PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara
berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak
terjadi pada masyarakat terutama pada remaja dan ibu hamil. Anemia pada remaja putri
sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013),
prevalensi anemia dunia berkisar 40-88%. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di
Indonesia sebesar 26,2% yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan
(Kemenkes RI, 2013). Anemia merupakan salah satu faktor penyebab tidak langsung
kematian ibu hamil. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah tertinggi bila
dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Perempuan yang meninggal karena
komplikasi selama kehamilan dan persalinan mengalami penurunan pada tahun 2013
sebesar 289.000 orang. Target penurunan angka kematian ibu sebesar 75% antara tahun
1990 dan 2015 (WHO, 2015). Jika perempuan mengalami anemia akan sangat berbahaya
pada waktu hamil dan melahirkan. Perempuan yang menderita anemia akan berpotensi
melahirkan bayi dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kg). Selain itu, anemia dapat
mengakibatkan kematian baik pada ibu maupun bayi pada waktu proses persalinan
(Rajab, 2009).
Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7%
dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4% penderita
berumur 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2014). Data Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu
hamil sebesar 50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar
57,1% dan usia 19- 45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai risiko terkena anemia
paling tinggi terutama pada remaja putri (Kemenkes RI, 2013). Angka kejadian anemia di
Jawa Tengah pada tahun 2013 mencapai 57,1%. Anemia pada remaja putri di Kabupaten
Sukoharjo masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya lebih
dari 15%. Angka kejadian anemia di Kabupaten Sukoharjo didapatkan anemia pada balita
umur 0-5 tahun sebesar 40,5%, usia sekolah sebesar 26,5%, Wanita Usia Subur (WUS)
sebesar 39,5%, pada ibu hamil sebesar 43,5% (Dinkes Prov. Jateng, 2014). Berdasarkan
hasil survei pemeriksaan anemia pada tahun 2014 yang dilaksanakan oleh Bidang Promizi
Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo terhadap 1200 remaja putri (siswi) di 12 sekolah
1
yang ada di Kabupaten Sukoharjo menunjukkan 559 orang (46,58%) remaja putri
mengalami anemia. SMA Negeri 1 Polokarto Kabupaten Sukoharjo merupakan salah
satunya potensi kejadian anemia terbesar di Kabupaten Sukoharjo yang pada pemeriksaan
anemia didapatkan 68 siswi mengalami anemia dari 100 siswi yang diperiksa
dibandingkan dengan SMA N 2 Sukoharjo sebanyak 62 siswi mengalami anemia dari 100
siswi yang diperiksa.
Anemia merupakan suatu keadaan dimana komponen di dalam darah yaitu
hemoglobin (Hb) dalam darah jumlahnya kurang dari kadar normal. Remaja putri
memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan dengan
remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami mentruasi setiap bulannya dan
sedang dalam masa pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih
banyak. Penentuan anemia juga dapat dilakukan dengan mengukur hematokrit (Ht) yang
rata-rata setara dengan tiga kali kadar hemoglobin. Batas kadar Hb remaja putri untuk
mendiagnosis anemia yaitu apabila kadar Hb kurang 12 gr/dl (Tarwoto, dkk, 2010).
Anemia pada remaja dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan fisik, gangguan
perilaku serta emosional. Hal ini dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan sel otak sehingga dapat menimbulkan daya tahan tubuh menurun, mudah
lemas dan lapar, konsentrasi belajar terganggu, prestasi belajar menurun serta dapat
mengakibatkan produktifitas kerja yang rendah (Sayogo, 2006). Secara umum tingginya
prevalensi anemia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya rendahnya asupan zat besi
dan zat gizi lainnya seperti vitamin A, C, folat, riboplafin dan B12 untuk mencukupi
kebutuhan zat besi dalam seharinya bisa dilakukan dengan mengkonsumsi sumber
makanan hewani sebagai salah satu sumber zat besi yang mudah diserap, mengkonsumsi
sumber makanan nabati yang merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap
(Briawan, 2014).
Masa remaja merupakan masa yang lebih banyak membutuhkan zat gizi. Remaja
membutuhkan asupan gizi yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Gizi
merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui digesti, absorpsi, transportasi penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran
zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan
menghasilkan energi (Supriasa, dkk, 2012). Kurangnya asupan gizi pada remaja putri
umumnya kekurangan zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak dan kekurangan
zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Kurangnya zat gizi makro dan mikro dapat
menyebabkan tubuh menjadi kurus dan berat badan turun drastis, pendek, sakit terus
2
menerus dan anemia. Remaja sangat membutuhkan asupan zat besi untuk membentuk sel
darah merah. Zat besi diperlukan dalam pembentukan darah untuk sintesa hemoglobin.
Hal ini terjadi karena remaja setiap bulannya mengalami menstruasi yang berdampak
kekurangan zat besi dalam darah. Pada dasarnya asupan zat gizi pada tubuh harus
tercukupi khususnya pada remaja (Muchtadi, 2009). Asupan protein dalam tubuh sangat
membantu penyerapan zat besi, maka dari itu protein bekerjasama dengan rantai protein
mengangkut elektron yang berperan dalam metabolisme energi. Selain itu vitamin C
dalam tubuh remaja harus tercukupi karena vitamin C merupakan reduktor, maka di
dalam usus zat besi (Fe) akan dipertahankan tetap dalam bentuk ferro sehingga lebih
mudah diserap. Selain itu vitamin C membantu transfer Fe dari darah ke hati serta
mengaktifkan enzim-enzim yang mengandung Fe (Muchtadi, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kirana (2011) pada remaja putri di SMA
N 2 Semarang menyatakan bahwa remaja putri termasuk salah satu kelompok yang
berisiko tinggi menderita anemia karena remaja putri membutuhkan zat besi lebih tinggi
untuk mengganti zat besi yang hilang pada saat menstruasi. Pada hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan protein, vitamin A, vitamin C dan zat
besi dengan kejadian anemia. Hal ini menunjukkan semakin tinggi asupan zat protein,
vitamin A, vitamin C dan zat besi maka semakin tinggi pula nilai kadar hemoglobin yang
berarti kejadian anemia semakin rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Novitasari
(2014) pada remaja putri di SMA Batik 1 Surakarta menyatakan bahwa asupan besi,
asupan protein, asupan seng (Zn) dan asupan vitamin C sangat berpengaruh terhadap
pembentukan kadar hemoglobin. Apabila asupan tersebut di dalam tubuh remaja kurang
maka bisa menyebabkan anemia pada remaja. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa
asupan protein, asupan zat besi, asupan vitamin C dan asupan seng dari subyek penelitian
sebagian besar memiliki asupan yang kurang. Hasil uji korelasi yang dilakukan
menunjukkan besar p>0,05 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara asupan
protein, zat besi, vitamin C dan seng dengan kadar hemoglobin pada remaja putri SMA
Batik 1 Surakarta.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zulaekah, menunjukkan bahwa anemia
pada remaja tidak hanya disebabkan oleh defisiensi besi melainkan defisiensi zat gizi
seperti asam folat, seng, vitamin A, vitamin C, vitamin B12, protein dan lain-lain. Hasil
recall selama penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecukupan protein, vitamin A,
vitamin C dan besi mempunyai kecenderungan hampir sama, yaitu mengalami penurunan
setelah recall ketiga. Protein berhubungan dengan anemia karena hemoglobin yang diukur
3
untuk menentukan status anemia seseorang merupakan pigmen darah yang berwarna
merah berfungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida merupakan ikatan
protein. Dalam penelitian Syatriani dan Aryani (2009), ditemukan bahwa siswi berada
pada kelompok makanan yang persediaan zat besi sedang dan tidak terpenuhi yang
menyebabkan siswi terkena anemia. Selain itu, siswi yang mengkonsumsi zat besi kurang
berisiko 276 kali lebih besar untuk menderita anemia dan remaja yang kekurangan protein
berisiko 3,48 kali lebih besar untuk mengalami anemia daripada remaja yang tidak
mengalami kekurangan protein. Selain itu, remaja yang mengkonsumsi vitamin C kurang
berisiko 2,47 lebih besar terkena anemia karena vitamin C berperan dalam memindahkan
zat besi dari transferi ke feritin hati. Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan tingkat asupan protein, zat besi dan vitamin C
dengan kejadian anemia pada remaja putri SMA Negeri 1 Polokarto Kabupaten
Sukoharjo pada tahun 2015.
4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami konsep dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan hematologi (anemia)
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan
hematologi (anemia)
b. Mahasiswa dapat melakukan diagnosa pada pasien dengan gangguan hematologi
(anemia)
c. Mahasiswa dapat melakukan intervensi pada pasien dengan gangguan
hematologi (anemia)
d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada pasien dengan gangguan
hematologi (anemia)
e. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi pada pasien dengan gangguan hematologi
(anemia)
5
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi Anemia
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai dibawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat.
Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah SDM, kualitas Hb, dan
volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah (Syilvia A. Price. 2011).
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah dan kadar
hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan
pencerminan keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia
terjadi apabila terdapat kekurangan Hb untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia
tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik
yang mendasari (Smeltzer C Suzane, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner
dan Suddarth ; 935).
B. Anatomi Fisiologi
Anatomi Hematologi
1. Komposisi Darah
Darah terdiri dari 55% Plasma Darah (bagian cair darah) dan 45%
Korpuskuler (bagian padat darah).
6
a) Albumin berfungsi untuk memelihara tekanan osmotic
b) Globulin berfungsi untuk membentuk zat antibodi
mekanisme pembekuan darah, disebutkan bahwa plasma darah terdiri atas
serum dan fibrinogen. Seperti yang telah dijelaskan diatas, fibrinogen adalah sumber
fibrin yang berfungsi dalam proses pembekuan darah, sedangkan serum adalah suatu
cairan berwarna kuning. Serum berfungsi sebagai penghasil zat antibodi yang dapat
membunuh bakteri atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh kita.
7
Sel darah merah hanya mampu bertahan selama 120 hari. Proses dimana
eritrosit diproduksi dimaksud eritropoiesies. Sel darah merah yang rusak akhirnya
akan pecah menjadi partikel-partikel kecil di dalam hati dan limpa. Sebagian besar
sel yang rusak dihancurkan oleh limpa dan yang lolos akan dihancurkan oleh hati.
Hati menyimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang kemudian diangkut
oleh darah ke sumsum merah tulang untuk membentuk sel darah merah yang baru.
Sumsum merah tulang memproduksi eritrosit, dengan laju produksi sekitar 2 juta
eritrosit per detik. Produksi dapat distimulasi oleh hormon eritoprotein (EPO)
yang disintesa ginjal. Hormon ini sering digunakan para atlet dalam suatu
pertandingan sebagai doping. Saat sebelum dan sesudah meninggalkan sumsum
tulang belakang, sel yang berkembang ini dinamakan retikulosit dan jumlahnya
sekitar 1% dari semua darah yang beredar.
8
gambar sel darah merah
2) Sel Limfosit
Limfosit terdiri dari:
T Limfosit (T sel), yang bergerak ke kelenjar timus (kelenjar limfa di
dasar leher)
Limfosit (B Sel) Keduanya dihasilkan oleh sumsum tulang dan diedarkan
ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah, menghasilkan antibodi yang
10
disesuaikan dengan antigen yang masuk ke dalam tubuh. Seringkali virus
memasuki tubuh tidak melalui pembuluh darah tetapi melalui kulit dan
selaput lendir agar terhindar dari lukosit. Namun selsel tubuh tersebut
tidak berdiam diri. Sel-sel tersebut akan menghasilkan interferon suatu
protein yang dapat memproduksi zat penghalang terbentuknya virus baru
(replikasi). Adanya kemampuan ini dapat mencengah terjadinya serangan
virus.
Fungsi dari sel darah putih :
Berfungsi menjaga kekebalan tubuh sehingga tak mudah terserang
penyakit
Melindungi badan dari serangan mikroorganisme pada jenis sel darah
putih granulosit dan monosit
Mengepung darah yang sedang terkena cidera atau infeksi
Menangkap dan menghancurkan organisme hidup
Menghilangkan atau menyingkirkan benda-benda lain atau bahan lain
seperti kotoran, serpihan-serpihan dan lainnya.
Mempunyai enzim yang dapat memecah protein yang merugikan tubuh
dengan menghancurkan dan membuangnya
Menyediakan pertahanan yang cepat dan juga kuat terhadap penyakit
yang menyerang.
Sebagai pengangkut zat lemak yang berasal dari dinding usus melalui
limpa lalu menuju ke pembuluh darah
Pembentukan Antibodi di dalam tubuh.
11
c) Keping Darah (Trombosit)
Dibandingkan dengan sel darah lainnya, keping darah memiliki ukuran yang
paling kecil, bentuknya tidak teratur, dan tidak memiliki inti sel. Keping darah
dibuat di dalam sumsum merah yang terdapat pada tulang pipih dan tulang
pendek. Setiap 1 mm3 darah terdapat 200.000 300.000 butir keping darah.
Trombosit yang lebih dari 300.000 disebut trombositosis, sedangkan apabila
kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Trombosit hanya mampu bertahan 8
hari. Meskipun demikian trombosit mempunyai peranan yang sangat penting
dalam proses pembekuan darah.
Pada saat kita mengalami luka, permukaan luka tersebut akan menjadi kasar.
Jika trombosit menyentuh permukaan luka yang kasar, maka trombosit akan
pecah. Pecahnya trombosit akan menyebabkan keluarnya enzim trombokinase
yang terkandung di dalamnya. Enzim trombokinase dengan bantuan mineral
kalsium (Ca) dan vitamin K yang terdapat di dalam tubuh dapat mengubah
protombin menjadi trombin. Selanjutnya, trombin merangsang fibrinogen untuk
membuat fibrin atau benang-benag. Benang-benang fibrin segera membentuk
anyaman untuk menutup luka sehingga darah tidak keluar lagi. Fungsi trombosit
adalah berperan dalam proses pembekuan darah. Bila terdapat luka, trombosit
akan berkumpul ke tempat luka kemudian memicu pembuluh darah untuk
mengkerut (supaya tidak banyak darah yang keluar) dan memicu pembentukan
benang-benang pembekuan darah yang disebut dengan benag-benang fibrin.
Benang-benang fibrin tersebut akan membentuk formasi seperti jaring-jaring yang
akan menutupi daerah luka sehingga menghentikan perdarah aktif yang terjadi
pada luka. Selain itu, ternyata trombosit juga mempunyai peran dalam melawan
infeksi virus dan bakteri dengan memakan virus dan bakteri yang masuk dalam
tubuh kemudian dengan bantuan sel-sel kekebalan tubuh lainnya menghancurkan
virus dan bakteri di dalam trombosit tersebut.
Fisiologi hematologi
Darah memiliki bagian yang cair (plasma darah) dan bagian yang padat (sel darah).
Bagian bagian tersebut memiliki fungsi tertentu dalam tubuh. Secara garis besar, fungsi
utama darah adalah sebagai berikut:
1. Alat pengangkut zat-zat dalam tubuh, seperti sari-sari makanan, oksigen, zat-zat sisa
metabolisme, hormon, dan air.
12
2. Menjaga suhu tubuh dengan cara memindahkan panas dari organ tubuh yang aktif ke
organ tubuh yang kurang aktif sehingga suhu tubuh tetap stabil, yaitu berkisar antara
36 37oC.
3. Membunuh bibit penyakit atau zat asing yang terdapat dalam tubuh oleh sel darah
putih.
4. Pembekuan darah yang dilakukan oleh keping darah (trombosit).
C. Etiologi Anemia
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid,
piridoksin, vitamin C dan copper
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam
folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena
anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak
memiliki cukup persediaan zat besi.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat
besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di
saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan
anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan
lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah
dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah
pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat
13
menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah
merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau
disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
D. Patofisiologi Anemia
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal
1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2.
derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya,
seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan
hemoglobinemia.
14
Anemia
viskositas darah menurun
resistensi aliran darah perifer
penurunan transport O2 ke jaringan
hipoksia, pucat, lemah
beban jantung meningkat
kerja jantung meningkat
payah jantung
15
E. WOC Anemia
16
F. Manifestasi Klinis Anemia
1. Lemah, letih, lesu dan lelah
2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
3. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi
pucat. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi
4. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit
dada)
5. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)
6. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan berkurangnya
oksigenasi pada SSP
7. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare)
G. Komplikasi Anemia
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
1. Gagal jantung
2. kejang.
3. Perkembangan otot buruk ( jangka panjang )
4. Daya konsentrasi menurun
5. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun
I. Penatalaksanaan Anemia
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang:
1. Anemia aplastik:
a) Transplantasi sumsum tulang
b) Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
17
2. Anemia pada penyakit ginjal
a) Pada pasien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
b) Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan
untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi
sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
Mengatur makanan yang mengandung zat besi seperti ikan,daging,telur,dan sayur
5. Anemia megaloblastik
a) Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat
diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b) Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang
tidak dapat dikoreksi.
c) Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam
folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
6. Anemia perdarahan
Mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan tranfusi darah
18
BAB III
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Usia
umur biasanya beresiko 26-40 tahun karena karena pasa umur ini tingginya tingkat
stress dan juga banyak nya pelepasan hormone
b. Jenis kelamin
biasanya wanita lebih berisiko terkena penyakit ini dari pada laki laki karena
wanita mengalami disminore dan masa kehamilan
c. Pekerjaan
pekerjaan biasanya pekerjaan yang sering terkena penyakit ini adalah pekerjaan
kantoran, dan perkerjaan sibuk lainnya karena kesibukkan nya bisa lupa akan
makan
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya keluhan yang paling utama adalah lemah dan pusing.
19
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mendapatkan atau menggunakan obat-obatan yang
mempengaruhi sumsum tulang dan metabolisme asam folat.
Riwayat kehilangan darah kronis mis: perdarahan GI kronis, menstruasi
berat(DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan)
Riwayat endokarditis infektif kronis.
Riwayat pielonefritis, gagal ginjal.
Riwayat TB, abses paru.
Riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia, mis: benzene,
insektisida, fenil butazon, naftalen.
Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau kecelakaan.
Riwayat kanker, terapi kanker.
Riwayat penyakit hati, ginjal, masalah hematologi, penyakit malabsorbsi,
lan spt: enteritis regional, manifestasi caciong pita, poliendokrinopati,
masalah autoimun.
Penggunaan anti konvulsan masa lalu / sekarang, antibiotic, agen
kemoterapi, aspirin, obat antiinflamasi, atau anti koagulan.
Adanya / berulangnya episode perdarahan aktif (DB)
Pembedahan sebelumnya: splenektomi, eksisi tumor, penggantian katup
prostetik, eksisi bedah duodenum, reseksi gaster, gastrektomi parsial /
total.
3. Pemeriksaan Fisik
Head to toe
a. Mata : Penglihatan kabur, perdarahan retina.
b. Telinga : Vertigo, tinitus.
c. Mulut : Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis.
d. Pernafasan : Dispneu.
e. Kardiovaskuler : Takikardi, hipotensi, kardiomegali, gagal jantung.
20
f. Gastrointestinal : Anoreksia.
g. Muskuloskletal : Nyeri pinggang, nyeri sendi.
h. System persyarafan : Nyeri kepala, bingung, mental depresi, cemas.
i. Integumen : Mukosa pucat,kering dan Kulit kering
j. Neurologi : Parastesia, Ataksia,Koordinasi buruk, dan Bingung
21
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi jaringan tidak efektif b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan
konsentrasi Hb dalam darah.
2. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi perfusi
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat intake
makanan.
5. Resiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan Hb)
6. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
7. Keletihan b.d anemia
8. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
C. intervensi keperawatan
N Diagnosa Noc Nic
o
1 Perfusi NOC : NIC :
Circulation status Peripheral Sensation
jaringan tidak Tissue Prefusion : cerebral Management (Manajemen
efektif b.d Kriteria Hasil : sensasi perifer)
a. mendemonstrasikan status Monitor adanya daerah tertentu
perubahan sirkulasi yang ditandai dengan yang hanya peka terhadap
: panas/dingin/tajam/tumpul
ikatan O2 Tekanan systole dandiastole Monitor adanya paretese
dengan Hb, dalam rentang yang Instruksikan keluarga untuk
diharapkan mengobservasi kulit jika ada lsi
penurunan Tidak ada ortostatikhipertensi atau laserasi
Tidak ada tanda tanda Gunakan sarun tangan untuk
konsentrasi Hb
peningkatan tekanan proteksi
dalam darah intrakranial (tidak lebih dari 15 Batasi gerakan pada kepala, leher
mmHg) dan punggung
b. mendemonstrasikan Monitor kemampuan BAB
kemampuan kognitif yang Kolaborasi pemberian analgetik
ditandai dengan: Monitor adanya tromboplebitis
berkomunikasi dengan jelas Diskusikan menganai penyebab
dan sesuai dengan perubahan sensasi
kemampuan
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
memproses informasi
membuat keputusan dengan
benar
c. menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
22
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter
2 Gangguan NOC : NIC :
Respiratory Status : Gas
pertukaran gas exchange Airway Management
b.d ventilasi Respiratory Status : ventilation
Vital Sign Status Buka jalan nafas, guanakan
perfusi Kriteria Hasil : teknik chin lift atau jaw thrust bila
Mendemonstrasikan perlu
peningkatan ventilasi dan Posisikan pasien untuk
oksigenasi yang adekuat memaksimalkan ventilasi
Memelihara kebersihan paru Identifikasi pasien perlunya
paru dan bebas dari tanda pemasangan alat jalan nafas
tanda distress pernafasan buatan
Mendemonstrasikan batuk efektif
Pasang mayo bila perlu
dan suara nafas yang bersih,
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu Keluarkan sekret dengan batuk
mengeluarkan sputum, mampu atau suction
bernafas dengan mudah, tidak Auskultasi suara nafas, catat
ada pursed lips) adanya suara tambahan
Tanda tanda vital dalam rentang Lakukan suction pada mayo
normal Berika bronkodilator bial perlu
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
23
tindakan untuk mengetahui
hasilnya
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
Pertahankan jalan nafas yang
paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
24
lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan
abnormal
Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin
C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan
25
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih (
sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
26
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap
infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan Tenaga
27
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual
28
Menyatakan kenyamanan alat bantu untuk kebersihan diri,
terhadap kemampuan untuk berpakaian, berhias, toileting dan
melakukan ADLs makan.
Dapat melakukan ADLS Sediakan bantuan sampai klien
dengan bantuan mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
29
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia adalah berkurangnya
hingga dibawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume
packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah.
B. SARAN
Kesehatan adalah harta yang paling penting dalam kehidupan kita, maka dari
itu selayaknya kita menjaga kesehatan dari kerusakan dan penyakit. Dengan cara pola
hidup yang sehat dapat mencegah penyakit anemia, hidup terasa lebih nyaman dan
indah dengan melakukan pencegahan terhadap penyakit anemia dari pada kita sudah
terkena dampaknya.
30
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/340496636/BAHAN-ANEMIA-pdf
https://www.slideshare.net/Shofihudin/askep-anemia-16673749
31