Bab IV Pembahasan
Bab IV Pembahasan
PEMBAHASAN
Pada kasus ini akan dibahas mengenai manajemen airway (jalan napas)
pada pasien dengan tumor subglotis. Pasien yang akan dilakukan anestesi dan
pembedahan dinilai status fisiknya berdasarkan kriteria American Society of
Anestesiologist ( ASA ) sebagai berikut:
Dari penilaian status fisik berdasarkan ASA, maka pasien dalam kasus ini
tergolong dalam ASA klas I karena pasien tanpa gangguan organik, fisiologik
maupun psikiatrik Pada kasus ini, dilakukan teknik general anastesi dengan
intubasi endotrakeal. Berdasarkan kepustakaan, indikasi dari dilakukannya
intubasi trakeal adalah:
23
Sehubungan dengan manajemen jalan nafas, riwayat sebelum intubasi seperti
riwayat anestesi, alergi obat dan penyakit lain dapat menghalangi akses jalan
napas. Pemeriksaan jalan napas melibatkan pemeriksaan keadaan gigi, terutama
gigi ompong dan gigi seri yang menonjol.
Penilaian kesulitan intubasi dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai
berikut :
a. Mallampati Score
Mallampati I : nampak palatum durum, palatum Molle, uvula dan pilar
faring bilateral.
Mallampati II : nampak palatum durum, palatum Molle, uvula
Mallampati III : nampak palatum durum dan palatum Molle
Mallampati IV : nampak hanya palatum durum
Faktor resiko lain yang digunakan untuk memprediksi kesulitan intubasi meliputi :
- Lidah besar
- Gerakan sendi tempro-mandibular terbatas
- Mandibula menonjol
- Gigi ompong
24
- Maksilla atau gigi depan menonjol
- Mobilitas leher terbatas
- Tumor dan kista
- Trauma
- Benda asing jalan napas
- Sindrom kongenital seperti pada klippell-fell
- Penyakit endokrinopaty seperti acromegali, struma,
- Kurangnya keterampilan, pengalam atau terburu-buru
Pada kasus ini, saat dilakukan pemeriksaan pre operasi, didapatkan skoring
mallapati I. Dari pemeriksaan tidak terdapat masalah pada gigi ataupun mulut
yang menjadi penyulit pada pemasangan intubasi. Pada pasien ini, saat dilakukan
intubasi, tidak ditemukan adanya kesulitan.
Manajemen jalan nafas dilakukan dengan intubasi setelah dilakukan
induksi General Anesthesia menggunakan sevofluran. Sevofluran sebagai
anastetik inhalasi. Pemilihan intubasi endotrakheal dimaksudkan sebagai
pemasangan jalan napas secara definitif, Tujuan pemasangan jalan napas defenitif
untuk mempertahankan jalan napas, pemberian ventilasi, oksigensasi dan
pencegahan aspirasi.
Pada endotrakeal intubasi digunakan alat berupa laringoskop dan pipa
endotrakeal ETT memiliki berbagai ukuran dan digunakan ukuran berdasarkan
usia pasien. ETT terbuat dari material silicon PVC. Jenis ETT ada yang dapat
ditekuk dan yang tidak mudah tertekuk( non kinking ). Pada wanita dewasa biasa
digunakan ETT ukuran 7,0 sedangkan pada pria dewasa biasanya 7,5.
Pada pasien ini dilakukan pemasangan intubasi endotrakheal. Intubasi
endotrakheal adalah tindakan memasukkan pipa trachea ke dalam trachea melalui
rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trachea
antara pita suara dan bifurkasio trachea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya
digolongkan sebagai berikut :
Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret
jalan napas, dan lain-lainnya.
25
Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi.
Misalnya, saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,
ventilasi jangka panjang.
Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.
Pada pasien ini indikasi pemasangan intubasi endotrakheal yaitu untuk
menjaga patensi jalan napas, mempermudah ventilasi dan oksigenasi sesuai
dengan referensi yang ada.
Pemasangan Guedel atau yang lebih dikenal dengan Oro-Pharyngeal
Airway yaitu untuk mencegah dan menahan lidah agar tidak jatuh menutup
hipofaring selama dilakukan operasi.
Komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukan intubasi endotrakeal yaitu
sebagai berikut :
a. Komplikasi tindakan laringskop dan intubasi
- Malposisi berupa intbasi esofagus dan endobrokial serta malposisi
laringeal cuff
- Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau
mukosa mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi
retrofaringeal
- Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intrakranial
meningkat
- Malfungsi tuba berupa perforasi cuff
26
- Pasien dalam keadaan sadar.
- Tidak ada insufisiensi nafas
- Tidak ada gangguan sirkulasi ( Tekanan darah stabil )
- Mampu bergerak bila diperintah
- Kekuatan otot telah pulih
- PaO2 diatas 80 mmHg
Pada pasien kasus ini, dilakukan ekstubasi saat pasien telah sadar penuh dan
dan memenuhi syarat ekstubasi diatas.
27