Anda di halaman 1dari 41

1

PERANAN GLUTATHIONE PEROXIDASE SEBAGAI


PENCEGAH TERJADINYA PREEKLAMPSIA

dr. Made Suastika, SpOG

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2014
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Preeklampsia merupakan suatu sindroma spesifik kehamilan berupa

berkurangnya perfusi darah ke organ akibat vasospasme dan aktivitas endotel

yang ditandai dengan adanya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan

setelah 20 minggu atau segera setelah persalinan.1 Penyakit ini mengenai 5-10%

ibu hamil dan merupakan tiga besar penyebab utama kematian ibu hamil di

seluruh dunia, dua diantaranya meliputi perdarahan dan infeksi.2 Preeklampsia

juga sering menyebabkan terjadinya kelahiran prematur dan pertumbuhan janin

terhambat sampai kematian janin. 1,2

Berdasarkan data kematian ibu hamil oleh WHO, di negara berkembang

terdapat 16% kematian ibu hamil disebabkan oleh Preeklampsia. Angka ini

meningkat di atas angka kematian ibu hamil karena perdarahan 13%, aborsi 8%,

dan sepsis 2 %.3. Di negara maju sekitar 0,4% sampai 2,8% seluruh kehamilan

dengan komplikasi preeklampsia.3 Di Indonesia angka kematian ibu hamil akibat

preeklampsia berkisar 3-10% dari kehamilan, dan 30-40% sebagai penyebab

kematian perinatal di indonesia.4 Preeklampsia juga masih merupakan penyebab

kematian nomor dua tertinggi (24%) setelah perdarahan dan infeksi.5

Di RSUP Sanglah Denpasar, penelitian Jaya dan Surya, selama tahun 2004

mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia sebesar 5,83 % dari

seluruh persalinan, dimana preeklampsia ringan didapatkan sebesar 2,46 %,

preeklampsia berat sebesar 2,57 %, dan eklampsia sebesar 0,61 % dimana angka
3

kematian maternal pada preeklampsia dan eklampsia sebesar 0,68 %, sedangkan

angka kematian perinatal pada preeklampsia dan eklampsia sebesar 11,59 %.6

Penelitian lebih lanjut di RSUP Sanglah denpasar selama Januari 2009 sampai

dengan Desember 2010 didapatkan angka hipertensi gestasional sebesar 1,82%,

hipertensi kronik 0,19% preeklampsia ringan 1,36%, preeklampsia berat 4,70%,

superimposed preeklampsia 0,43% dan eklampsia sebesar 0,82%.7

Sampai saat ini penyebab awal preeklampsia masih belum diketahui

dengan jelas, sehingga preeklampsia masih dikenal sebagai the disease of

theories.8 Hipotesis mengenai penyebab preeklampsia yang telah diterima secara

luas oleh para ahli mengenai munculnya sindroma klinis preeklampsia ini salah

satunya adalah teori iskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi

tropoblas ke dalam arteri spirales, sehingga menyebabkan suplai darah

uteroplasenta menjadi terganggu.9 Penurunan perfusi uteroplasenta menyebabkan

terjadinya kelainan iskemia-hipoksia pada plasenta yang berakibat di produksinya

radikal bebas berlebihan dalam sirkulasi maternal. Radikal bebas mempunyai efek

toksik khusus yang akan merusak membran dan seluruh struktur sel pembuluh

darah yang di kenal sebagai disfungsi endothel yang selanjutnya akan berdampak

pada kerusakan target organ vital tubuh dan menimbulkan berbagi sindroma klinis

dari preeklampsia pada tubuh ibu hamil serta mempengaruhi kondisi janin. 1,8,9.

Bersamaan dengan terbentuknya radikal bebas/oksidant, dalam keadaan

normal sistem pertahanan tubuh sebetulnya sudah mampu meredam radikal bebas

atau oksidan yang timbul dengan cara memproduksi antioksidan dalam jumlah

yang memadai. Tetapi apabila keseimbangan tersebut terganggu dimana oksidan


4

atau radikal bebas diproduksi meningkat dalam jumlah yang melebihi kemampuan

tubuh dan produksi antioksidan menurun maka kemungkinan besar akan terjadi

suatu kerusakan biologis sel yang dikenal sebagai keadaan stres oksidatif. Hal ini

terjadi dalam tubuh akibat produksi Reactive oxygen species (ROS) yang

berlebihan maupun akibat defisiensi antioksidan enzimatik dan non-ensimatik.

ROS yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan

menghambat fungsi normal sel.10

Antioksidan secara biologis mempunyai pengertian yang luas yaitu semua

senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan/radikal bebas, termasuk

enzim dan protein pengikat logam. Salah satu antioksidan enzimatik yang penting

di dalam tubuh dalam fungsinya sebagai pertahanan pertama terhadap radikal

bebas adalah GPX1. GPX merupakan enzimatik antioksidan dan selono-enzim

yang berperan penting dalam mengatasi stres oksidatif yang berperan dalam

pathogenesis terjadinya preeklampsia.10

Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui kadar

aktivitas GPX pada ibu hamil dengan preeklampsia menunjukan hasil yang

cenderung menurun. Penelitian oleh Mystri, 2008 melakukan pengukuran level

aktivitas GPX sebagai salah satu pertanda stres oksidatif dimana darah diambil

dari darah vena umbilicalis plasenta pada ibu hamil dengan preeklampsia,

hasilnya didapatkan penurunan kadar dan aktivitas dari GPX yang cukup

signifikan pada ibu hamil dengan preeklampsia di bandingkan dengan ibu hamil

normal.11
5

Di RSUP Sanglah Denpasar, Wiradnyana dan Surya, 2007 melakukan

penelitian dengan membandingkan perbedaan kadar GPX pada ibu hamil dengan

preeklampsia dan ibu hamil normal, dimana hasilnya menunjukan kadar GPX

pada ibu hamil dengan preeklampsia lebih rendah bermakna dibandingkan ibu

hamil normal.12 Rendahnya kadar GPX ini dapat dijadikan sebagai suatu marker

(penanda) terjadinya stres oksidatif yang menyebabkan meningkatkan kejadian

kasus preeklampsia pada ibu hamil.


6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Preeklampsia

Preeklampsia merupakan suatu sindroma klinis penurunan perfusi darah ke

organ akibat vasospasme dan disfungsi endotel yang ditandai dengan adanya

hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan setelah 20 minggu atau segera

setelah persalinan. Proteinuria adalah tanda penting dalam mendiagnosis suatu

preeklampsia. 1.2 Pada mulanya preeklampsia terdiri dari trias yaitu: hipertensi,

proteinuria dan edema.1.2

Hipertensi : tekanan darah sistolik/diastolik : >140/90 mmHg

kenaikan sistolik > 30 mmHg dan kenaikan diastolik 15 mmHg

tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia. 1.2

Proteinuria : terdapat protein dalam urin dengan kadar lebih besar atau

sama dengan 300 mg dalam 24 jam atau lebih besar atau sama

dengan 1 gr/liter atau > 1 + dipstik. 1.2

Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia,

kecuali edema generalisata(edema muka,lengan dan badan). 1.2

Pada saat ini NHBPE (National High Blood Pressure Education Program)

merekomendasikan untuk menghilangkan edema lokal sebagai kriteria diagnostik

pada preeklampsia karena terlalu sering ditemukan pada kehamilan normal

dimana hampir sepertiga wanita hamil timbul edema pada usia kehamilan 38
7

minggu dan tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara edema dan

hipertensi.1,2,4

2.1.1. Faktor risiko preeklampsia

Meningkatnya insidens preeklampsia dapat disebabkan oleh beberapa

faktor yang berhubungan dengan kehamilan, kondisi maternal ibu hamil maupun

resiko paternitas dalam perkawinan. Faktor- faktor resiko yang menyebabkan

meningkatnya insiden preeklampsia ini meliputi: 1,2,13.

1. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan :

a. Kelainan kromosom

b. Hiperplasentosis seperti mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops

fetalis, dan Makrosomia/ bayi besar

c. Primi paterniti

d. Kelainan struktur kongenital

2. Faktor spesifik maternal

a. Primigravida

b. Wanita Nullipara dan Multipara

c. Usia ibu yang ekstrim : usia <20 tahun dan diatas >35 tahun

d. Riwayat preeklampsia/eklampsia pada kehamilan sebelumnya

e. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia

f. Faktor gizi buruk, pekerjaan dan tingkat sosial ekonomi rendah

g. Kondisi medis yang berhubungan dengan kehamilan seperti :

penyakit ginjal, Hipertensi kronis, Diabetes Melitus, Obesitas,

Gangguan Faktor pembekuan darah.


8

3. Faktor spesifik paternal

a. Primipaternitas

b. Patner pria yang kemudian menikahi wanita yang pernah hamil dan

mengalami preeklampsia

Diagnosis preeklampsia terdiri dari preeklampsia ringan dan preeklampsia

berat yang meliputi : 1,2.

Preeklampsia ringan : dengan kriteria minimal meliputi : 1,2.

1. Tekanan darah 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu

2. Proteinuria 300 mg/24 jam atau +1 dipstick

Preeklampsia berat : bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut : 1,2.

1. Tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan

tekanan darah diastolik lebih besar atau sama dengan 110 mmHg

2. Proteinuria lebih besar atau sama dengan 5 gr/24 jam atau lebih besar

atau sama dengan 4 +

3. Oliguria yaitu produksi urine kurang dari 500 ml per 24 jam yang

disertai dengan kenaikan kadar kreatinin plasma

4. Gangguan visus dan serebral

5. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen

6. Edema paru dan sianosis

7. Pertumbuhan janin terhambat

8. Adanya sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzymes, Low

platelet )
9

Untuk mendiagnosis hipertensi dilakukan pemeriksaan klinis dalam

keadaan istirahat selama lebih dari 5 menit dalam posisi duduk di ukur tekanan

darah dengan hasil 140/90 mmHg atau lebih, dengan Korotkoff phase V

digunakan untuk mengukur tekanan diastolik.1,2

2.1.2. Teori Penyebab terjadinya preeklampsia

Penyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas, banyak

teori telah dikemukakan namun tidak satupun teori dianggap mutlak benar,

sehingga preeklampsia disebut sebagai disease of theory (chesley 1978). 1,2

Beberapa teori penyebab preeklampsia yang banyak dianut dan berkembang saat

ini meliputi : teori kelainan vaskularisasi plasenta (invasi abnormal trofoblast)

yang saling berhubungan dengan teori iskemia plasenta, radikal bebas dan

disfungsi endotel. Juga beberapa teori lainnya meliputi teori intoleransi

imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi kardiovaskuler / vaskulopati, teori

inflamasi, teori defisiensi genetik, dan teori defisiensi gizi.1,2

Salah satu teori yang terus berkembang dan terus dilakukan penelitian

sampai saat adalah teori mengenai kelainan vaskularisasi plasenta (invasi

trofoblast) yang berhubungan dengan teori iskemia plasenta, radikal bebas dan

disfungsi endotel sebagai penyebab timbulnya berbagai sindrom klinis pada

preeklampsia.1,2 Pada keadaan hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam

lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut

sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan

sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi lunak dan memudahkan

lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi
10

lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan

resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.

Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga

meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini

dinamakan "remodeling arteri spiralis.1,2

Pada preeklampsia tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot

arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya sehingga lapisan otot arteri spiralis

menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan

mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami

vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", sehingga aliran

darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.1,2

Penurunan perfusi uteroplasenta akan menyebabkan hipoksia, iskemia, reperfusi

dan insufisiensi plasenta, sehingga menghasilkan ROS seperti superoksida (O2),

radikal hidroksil (-OH) dan hidrogen peroksida (H2O2) yang masuk ke sirkulasi

maternal. Oksidan radikal hidroksil bisa merusak membran sel yang mengandung

banyak asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak/lipid peroksidase.

Peningkatan lipid peroksidase akan merusak membran sel, nukleus, protein dan

struktur sel endotel yang mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, yang

dikenal sebagai disfungsi endotel.1,2

Disfungsi endothel ini yang akan menyebabkan timbulnya rangsangan

faktor koagulasi, gangguan metabolisme prostaglandine, agregasi sel-sel trombosit

pada daerah endotel yang mengalami kerusakan, terjadinya perubahan khas pada

sel endotel kapiler glomelurus, meningkatkan permeabilitas kapiler, meningkatkan


11

produksi bahan vasopresor endothelin yang menyebabkan vasokonstriksi

pembuluh darah yang akan merusak target organ vital tubuh dan menimbulkan

berbagai sindroma klinis dari preeklampsia pada tubuh ibu hamil serta

mempengaruhi kondisi janin. 1,2

Dari berbagai teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang

mempelajari tentang pathogenesis preeklampsia terdapat 2 tahapan proses penting

yang berperan dalam terjadinya preeklampsia yaitu :

Tahap I : Kelainan plasentasi

Ini merupakan tahap awal proses terjadinya preeklampsia, dimana terjadi

suatu disfungsi tropoblast plasenta. Plasentasi yang abnormal dalam preeklampsia

menyebabkan terjadinya maladaptasi imun dan implantasi plasenta yang kurang

sempurna, yang menyebabkan terjadinya kegagalan remodeling fisiologis dari

pembuluh darah desidua dan tidak sempurnanya perkembangan vaskularisasi

plasenta.2,15,16

Plasentasi membutuhkan banyak faktor angiogenesis untuk menstabilkan

suplai oksigen dan nutrient pada fetus. Pada preeklampsia terjadi penurunan pada

placental angiogenesis.2,15. Normalnya invasif sitotrofoblas melakukan down

regulate terhadap molekul adhesi yaitu Echaderin dan integrin a6b4 dan aVb6

yang menghambat invasi pada permukaan sel nya dan mengadopsi fenotip dari sel

permukaan dari endotel sehingga melakukan up regulate pada a1b1, aVb3 dan

vaskuler endotelial cadherin yang meningkatkan invasi, proses ini dikenal sebagai

pseudovaskulogenesis. 2,15,16.
12

Pada preeklampsia tidak terjadi pseudovaskulogenesis dimana sel

sitotrofoblas tidak dapat melakukan proses perubahan ini sehingga sel

sitotrofoblas ini tidak dapat melakukan invasi secara sempurna, dan pada akhirnya

invasi pada arteri spiralis ini hanya terbatas pada lapisan desidual saja sedangkan

lapisan muskularis pada arteri spiralis tidak diinvasi oleh sel trofoblas, sehingga

pembuluh darah arteri spiralis pada preeklampsia ini hanya 40% dibandingkan

dengan kehamilan normal, akibatnya terjadi peningkatan resistensi vaskuler uteri

sebelum gejala klinis muncul.15,16. Tahap ini juga dikenal sebagai tahap

asimptomatik, ditandai dengan kelainan perkembangan plasenta selama trimester I

yang akan menimbulkan insufisiensi plasenta dan pelepasan berbagai bahan

plasenta ke sirkulasi matenal. 2,15,16,17,18.

Tahap II : Sindroma maternal

Sindroma ini muncul sebagai akibat klinis dari suatu keadaan disfungsi

endotel dalam vaskularisasi maternal yang menyebabkan gangguan pada target

organ vital dalam tubuh penderita.2,17,19.

Disfungsi endotel ini yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara

produksi vasokonstriktor tromboksan dan vasodilator prostasiklin yang berperan

sebagai faktor penting dalam peningkatan vasokonstriksi plasenta pada

preeklampsia. Pada wanita preeklampsia prostasiklin cenderung menurun dan

sebaliknya tromboksan meningkat lebih banyak bila dibandingkan dengan wanita

normal. Karena prostasiklin merupakan vasodilator dan tromboxane merupakan

vasokonstriktor, kerusakan sel endotel menyebabkan peningkatan tromboksan dan

penurunan prostasiklin akan menyebabkan terjadinya vasospasme pembuluh darah


13

dan peningkatan permeabilitas kapiler, yang menyebabkan peningkatan tekanan

darah selama kehamilan. 2,15,17,19,20.

Akibat klinis dari suatu disfungsi endotel ini akan muncul pada usia

kehamilan diatas 20 minggu berupa sindroma maternal yang ditandai

dengan hipertensi, kerusakan ginjal, proteinuria, eklampsia, HELLP

sindrom dan kerusakan organ lain akibat berkurangnya perfusi vaskuler pada

organ-organ utama yang merupakan dampak dari disfungsi vaskuler maternal

secara keseluruhan.2,15,17,20.

Gambar.2.1. Mekanisme Kegagalan Invasi Trophoblast Dan Plasentasi Pathologis

Pada Preeklampsia.20
14

2.2. Antioksidan Pada Preeklampsia

2.2.1. Antioksidan sebagai mekanisme pertahanan tubuh

Tubuh secara fisiologis akan menghadapi dan mengontrol adanya pro-

oksidan/radikal bebas dan antioksidan secara terus menerus dan berjalan secara

alamiah. Keseimbangan kedua faktor ini di kenal dengan nama redoks potensial

yang bersifat spesifik untuk tiap organ dan lokasi biologis pada tubuh manusia.

Jika terjadi gangguan keseimbangan maka akan menimbulkan efek yang buruk

untuk tubuh. Perubahan keseimbangan kearah peningkatan pro-oksidan dikenal

sebagai stres oksidatif yang akan menyebabkan kerusakan oksidatif. Sedangkan

peningkatan keseimbangan kearah peningkatan kekuatan reduksi antioksidan juga

akan menimbulkan kerusakan yang disebut stres reduktif.10

Gambar. 2.2. Pengaruh Keseimbangan Oksidan Dan Reduktan.10

Sel-sel dalam tubuh yang terpapar stres oksidatif secara terus menerus,

juga akan memiliki berbagai mekanisme pertahanan agar dapat bertahan. Bentuk

pertahanan yang dari tubuh berupa di produksinya antioksidan sebagai mekanisme

pertahanan tubuh melawan stres oksidatif.1


15

2.2.2. Klasifikasi antioksidan

Antioksidan secara biologis mempunyai pengertian yang luas yaitu semua

senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan/radikal bebas, termasuk

enzim dan protein pengikat logam. 32.

Berdasarkan Cara kerja antioksidan dalam meredam efek negatif dari

oksidan dan berdasarkan mekanisme proteksi endogen terhadap radikal bebas

maka antioksidan dapat diklasifikan menjadi 2 kelompok yaitu:1,10,25,32.

1. Antioksidan Enzimatik atau antioksidan pencegah terbentuknya

reaksi rantai oksidan, meliputi : GPX, Katalase, Cat, SOD, G6PD dan

Xanthine oxidase1,10,25,32.

2. Antioksidan Non enzimatik atau antioksidan pemutus reaksi rantai oksidan

digolongkan menjadi Low-Molecular-Weight Antioxidant (LMWA) yang

disintesis sendiri oleh sel, misalnya histidine di-peptides, carnosine, serta

gluthathione, dan indirect-acting LMWA yang didapatkan dari diet sehari

hari misalnya tokoferol, karoten, dan asam askorbat.1,10,25,32.

2.2.3. Mekanisme kerja antioksidan

1. Mekanisme antioksidan enzimatik

- GPX, bekerja mengoksidasi glutathione menjadi Glutathione

disulfide(GSSG) dan pada saat yang bersamaan karena adanya reaksi

redoks, terjadi perubahan hidroperoksida menjadi H2O dan alkohol.25

2. Mekanisme antioksidan non enzimatik.

Antioksidan non enzimatik ada yang larut dalam lemak dan yang

larut dalam air. Beta karoten dan vitamin E adalah antioksidan yang larut
16

dalam lemak sedangkan asam askorbat, asam urat dan glutathione larut

dalam air. Antioksidan non enzimatik bekerja langsung berikatan dengan

radikal bebas sehingga mengurangi reaktifitasnya.10,25

2.3. Glutathione Peroxidase (GPX) Pada Preeklampsia

2.3.1. Glutathione peroxidase

GPX merupakan enzimatik antioksidan dan selono-enzim yang pertama

kali ditemukan pada mamalia yang berfungsi sebagai pertahanan pertama terhadap

adanya spesies oksigen reaktif (ROS).33 Didalam tubuh manusia ditemukan

kadarnya tinggi pada ginjal, liver, darah, berkadar sedang pada eritrosit dan

berkadar rendah pada alveoli dan plasma darah.34 Dalam aktivitasnya sebagai

antioksidan enzimatik, GPX memerlukan glutathione yang akan digunakan

sebagai donor substrat untuk mengikat H2O2 maupun ROOH, sehingga dapat

menghasilkan suatu GSSG, unsur air dan bentuk hidroksi dari bahan organik

tersebut.5

Pada Penelitian lebih lanjut dewasa ini ditemukan suatu kandungan

substrat baru lainnya seperti thioredoxin, glutaredoxin, dan protein lain yang juga

dapat dipergunakan oleh GPX dalam aktivitasnya membentuk suatu ikatan

hidrogen peroksida.5,33,34

2.3.2. Jenis-jenis Glutathione peroxidase

Pada manusia, saat ini telah di kenal 8 jenis GPX, mulai dari GPX-1

sampai GPX-8. Sebagian besar merupakan selono protein dimana hampir setiap

kelompok ini membutuhkan selenium untuk melakukan katalisa GPX yang


17

ditandai dengan adanya ikatan selenosistein yang kuat pada sisi aktifnya dan dapat

mereduksi hidrogen peroksida organik seperti H2O2 ( meliputi GPX-1, GPX-2,

GPX-3, GPX-4 dan GPX-6) dan kelompok kedua dari GPX adalah yang tidak

tergantung pada selenium dan mungkin terutama terdiri dari Glutathione s

transferase (GST) (meliputi GPX-5, GPX-7, dan GPX-8) dimana tempat aktif

residu selenocysteine diganti dengan cysteine.34,35,36,37.

1. Glutathione peroxidase 1.

Awalnya dikenal sebagai enzim eritrosit yang secara spesifik mereduksi

H2O2 oleh glutathione, saat ini diketahui bahwa enzim ini dapat mereduksi

berbagai macam ROOH termasuk hidroperoksida lipid. Namun sebelum bereaksi

dengan GPX-1, hidroperoksida lipid harus terlarut terlebih dahulu dengan cara

bereaksi dengan phospholipase A2. 34,35,36,37

2. Glutathione peroxidase 2.

Dikenal sebagai GPX gastrointestinal, diekspresikan pada seluruh saluran

pencernaan, termasuk epitel squamous esophagus, juga terdeteksi dihati, tapi tidak

ditemukan di jantung dan ginjal. Ekspresinya tinggi pada dasar kripta usus kecil

dan kolon dimana terdapat proliferasi stem sel, semakin ke permukaan villi

kosentrasinya semakin menurun. Perbedaan konsentrasi ini diperkirakan untuk

mengatur apoptosis fisiologis yang dipicu H2O2. 34,35,36,37

3. Glutathione peroxidase 3.

Merupakan enzim ekstraseluler yang terutama disintesis oleh tubulus

proximal ginjal. Enzim ini dapat ditemukan pada cairan ekstraseluler, seperti

plasma darah, cairan bola mata, lumen koloid tiroid, maupun cairan amnion.
18

Dalam bentuk transkripsi juga terdeteksi pada saluran tuba falopii. GPX-3 juga

mampu mereduksi Phosphatidylcholine hydroperoxida (PC-OOH) dengan

kecepatan konstan, namun dua kali lebih lambat daripada kemampuan GPX-4.

Sebagai substrat donor, GPX-3 juga bekerja menggunakan glutathione, namun

dengan kecepatan yang rendah dalam mereduksi hidroperoxidase. 34,35,36,37

4. Glutathione peroxidase 4.

Merupakan satu-satunya enzim antioksidan yang secara langsung

mereduksi fosfolipid hidroperoksida diantara membran dan lipoprotein. Jika GPX

1,2,3 berupa homotetramer, GPX-4 ini berupa monomer, sehingga mempermudah

reaksi dengan lipid. GPX 4 dapat ditemukan pada sitosol nukleus, dan

mitokondria. 34,35,36,37

5. Glutathione peroxidase 5.

Dikenal dengan nama epididimal secretory glutathione peroxidase , yang

ditemukan pada jaringan epididimis. Fungsinya untuk melindungi ensim dari

kerusakan oksidatif pada membran lipid sperma. 34,35,36,37

6. Glutathione peroxidase 6,7,8.

Fungsi dari GPX-6, GPX-7, GPX-8 sampai saat ini belum diketahui.

Ekspresi GPX-6 atau yang dikenal dengan olfactory glutathione peroxidase dapat

ditemukan pada epitel olfaktorius dewasa dan jaringan embrio. Sedangkan GPX-7

dan GPX-8 belum jelas dan hanya pada bebarapa jaringan tubuh tertentu. 34,35,36,37
19

GPX 1 GPX 2 GPX 3 GPX 4

GPX 5 GPX 6 GPX 7 GPX 8


Gambar 2.3. Struktur Molekul Kristal GPX.38

2.3.3. Peranan Glutathione peroxidase sebagai pencegah terjadinya

preeklampsia

Stres oksidatif yang merupakan penyebab terjadinya preeklampsia

merupakan konsekuensi dari peningkatan ROS dan penurunan mekanisme

pertahanan antioksidan dimana salah satunya penurunan kadar aktivitas GPX.

Pertahanan pertama terhadap adanya radikal bebas dan reaktif spesies oksigen

(ROS) dilakukan oleh GPX sebagai antioksidan enzimatik dengan cara mereduksi

hidroperoksida organik (ROOH) atau hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O

dan Glutathione disulfida (GSSG) melalui proses oksidasi glutathione.21

Dalam mereduksi hydrogen peroksidase atau peroksida yang lain,

glutathione peroksida menggunakan elektron yang didapat dari oksidasi

glutathione kedalam bentuk disulfidanya.10 Pada awal proses plasentasi, dengan

adanya GPX, glutathione tereduksi bereaksi dengan H2O2, atau ROOH,

membentuk GSSG dan H2O yang bekerja melawan radikal bebas dengan
20

mereduksi pembentukan hidrogen peroksida dan lipid peroksida serta peroksinitrit

sehingga membantu proses plasentasi berjalan dengan baik dan terhindar dari

keadaan stres oksidafif pada plasenta yang berperan penting menimbulkan

gangguan fungsi dan kerusakan struktur endotel pembuluh darah yang

menyebabkan terjadinya preeklampsia. 10

Gambar.2.4. Pathogenesis Peranan Antioksidan Pada Stres Oksidatif Penyebab

Preeklampsia.3

Pada awal kehamilan, dimulai dengan pembentukan sistem vaskular

uteroplasenta yang dimulai dari invasi desidua maternal oleh extravillous

cytotrophoblast yang terdiri dari 2 proses berkesinambungan yang mempengaruhi

keberhasilan suatu kehamilan. Proses awal dimana extravillous cytotrophoblast

menutupi dinding luar kapiler tropoblast dan arteri spiralis cabang intra-

endometrium, sehingga membentuk pelindung pada pembuluh darah tersebut.3

Sumbatan ini berfungsi sebagai filter yang memperbolehkan plasma untuk


21

berdifusi ke arah IVS. Proses invasi ini terjadi pada usia kehamilan sekitar

minggu ke 5 hingga 8. Aliran ini ditambah dengan sekresi kelenjar uteri yang

dilepaskan ke dalam IVS akan berkesinambungan hingga sekitar usia kehamilan


39,42
10 minggu . Pada minggu ke 8 hingga ke 12, sumbatan ini akan terlepas

perlahan-lahan. Kemudian terjadi proses invasi tropoblast yang kedua terhadap

arteri spiralis intramiometrial (pada minggu ke 13 hingga 18) 3,39.42

Terputusnya aliran darah yang terus menerus dalam IVS yang terjadi pada

usia kehamilan 8-12 minggu akan menghasilkan peningkatan tekanan oksigen dan

keadaan stres oksidatif yang bersifat sementara. Jika tidak terjadi mekanisme

pertahanan antioksidan yang tepat serta didukung oleh keadaan stres kimiawi

maka akan menimbulkan degenerasi trophoblas yang menyebabkan maladaptasi

invasi trophoblast yang selanjutnya menyebabkan gangguan sirkulasi plasenta

menjadi berkurang selanjutnya menimbulkan stres oksidatif plasenta kronis yang

pada akhirnya menyebabkan disfungsi endotel pada sirkulasi sitemik

maternal.3,21,40.Karena itu keadaan stres kimia akibat gangguan metabolik,

kelainan sistemik medis, serta faktor lingkungan dari luar juga mempengaruhi

timbulnya keadaan stres oksidatif pada plasenta, begitu juga faktor antioksidan

baik dari nutrisi eksogen maupun langsung dari genetik turut berpengaruh

terhadap timbulnya stres oksidatif pada plasenta. Rendahnya respon antioksidan

seperti GPX pada stimulus antioksidan dapat menyebabkan stres oksidatif

sehingga terjadi degenerasi trophoblast dan kemungkinan terjadi kegagalan invasi

trofoblast dan rendahnya remodeling arteri spiralis. Sebaliknya tingginya respon

antioksidan GPX sebagai mekanisme pertahan tubuh akan mencegah terjadinya


22

suatu kerusakan sel dan jaringan yang di timbulkan oleh unsur radikal bebas

seperti hidrogen peroksida, lipid peroksida serta peroksinitrit sebagai penyebab

stres oksidatif yang berperan besar dalam menimbulkan sindroma klinis

preeklampsia. Dengan demikian GPX berperan penting untuk menjaga plasentasi

yang normal dan mencegah terjadinya suatu keadaan stres oksidatif sehingga

berkelanjutan pada suatu kehamilan yang normal dan mencegah timbulnya

berbagai sindroma klinis dari preeklamsia 3,10,21,40.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui kadar GPX

pada ibu hamil dengan preeklampsia menunjukan kadar GPX cenderung menurun.

Maarten dkk. 2001, menghitung perbedaan kadar GPX pada wanita hamil normal,

wanita hamil dengan preeklampsia, dan pada wanita hamil dengan HELLP

sindrom, dimana didapatkan kadar GPX pada wanita hamil dengan preeklampsia

lebih rendah dari pada wanita hamil normal, dan kadar GPX pada HELLP

sindrom lebih rendah dari pada wanita hamil dengan preeklampsia.3 Orhan dkk.

2003, menghitung dan membandingkan kadar GPX pada wanita hamil normal

dengan wanita hamil dengan preeklampsia, dimana hasilnya didapatkan kadar

GPX 2 kali lebih rendah pada wanita hamil dengan preeklampsia dibandingkan

dengan wanita hamil normal.41

Penelitian yang di lakukan Mystri. 2008, dilakukan pengukuran level

aktivitas GPX sebagai salah satu pertanda stres oksidatif dari darah ibu dan vena

umbilicalis plasenta pada ibu hamil dengan preeklampsia, hasilnya didapatkan

penurunan kadar dan aktivitas dari GPX yang cukup signifikan pada ibu hamil

dengan preeklampsia di bandingkan dengan ibu hamil normal.11


23

Di RSUP Sanglah Denpasar, Wiradnyana dan Surya, 2007 melakukan

penelitian dengan membandingkan perbedaan kadar GPX pada ibu hamil dengan

preeklampsia dan ibu hamil normal, dimana hasilnya menunjukan penurunan

kadar GPX yang bermakna pada ibu hamil dengan preeklampsia dibandingkan ibu

hamil normal.12

Dari berbagi hasil penelitian diatas yang menunjukan adanya penurunan

kadar aktivitas GPX pada pasien preeklampsia, maka pemeriksaan kadar GPX

dapat digunakan sebagai indikator dan marker (penanda) yang dapat memprediksi

terjadinya stres oksidatif yang merupakan penyebab preeklampsia. Selanjutnya

dengan diketahui kadar GPX secara dini pada ibu hamil, maka memungkinkan

kita untuk dapat melakukan pencegahan terjadinya stres oksidatif penyebab

preeklampsia. Sebagai salah satu upaya untuk pencegahannya dengan

mempertimbangkan pemberian konsumsi suplemen GPX sebagai terapi

pencegahan pasien ibu hamil dengan preeklampsia, sehingga diharapkan dapat

berguna untuk mencegah terjadinya ketidak seimbangan status oksidan dan

antioksidan, dan terhindar dari stres oksidatif serta disfungsi endothel sebagai

penyebab terjadinya preeklampsia.

2.4. Radikal Bebas Dan Stres Oksidatif Pada Preeklampsia

Efek berbahaya dari radikal bebas yang menyebabkan kerusakan biologis

di kenal dengan nama stres oksidatif. Hal ini terjadi dalam tubuh akibat produksi

ROS yang berlebihan maupun akibat defisiensi antioksidan enzimatik dan non-

ensimatik. Stres oksidatif terjadi akibat reaksi metabolik yang menggunakan


24

oksigen dan menunjukan gangguan keseimbangan status reaksi oksidan dan

antioksidan pada tubuh manusia. ROS yang berlebihan akan merusak lipid seluler,

protein maupun DNA dan menghambat fungsi normal sel.10

2.4.1. Radikal bebas dan ROS

Radikal bebas adalah setiap unsur yang mempunyai satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan di orbit paling luar. Radikal bebas ini dapat

bermuatan positif, negatif atau netral. 21,22

Radikal bebas mempunyai dua sifat penting:

1. Sangat reaktif dan cenderung bereaksi dengan molekul lain untuk mencari

pasangan elektronnya sehingga bentuknya lebih stabil.

2. Dapat mengubah molekul menjadi radikal. 21,22

Efek kerja dari radikal bebas sangat efektif pada protein, asam lemak tak

jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA sehingga mampu menyebabkan kerusakan

seluler. Selain itu radikal bebas juga menginisiasi reaksi autokatalitik yang

semakin memperbanyak rantai kerusakan pada sel dan jaringan. 21,22

Terdapat 2 radikal bebas yang utama, yaitu ROS (Reactive Oxygen

Species) dan RNS (Reactive Nitrogen Species).22

Radikal bebas yang paling penting di dalam tubuh adalah radikal yang

berasal dari oksigen yang disebut ROS. ROS adalah senyawa pengoksidasi

turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif yang diklasifikasikan menjadi dua

kelompok yang meliputi kelompok radikal dan kelompok non radikal. 10,23

Kelompok radikal oksigen : Oksigen(Bi-radikal)(O2..), Ion Superoksida(O2.),

Hidroksil(OH.), Peroksil(ROO.), Alkoksil(RO.), Nitritoksida (NO.)


25

Sedangkan kelompok Non-radikal oksigen : Hidrogen Peroksida (H2O2),

Peroksida Organik (ROOH), Asam Hipoklorit (HOCL), Ozon(O3), Aldehid

(HCOR), Singlet oxygen (1O2), Peroksinitrit (ONOOH).10,23

Molekul oksigen reaktif termasuk radikal bebas, pada keadaan normal

dibentuk secara berkesinambungan sebagai hasil sampingan proses metabolisme

selular yang akan berperan penting dalam proses timbulnya suatu keadaan stres

oksidatif di dalam tubuh manusia yang nantinya akan dapat menyebabkan

berbagai gangguan fungsi sel dan organ tubuh manusia.24,25.

Unsur radikal bebas penting yang dihasilkan adalah anion superoksida

(O2-) dan radikal hidroksil (OH-) yang mempunyai efek toksik khusus pada

membran sel endothel pembuluh darah. Juga unsur radikal bebas seperti H2O2

dapat menyebabkan kerusakan sel pada konsentrasi yang rendah karena mudah

larut dalam air dan mudah melakukan penetrasi ke dalam membran biologis. Efek

langsung H2O2 seperti pada degradasi protein Haem, pelepasan besi, inaktivasi

enzim, oksidasi DNA, lipid, dan degradasi asam keto. 10

Unsur-unsur radikal bebas ini akan merusak membran sel yang banyak

mengandung asam lemak tidak jenuh dan merubahnya menjadi peroksida

lemak/lipid peroxidase, juga merusak nucleus dan memodifikasi DNA serta

merusak protein sel. Radikal bebas menghasilkan produk primer reaktif lipid

peroksidase, dan lipid hidroperoksidase dengan cara menyerang polyunsaturated

fatty acids atau kolesterol dalam membran atau lipoprotein serta melalui proses

siklooksigenase atau lipoksigenase.25 Lipid peroksidase yang tidak terkontrol

dapat mengakibatkan disfungsi sel dan kerusakan sel yang selanjutnya memiliki
26

peranan besar menyebabkan disfungsi endotel yang menimbulkan sindroma

preeklampsia.24,25.

Radikal bebas juga di hasilkan selama proses fisiologis normal, namun

pelepasannya meningkat pada keadaan iskemia, keadaan reperfusi dan saat terjadi

reaksi imun. Radikal bebas oksigen atau Reaktif Oksigen Spesies (ROS)

merupakan produk normal dari metabolisme seluler. ROS memiliki efek

menguntungkan dan efek merugikan. 24,25 Efek menguntungkan ROS terjadi pada

konsentrasi rendah hingga sedang, merupakan proses fisiologis dalam respon

seluler terhadap bahan bahan yang merugikan, seperti dalam pertahanan diri

terhadap infeksi, dalam sejumlah fungsi sistem sinyal seluler dan induksi respon

mitogenik sedangkan efek merugikan ROS terjadi pada konsentrasi tinggi yang

menyebabkan gangguan reaksi metabolik yang menggunakan oksigen yang akan

merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan menghambat fungsi normal sel

dan menunjukkan gangguan keseimbangan status reaksi oksidan dan antioksidan

pada tubuh yang dikenal dengan keadaan stres oksidatif.26

2.4.2. Stres oksidatif

Stres oksidatif merupakan suatu keadaan kerusakan biologis tubuh yang

disebabkan oleh radikal bebas. 3 Stres oksidatif muncul bila pembentukan radikal

bebas (yaitu bahan reaktif dengan satu atau lebih elektron tidak berpasangan)

melebihi kapasitas pertahanan antioksidan, sehingga terjadi ketidakseimbangan

status reaksi oksidan dan antioksidan, dimana terjadi produksi oksidan ROS yang

berlebihan dan defisiensi antioksidan enzimatik dan antioksidan non-enzimatik.3


27

Defisiensi antioksidan dapat disebabkan oleh tiga mekanisme utama.3 :

1. Malnutrisi yang menyebabkan intake yang tidak adekuat pada nutrien

antioksidan yang esensial.

2. Beberapa obat yang dikonjugasi dengan glutathione pada waktu

pembuatannya dengan tujuan ekskresi dari tubuh dapat menyebabkan

penurunan kadar glutathione dalam tubuh.

3. Mutasi gen dapat menyebabkan efek buruk pada sistem antioksidan

dan menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan tersebut.

Meningkatnya oksidan dan senyawa oksigen reaktif yang sering menyebabkan

stres oksidatif dalam tubuh, meliputi 3 :

1. Meningkatnya konsentrasi O2 dapat menyebabkan peningkatan

pembentukan senyawa oksigen reaktif seperti H2O2 dan OH.

2. Meningkatnya enzim sitokrom p450 mempunyai peran penting dalam

detoksifikasi toksin di dalam tubuh, dimana produk sampingan enzim

sitokrom p450 adalah radikal bebas yang mana bisa menimbulkan

kerusakan melebihi toksin aslinya dan menyebabkan stres oksidatif.

3. Aktivitas fagositosis sel merupakan penyebab penting terjadinya stres

oksidatif. Aktivitas fagositosis menghasilkan banyak senyawa reaktif

yang berbeda yang memperberat stres oksidatif dalam jaringan. Proses

ini terjadi pada berbagai penyakit kronis seperti arthritis rheumatik.

4. Paparan secara langsung toksin dari lingkungan sekitar kita juga

berperan dalam terjadinya stres oksidatif. Sebagai contoh merokok

dalam paparan paru - paru terhadap radikal bebas.


28

Secara normal tubuh mempunyai kemampuan untuk menjaga kadar ROS

oleh karena adanya keseimbangan antara produksi ROS dan aktivitas antioksidan.

Apabila produksi ROS ini melebihi kemampuan tubuh untuk melakukan

kompensasi antioksidan maka terjadilah stres oksidatif yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sel. Apabila terdapat keadaan tertentu seperti penyakit

kronik, kebiasaan hidup yang kurang baik (merokok, alkoholik), infeksi, paparan

lingkungan (panas, polusi, radiasi), serta penyakit autoimmun juga dapat

menyebabkan peningkatan ROS yang apabila tidak terkompensasi oleh

mekanisme antioksidan sebagai pertahanan tubuh maka akan menyebabkan

terjadinya stres okidatif.27

2.4.3. Peranan stres oksidatif pada plasenta preeklampsia

Keadaan stres oksidatif bukan hanya penyerta preeklampsia, tapi juga

berkontribusi sebagai etiologi dari gejala-gejala maternal. Bukti-bukti yang

mendukung di antaranya laporan bahwa pada darah maternal dan plasenta terjadi

cedera oksidatif pada lemak, protein, dan DNA, penurunan kapasitas antioksidan

total, serta depresi antioksidan.3 Kehamilan normal merupakan keadaan stres

oksidatif ringan. Terlepas dari adanya sistem antioksidan seperti GPX, SOD dan

CAT, serta kofaktor glutathione dan sistein yang muncul sejak awal kehamilan

yang berperan memodifikasi oksidatif pada kadar rendah yang terjadi di jaringan

plasenta pada kehamilan tanpa komplikasi. Beberapa faktor-faktor maternal juga

menimbulkan peningkatan pembentuk ROS selama kehamilan dimana kehamilan

fisiologis dicirikan dengan peningkatan produksi ROS sementara yang

sebagiannya dinetralkan oleh induksi mekanisme pertahanan antioksidan.3,21,22.


29

Pembentukan radikal bebas meningkat pada awal suatu kehamilan, dimana

mitokondria plasenta merupakan sumber utama produksi ROS, tetapi pada

preeklampsia terjadi peningkatan produksi ROS yang berlebihan. Proses

plasentasi yang abnormal akan berdampak pada timbulnya iskemia plasenta yang

menyebabkan Ischemia reperfusion injury pada plasenta selanjutnya berdampak

pada pembentukan stres oksidatif di plasenta. Stres oksidatif pada plasenta

berperan dalam pathogenesis terjadinya preeklampsia, dan komplikasinya pada

bayi berupa intrauterine growth restriction (IUGR)..3,21,22.

Gambar.2.5. Kegagalan Plasentasi Dan Stres Oksidatif Penyebab

Preeklampsia.3.
30

Mekanisme perkembangan plasentasi pathologis pada awal kehamilan

dengan preeklampsia dimulai dengan terjadi suatu proses invasi trofoblas

superficial dan kegagalan remodeling arteri spiralis pada placental bed kehamilan,

yang menyebabkan plasentasi inadekuat sehingga menyebabkan terjadinya

penurunan oksigenasi plasenta dan menurunnya aliran darah dalam IVS yang

menimbulkan keadaan hipoksik plasenta. 3,20.

Hal ini terjadi pada awal kehamilan 8-12 minggu, dimana sirkulasi aliran darah

maternal plasenta yang menurun menghasilkan peningkatan lokal dari level

oksigen unit fetal plasenta dan menyebabkan timbulnya keadaaan stres oksidatif

akut pada unit fetal plasenta diikuti oleh kegagalan invasi trofoblas dan penurunan

aliran darah IVS yang jika berlangsung dalam waktu yang panjang akan

menyebabkan suatu keadaan hipoksia berulang atau gangguan reoksigenasi

plasenta yang mengakibatkan stres oksidatif pada plasenta dan desidua yang

kronis, dimana keadaan ini akan menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan

menimbulkan sindroma klinis preeklampsia.3,20, 21,28

Penelitian terhadap hubungan antara iskemia plasenta dan aktivasi endotel

maternal masih terus berlanjut, namun telah jelas bahwa keadaan stres oksidatif,

baik di plasenta dan sirkulasi sistemik ibu, merupakan komponen penting dari

pathogenesis preeklampsia. Kemampuan ibu untuk memberikan respon adekuat

terhadap pelepasan molekul pro-oksidan menjadi kunci yang penting. Hal ini

didukung oleh meningkatnya risiko preeklampsia pada wanita yang sebelumnya

telah memiliki penyakit yang berhubungan dengan stres oksidatif, seperti obesitas,
31

hipertensi kronis, diabetes, dimana persediaan antioksidan mungkin tidak adekuat

didalam tubuh sehingga tidak mampu melawan radikal bebas.28

Selain sumber endogen yang meliputi beberapa penyakit metabolik yang

menyerang sistemik tubuh manusia, radikal bebas juga berasal sumber eksogen

yang meliputi radiasi ionisasi, sinar ultraviolet, merokok, serta polusi udara yang

dapat mempengaruhi keseimbangan antioksidan didalam tubuh manusia dan

selanjutnya dapat menimbulkan suatu stres oksidatif yang berakibat pada

kerusakan sel dan organ tubuh. 24

Gambar 2.6. Peranan Stres Oksidatif Pada Preeklampsia.28

Proses untuk mendeteksi mekanisme stres oksidatif pada preeklampsia

terus dilakukan oleh para peneliti. Preeklampsia juga dihubungkan dengan lesi

pathologis yang nyata dari arteriol desidua yang dikenal dengan aterosis akut,

yang secara nyata menyerupai lesi arterosklerosis arteri koronaria, yang keduanya
32

menunjukan nekrosis fibrinoid dinding pembuluh darah, kerusakan endotel,

agregasi platelet, dan akumulasi makrofag yang mengandung lemak. Morfologi

pembuluh darah ini tampak serupa dengan proses arterogenik pada arteri karotis,

dimana low-density lipoprotein (LDL) mengalami peroksidasi lipid.22

Kadar lipid peroksida yang terbentuk saat asam lemak tidak jenuh bereaksi

dengan radikal bebas pada kehamilan normal akan meningkat dibandingkan pada

keadaan tidak hamil. Ini menunjukkan pada keadaan kehamilan normal terjadi

keadaan stres oksidatif ringan. Namun pada preeklampsia terjadi kenaikan kadar

lipid peroksida yang lebih tinggi yang berperan penting pada timbulnya sindroma

preeklampsia itu sendiri.22

Keadaan stres oksidatif dan peningkatan kadar lipid peroksidase berperan

sebagai stimulator enzim siklooksigenase yang menyebabkan ketidakseimbangan

peningkatan tromboksan sebagai vasokonstriktor kuat dan penurunan prostasiklin

sebagai vasodilator kuat sehingga menimbulkan hipertensi pada maternal dan

vasokontriksi uteroplasenta yang menyebabkan terjadinya penurunan perfusi

plasenta dan penurunan aliran darah utero plasenta yang dapat menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat (PJT). Lipid peroksidase juga berperan dalam

peningkatan permeabilitas sel endotel terhadap protein pada sirkulasi sistemik

yang menimbulkan edema dan peningkatan permeabilitas sel endotel pada

glomerulus yang menyebabkan terjadinya proteinuria.22

Selain itu stres oksidatif yang menghasilkan lipid peroksida juga

menyebabkan peningkatkan sintesis tromboksan yang merangsang agregasi

platelet dan perlekatan platelet pada sel endotel dan berperan dalam pembentukan
33

trombin serta penurunan kadar antitrombin III yang memicu pembentukan

trombus. Lipid peroksidase juga berperan mengaktifasi leukosit jangka panjang

dan membentuk O2- serta hidrogen peroksida, yang kemudian diikuti timbulnya

reaksi inflamasi akut berupa peningkatan TNF, IL-1, IL-6, IL-8, IL-10, dan

fibronektin dan reseptor auto antibodi angiotensin II tipe 1 serta TX yang berperan

dalam proses terjadinya disfungsi endotel yang selanjutnya menyebabkan

timbulnya sindroma klinis pada preeklampsia.29,30,31


34

BAB III
RINGKASAN

Pada preeklampsia terjadi penurunan perfusi utero plasenta yang

menyebabkan suatu iskemia-hipoksia plasenta yang akan mengakibatkan

terjadinya stres oksidatif yang selanjutnya menghasilkan ROS yang akan

ditransfer ke sirkulasi maternal. ROS akan menyebabkan terjadinya disfungsi

endotel dan pada akhirnya mengakibatkan kerusakan fungsi organ vital tubuh dan

selanjutnya menimbulkan sindroma klinis preeklampsia.

Pada keadaan stres oksidatif terjadi ketidak seimbangan status reaksi

oksidan dan antioksidan, dimana terjadi produksi ROS yang berlebihan dan

defisiensi antioksidan enzimatik dan antioksidan non-enzimatik. Salah satu

antioksidan enzimatik yang berperan penting pada mekanisme pertahanan tubuh

melawan radikal bebas dalam mencegah terjadinya suatu keadaan stres oksidatif

dan mencegah preeklampsia adalah GPX, dimana kadarnya turun pada keadaan

stres oksidatif tersebut. Secara alamiah tubuh memiliki mekanisme pertahanan

untuk meredam radikal bebas dan mencegah stres oksidatif dengan meningkatkan

aktivitas status antioksidan enzimatik GPX, tetapi hal ini diduga tetap tidak

mampu secara efektif melawan proses radikal bebas yang jumlahnya lebih

banyak, akibatnya kadar GPX terus menurun dalam tubuh. Penurunan kadar GPX

ini berperan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang mengakibatkan

kerusakan pembuluh darah atau disfungsi endotel yang selanjutnya akan

menimbulkan gejala klinis dari sindroma preeklampsia.


35

Oleh karena itu dapat disimpulkan GPX berperan sangat penting dalam

mencegah terjadinya stres oksidatif yang menyebabkan disfungsi endotel

pembuluh darah dan menimbulkan sindroma klinis preeklampsia. Karena peranan

GPX yang penting sebagai pencegahan stres oksidatif yang selanjutnya dapat

mencegah terjadinya preeklampsia, maka perlu pemerikasan kadar GPX pada ibu

hamil yang selanjutnya dapat digunakan sebagai indikator dan marker (penanda)

untuk memprediksi terjadinya stres oksidatif penyebab preeklampsia. Dengan

diketahui suatu kadar GPX pada ibu hamil maka kadar GPX tersebut dapat

dipakai sebagai dasar acuan kita untuk melakukan suatu upaya pencegahannya

stres oksidatif penyebab preeklampsia melalui pertimbangan pemberian konsumsi

suplemen GPX sebagai terapi pencegahan pasien ibu hamil dengan preeklampsia,

sehingga diharapkan dapat berguna untuk mencegah terjadinya ketidak

seimbangan status oksidan dan antioksidan, dan terhindar dari stres oksidatif yang

berakibat terjadinya disfungsi endothel sebagai penyebab terjadinya preeklampsia.

Untuk itu diharapkan perlu dilakukan suatu penelitian lebih lanjut

mengenai manfaat dan efek samping pemberian suplemen GPX pada ibu hamil

dengan preeklampsia, juga kelanjutan penelitian mengenai hubungan spesifik

penurunan kadar GPX dengan meningkatnya resiko terjadi preeklampsia,

sehingga kita bisa dapat secara dini melakukan upaya pencegahan preeklampsia.
36

DAFTAR PUSTAKA

1. Angsar, M.D. Mose, J.C. Hipertensi dalam kehamilan. Dalam Ilmu

Kebidanan. Edisi. 4. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

2010 ; 530-56.

2. Cunningham, F. Leveno, J. K. Bloom, S.L. Hauth, J.C. Rouse, J.D.

Spong,Y.C. Pregnancy Hypertension in : Williams Obstetrics. 23rd. Ed. New

York : McGraw Hill. 2010 ;.706-747

3. Raijmakers, M.T.M , Oxidative Stres and Detoxification in reproduction

with Emphasis on Glutathione and Preeclampsia, University of Nijmegen,

Netherland. 2003. (I) I ; 17-31

4. Roeshadi, R.H. Hipertensi dalam kehamilan dalam Ilmu Kedokteran

Fetomaternal edisi perdana, Surabaya. 2004 ; . 494.

5. Depkes RI. 2001. Survei Kesehatan Rumah Tangga. 2001 Jakarta:

Departement Kesehatan RI.

6. Jaya, O.A. Surya, I. G.P. Profil Penderita Peeklampsia dan Eklampsia di

RSUP Sanglah Denpasar Periode Januari 2002 Desember 2003. Program

Pendidikan Dokter Spesialis I Lab / SMF Obstetri Dan Ginekologi FK

UNUD / RSUP Denpasar. 2004

7. Sutopo H, Surya I.G.P. Characteristics of Patients with Hypertension in

Pregnancy at Sanglah Hospital. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia,

2011 ; 35-3: 97-9


37

8. Biri, A. Kuvutcu, M. Bozkurt, N. Devrim, E. Nurlu, N. Durak, I.

Investigation Of Free Radical Scavenging Enzym Activities and lipid

Peroxidation in Human Placental Tissue with miscarriege. In Journal of the

Society for Gynecologic Investigation. 2006; 13: 384-388

9. Kharb,S. Total Free Radical Trapping Antioxidant Potential in Preeclampsia.

International Journal of Obstetrics and Gynecology. 2000 ; no. 69 : 23 26.

10. Kohen, R. Nyska, A. Oxidation of Biological System: Oxidative Stres

Phenomen, Antioxidants, Redox Reactions, and Methods for Their

Quantification. Toxicology Pathology. 2002 ; 30(6):620-650

11. Mistry, D.H. Wilson,V. Ramsay, M.M. Symonds, E.M . Pipkin, B.F. Reduced

Selenium Concentrations and Glutathione Peroxidase Activity in

Preeclamptic. in : Hypertension. 2008 ; 52 : 881-888

12. Wiradnyana, P.G.A. A. Surya, I.G.P. Perbedaan kadar glutathione peroxidase

(GPX) antara ibu hamil dengan preeklampsia dan ibu hamil normal. Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2007;(IV) : 28-32

13. Wagner, K.L. Diagnosis and Management of Preeclampsia. In : American

Academy of Family Physicians. 2004 ; 70 : 2317-2324.

14. Mabie, W.C, Sibai, B.M. Hypertensive states of pregnancy. In : Current

obstetric&gynecologic : diagnosis&treatment. 9th ed. New York : The Mc

Graw-Hill Companies. 2003; 338-353.

15. Redman, C.W., and Sargent, I..L. Circulating Microparticles in Normal

Pregnancy and Pre-Eclampsia. Plasenta. 2008. ; 29, p 73-77.


38

16. Sing, H. J. Pre-Eclampsia : Is It All in The Plasenta. In. Malaysian Journal of

Medical Sciences. 2006. Vol 16. No. 1: 7-15

17. Hladunewich, M. Karumanchi, S.A. Lafayette, R. Pathophysiology of the

clinical manifestations of preeclampsia. Clin J Am Soc Nephrol

2007 ; 2: 543-549.

18. Sharma, S. Norris, W. Kalkunte, S. Beyond the threshold: an etiological

bridge between hupoxia and immunity in preeclampsia. J. Reprod. Immunol

2010 ; 1914: 1-5.

19. Coskun, A. Ozdemir, O.To Evaluate the Role of Lipid Profile in the

Etiopathogenesis of Mild and Severe Preeclampsia. Perinatal Journal.

2008 ; Vol 16.

20. Serrano, C.N. Imunologic and Genetic of Preeclampsi In : Clinical &

Developmental Immunology. 2006 ; 13(24): 197201

21. Burton, G.J. dan Jauniaux, E. Oxidative Stres. Best Practice & Research

Clinical and Gynaecolog. 2011; 25: 287-299

22. Gupta, S. Agarwal, A. Sharma.K.R. The Role of Placental Oxidative Stres

and Lipid Peroxidation in Preeclampsia. In : Obstetrical and Gynecological

Survey.2005 ; (34) : 1-10

23. Slavic, M. Appiah, I. Nikolic-Kokic, Jones D.R. Spasic, M.B. Milovanovic,

S. Blagojevic, D. The Anti-oxidative Defence System in The Isolated rat

Uterus during Spontaneous Rhytmic Activity. Acta Physiologica Hungarica,

2006 ; 93 (4).pp. 335-339


39

24. Young, I.S. Woodside, J.V. Antioxidants in health and disease. In : J Clin

Pathol. 2001. vol 54 : 176-186.

25. Wibowo. Peran radikal bebas dan antioksidan pada sejumlah penyakit.

Bagian Farmakologi dan terapeutik FK UI, Jakarta. 2001

26. Valko, M. Rhodes, C.J. Moncol, J. Izakovic, M., and Mazur, M. Free

Radicals, Metals and Antioxidant in Oxidative Stres- Induced Cancer,

Chem. Biol. Interact. 2006 ; 160: 1-40

27. Chen J dkk. Serum Antioxidant Vitamins and Blood Pressure in The United

States Population Hypertension American Heart Assciation. vol.2.

2002; 40 : 810 816.

28. Morgan, L. Chappel, S. Searching for genetic clues to the causes of

preeclampsia in Clinical Science. Departement of Clinical Chemystry,

Institue of Genetic, University of Nottingham, Nottingham NG72UH. UK.

2006 ; 110 : 443-458

29. Gilbert, J.S. Ryan, M. Babbette, B. Sedeek, M. Murphy, S. Granger, J.P.

Pathophysiology of hypertension during preeclampsia :linking placental

ischemia with endothelial dysfunction. J Physiol 2008 ; 294 : 541-550.

30. Gupta,S. Agarwal, Sikka, S. The role of free radicals and antioxidants in

reproduction. in : Current Opinion in Obstetrics and Gynecology.

2006 ; 18:325332

31. Toppo, S. Flohe, L. Ursini, F. Vanin, S. Mariorino, M. Catalytic Mechanism

and spesificities of Glutathione Peroxidase in : Varian of A Basic scheme.

Biochimica et Biophysica Acta. 2009 ; 1790 : 1555-1568


40

32. Ruder, E.H. Hartman, T.J. Blumberg, J. Goldman, M.B. Oxidative Stres and

Antioxidant:Exposure and Impact on Female Fertility.Hum Repro Update.

2008 ; 14(4):345-357.

33. Sibai, B.M. Diagnosis, Prevention,and Management of Eclampsia. In

American Journal of Obstetri and Gynecologic. 2005 ; 105:405-410

34. Camelli, E. Baumgatner, A. Anderson, D. Antioxidant and the commet assay.

Mutation research. 2009 ; 681: 51-67

35. Flohe, R.B. Kipp, A. Glutathione Peroxidase in Different Stage of

Carcinogenesis. Biochimica et Biophysuca Acta. 2009 ; 1790 : 1555-1568.

36. Ozkaya, O. Zesik, M. Kaya, H. Serum Malondialdehyde, Erytrocyte

Glutathione Peroxidase and Erytrocyte Superoxide Dismutase Level in

Women with Early Spontaneous Abortion Accompanied by Vaginal

Bleeding. Med si Monit, 2008 ; 14(1):CR 47-51

37. Pappas, A.C. Zoidis, E. Surai, P.F. Zervas, G. Selenoproteins and Maternal

Nutrion. Comparaive Biochemistry and Physiology Part B.

2008 ; 151 : 361-372

38. Cristal structure of Human Gluthathione Peroxidase.

Downloaded .fromhttp://www.thesgc.org/search/site/Glutathione peroxidase

39. Merviel, P., Lourdel, E., Cabry, R., Boulard, V., Brzakowski, M., Demailly,

P., Brasseur, F., Copin, H., Devaux, A. Physiology of Human Embryonic

Implantation : Clinical Incidences. Folia Histochemica Et Cytobiologica,

2009 ; 47:S25-S34.
41

40. Pridjian, G. Puschett, J.B. Preeclampsia, part 1: clinical and pathophysiologic

considerations. In:Obstetrical and gynecological survey. 2002

Vol 57 : 598-618.

41. Shelby, A.M.M. Mansour, A.M. Evaluation of Oxidative Stres and

Antioxidant Status in Diabetic and HypertensiveWomen during Labor in :

Oxidative Medicine and Cellular Longevity. Department of Obstetrics and

Gynecology, College of Medicine, King Saud University. 2012 ; 6:1-6

42. Jauniaux, E., Poston, L., Burton, G.J. Placental-Related Diseases of

Pregnancy : Involvement of Oxidative Stres and Implications in Human

Evolution. Hum Reprod Update, 2006. 12(6):747-55.

Anda mungkin juga menyukai