai potensi ekonomi
yang tinggi dan mudah untuk dikembangkan. Dengan demikian tingkat
aksesibilitas di daerah tersebut akan meningkat sehingga tercipta pemerataan
dalam pembangunan.

15

Anda mungkin juga menyukai