Anda di halaman 1dari 50

CASE REPORT

CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS

Disusun Oleh:

Reza Fauzi

1261050183

Pembimbing:

dr. Franky Sientoro, Sp.A

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK


PERIODE 24 JULI 2017 30 SEPTEMBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Congenital talipes equinovarus, talipes berasal dari bahasa latin dari kata talus
(ankle) dan pes (foot), berarti sebuah kelainan pada kaki (foot) didaerah
ankle/pergelangan. Equinovarus berasal dari kata equino yang berarti kaki kuda, varus
(bengkok kearah medial). Kelainan ini disebut juga clubfoot karena bentuknya
seperti kaki club. Insidens congenital talipes equinovarus yaitu 1 dari setiap 1000
kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan
(2:1). 50% bersifat bilateral. Sampai saat ini masih banyak perdebatan dalam
etiopatologi CTEV. Banyak teori telah diajukan sebagai penyebab deformitas ini,
termasuk faktor genetik, defek sel germinativum primer, anomali vascular, faktor
jaringan lunak, faktor intrauterine dan faktor miogenik. Meski demikian kebanyakan
bayi dengan clubfoot tidak dapat didefinisikan apakah merupakan kelainan genetik,
atau karena faktor-faktor ekstrinsik lain.
Dalam mendiagnosis kelainan kongenital ini, ada hal yang harus diketahui
yaitu klasifikasi oleh Pirani yang ditentukan dalam skor Pirani, yang akan dibahas
kemudian dalam tinjauan pustaka.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Congenital talipes equinovarus, talipes berasal dari bahasa latin dari kata talus
(ankle) dan pes (foot), berarti sebuah kelainan pada kaki (foot) didaerah
ankle/pergelangan. Equinovarus berasal dari kata equino yang berarti kaki kuda, varus
(bengkok kearah medial). Jadi kelainan ini berupa terfiksasinya kaki depan dalam
posisi adduksi dan supinasi, tumit yang mengalami inversi dan pergelangan kaki
dalam keadaan plantar fleksi. Kelainan ini disebut juga clubfoot karena bentuknya
seperti kaki club.1

B. Epidemiologi
Insidens congenital talipes equinovarus yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran
hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (2:1). 50%
bersifat bilateral. CTEV dapat bersifat unilateral dan bilateral dengan presentasi
unilateral sebanyak 29% pada kaki kanan, 22% pada kaki kiri dan bilateral sebanyak
49%. CTEV dapat bersifat idiopatik atau sindrom yang disertai dengan gejala
neurologis lain seperti spina bififa dll. Pada bayi kembar monozygot, jika salah satu
bayi menderita idiopatik CTEV, maka bayi yang lain hanya 32% kemungkinan
menderita kelainan yang sama.2,3

C. Anatomi Pedis
Pedis atau kaki, dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: kaki belakang (hindfoot),
kaki tengah (midfoot), kaki depan (forefoot). Kaki belakang terdiri dari 2 tulang dari 7
tulang tarsal yaitu tulang kalkaneus dan talus dan 5 sisa tulangnya termasuk dalam
kaki tengah, dan kaki depan terdiri dari tulang metatarsal dan phalanges.

2
Gambar 1
Patoanatomi Pedis pada CTEV2,4:
1. Betis menjadi lebih kecil
Otot tendon trisep surae (m. gastrocnemius, m. soleus, m.plantaris),
tibialis posterior dan m.fleksor hallucis menjadi lebih pendek dan
mengecil.

2. Ekuinus hind food


Plantar fleksi yang parah pada sendi ankle
Kalkaneus yang tinggi (tidak pada heel pad)
Talus dalam fleksi yang parah

3
3. Kaki dalam keadaan varus
Supinasi dan adduksi dari kalkaneus
Kalkaneus terkunci dibawah talus

4. Inversi Mid foot (plantar fleksi + adduksi + supinasi)


Navikular mengalami pergeseran kearah medial, adduksi, dan supinasi
berkaitan dengan talus
Navikular berartikulasi hanya pada bagian medial kepala talus
Sisi lateral dari kepala talus tidak terlindungi
Navikular mendekati ke malleolus medial
Kuboid bergeser kearah medial dan adduksi
Kuneiforme kearah bawah dan terjadi pergeseran medial yang
berhubungan dengan navikular
Ligamen dan tendon (posterior dan medial) menahan kaki dalam posisi
yang salah

4
5. Cavus
Meningkatkan berat dari arkus medial kaki = break pada plana
telapak kaki: kaki depan yang berhubungan dengan kaki tengah dalam
keadaan pronasi
Kaki tengah mengalami supinasi yang lebih dibandingkan dengan kaki
depan

6. Metatarsal I lebih ke plantar fleksi daripada metatarsal yang lain

7. Pada kaki yang mengalami clubfoot akan lebih kecil daripada kaki normal

5
Kongenital clubfoot akan tetap dalam posisi mid foot inversion dan heel varus.
D. Etiologi
Sampai saat ini masih banyak perdebatan dalam etiopatologi CTEV. Banyak
teori telah diajukan sebagai penyebab deformitas ini, termasuk faktor genetik, defek
sel germinativum primer, anomali vascular, faktor jaringan lunak, faktor intrauterine
dan faktor miogenik. Telah diketahui bahwa kebanyakan anak dengan CTEV
memiliki atrofi otot betis, yang tidak hilang setelah terapi, karenanya mungkin
terdapat hubungan antara patologi otot dan deformitas ini. Meski demikian
kebanyakan bayi dengan clubfoot tidak dapat didefinisikan apakah merupakan
kelainan genetik, atau karena faktor-faktor ekstrinsik lain.2,3

E. Klasifikasi7
Typical Clubfoot
Merupakan kaki pengkor klasik yang hanya menderita kaki pengkor saja tanpa
disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali pengegipan dan
dengan manajemen Ponseti mempunyai hasil jangka panjang yang baik atau
memuaskan.
Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga
akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu
atau dua kali pengegipan.
Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya
ditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih

6
jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan
brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan equinus paling sering terjadi.
Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu menjadi fixed.
Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang ditangani
secara operatif atau pengegipan dengan metode non-Ponseti.
Atypical clubfoot
Kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit yang lain. Mulailah
penanganan dengan metode Ponseti. Koreksi pada umumnya lebih sulit.
Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan
kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek,
gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian
belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan
hiperekstensi sendi metatarsophalangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi yang
menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.
Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital
lain. Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode Ponseti
tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil
kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih ditentukan oleh
kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkor nya sendiri.
Tetralogic clubfoot -- seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti
meningomyelocele.
Acquired clubfoot -- seperti pada Streeter dysplasia.

F. Patofisiologi3
Beberapa hipotesis yang diakui:
1. Hipotesis trauma mekanik atau posisional
Hoffa(1902) mempromosikan hipotesis ini secara luas tentang penyebab dari
clubfoot adalah karena terjadi retriksi uterin, ia meyakini bahwa pergerakan
kaki didalam uteruslah yang menyebabkan ideopatik CTEV. Ia mengatakan
bahwa idiopatik CTEV timbul dari oligohidramnion, dimana penurunan cairan
ini menjadi penyebabnya. Namun demikian yang membuat hipotesis ini
meragukan adalah bahwa pada kenyataannya bayi dengan oligohidramnion

7
biasanya disertai kelainan neurologis lain, hal ini berbeda dengan idiopatik
CTEV. Yang kedua adalah kenyataan bahwa CTEV dapat didiagnosis pada
trimester kedua kehamilan dimana hal ini jauh sebelum tekanan intrauterine
dapat mempengaruhi perkembangan fetus.
2. Hipotesis tulang atau persendian
Hipotesis ini mengatakan bahwa ketidaknormalan pada tulang itu sendiri yang
menyebabkan kelainan. Hipocrates menyebutkan: Deformitas melibatkan
semua kombinasi tulang dimana kombinasi inilah yang membentuk tulang
kaki. Semua perubahan yang terlihat dalam bagian yang lunak adalah hal yang
sekunder
3. Hipotesis jaringan ikat
Hipotesis ini mengatakan bahwa kelainan primer dari jaringan ikatlah yang
bertanggung jawab atas terjadinya idiopatik CTEV. Hipotesis ini didukung
oleh asosiasi ICTEV with joint laxity (Wynne-Davis,1964). Anak-anak yang
menderita penyakit ini ditandai dengan plantar fibrosis, ini ditemukan saat
operasi. Ippolito dan Ponseti pada tahun 1980 mendokumentasikan
peningkatan jaringan fibrosa pada otot, fasia, ligamen dan selubung
tendon. Dari studi yang melibatkan 5 anak clubfoot dan tiga kaki normal,
mereka menyipulkan bahwa jaringan fibrosis yang bersifat retraksi bisa
menjadi faktor dalam terjadinya ICTEV.
4. Hipotesis vaskuler
Atlas et al. (1980) juga mempelajari tentang struktur vaskuler pada clubfoot.
Mereka mendokumentasikan bahwa terdapat kelainan vaskuler dalam 12
fetus yang memiliki deformitas pada kaki. Pada tingkat sinus tarsal
ditemukan adanya hambatan pada satu atau dua cabang dari vaskuler pada
kaki. Ini adalah hal 'yang paling mencolok pada periode awal kehidupan janin,
dan berkurang menjadi sebuah simpul sederhana dari infiltrasi lemak dan
jaringan fibrosa pada spesimen yang lebih tua dan pada bayi yang lahir mati'.
Individu yang memiliki kelainan ICTEV mempunyai otot yang lemah pada
bagian ipsilateral, dimana ini berhubungan dengan kurangnya perfusi dari
perkembangan arteri tibialis anterior.
5. Hipotesis neurologikal
Talipes equinovarus adalah salah satu gejala dari sindrom neurologikal;
contohnya, kelainan ini sering diasosiasikan dengan kelainan neuronal yang

8
sekunder terhadap spina bifida. Kelainan neuronal dilaporkan terdapat pada 18
kasus dari 44 kasus ICTEV, dimana pada 18 kasus itu didapatkan kelainan
pada tingkatan spinal (Nadeem et al. 2000)
6. Hipotesis gangguan perkembangan
Pada saat perkembangan akhir dari anggota badan manusia (9-38 minggu),
proses penulangan rawan pada kaki selesai, dimulainya proses osifikasi,
kavitasi sendi dan pembentukan ligamen selsesai dan ekstrimitas distal
berputar medial (Bareiter, 1995)[gambar 2]. Rotasi ini memungkinkan telapak
kaki menghadap ketanah bukannya menghadap sisi abdomen, seperti yang
terlihat pada kaki pada periode embrio akhir. Pronasi terus berlangsung dari
kelahiran sampai pengembangan pascakelahiran. Bohm (1929) meneliti
hipotesis gangguan perkembangan, Hueter dan von Volkmann dalam deskripsi
anatominya dengan hati-hati meneliti kaki selama pengembangan. Dia
membuat model lilin dari kerangka kaki janin di usia kehamilan yang berbeda.
Pengamatannya membuatnya menyimpulkan bahwa clubfoot yang parah
menyerupai kaki embrio pada awal bulan kedua dan deformitasnya
disertai dengan keterbelakangan tulang dan otot. Temuannya kemudian
direplikasi oleh Kawashima & Uhthoff (1990). Studi ini mendukung
pandangan bahwa clubfoot mungkin timbul karena adanya gangguan pada
rotasi medial normal kaki dalam perkembangan janin akhir. Memang,
mungkin saja terjadi ICTEV sebagai akibat dari gangguan kontrol genetik dari
proses rotasi pada janin.

9
[gambar 2]
Tangan tidak pernah terpengaruh didalam idiopatik CTEV, dan dengan
demikian penjelasan tentang patologi cenderung mengarah pada identifikasi gen yang
efeknya eksklusif untuk kaki dan ekstremitas bawah.
Clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya
normal akan menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan. Clubfoot jarang
terdeteksi pada janin yang berumur dibawah 16 minggu. Oleh karena itu, seperti
developmental hip dysplasia dan idiopathic scoliosis, clubfoot merupakan deformasi
pertumbuhan (developmental deformation). Pada [gambar 3] tampak janin laki-laki
usia 17 minggu dengan clubfoot bilateral, dengan sisi kiri lebih parah. Pada potongan
bidang frontal melalui kedua maleoli kaki pengkor kanan [gambar 4] tampak ligamen
deltoid, tibionavicular dan tendo tibialisposterior sangat tebal dan menyatu dengan
ligamen calcaneonavicular plantaris brevis. Ligamen talocalcaneal interosseous
normal.

10
[gambar 3] [gambar 4]

Fotomikrografi ligament tibionavicular menunjukkan serat kolagen yang


tersusun bergelombang dan sangat padat. Selnya sangat berlimpah, dan kebanyakan
memiliki intisel bulat.
Bentuk sendi-sendi tarsal relative berubah karena perubahan posisi tulang
tarsal. Forefoot yang pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih konkaf
(cavus). Tulang-tulang metatarsal tampak flexi dan makin ke medial makin bertambah
flexi.
Pada clubfoot, terjadi tarikan yang kuat dari tibialis posterior dan gastrosoleus
serta fleksor hallucis longus. Ukuran otot-otot itu lebih kecil dan lebih pendek
dibandingkan kaki normal. Diujung distal gastrosoleus terdapat peningkatan jaringan
ikat yang kaya akan kolagen, yang menyatu ke dalam tendo Achilles dan fascia
profundus. Pada clubfoot, ligamen-ligamen pada sisi lateral dan medial ankle serta
sendi tarsal sangat tebal dan kaku, yang dengan kuat menahan kaki pada posisi
equines dan membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi.
Ukuran otot-otot betis berbanding terbalik dengan derajat deformitasnya. Pada kaki
pengkor yang sangat berat, gastrosoleus tampak sebagai otot kecil pada sepertiga atas
betis. Sintesis kolagen yang berlebihan pada ligamen, tendo dan otot terus
berlangsung sampai anak berumur 3-4 tahun dan mungkin merupakan penyebab
relaps (kekambuhan). Dibawah mikroskop, berkas serabut kolagen menunjukkan
gambaran bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini
menyebabkan ligament mudah diregangkan. Peregangan ligamen pada bayi, yang
dilakukan dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi beberapa
hari berikutnya, yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut. Inilah
sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual mudah dilakukan.

11
Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang
hampir seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi, adduksi,
dan inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat, collumnya
melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji. Navicular bergeser
jauh ke medial, mendekati malleolus medialis, dan berartikulasi dengan permukaan
medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi dibawah talus. Seperti yang
ditunjukkan pada bayi berumur 3 hari [4] navicular bergeser ke medial dan
berartikulasi hanya dengan aspek medial caput talus. Cuneiforme tampak berada di
kanan navicular, dan cuboid berada dibawahnya. Permukaan sendi calcaneocuboid
mengarah posteromedial. Dua pertiga bagian anterior calcaneus berada dibawah talus.
Tendo tibialis anterior, ekstensor hallucis longusdan ekstensor digitorum longus
bergeser ke medial. Baik pada kaki yang normal ataupun kaki pengkor, tidak ada
sumbu gerak tunggal (seperti mitered hinge) dimana talus berotasi pada sumbu
tersebut. Sendi-sendi tarsal secara fungsional saling tergantung (interdependent).
Pergerakan satu tulang tarsal akan menyebabkan pergeseran tulang tarsal disekitarnya
secara bersamaan. Pergerakan sendi ditentukan oleh kelengkungan permukaan sendi
dan oleh orientasi dan struktur ligamen yang mengikatnya. Tiap-tiap sendi
mempunyai pola pergerakan yang khas. Oleh karena itu, koreksi tulang tarsal kaki
pengkor yang inverse serta bergeser jauh ke medial, harus dilakukan dengan
menggeser navicular, cuboid, dan calcaneus kearah lateral secara bertahap dan
simultan, sebelum mereka dapat di eversi ke posisi netral. Pergeseran ini mudah
dilakukan karena ligamenta tarsal dapat diregangkan secara bertahap . Koreksi tulang
tarsal kaki pengkor yang telah bergeser hebat memerlukan pengertian yang baik
mengenai anatomi fungsional talus. Sayangnya, banyak ahli orthopedi menangani
kaki pengkor dengan asumsi yang salah bahwa sendi subtalar dan Chopart
mempunyai sumbu rotasi yang tetap, yang berjalan miring dari anteromedial superior
ke posterolateral inferior, melalui sinus tarsi. Mereka percaya bahwa dengan
mempronasikan kaki pada sumbu ini akan mengkoreksi calcaneus yang varus dan
kaki yang supinasi. Padahal sesungguhnya tidaklah demikian. Mempronasikan kaki
pengkor pada sumbu ini justru akan menyebabkan forefoot lebih pronasi lagi dan
akibatnya akan memperberat cavus dan menekan cakcaneus yang adduksi pada talus.
Akibatnya calcaneus varus tetap tidak terkoreksi. Pada kaki pengkor [1], bagian
anterior calcaneus berada dibawah caput talus. Posisi ini menyebabkan calcaneus
varus dan equinus. Usaha untuk mengeversikan calcaneus tanpa mengabduksikannya

12
terlebih dahulu [2] akan menekan calcaneus pada talus dan tidak akan mengkoreksi
calcaneus varus. Menggeser calcaneus ke lateral (abduksi) hingga mencapai posisi
yang normal dengan talus [3] akan mengkoreksi calcaneus varus. Koreksi kaki
pengkor dilakukan dengan mengabduksikan kaki yang telah disupinasikan sambil
melakukan counterpressure pada aspek lateral caput talus untuk mencegah rotasi talus
di ankle. Plaster cast (gips) yang dibentuk (molding) dengan baik akan
mempertahankan kaki dalam posisi yang tepat. Ligamen tidak boleh diregangkan
melebihi batas kewajaran nya. Setelah 5 hari, ligamen dapat diregangkan lagi untuk
meningkatkan derajat koreksi lebih lanjut. Tulang dan sendi akan mengalami
remodelling tiap kali gips diganti karena sifat jaringan ikat, kartilago dan tulang yang
akan berubah mengikuti perubahan arah stimulus mekanik. Hal ini dibuktikan dengan
sangat baik oleh Pirani [5] yang membandingkan gambaran klinik dan gambaran MRI
sebelum, selama dan pada akhir pengegipan. Perhatikan perubahan pada sendi
talonavicular dan calcaneocuboid. Sebelum pengegipan, navicular (garis merah)
bergeser ke sisi medial caput talus (biru). Perhatikan bagaimana posisi talus-navicular
ini menjadi normal selama pengegipan. Posisi cuboid (hijau) juga menjadi normal
terhadap calcaneus (kuning). Sebelum dilakukan pengegipan terakhir, untuk
menyempurnakan koreksi equinus, tendo Achilles bisa dipotong perkutan. Tendo
Achilles, tidak seperti ligamenta tarsal yang dapat diregangkan, terdiri dari berkas
kolagen yang kaku, tebal dengan sedikit sel serta tidak dapat diregangkan. Gips
terakhir dipakai selama 3 minggu, sementara tendo Achilles (yang telah dipotong)
sembuh dengan panjang yang tepat dan parut minimal. Pada tahap ini, sendi tarsal
mengalami remodelling pada posisi yang tepat.
Kesimpulannya, sebagian besar kasus kaki pengkor terkoreksi setelah 5
sampai 6 kali gips dan kebanyakan disertai tenotomi tendo Achilles. Tehnik ini
menghasilkan kaki yang kuat, fleksibel, dan plantigrade. Suatu penelitian 35-year
follow-up study telah membuktikan kaki tetap berfungsi dengan baik dan tanpa nyeri.

13
[1],[2],[3] [4]

[5]

G. Diagnosis
Bentuk dari kaki sangat khas.
Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat
relatif memendek.
Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau
cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus.
Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal
yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot
betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi.

14
Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat
diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari
posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki
equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra
uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas
gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan
ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan menyebabkan terjadinya
deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi
pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada
kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak
terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat
penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya.
Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal
anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran
medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah
antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis
bimaleolar menurun dari normal yaitu 85 menjadi 55 karena adanya
perputaran subtalar ke medial.
Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot
tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur
sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor
jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek.
Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang normal.
Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya
spina bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus
diperiksa untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi. Pmeriksaan
penderita harus selengkap mungkin secara sistematis seperti yang
dianjurkan oleh R. Siffert yang dia sebut sebagai Orthopaedic checklist
untuk menyingkirkan malformasi multiple.

15
Pirani Score Clubfoot :8
Prinsip dasar pemberian skor:
- 6 gejala klinik pada clubfoot dibandingkan dengan kaki orang normal
- 3 tanda evaluasi dari Hind Foot Contracture (HFC)
- 3 tanda evaluasi dari Mid Foot Contracture (MFC)
- setiap tanda diberi skor:
o 0 = tidak ada abnormalitas
o 0,5 = abnormalitas sedang
o 1 = abnormalitas berat
- skor yang tinggi mengindikasikan beratnya deformitas
- skor diberikan tiap kali kontrol
Hind Foot Contracture Score (HFCS): 0-3
1. Posterior Crease (PC)
2. Empty Heel (EH)
3. Rigid Equinus (RE)
Mid Foot Contracture Score (MFCS): 0-3
1. Medial Crease (MC)
2. Lateral part of the Head of the Talus (LHT)
3. Curvature of Lateral Border of foot (CLB)

Total Score (TS): 0-6 (6=most severe)

Hind Foot Contracture Score

16
17
Mid Foot Contracture Score

18
H. Pemeriksaan penunjang5,6
Radiologis
USG

19
Foto Polos Ankle
o Gambaran radiologis CTEV adalah adanya kesejajaran tulang
talus dan kalkaneus. Posisi kaki selama pengambilan foto
radiologis sangat penting. Posisi anteroposterior (AP) diambil
dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30 dan posisi tabung
30 dari keadaan vertikal.
o Posisi lateral diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar
30. Gambaran AP dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki
dorsofleksi dan plantar fleksi penuh. Posisi ini penting untuk
mengetahui posisi relatif talus dan kalkaneus dan mengukur sudut
talokalkaneal dari posisi AP dan lateral.
o Garis AP digambar melalui pusat dari aksis tulang talus (sejajar
dengan batas medial) serta melalui pusat aksis tulang kalkaneus
(sejajar dengan batas lateral). Nilai normalnya adalah antara 25-
40. Bila sudut kurang dari 20, dikatakan abnormal. Garis
anteroposterior talokalkaneus hampir sejajar pada kasus CTEV.
Seiring dengan terapi, baik dengan casting maupun operasi, tulang
kalkaneus akan berotasi ke arah eksternal, diikuti dengan talus
yang juga mengalami derotasi. Dengan demikian akan terbentuk
sudut talokalkaneus yang adekuat.
o Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan
badan tulang talus serta sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai
normalnya antara 35-50, sedang pada CTEV nilainya berkisar
antara 35 dan negatif 10. Garis AP dan lateral talus normalnya
melalui pertengahan tulang navikular dan metatarsal pertama.
Sudut dari dua sisi (AP and lateral) ditambahkan untuk
menghitung indeks talokalkaneus; pada kaki yang sudah
terkoreksi akan memiliki nilai lebih dari 40.
o Pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada
posisi maksimal dorsofleksi adalah metode yang paling dapat
diandalkan untuk mendiagnosis CTEV yang tidak dikoreksi.

20
I. Diagnosis Banding
Postural clubfoot terjadi karena posisi fetus dalam uterus. Jenis
abnormalitas kaki ini dapat dikoreksi secara manual. Postural clubfoot
memberi respons baik pada pemasangan gips serial dan jarang relaps.
Metatarsus adductus (atau varus) suatu deformitas tulang metatarsal
saja. Forefoot mengarah ke garis tengah tubuh, atau berada pada aposisi
adduksi. Abnormalitas ini dapat dikoreksi dengan manipulasi dan
pemasangan gips serial.

21
J. Penatalaksanaan
Terapi non operatif2
Berupa pemasangan splint yang dimulai pada bayi berusia 2-3 hari.
Urutan koreksi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Adduksi kaki depan (forefoot)
2. Supinasi kaki depan
3. Ekuinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi ekuinus di awal masa koreksi
dapat mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya
rockerbottom foot. Tidak boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan
koreksi. Tempatkan kaki pada posisi terbaik yang bisa didapatkan,
kemudian pertahankan posisi ini dengan menggunakan strapping yang
diganti tiap beberapa hari, atau menggunakan gips yang diganti beberapa
minggu sekali. Cara ini dilanjutkan hingga dapat diperoleh koreksi penuh
atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi selanjutnya. Posisi kaki
yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama beberapa
bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat tampak
kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas
menetap, deformitas berupa rockerbottom foot, atau kembalinya
deformitas segera setelah koreksi dihentikan. Setelah pengawasan selama
6 minggu biasanya dapat diketahui apakah jenis deformitas CTEV mudah
dikoreksi atau resisten. Hal ini dikonfi rmasi menggunakan X-ray dan
dilakukan perbandingan penghitungan orientasi tulang. Tingkat
kesuksesan metode ini 11-58%.

KOREKSI CLUBFOOT DENGAN GIPS PONSETI7,8


Mulailah sedapat mungkin segera setelah lahir. Buat penderita dan keluarga
nyaman.
Menentukan letak kaput talus dengan tepat
Tahap ini sangat penting [3]. Pertama, palpasi kedua malleoli (garis biru)
dengan ibu jari dan jari telunjuk dari tangan A sementara jari-jari dan
metatarsal dipegang dengan tangan B. Kemudian [4], geser ibu jari dan
jari telunjuktangan A ke depan untuk dapat meraba caput talus (garis

22
merah) di depanpergelangan kaki. Karena navicular bergeser ke medial
dan tuberositasnyahampir menyentuh malleolus medialis, kita dapat
meraba penonjolan bagianlateral dari caput talus (merah) yang hanya
tertutup kulit di depan malleolus lateralis. Bagian anterior calcaneus dapat
diraba dibawah caput talus. Dengan menggerakkan forefoot dalam posisi
supinasi kearah lateral, kita dapat meraba navicular bergeser meskipun
sedikit didepan caput talus sedangkan tulang calcaneus akan bergerak ke
lateral di bawah caput talus.

[3] [4]

Manipulasi
Tindakan manipulasi adalah melakukan abduksi dari kaki dibawah
caput talus yang telah distabilkan. Tentukan letak talus. Seluruh
deformitas kaki pengkor, kecuali equinus ankle, terkoreksi secara
bersamaan. Agar dapat mengoreksi kelainan ini, kita harus dapat
menentukan letak caput talus,yang menjadi titik tumpu koreksi.
Mengoreksi (memperbaiki) cavus
Bagian pertama metode Ponseti adalah mengoreksi cavus dengan
memposisikan kaki depan (forefoot) dalam alignment yang tepat
dengan kaki belakang (hindfoot). Cavus, yang merupakan lengkungan
tinggi di bagian tengah kaki [ 1 garis lengkung kuning], disebabkan
oleh pronasi forefoot terhadap hindfoot. Cavus ini hampir selalu supel
pada bayi baru lahir dan dengan mengelevasikan jari pertama dan
metatarsal pertama maka arcus longitudinal kaki kembali normal [2
dan 3]. Forefoot disupinasikan sampai secara visual kita dapat melihat

23
arcus plantar pedis yang normal tidak terlalu tinggi ataupun terlalu
datar. Alignment (kesegarisan) forefoot dan hindfoot untuk mencapai
arcus plantaris yang normal sangat penting agar abduksi yang
dilakukan untuk mengoreksi adduksi dan varus dapat efektif.

Casting
Langkah-langkah Pemasangan Gips
Dr. Ponseti merekomendasikan penggunaan bahan gips karena lebih murah
dan molding lebih presisi dibanding dengan fiberglass.
Manipulasi Awal Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi lebih dahulu.
Tumit tidak disentuh sedikitpun agar calcaneus bisa abduksi bersama-sama
dengan kaki [4].
Memasang padding Pasang padding yang tipis saja [5] untuk
memudahkan molding. Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang
maksimal dengan cara memegang jari-jari dan counter pressure pada caput
talus selama pemasangan gips.
Pemasangan Gips Pasang gips di bawah lutut lebih dulu kemudian
lanjutkan gips sampai paha atas. Mulai dengan tiga atauempat putaran
disekeliling jari-jari kaki [6] kemudian ke proksimal sampai lutut [7].
Pasang gips dengan cermat. Saat memasang gips diatas tumit, gips
dikencangkan sedikit. Kaki harus dipegang pada jari-jari, gips
dilingkarkan di atas jari-jari pemegang agar tersedia ruang yang cukup
untuk pergerakan jari-jari.

[1]

24
[2]

[3]

[4]

[5]

25
[6]

[7]

Molding gips Koreksi tidak boleh dilakukan secara paksa dengan


menggunakan gips. Gunakanlah penekanan yang ringan saja. Jangan
menekan caput talus dengan ibu jari terus menerus, tapi tekan-lepas-
tekan berulangkali untuk mencegah pressure sore. Molding gips di atas
caput talus sambil mempertahankan kaki pada posisi koreksi [1].
Perhatikan ibu jari tangan kiri melakukan molding gips di atas caput talus
sedangkan tangan kanan molding forefoot (dalam posisi supinasi). Arcus
plantaris dimolding dengan baik untuk mencegah terjadinya flatfoot atau
rocker-bottom deformity. Tumit dimolding dengan baik dengan
membentuk gips di atas tuberositas posterior calcaneus. Malleolus
dimolding dengan baik. Proses molding ini hendaknya merupakan proses
yang dinamik, sehingga jari-jari harus sering digerakkan untuk

26
menghindari tekanan yang berlebihan pada satu tempat. Molding
dilanjutkan sambil menunggu gips keras.
Lanjutankan gips sampai paha Gunakan padding yang tebal pada
proksimal paha untuk mencegah iritasi kulit [2]. Gips dapat dipasang
berulang bolak-balik pada sisi anterior lutut untuk memperkuat gips disisi
anterior [3] dan untuk mencegah terlalu tebalnya gips di fossa poplitea,
yang akan mempersulit pelepasan gips.
Potong gips Biarkan gips pada sisi plantar pedis untuk menahan jari-jari
[4] dan potong gips dibagian dorsal sampai mencapai
sendimetatarsophalangeal. Potong gips dibagian tengah dulu kemudian
dilanjutkan kemedial dan lateral dengan menggunakan pisau gips. Biarkan
bagian dorsal semua jari-jari bebas sehingga dapat ekstensi penuh.
Perhatikan bentuk gips yang pertama [5]. Kaki equinus, dan forefoot
dalam keadaan supinasi.

Ciri dari abduksi yang adekuat


Pastikan abduksi kaki cukup adekuat terlebih dulu agar kita
dapatmelakukan dorsofleksi kaki 0 sampai 5 derajat dengan aman sebelum
melakukan tenotomi.
Tanda terbaik abduksi yang adekuat adalah kita dapat meraba processus
anterior calcaneus yang terabduksi keluar dari bawah talus.
Kaki dapat diabduksi sekitar 60 derajat terhadap bidang frontaltibia.
Calcaneus neutral atau sedikit valgus. Hal ini ditentukan dengan meraba
bagian posterior dari calcaneus.
Ingat ini merupakan deformitas tiga dimensi dan deformitas
inidikoreksi bersamaan. Koreksi dicapai dengan mengabduksi kaki
dibawah caput talus. Kaki samasekali tidak boleh dipronasikan.

Hasil akhir
Setelah pemasangan gips selesai, kaki akan tampak over-koreksi dalam
posisi abduksi dibandingkan kaki normal saat berjalan. Hal ini bukan suatu
over-koreksi. Namun merupakan koreksi penuh kaki dalam posisi abduksi
maksimal. Koreksi kaki hingga mencapai abduksi yang penuh, lengkap

27
dan dalam batas normal ini, membantu mencegah rekurensi dan tidak
menciptakan over-koreksi atau kaki pronasi.

[1]

[2]

[3]

[4]

28
[5]

Tenotomi
Indikasi
Hal ini dilakukan untuk mengoreksi equinus setelah cavus, adduksi dan varus
sudah terkoreksi dengan baik akan tetapi dorsofleksi ankle masih kurang dari
10 derajat. Pastikan abduksi sudah adekuat sebelum melakukan tenotomi.

Ciri abduksi yang adekuat

Pastikan bahwa kaki sudah dapat diabduksikan dengan adekuat agar kaki
dapat didorsofleksikan 0-5 derajat dengan aman sebelum dilakukan tenotomi.
Ciri-cirinya :
o Daat meraba processus anterior calcaneus saat diabduksikan dibawah
talus.
o Kaki dapat diabduksi kurang lebih 60 derajat terhadap bidang frontal
tibia. Calcaneus netral atau sedikit valgus yang diketahui dengan
meraba bagian posterior calcaneus.
o Ingat bahwa ini adalah deformitas 3 dimensional, dan bahwa
deformitas ini harus di koreksi bersama-sama. Koreksi sempurna
dicapai dengan mengabduksikan kaki dibawah caput talus. Kaki tidak
boleh di pronasikan.
Persiapan untuk tenotomi
Dengan asisten mempertahankan ankle dalam posisi dorsoflesi maksimal,
tentukan letak tenotomi, kurang lebih 1,5 cm diatas calcaneus. Suntikkan
sedikit anestesi lokal disebelah medial tendo, pada tempat akan dilakukan
tenotomi. Ingatlah anatomi, neurovaskular bundle berada di anteromedial
tendo Achilles [2]. Tendo ini (biru muda) berada didalam tendon sheath (abu-
abu).

29
Tatacara

Tusukkan ujung pisau dari sisi medial, sedikit disebelah anterior tendo [3].
Sisi datar pisau dijaga tetap sejajar dengan tendo. Tempat tusukan ini
menimbulkan sayatan kecil. Tendon sheath (abu-abu) tidak diiris dan
dibiarkan utuh [3]. Pisau kemudian diputar, sehingga bagian tajam pisau
mengarah ke tendo. Pisau kemudian digerakkan sedikit ke posterior.
Dirasakan sebagai pop saat pisau memotong tendo. Tendo belum dianggap
terpotong seluruhnya, sampai sensasi pop sudah dirasakan. Setelah
tenotomi, dorsofleksi ankle akan bertambah 15-20 derajat.

30
Gips paska tenotomi

Setelah equinus terkoreksi dengan tenotomi, pasang gips ke 5 [5] dengan kaki
abduksi60-70 derajat dan dorsofleksi 15 derajat. Kaki tampak overkoreksi.
Gips dipertahankan selama 3 minggu setelah koreksi komplet. Gips dapat
diganti jika rusak atau kotor sebelum 3 minggu. Pasien dapat pulang,
analgesik jarang diperlukan.

Melepas gips

Setelah 3 minggu, gips dilepas. Sekarang ankle dapat didorsofleksikan 20.


Tendo sudah menyambung, scar operasi minimal. Kaki siap untuk memakai
brace. Kaki tampak terlalu abduksi. Jelaskan hal ini bukan overkoreksi, hanya
abduksi penuh.

31
Kesalahan dalam melakukan tenotomi
o Koreksi equinus terlalu dini Usaha untuk mengoreksi equinus
sebelum varus dan supinasi terkoreksi akan menimbulkan rocker
bottom deformity. Equinus pada sendi subtalar dapat dikoreksi hanya
jika calcaneus abduksi. Tenotomi dilakukan hanya setelah cavus,
adduksi, dan varus sudah sepenuhnya terkoreksi.
o Tenotomi tidak komplet Tanda bahwa tendo sudah seluruhnya
terpotong adalah tendo tiba-tiba memanjang diiringi tanda pop atau
snap. Bila tanda tersebut belum didapatkan berarti tenotomi belum
sempurna. Oleh karenanya, ulangi tenotomi bila belum ada tanda
pop atau snap.

Bracing
Pada akhir pengegipan, kaki dalam posisi sangat abduksi -- sekitar 60-70
derajat (tight-foot axis). Setelah tenotomi, gips terakhir dipakai selama 3
minggu. Protokol Ponseti selanjutnya adalah memakai brace (bracing) untuk
mempertahankankaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Brace berupa
bar (batang) logam direkatkan pada sepatu yang bertelapak kaki lurus dengan
ujung terbuka (straight-last open-toe shoes). Abduksi kaki dengan sudut 60-70
derajat ini diperlukan untuk mempertahankan abduksi calcaneus dan forefoot
serta mencegah kekambuhan (relaps). Jaringan lunak pada sisi medialakan
tetap teregang hanya jika dilakukan bracing setelah pengegipan. Dengan
brace, lutut tetap bebas, sehingga anak dapat menendangkan kaki kedepan
sehingga meregangkan otot gastrosoleus. Abduksi kaki dalam brace, ditambah
dengan bar yang sedikit melengkung, akan membuat kaki dorsofleksi. Hal ini
membantu mempertahankan regangan pada otot gastrocnemius dan tendo
Achilles. Ankle-foot orthose (AFO) tidak berguna sebab hanya menahan kaki
lurus dengan dorsofleksi netral.

Pemakaian bracing

Tiga minggu setelah tenotomi, gips dilepas, dan brace segera dipakai. Alat ini
terdiri dari sepatu open-toe high-top straight-last shoes yang terpasang pada
sebuah batang logam [1]. Pada kasus unilateral, brace dipasang pada 60-70
derajat eksternal rotasi pada sisi sakit dan 30-40 derajat eksternal rotasi pada

32
sisi yang sehat [2] . Pada kasus bilateral, brace diatur 70 derajat ekster- nal
rotasi pada kedua sisi. Bar harus cukup panjang sehingga jarak antar tumit
sepatu selebar bahu [2]. Kesalahan yang sering terjadi adalah bar yang terlalu
pendek yang membuat anak merasa tidak nyaman. Bar harus dilengkungkan 5-
10 derajat kearah bawah (menjauhi badan) agar kaki tetap dorsofleksi.

Brace harus dipakai sepanjang hari selama 3 bulan pertama semenjak gips
terakhir dilepas. Setelah itu anak harus memakai brace ini selama 12 jam pada
malam hari dan 2-4 jam pada siang. Sehingga total pemakaian 14-16 jam
dalam sehari sampai anak berusia 3-4 tahun.

Pentingnya bracing

Manipulasi Ponseti dikombinasikan dengan tenotomi perkutan pada umumnya


memberikan hasil excellent. Hanya saja tanpa diikuti dengan bracing yang
baik akan terjadi relaps lebih dari 80%. Sangat jauh berbeda dengan relaps rate
6% pada keluarga yang taat dalam program bracing ini (Morcuende et al).

Kapan brace dihentikan

Berapa lama pemakaian brace malam hari? Karena seringkali sulit untuk
memastikan derajat keparahannya maka brace dianjurkan dipakai 3-4 tahun.
Kebanyakan anak segera terbiasa dengan bracing dan menjadi bagian dari

33
gaya hidup mereka. Jika setelah umur 3 tahun terjadi masalah maka mungkin
bracing dapat dihentikan. Anak tersebut harus diawasi dengan ketat terhadap
kemungkinan terjadinya relaps, dan jika tanda-tanda dini relaps terdeteksi
maka bracing harus segera dimulai lagi.

Penyebab tersering dari relaps dalah bracing yang tidak berjalan baik. Jika
relaps muncul pada anak bayi yang masih memakai brace maka penyebabnya
adalah ketidak seimbangan otot kaki yang dapat menyababkan kekakuan dan
relaps.

Jenis-jenis brace

Modifikasi terhadap Ponseti brace yang orisinil memberi banyak keuntungan.


Untuk mencegah kaki merosot keluar dari sepatu maka suatu pad ditempatkan
dibagian belakang sepatu [1]. Berbagai desain yang baru mebuat bracing lebih
aman, lebih mudah dikenakan pada bayi dan memungkinkan bayi bergerak.
Kemudahan-kemudahan ini akan meningkatkan ketaatan. Berbagai pilihan
brace diperlihatkan pada [1-7].

o H.M. Steenbeek bekerja untuk Christoffel Blinden Mission,di


Katalemwa Chesire Home di Kampala, Uganda telah mengembangkan
bracing yang dapat dibuat dari bahan yang sederhana dan mudah
didapatkan [2]. Brace tersebut efektif mempertahankan koreksi, mudah
dipakai, mudah dibuat, tidak mahal, dan cocok dipakai untuk pemakaian
luas.
o John Mitchell telah mendesain sebuah brace dibawah pengawasan Dr.
Ponseti. Brace terdiri dari sepatu terbuat dari kulit lembutdan sol plastik
yang dibentuk sesuai bentuk kaki anak, membuat sepatu ini sangat nyaman
dan mudah dipakai [3].
o Dr. Matthew Dobbs dari Washington University Schoolof Medicine di
St Louis, AS membuat dynamic brace yang memungkinkan kaki anak
bergerak sambil tetap mempertahankan rotasi kaki yang diperlukan [4].
Diperlukan AFO pada alat ini untuk mencegah plantar fleksi ankle.
o M.J. Markel telah mengembangkan bracing yang memungkinkan orang
tua penderita memasang sepatu pada anak terlebih dahulu dan kemudian

34
baru dikaitkan pada alat bar nya [5].
o Dr.JeffreyKessler dariKaiserHospital,LosAngeles,AStelah membuat
brace yang fleksibel dan tidak mahal. Bar dibuat dari polypropylene
setebal 1/8 inchi [6]. Brace ini sangat disukai bayi sehingga meningkatkan
ketaatan pemakaiannya.
o Dr. Romanus mengembangkan brace ini di Swedia [7]. Sepatunya terbuat
dari plastik yang mudah dibentuk sesuai kaki anak. Bagian dalam sepatu
dilapisi kulit yang lembut sehingga membuatnya sangat nyaman. Sepatu
ini di tempelkan pada batang dengan sekrup.

35
Relaps
Mengetahui Relaps

Setelah gips dilepas dan brace mulai dipakai buatlah jadwal kontrol sebagai
berikut untuk memeriksa ketaatan pemakaian brace dan memeriksa
kemungkinan timbulnya relaps:

o 2 minggu berikutnya untuk menilai ketaatan dalam fulltime


bracing.

36
o 3 bulan kemudian untuk memeriksa ketaatan pemakaian brace
pada malam hari dan tidur siang.
o Sampai usia 3 tahun kontrol tiap 4 bulan untuk memonitor
pemakaian brace dan relaps.
o Usia 3-4 tahun kontrol tiap 6 bulan.Usia 4 tahun sampai
dewasa kontrol tiap 1-2 tahun.
Relaps dini dan Relaps pada balita

Terlihat gambaran Abduksi kaki dan atau dorsofleksi berkurang atau hilang
disertai timbulnya kembali adduksi serta cavus.

Periksa adanya deformitas dengan memeriksa kaki anak baik saat di pangku
ibunya maupun ketika berjalan. Ketika anak berjalan kearah pemeriksa
perhatikan supinasi kaki. Supinasi ini disebabkan otot tibialis anterior jauh
lebih kuat dari otot peroneal yang lemah [1]. Saat anak berjalan menjauhi
pemer- iksa perhatikan varus dari tumit anak [2].

Sambil duduk dipangkuan, periksalah range of motion ankle dan berkurangnya


dorsofleksi pasif. Periksa ROM subtalar dan midtarsal joint. Bila sendi-sendi
ini tidak dapat bergerak bebas itu berarti tanda adanya relaps.

Penyebab Relaps
Penyebab tersering dari relaps adalah program bracing yang tidak berjalan
baik. Morcuende menemukan relaps hanya 6% pada keluarga yang taat dan

37
lebih dari 80% pada keluarga yang tidak taat. Jika relaps muncul pada anak
bayi yang masih memakai brace maka penyebabnya adalah
ketidakseimbangan otot kaki yang dapat menyebabkan kekakuan dan relaps.

Jenis-jenis Relaps
o Relaps equinus
Timbulnya kembali equinus dapat menyulitkan terapi. Tampaknya
tibia tumbuh lebih cepat daripada tendo gastrosoleus. Ototnya atrofik,
tendonya tampak panjang dan fibrotik [1].
Perbaiki dengan serial long-leg cast dengan kaki abduksi dan lutut
fleksi. Lanjutkan penggantian gips tiap minggu hingga ankle dapat
didor- sofleksikan 10 derajat. Bila hal ini tidak dapat dilakukan setelah
4-5 gips pada anak dibawah 4 tahun, ulangi tenotomi Achilles
perkutan. Bila equi- nus telah terkoreksi lanjutkan dengan nighttime
bracing.
o Relaps varus
Relaps varus lebih sering ditemui daripada relaps equinus. Relaps ini
dapat dilihat pada waktu anak berdiri [2] dan harus ditangani dengan
pengegipan ulang pada anak-anak berumur 12-24 bulan dan diikuti
dengan program bracing yang ketat.
o Supinasi dinamik
Supinasi dinamik pada anak usia 3-4 tahun dapat dikoreksi dengan
anterior tibialis tendon transfer [3]. Tindakan ini hanya efektif bila
supinasi bersifat dinamik tidak fixed. Tunda operasi sampai anak
berumur 30 bulan dimana pada saat itu cuneiforme lateral telah
mengalami ossifikasi. Dalam keadaan normal, setelah transfer tidak
diperlukan bracing.

Kesimpulan: Relaps yang terjadi setelah terapi dengan metode ponseti,


lebih mudah ditangani daripada relaps yang terjadi setelah pembedahan
posteromedial release.

38
Transfer Tendon Tibialis Anterior
o Indikasi
Transfer dilakukan jika anak telah berusia lebih dari 30 bulan dan mengalami
relaps yang kedua kalinya. Indikasinya adalah varus yang persisten dan
supinasi kaki saat berjalan dan terdapat penebalan kulit disisi lateral telapak
kaki.
o Koreksi deformitas
Sebelum melakukan transfer, pastikan bahwa setiap deformitas yang menetap
telah dikoreksi dengan dua atau tiga gips. Biasanya varus dapat terkoreksi
sedangkan equines mungkin masih ada. Jika kaki mudah didorsofleksi sampai
100 hanya dilakukan tendon transfer saja. Bila tidak maka dilakukan tenotomi
Achilles.
Tindakan dilakukan dibawah anastesi umum, pasien telentang dengan
tourniquet paha. Dilakukan insisi dorsilateral, dipusatkan pada cuneiform
lateral. Lokasinya kira-kira pada proyeksi proksimal metatarsal tiga di depan
caput talus[1]. Insisi dorsomedial dilakukan diatas insersi tendo tibialis

39
anterior[2]. Buka tendo dan potong pada insersinya[3]. Hindari mengiris
terlalu jauh ke distal untuk menghindari cedera pada fisis metatarsal satu.
Membuat anchoring suture dengan benang absorbable ukuran 0.[4] Lakukan
penjahitan yang banyak sepanjang tendo agar dapat difiksasi yang kuat. Tendo
ditransfer secara subkutan ke insisi dorsolateral.[5] Tendo tetap berada
dibawah retinakulum dan tendo ekstensor. Bebaskan jaringan subkutan
sehingga tendo dapat berjalan ke lateral secara langsung. Jika memungkinkan
gunakan x-ray [6]. Perhatikan posisi lubang pada foto x-ray. Jika x-ray tidak
ada, tentukan dengan memperkirakan letak sendi diantara cuneiforme lateral
dengan metatarsal tiga. Dengan mata bor membuat lubang ditengah cuneiform
lateral yang cukup untuk dilalui tendo [7]. Ditiap-tiap ujung anchoring suture
dipasang jarum yang lurus. Masukkan jarum pertama ke dalam lubang.
Dengan jarum pertama masih didalam lubang, masukkan jarum kedua untuk
menghindari tertusuknya benang pertama oleh jarum kedua [8]. Jika perlu
lakukan tenotomi perkutan dengan pisau ukuran no 11 atau 15.

40
Masukan kedua jarum kedalam suatu bantalan dan kemudian kekancing baju.
Kedua jarum harus masuk ke lubang yang berbeda-beda [1]. Dengan kaki
dalam posisi dorsofleksi, tarik tendo kedalam lubang bor [2] dengan menarik
benang fiksasi kemudian diikatkan benang-benang tersebut dengan multiple
knots. Perkuat fiksasi dengan menjahitkan tendo ke periosteum pada tempat
masuknya tendo kedalam cuneiforme dengan menggunakan benang
absorbable yang besar [3]. Suntikkan long-acting local anesthetic ke luka [4]
untuk mengurangi nyeri pasca pembedahan. Dengan atau tanpa penyangga
apapun, posisi kaki harus plantar fleksi netral [5] dan valgus-varus netral.
Tutup luka dengan jahitan subkutan denagn benang absorbable[6]. Perkuat
dengan plester dan kassa serta pasang long leg cast [7]. Kaki tetap pada posisi
abduksi dan dorsofleksi.

41
o Perawatan paska pembedahan
Biasanya pasien di rawat inapkan semalam. Benang akan diserap, lepas
kancing baju dan gips setelah 6 bulan. Anak dapat berjalan dengan kaki
menumpu berat badan sesuai toleransi.
o Bracing dan kontrol
Setelah operasi penderita tidak perlu memakai brace. Periksa pasien 6 bulan
kemudian untuk menilai efek dari transfer tendo. Pada beberapa kasus
diperlukan fisioterapi untuk memulihkan kembali kekuatan dan cara jalan
yang normal.

42
43
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 2 Hari
Agama : Muslim
Alamat : Jln. Sei batu mapan RT 3 mamburungan
No. Rekam Medik : 28 82 78

IDENTITAS KELUARGA PASIEN

Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 34 tahun
Hubungan dg pasien : Ibu kandung
Alamat : Jln. Sei batu mapan RT 3 mamburungan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA

Jumat, 5 Agustus 2017, jam 13.00 WIB


ANAMNESIS (ALLO ANAMNESIS)
Keluhan Utama :
Kaki kanan pasien tampak tidak seperti anak lainnya
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dirawat sehabis melakuan partus normal secara spontan di RSUD tarakan
setelah lahir dandi rawat bersama dengan ibu pasien menemukan perbedaan keadaaan
kaki pasien keadaan kaki pasien supinasi kearah dalam.

44
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu pasien pernah mengalami jatuh di kamar mandi saat umur kandungan 5 bulan

Riwayat Pengobatan :-
-
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan
Perawatan antenatal :
o Dilakukan di Puskesmas setiap bulan; selama kehamilan tidak
pernah dilakukan pemeriksaan USG;
o Pasien pernah terjatuh di kamar mandi di usia kehamilan 5 bulan.
o Tidak ada riwayat hipertensi dan DM dalam kehamilan.
o Ibu pasien hanya mengonsumsi obat-obatan yang diberikan dari
puskesmas.
Kelahiran
Pasien dilahirkan dengan bantuan bidan secara spontan. Bayi cukup bulan,
sesuai masa kehamilan. Dengan berat badan lahir pasien 2800gr, ibu pasien lupa
panjang badan pasien, pada saat lahir pasien langsung menangis. Ibu pasien
tidak tahu adanya kelainan pada kaki pasien.

Riwayat Imunisasi
Imunisasi sesuai usia .

Riwayat nutrisi
0-2 Hari : ASI ekslusif

Penyakit yang pernah diderita:


-

Riwayat Keluarga
Anak-1 perempuan, usia 4 tahun, lahir secara spontan di bidan, keadaan
sehat tidak ada kelainan
Anak-2 laki-laki, usia 9 bulan, lahir secara spontan di bidan (pasien)

45
Data Keluarga
Ayah : Pernikahan pertama, usia saat menikah 30 tahun; keadaan sehat
Ibu : Pernikahan pertama, usia saat menikah 24 tahun; usia saat
melahirkan anak pertama 26 tahun; usia saat melahirkan pasien
30 tahun; keadaan sehat

PEMERIKSAAN FISIK
KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
o RR : 45 x/menit
o N : 130 x/menit
o t : 36,6 C

Status generalis:
Kulit :
Petekie (-) Purpura (-)
Kepala:
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan
Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat.

Leher:
Dalam batas normal. Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks:
Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas:
Akral hangat + + edem - -
+ + - -

46
Status Lokalis:
Regio Pedis:

Tampak : mid food inversion dan heel varus dextra

ASSESMENT
Congenital Talipes Equino Varus dextra

PLANNING
Diagnostik : Radiologis
Terapetik :
- Metode Ponseti
Casting

Prognosis
o Quo ad vitam : Ad bonam
o Quo ad functionam : Ad bonam
o Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

47
BAB III
KESIMPULAN

Congenital talipes equinovarus, talipes berasal dari bahasa latin dari kata talus
(ankle) dan pes (foot), berarti sebuah kelainan pada kaki (foot) didaerah
ankle/pergelangan. Equinovarus berasal dari kata equino yang berarti kaki kuda, varus
(bengkok kearah medial). Kelainan ini disebut juga clubfoot karena bentuknya
seperti kaki club. Gambaran klinik dari keadaan ini ialah mid foot inversion dan heel
varus. Pasien an. R, berusia 2 hari didiagnosis CTEV (congenital talipes equinovarus)
dextra. Keadaan kaki pasien dalam mid foot inversion dan heel varus. Etiologi yang
menyebabkan terjadinya kelainan kongenital pada pasien ini masih belum diketahui.
Meskipun belum diketahui, keadaan ini sebenarnya dapat dilihat dengan USG selama
kehamilan, namun ibu pasien tidak pernah melakukannya selama kehamilan. Pasien
menjalani program PONSETI untuk memperbaiki penyakitnya ini.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Congenital Talipes equinovarus. [internet] 2013 Available form


http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=5710
2. Clubfoot. [internet] 2013. Available form
http://emedicine.medscape.com/article/1237077-overview#showall
3. Congenital Talipes equinovarus. [internet] 2013 Available form
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc1571059/
4. Salomon Lois. Apleys System of Orthopaedics and Fractures. Edisi 9. India:
Replika Press. 2010.
5. Anonym. Clubfoot deformity [Internet]. 2005 [cited 2008 Jul 5]. Available from:
www.dubaibone.com
6. Hussain S, Gomal J. Turcos posteromedial release for congenital talipes
equinovarus 2007 [Internet]. 2008 [cited 2008 Jul 5]. Available from:
www.gjm.com
7. Staheli, Lynn. Clubfoot : Ponseti Management. 2009. Third edition. GLOBAL
HELP Health Education using Low-cost Publications.
8. Lohan, Iris. Treatment of Congenital Clubfoot Using The Ponseti Method.
Workshop Manual. 2005. Second edition. GLOBAL HELP Health Education
using Low-cost Publications.

49

Anda mungkin juga menyukai