Anda di halaman 1dari 2

Reksohandaka

Sondakan adalah pemukiman lama yang terletak dekat dengan pusat kota. Dari berbagai
sumber yang ada, dahulu kampung ini dipimpin oleh seorang bekel yang bernama
Reksohandaka. Bekel tersebut menjadi sesepuh di kampung tersebut kala itu. Maka
kampung yang ditempat tinggali oleh bekel Reksohandaka ini dikenal sebagai kampung
Reksohandaka, namun sesuai dengan kebiasaan orang Jawa untuk memudahkan
menyebut dan menghafalkan sebuah daerah maka akhirnya disingkat menjadi Sondakan
kependekan dari Rekso dan handaka. Bekel Reksohandaka adalah seorang bekel yang
termasuk disayang oleh Sri Susuhunan Paku Buwono (PB) II. Ketika terjadi Geger Pacinan
(1742), PB II beserta keluarga dan beberapa orang bangsawan istana serta abdi dalem
yang masih setia meninggalkan istana dan menyingkir ke Laweyan dan Ponorogo. Dalam
perjalanan itu, PB II diikuti oleh sepasukan prajurit Kompeni sebagai penjaga keamanan
Susuhunan di bawah pimpinan Kapten Hogendorp (Hohendorff). Dalam perjalanan
meloloskan diri tersebut, PB II beserta rombongan berkenan istirahat sebentar di daerah
sebelah timur Sungai Premulung. Reksohandaka sebagai salah seorang abdi dalem dengan
pangkat bekel menunjukkan kesetiaannya dengan menjamu dan sekaligus menyiapan
sejumlah perbekalan bagi PB II beserta rombongan dalam melanjutkan perjalanan ke
Ponorogo. PB II menuju Ponorogo, selain untuk menghindari dari pemberontakan yang
dipimpin oleh Raden Mas Garendi juga sekaligus menyusun kekuatan untuk merebut
Kraton Kartasura dari tangan pemberontak. Setelah PB II berkeraton di Surakarta, bekel
Reksohandaka dinaikkan pangkat menjadi punggawa mantri, namun masih menggunakan
nama yang tetap, yaitu Ngabehi Reksohandaka atau Ngabehi Sondaka. Diperkirakan rumah
Ngabehi Reksohandaka terletak di sebelah timurnya Makam Sondakan (Makam Mbah
Sondak) sekarang. (kekunaan, Referensi Kepustakaan: Raden Ngabehi Samsudjin
Proboharjono, 1981, Sejarah Laweyan. Dalam bentuk stensilan bahasa Jawa)

SONDAKAN
Sondakan adalah pemukiman lama yang terletak dekat dengan pusat kota. Bagian barat
lebih banyak terdiri dari pemukiman di sepanjang sungai, berbeda dengan bagian timur yang
sentra industri batik besar dan kecil. Sondakan, sekarang menjadi sebuah kelurahan yang
ada di Kecamatan Laweyan, Surakarta, di mana kantor kelurahannya berada di Jl. K.H.
Samanhudi, atau tepatnya berada di sebelah utara daerah Kelurahan Laweyan.
Dari berbagai sumber yang ada, dahulu kampung ini dipimpin oleh seorangbekel yang
bernama Reksohandaka. Bekel tersebut menjadi sesepuh di kampung tersebut kala itu.
Maka kampung yang ditempat tinggali oleh bekelReksohandaka ini dikenal sebagai
kampung Reksohandaka, namun sesuai dengan kebiasaan orang Jawa untuk memudahkan
menyebut dan menghafalkan sebuah daerah maka akhirnya disingkat menjadi Sondakan
kependekan dari Rekso dan handaka.
Bekel Reksohandaka adalah seorang bekel yang termasuk disayang oleh Sri Susuhunan
Paku Buwono (PB) II. Ketika terjadi Geger Pacinan (1742), PB II beserta keluarga dan
beberapa orang bangsawan istana serta abdi dalem yang masih setia meninggalkan istana
dan menyingkir ke Laweyan dan Ponorogo. Dalam perjalanan itu, PB II diikuti oleh
sepasukan prajurit Kompeni sebagai penjaga keamanan Susuhunan di bawah pimpinan
Kapten Hogendorp (Hohendorff).
Dalam perjalanan meloloskan diri tersebut, PB II beserta rombongan berkenan istirahat
sebentar di daerah sebelah timur Sungai Premulung. Reksohandaka sebagai salah
seorang abdi dalem dengan pangkat bekel menunjukkan kesetiaannya dengan menjamu
dan sekaligus menyiapan sejumlah perbekalan bagi PB II beserta rombongan dalam
melanjutkan perjalanan ke Ponorogo.
PB II menuju Ponorogo, selain untuk menghindari dari pemberontakan yang dipimpin oleh
Raden Mas Garendi juga sekaligus menyusun kekuatan untuk merebut Kraton Kartasura
dari tangan pemberontak.
Tahun 1743 atas bantuan para Bupati Mancanegara, yaitu Bupati dari Madura, Madiun,
Ponorogo, Jagaraga, Keduwang, Magetan dan Kompeni Belanda, Kraton Kartasura berhasil
direbut kembali dari tangan pemberontak, tetapi sudah dalam keadaan rusak berat.
Sehingga, Sri Susuhunan tidak dapat tenang lagi duduk di atas singgasana istana
Kartasura.
Melihat kenyataan tersebut, maka PB II ingin membangun istana baru di tempat lain.
Akhirnya melalui berbagai perhitungan dan pertimbangan yang matang, istana itu didirikan
di Desa Sala, dengan nama Kraton Surakarta Hadiningrat (17 Februari 1745).

Anda mungkin juga menyukai