PENDAHULUAN
determinan dari suatu masalah kesehatan atau peristiwa (mencakup penyakit), dan
aplikasi dari ilmu yang digunakan untuk mengontrol suatu penyakit dan masalah
(HIV). Berdasarkan data WHO dalam Global Tuberkulosis Report pada tahun
2015, terdapat 10,4 juta kasus baru tuberkulosis dan 1,4 juta orang meninggal
Enam negara yang memiliki jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2015
adalah (dalam urutan) India, Indonesia, Cina, Nigeria, Pakistan dan Afrika
Selatan. Dari jumlah tersebut, China, India dan Indonesia sendiri menyumbang
berjumlah 16 kasus dan pada tahun 2016 menurun menjadi 15 kasus. Angka
tersebut harus tetap di pantau untuk mencegah peningkatan jumlah kasus setiap
1
waspada terhadap faktor-faktor yang dapat meningkatan jumlah kasus
jumlah kasus tuberkulosis paru. Koordinasi yang baik antar tenaga kesehatan
1.2 Tujuan
wilayah kerja Puskesmas Pesantren 1 Kota Kediri tahun 2015 dan 2016.
tuberkulosis paru.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kuman Mycobacterium tuberkulosis yang menyerang organ paru dan ekstra paru
2.2 Epidemiologi
Diperkirakan terdapat 10,4 juta kasus TB baru pada tahun 2015 (termasuk
1,2 juta di antara orang HIV-positif), diantaranya 5,9 juta pada laki-laki, 3,5 pada
perempuan dan 1,0 juta pada anak-anak. Secara keseluruhan, 90% kasus adalah
orang dewasa dan 10% anak-anak, dan rasio laki-laki: perempuan adalah 1,6: 1.
Jumlah kematian karena TB sebanyak 1,4 juta kematian pada tahun 2015, dan
jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2015 adalah (dalam urutan) India,
Indonesia, Cina, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan. Dari jumlah tersebut,
China, India dan Indonesia sendiri menyumbang 45% dari kasus global dalam
1,5% dari 2014 ke 2015. Penurunan ini perlu dipercepat hingga 4-5% pada tahun
2020 untuk mencapai target dalam strategi akhir TB. (WHO, 2016)
2.3 Penyebab TB
africanum, M. Bovis, M. leprae, yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam
3
(BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberkulosis
yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT
- Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik yang
tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam
contoh uji < dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui
penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65% pasien
BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB
dengan hasil kultur negatif dan foto Thoraks positif adalah 17%
- Infeksi akan menjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
- Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebabkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droblet nuclei / percik ranik). Sekali batuk dapat
4
2.5 Pengendalian TB di Indonesia
Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah sakit Paru (RSP), Balai besar/Balai
5
dilakukan di FKPTL dengan mekanisme rujuk balik apabila factor penyulit
(Gerdunas TB).
menjamin ketersediaan.
a. VISI
b. MISI
6
2. Menjamin ketersedian pelayanan TB yang palipurna, merata, bermutu dan
keadalian
a. Tujuan
kesehatan masyarakat.
b. Target
(RP JMN) yang ditetapkan pemerintah setiap 5 tahun. Pada RPJMN 2010-
dari 235 menjadi 224, presntase kasus TB paru (BTA positif) yang ditemukan
dari 73% menjadi 90% dan presentasi kasus baru TB paru (BTA positif) yang
target pada RPJMN II dan harus disinkronkan pula dengan target global TB
insiden TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1-2 % per tahun menjadi 3-4
% per tahun dan penurunan angka mortalitas > dari 4-5 % pertahun.
7
insiden sebesar 20 % dan angka mortalitas 25 % dari angka insidensi tahun
2015.
program pengendalian TB
lebih besar.
2.5.5 Kegiatan
a. Tatalaksana TB Paripurna
- Promosi Tuberkulosis
- Pencegahan Tuberkulosis
8
- Penemuan pasien Tuberkulosis
b. Manajemen Program TB
c. Pengendalian TB Komprehensif
- TB Anak
- Penelitian Tuberkulosis
2.6 Diagnosis
a. TB Paru Dewasa
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
9
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang
lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker
thorax) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang terlatih TB.
pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan non kuinolon) yang
pemeriksaan foto thoraks saja. Foto thoraks tidak selalu memberikan gambaran
10
- S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
- P (Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
dahak pagi.
contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif (Kemenkes RI, 2014).
(IUALTD) :
- Sconty () BTA antara 1-9 batang pada 100 lapangan pandang, dilaporkan
(Werdhani, 2009).
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru, tetapi bisa juga mengenai
lobus bawah (bagian inferior). Pada awal penyakit, lesi merupakan sarang-sarang
batas tidak tegas. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula
11
berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila
Gambar 2.1. Alur diagnosis TB Paru pada pasien dewasa (tanpa kecurigaan /
bukti : hasil tes HIV (+) atau terduga TB resisten obat) (Kemenkes RI, 2014)
12
b. TB ekstra paru
Diagnosis TB ekstra paru berdasarkan gejala dan keluhan pada organ yang
terkena, misalnya kaku kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura
klinis, bakteriologis, dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari
c. TB pada Anak
terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung atau
biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada
Edaran pada bulan Februari 2013 tentang larangan penggunaan metode serologi
mendapatkan contoh uji. Contoh uji dapat diambil berupa dahak, induksi dahak
13
khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis
perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans dan
tersedia, dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem
TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang
dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 12
tahun 92%, 2 4 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin,
namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan
uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
- Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada
14
- Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa
sebagai pasien TB sesuai dengan keluhan dan gejala penyakit yang disebabkan
Terduga TB: adalah seseorang yang mempunyai keluhan atau gejala klinis
mendukung TB.
a. Definisi Pasien TB
15
iologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostic,
biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
bakteriologis tetapi diagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter dan diputuskan
untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
mendukung TB
- Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratorium dan
b. Klasifikasi pasien TB
16
- Klasifikasi berdasarka lokasi anatomi dari penyakit:
1. Tuberkulosis paru:
dirongga dada atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (<
dari 28 dosis).
TB terakhir yaitu:
17
Pasien yang diobati kembali setelah gagal adalah pasien TB yang pernah
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up) adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
Mono resisten (TB MR): Resisten terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
Multi Drug Resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan
Extensiv Drug Resistenb (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
adalah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisn dan
Amikasin)
18
2.8 Pengobatan Pasien TB
- Menurunkan penularan TB
b. Prinsip Pengobatan TB
Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dan kuman TB. Pengobatan adekuat harus memenuhi
prinsip:
- Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas
- Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
c. Tahapan Pengobatan TB
dengan maksud:
- Tahap Awal: Pengobata diberikan setiap hari. Paduan pengobatan tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
19
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuma
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru harus diberikan selama 2
bulan. pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
minggu.
untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya
kekambuhan.
Tabel 2.2 Kisaran Dosis OAT lini pertama bagi pasien Dewasa
OAT Dosis
Harian 3x/minggu
Kisaran dosis Maksimum Kisaran dosis Maksimum/hari (mg)
(mg/kg BB) (mg) (mg/kg BB)
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid (Z) 25 (20-30) - 35 (30-40) -
Steptomisin (S) 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000
Etambutol (E) 15 (15-20) - 30 (25-35)
20
Catatan: pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau
d. Paduan OAT yang digunakan oleh program (sesuai rekomendasi WHO dan
ISTC).
- Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3.
- Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)5/(HR)3E3
21
- Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT-KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien
sebelumnys.
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT-KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1)
masa pengobatan.
22
- Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
- Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56 Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama
hari RHZE (150/75/400/275) 16 minggu RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet KDT 2 tablet KDT
38-54 kg 3 tablet KDT 3 tablet KDT
55-70 kg 4 tablet KDT 4 tablet KDT
71 kg 5 tablet KDT 5 tablet KDT
23
Kategori-2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
- Pasien kambuh
uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya
24
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai
dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien
harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila
ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke-5. Apabila hasilnya negatif
25
tahap lanjutan 1 bulan. Apabila hasil pemeriksaan dahak tetap positif
OAT Kategori 2
Rujukan TB MDR
Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk
Baik pada pengobatan, pasien baru atau pengobatan ulang apabila hasil
MDDR
26
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR
karena suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau
Pengendalian Infeksi)
27
Tabel 2.7 Pemeriksaan Dahak Ulang Untuk Pemeriksaan Hasil Pengobatan
Bulan Pengobatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Pasien (====) (====) (----) (-----) (-----) (-----)
Baru BTA X (X) X X
positif Bila hasil Bila hasil BTA Bila hasil Bila hasil
2(HRZE) BTA positif positif* BTA BTA
/4(HR)3 periksa lanjutkan positif** positif**
kembali pengobatan dan dinyatakan dinyatakan
pada bulan periksa kembali gagal gagal
ke 3 pada bulan ke 5
Pasien baru (====) (====) (----) (-----) (-----) (-----)
BTA X (X) X X
negatif Bila hasil Bila hasil BTA Bila hasil Bila hasil
2(HRZE)/4 BTA positif positif* BTA BTA
(HR)3 periksa lanjutkan positif** positif**
kembali pengobatan dan dinyatakan dinyatakan
pada bulan periksa kembali gagal gagal
ke 3 pada bulan ke 5
Pasien (====) (====) (----) (-----) (-----) (-----) (-----) (-----)
pengobatan X X X
ulang BTA Bila hasil BTA Bila hasil Bila hasil
positif positif* BTA BTA
2(HRZE)S/ lanjutkan positif** positif**
(HRZE) pengobatan dan dinyatakan dinyataka
/5(HR)3E3 periksa kembali gagal n gagal
pada bulan ke 5
Keterangan
(X) : pemeriksaan ulang dahak pada bulan ini dilakukan hanya apabila
28
**: Pasien dinyatakan gagal lakukan pemeriksaan biakan dana uji kepekaan,
Tindakan pada pasien yang putus berobat selama kurang dari 1 bulan
- Dilakukan pelacakan pasien - Diskusikan dengan pasien untuk mencari faktor penyebab putus
berobat
Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi
Tindakan pada pasien yang putus berobata antara 1-2 bulan
Tindakan Pertama Tindakan Kedua
- Lacak Pasien Bila hasilnya Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai
- Diskusikan BTA negatif atau seluruh dosis pengobatan terpenuhi
dengan pasien pada awal
untuk mencari pengobatan
faktor penyebab adalah pasien TB
putus obat ekstra paru
- Periksa dahak Bila salah satu Total dosis Lanjutkan pengobatan dosis
SPS dan atau lebih hasil pengobatan yang tersisa sampai seluruh
melanjutkan BTA positif sebelumnya 5 dosis pengobatan terpenuhi
pengobatan bulan
sementara Total dosis -kategori 1
menunggu pengobatan 1. lakukan pemeriksaan tes
hasilnya sebelumnya 5 cepat
bulan 2. berikan kategori 2 mulai
dari awal
-kategori 2
Lakukan pemeriksaan tes
cepat atau dirujuk ke RS
pusat rujukan TB MDR
Tindakan pada pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih (Loss to follow up)
Keputusan pengobatan selanjutnya ditetapkan oleh
dokter tergantung pada kondisi klinis pasien
- Lacak Pasien
apabila :
- Diskusikan Bila hasil BTA
1. sudah ada perbaikan nyata hentikan pengobatan
dengan pasien negatif atau pada
dan pasien tetap di observasi. Bila kemudian
untuk mencari awal pengobatan
terjadi perburukam klinis pasien diminta untuk
faktor penyebab adalah pasien TB
periksa kembali atau
putus obat ekstra paru
2. belum ada perbaikan nyata lanjutkan
- Periksa dahak
pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis
SPS dan atau tes
pengobatan terpenuhi
cepat
Kategori 1
- Hentikan
Bila salah satu Dosis pengobatan Berikan pengobatan kat.1
pengobatan
atau lebih hasil sebelumnya <1 bulan mulai dari awal
sementara
BTA positif dan Dosis pengobatan Berikan pengobatan kat.2
menunggu
tidak ada bukti sebelumnya >1 bulan mulai dari awal
hasilnya
resistensi Kategori 2
Dosis pengobatan Berikan pengobatan kat.2
29
sebelumnya <1 bulan mulai dari awal
Dosis pengobatan Dirujuk ke layanan
sebelumnya >1 bulan spesialistik untuk
pemeriksaan lebih lanjut
Bila salah satu Kategori 1 maupun kategori 2 dirujuk ke RS pusat
atau lebih hasil rujukan TB MDR
BTA positif dan
ada bukti
resistensi
Keterangan :
30
to follow up) pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus
atau lebih
Tidak Dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir
pengobatannya. Termasuk dalam kriteria pasien ini
adalah pasien pindah (transsfer out) ke kabupaten/kota
lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui
oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan
resisten obat. Untuk tercapainya hal tersebut, sangat penting dipastikan bahwa
pasien menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran dengan cara
memilih datang ke fasyankes terdekat dengan kediaman pasien atau PMO datang
berkunjung kerumah pasien. Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat
1. Persyaratan PMO
kesehatan maupun pasien selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien
pasien
31
2. Siapa yang menjadi PMO
perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada
kesehatan, guru, anggoata PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau
anggota keluarga
pengobatan
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan
32
a. Pengendalian Manajerial
berupa penguatan dari upaya manajerial bagi program PPI TB yang meliputi :
- Membuat SPO mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan,
dan surveilans
PPI TB
PPI
b. Pengendalian administratif
secara tepat)
33
- Penyuluhan pasien mengenai etika batuk
- Penyediaan tisu dan masker, tempat pembuangan tisu serta pembuagan dahak
yang benar
penjaringan diagnosis dan pengobatan TB dengan cepat dan tepat sehingga dapat
Penerapannya mudah dan tidak membutuhkan biaya besar, dan ideal untuk
ke laboratorium
dengan area ventilasi yang baik yang terpisah dari pasien lain serta diberikan
34
3. Obati secara tepat
c. Pengendalian lingkungan
Sistem ventilasi ada 2 jenis yaitu ventilasi alamiah, dan vetilasi mekanik,
Pemilihan jenis sistem ventilasi ini tergantung pada jenis fasilitas dan
bangunan, budaya, dana, dan kualitas udara luar ruangan serta perlu dilakukan
pelayanan sangat penting untuk menurunkan resiko terpajan, sebab kadar percik
35
intubasi, aspirasi sekret saluran napas, dan pembedahan paru. Selain itu respirator
ini juga perlu digunakan saat memberikan perawatan kepada apsien atau saat
masker khusus efisiensi tinggi untuk melindungi seseorang dari partikel berukuran
<5 mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini terdiri dari beberapa lapisan
penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah tanpa ada kebocoran.
Masker ini membuat pernapasan pemakai menjadi lebih berat. Harganya lebih
dilakukan dengan baik, maka respirator ini dapat digunakan kembali. Sebelum
memakai masker ini perlu melakukan fit test. (Kemenkes RI, 2014)
36
BAB III
PEMBAHASAN
dan 2016 berdasarkan jenis kelamin disajikan dalam bentuk tabel dan diagram di
bawah ini:
8 7
6
6
Laki-laki
4 Perempuan
0
2015 2016
Gambar 3.1
Diagram Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan Jenis Kelamin
37
Puskesmas Pesantren 1 pada tahun 2015 sebanyak 16 penderita yang terdiri dari 9
tahun 2016 sebanyak 15 penderita yang terdiri dari 6 penderita laki-laki (40%)
dan 2016 berdasarkan usia disajikan dalam bentuk tabel dan diagram di bawah ini:
Gambar 3.2
Diagram Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan Usia
38
Berdasarkan Tabel 3.2 distribusi penderita penyakit tuberkulosis paru
berkisar antara usia 51-60 tahun yaitu sebanyak 6 penderita (37,5%), usia
terendah adalah rentang usia 61 - 70 yaitu sebanyak 1 penderita (6,25%) dan tidak
didapatkan kasus pada usia < 20 tahun, 71 80 tahun, dan > 80 tahun. Sedangkan
pada tahun 2016 sebanyak 15 penderita dengan usia terbanyak berkisar antara usia
51-60 tahun yaitu sebanyak 4 penderita (28%) dan usia terendah adalah usia <20
tahun, usia 21-30 tahun, usia 41-50 tahun, dan usia 61-70 tahun yaitu masing-
masing sebanyak 2 penderita (13%), dan tidak didapatkan kasus pada usia 71 80
dan 2016 berdasarkan kelurahan tempat tinggal penderita disajikan dalam bentuk
39
Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan Jenis Kelamin
Pesantren
8 Bangsal
6
6 5 Banaran
4 4 Betet
4 3
2 2 2 Blabak
2 1 1 1 Lain-lain
0
0
2015 2016
Gambar 3.3
Diagram Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan Kelurahan Tempat Tinggal
40
3.1.4 Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Rujukan
dan 2016 berdasarkan adanya rujukan penderita disajikan dalam bentuk tabel dan
10
4
5 2 Bukan
0 Rujukan
2015 2016
Gambar 3.4
Diagram Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan Rujukan
penderita (87%).
41
3.1.5 Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru Per Bulan (Mulai Pengobatan)
dan 2016 per bulan (mulai pengobatan) disajikan dalam bentuk tabel dan diagram
di bawah ini.
Tabel 3.5 Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru Per Bulan (Mulai Pengobatan)
Tahun 2015 Tahun 2016
No. Rujukan
Jumlah Presentase Jumlah Presentase
1. Januari 6 37,5% 1 6,25%
2. Februari 1 6,25% 1 6,25%
3. Maret 0 0% 0 0%
4. April 1 6,25% 1 6,25%
5. Mei 1 6,25% 1 6,25%
6. Juni 0 0% 0 0%
7. Juli 0 0% 1 6,25%
8. Agustus 0 0% 0 0%
9. September 2 12,5% 3 18,75%
10. Oktober 3 18,75% 4 25%
11. November 2 12,5% 1 6,25%
12. Desember 0 0% 3 18,75%
Jumlah 16 100% 16 100%
Sumber : Data Puskesmas Pesantren 1, 2015 dan 2016
5 April
4
4 Mei
3 3 3 Juni
3
2 2 Juli
2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 Agustus
1 September
0 0
0 Oktober
2015 2016 November
Bulan Desember
Gambar 3.5
Diagram Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Per Bulan (Mulai Pengobatan)
42
Berdasarkan Tabel 3.5 distribusi penderita penyakit tuberkulosis paru per
pada tahun 2015 sebanyak 16 penderita. Penderita paling banyak pada bulan
Januari yaitu sebanyak 6 penderita (37,5%) dan paling sedikit pada bulan
Februari, April dan Mei yaitu masing-masing sebanyak 1 penderita (6,25%) serta
tidak di dapatkan kasus pada bulan Maret, Juni, Juli, Agustus dan Desember.
paling banyak pada bulan Oktober yaitu sebanyak 4 penderita (25%) dan paling
sedikit pada bulan Januari, Februari, April, Mei, Juli dan November yaitu
sebanyak 1 penderita (6,25%) serta tidak didapatkan kasus pada bulan Maret,
dan 2016 berdasarkan tipe pasien disajikan dalam bentuk tabel dan diagram di
bawah ini.
43
Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan Tipe Pasien
16 15
14 Kasus Baru
12 11 Kambuh
10 Default
8 Failure
6 Transfer In
4 Lain-lain
2 2
2 1 1
0 0 0 0 0 0
0
2015 2016
Gambar 3.6
Diagram Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan Tipe Pasien
berdasarkan tipe pasien pada tahun 2015 penderita tuberkulosis paru di Puskesmas
Pesantren 1 pada tahun 2015 sebanyak 16 penderita yaitu kasus baru sebanyak 15
mengakibatkan penambahan data menjadi 16 tipe pasien yaitu terdapat kasus baru
dan 2016 berdasarkan kategori pengobatan penderita disajikan dalam bentuk tabel
44
Tabel 3.7 Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kategori Pengobatan
Tahun 2015 Tahun 2016
No. Kategori Pengobatan
Jumlah Presentase Jumlah Presentase
1. Kategori 1 15 93,75% 13 81,25%
2. Kategori 2 1 6,25% 3 18,75%
Jumlah 16 100% 16 100%
Sumber : Data Puskesmas Pesantren 1, 2015 dan 2016
10
5 3
1
0
2015 2016
Gambar 3.7
Diagram Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan Kategori Pengobatan
pada tahun 2016 sebanyak 15 penderita. Namun terdapat satu pasien memiliki 2
45
3.1.8 Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan BTA Pertama
Gambar 3.8
Diagram Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan Pemeriksaan BTA Pertama
paling banyak dengan BTA +3 sebanyak 8 penderita (50%), paling sedikit adalah
yang negatif sebanyak 1 penderita (6,25%) dan tidak di dapatkan kasus yang tidak
46
paling banyak dengan BTA +3 sebanyak 7 penderita (46%), paling sedikit adalah
yang negatif dan positif 1 masing-masing sebanyak 4 penderita (27%), serta tidak
di dapatkan kasus dengan BTA +2 dan yang tidak di periksakan. BTA tidak
diperiksakan merupakan rujukan dari rumah sakit / dokter spesialis paru dan pada
berdasarkan konversi BTA disajikan dalam bentuk tabel dan diagram di bawah
ini:
Konversi
Tetap / Masih positif
Tidak Diperiksa
75%
Gambar 3.9
Diagram Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan Konversi BTA
47
Pesantren 1 selama tahun 2015 sebanyak 16 penderita. Penderita dengan konversi
BTA sebanyak 12 penderita (75%), penderita yang BTA tetap atau tetap positif
berdasarkan hasil pengobatan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram di bawah
ini:
75% Meninggal
Gambar 3.10
Diagram Distribusi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan Hasil Pengobatan
48
Puskesmas Pesantren 1 selama tahun 2015 sebanyak 16 dengan hasil terbanyak
(+) =
(+)
100.000
107
2015 = 27.296 = 29
100.000
107
2016 = 27.331 = 29
100.000
Perkiraan jumlah pasien TB BTA (+) pada tahun 2015 sebanyak 29 orang
per 27.296 penduduk, dan pada tahun 2016 sebanyak 29 orang per 27.331
49
3.2.2 Proporsi Pasien TB BTA Positif di Antara Suspek
= 100%
15
2015 = 100% = 14%
107
11
2016 = 100% = 9%
119
Angka proporsi pasien TB BTA positif di antara suspek pada tahun 2015
dan 2016 berada di antara 5-15% berarti mutu dari proses penemuan sampai
yang diperiksakan sputum BTA (+), namun juga ada pasien rujukan yang
didiagnosis secara radiologis atau pasien pindahan atau pasien yang kambuh
3.2.3 Proporsi Pasien TB Baru BTA Positif di Antara Semua Pasien TB Paru
Tercatat/Diobati
menular di antara seluruh pasien Tuberkulosis paru yang diobati. Angka minimal
( + )
= 100%
16
2015 = 100% = 100%
16
50
13
2016 = 100 = 81%
16
Pada tahun 2015 dan 2016 angka melebihi batas minimal. Ini menandakan
tahun ke tahun tersebut. (Kemenkes RI, 2014). CNR dianggap baik jika melebihi
target minimal yaitu 90%. Sesuai dengan Rencana Aksi Daerah Jawa Timur,
angka untuk CNR kota Kediri adalah tahun 2015 yaitu 174 per 100.000 penduduk
dan tahun 2016 yaitu 179 per 100.000 penduduk. (Dinkes Kediri, 2016)
=
100.000
174
2015 = 27.296 = 47
100.000
179
2016 = 27.331 = 49
100.000
orang atau sebesar 34% dan pada tahun 2016 sebanyak 15 orang atau sebesar
31%. Sehingga angka Case Notification Rate (CNR) yang di peroleh pada tahun
2015 dan 2016 masih jauh di bawah target yaitu > 90%. Angka CNR tersebut
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang
tahap awal. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan
51
dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan
dengan benar. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80% (Kemenkes RI,
2014).
= 100%
12
2015 = 100% = 75%
16
dicapai. Bila angka konversi masih rendah perlu diperhatikan antara lain masalah
laboratorium.
TB paru BTA positif yang sembuh setelah masa pengobatan, di antara pasien baru
TB paru BTA positif yang tercatat. Angka minimal yang harus dicapai adalah
= 100%
12
2015 = 100% = 75%
16
dicapai. Hal ini menjelaskan kualitas dan efektivitas. Pada Puskesmas Pesantren 1
angka kesembuhan ini disebabkan terdapat satu pasien tidak diperiksakan karena
meninggal dan terdapat pasien dengan hasil pemeriksaan BTA negatif dari awal
52
masih banyaknya pasien yang tidak minum obat secara rutin sehingga angka
kesembuhan dan pengobatan lengkap dari pasien baru TB paru BTA positif.
Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%, dengan angka kesembuhan
( + )
= 100%
13
2015 = 100% = 81,25%
16
dikarenakan terdapat beberapa pasien yang tidak minum obat secara rutin
Error rate atau angka kesalahan baca adalah angka kesalahan laboratorium
oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah diuji silang (cross check) oleh BLK
53
sediaan yang akan di baca, namun hanya mampu membuat sediaan sementara
tuberkulosis paru di puskesmas ini dipegang oleh salah satu staf puskesmas
adalah:
tuberkulosis paru.
54
tersebut ialah perilaku, psikososiobiologi/genetik, lingkungan, dan pelayanan
kesehatan.
1. Lingkungan fisik
subur atau tidak subur), keadaan air (bersih, kotor, mudah atau sulit
didapat), keadaan cuaca (seperti panas, dingin, lembab, atau kering), dan
lain sebagainya.
kategori daerah dataran rendah, keadaan air bersih dan mudah didapat,
serta keadaan cuaca yang cukup hangat dengan suhu rata-rata 25oC per
tuberculosis ini dapat hidup di suhu kamar selama beberapa jam, terutama
di tempat yang lembab. Kuman TB juga lebih mudah mati jika terkena
besar yang dilalui bus dan truk besar sehingga asap kendaraan cukup
55
banyak. Tuberkulosis paru lebih menular pada lingkungan dengan banyak
asap.
2. Lingkungan biologis
lingkungan biologis.
Tingkat pendidikan
kerjasama.
Upacara-upacara
56
pesantren I rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga
4. Lingkungan ekonomi
Struktur ekonomi
Status ekonomi
tuberkulosis paru.
kesehatan masyarakat. Perilaku adalah suatu aktifitas manusia baik yang dapat
diamati secara langsung maupun tidak. Perilaku adalah hasil dari segala macam
pengalaman dan interaksi manusia dan lingkungan (pusat PKM depkes RI, 1992).
kronis adalah hal yang biasa dan tidak berbahaya. Pasien penderita tuberkulosis
didaerah kerja wilayah Pesantren 1 masih kurang kesadaran nya untuk melakukan
57
Resistant, dan dapat menularkan kepada masyarakat Pesantren 1 yang masih
terutama jika pasien TB batuk atau meludah. Semakin tinggi BTA (+), maka
penularan tuberkulosis paru. Asap rokok baik pasif maupun aktif dapat lebih
adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam
ataupun masyarakat.
Sistem pelayanan kesehatan untuk para pasien dengan gejala yang mengarah ke
tuberkulosis paru seperti batuk lama atau batuk lebih dari 2 minggu dapat
58
hasil BTA + dapat dilakukan pengobatan sesuai dengan kategori, baik kategori 1
(pasien baru) maupun kategori 2 (pasien putus obat atau relaps). Puskesmas juga
menggunakan roda dua maupun dengan roda empat karena letaknya yang berada
KTP/KK dapat di layani secara gratis tanpa di pungut biaya. Puskesmas Pesantren
keadaan gen orang tuanya. Adanya kelainan atau kecacatan pada gen orang tua
keturunannya.
murni karena adanya infeksi bakteri tahan asam Mycobacterium tuberculosis yang
59
paru dapat dilakukan dengan promosi kesehatan (Promotion of Health).
seperti :
matahari
penyakit setelah timbul sakit. Upaya ini ditujukan agar penyakit tidak
masing-masing.
60
b. Pembatasan Kecacatan (Disability Limitation)
tepat, dan teratur selama 6 bulan sesuai dengan kategori obat, hal ini
juga dapat didukung dengan adanya PMO (Pengawas Minum Obat) dari
fisik, psikologis dan sosial dalam proses penyembuhan suatu penyakit. Hal
hingga tuntas, karena pengobatan cukup lama dan harus rutin. Keluarga
juga diberikan arahan untuk mengawasi minum obat penderita, serta untuk
61
BAB IV
4.1 Kesimpulan
suspek TB tahun 2015 sebesar 290 per 27.296 penduduk dan di tahun 2016
Proporsi pasien BTA positif di antara suspek pada tahun 2015 sebesar 14%
tercatat/diobati melebihi batas minimal yaitu pada tahun 2015 sebesar 100% dan
Sedangkan angka notifikasi TB paru tahun 2015 dan 2016 masih dibawah
angka target minimal yaitu pada tahun 2015 sebesar 34% dan pada tahun 2016
sebesar 31%.
Untuk angka konversi juga masih di bawah angka minimal yaitu pada tahun
Angka kesembuhan pada tahun 2015 juga di bawah angka minimal yaitu
sebesar 75%
62
Error Rate di Puskesmas Pesantren 1 tidak dapat diteliti dikarenakan
puskesmas belum mampu untuk membuat sediaan untuk dibaca sehingga sediaan
yang telah di buat sementara akan di kirimkan ke BLK atau laboratorium rujukan
lain.
Dari hasil data sekunder diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa kasus
Pesantren 1 pun masih banyak yang belum tercapai sesuai target indikator.
dengan L.Blum, yang mana dilihat dari faktor psikobiogenetik, faktor lingkungan,
4.2 Saran
penyakit Tuberkulosis.
program TB DOTS.
63
Diharapkan tenaga kesehatan Puskesmas Pesantren 1 dapat melakukan
upaya-upaya promosi agar pasien patuh dan rajin dalam mengambil regimen obat
4.2.3 Peneliti
puskesmas Pesantren I
64
DAFTAR PUSTAKA
65