Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN UMUR IBU DENGAN KEJADIAN BBLR


DI RSU DR. WAHIDIN SUDIRO HUSODO
KOTA MOJOKERTO

Oleh:
DEVI PUTRI
NIM. 201301060

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2017
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berat badan lahir (Birth Weight) adalah berat badan bayi yang tercatat saat

dilahirkan dan untuk pengukuran umum status kesehatan sering menggunakan

presentase bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dengan berat badan lahir

kurang dari 2500 gram (Suseno, 2009). Secara statistik, angka kesakitan dan

kematian pada neonatus di negara berkembang adalah tinggi dengan salah satu

penyebab utama berkaitan dengan BBLR (Rantung, dkk., 2015). Bayi BBLR

sendiri dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, bayi berat lahir rendah (BBLR) berat

lahir 1500-2500 gram, bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR)

berat lahir 1000-1500 gram dan berat badan lahir ekstrim rendah (BBLER) berat

lahir kurang dari 1000 gram (Proverawati, 2010). Salah satu faktor yang

mempengaruhi janin tidak dapat tumbuh kembang secara optimal yang memiliki

dampak untuk bayi mengalami BBLR adalah umur ibu kurang dari 20 tahun atau

lebih dari 35 tahun saat hamil anak pertama (Maulana, 2010).

WHO dan UNICEF (2013) menyatakan bahwa terjadi peningkatan kejadian

BBLR (periode 2009-2013) dari 15,5% menjadi 16% dan sebesar 95,6% dari

jumlah tersebut berada di negara berkembang. Prevalensi BBLR di Indonesia dari

tahun 2007 (11,5%) hingga tahun 2013 (10,2%) terjadi penurunan namun lambat

dalam 7 tahun terakhir (Kemenkes RI, 2014). Namun di provinsi Jawa Timur,
2

terjadi peningkatan angka kejadian BBLR yaitu 10% pada tahun 2010 menjadi

11% pada tahun 2013 (Riskesdas 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rangga S Pamungkas di Wilayah

Kerja Puskesmas Plered, Kabupaten Purwakarta tahun 2014 didapatkan hasil

bahwa usia ibu yang termasuk ke dalam kategori usia tidak berisiko (25-35)

merupakan kelompok yang melahirkan anak yang tidak BBLR sebanyak 80 orang

(90,9%) dari total 88 orang. Ibu yang melahirkan pada usia <20 tahun sebanyak

13 orang melahirkan anak dengan BBLR sebanyak 11 orang (84,6%) dan yang

non BBLR sebanyak 2 orang (15,4%). Ibu yang melahirkan pada usia berisiko

(>35 tahun) sebanyak 8 orang, melahirkan anak dengan BBLR sebanyak 4 orang

(5%) dan non BBLR sebanyak 4 orang (50%). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan

kejadian BBLR. Hasil studi pendahuluan di RSU Dr.Wahidin Sudiro Husodo

Mojokerto pada bulan Juli-November 2016 dari 489 kelahiran didapatkan 52

bayi (10,63 %) dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yang meningkat tiap

bulannya. Jumlah bayi dengan BBLR pada bulan Juli dan Agustus berjumlah 9

bayi, di bulan September berjumlah 10 bayi, sedangkan bulan Oktober dan

November berjumlah 12 bayi. Dari 10 bayi BBLR tersebut, didapatkan ibu yang

berumur <20 tahun sebanyak 2 orang, ibu yang berumur >35 tahun sebanyak 4

orang (Rekam Medis RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto, 2016).

Faktor penyebab terjadinya kelahiran bayi prematuritas yang dapat

mengakibatkan bayi mendapatkan berat lahir rendah antara lain faktor dari ibu

yaitu usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
3

toksemia gravidarum (preeklampsia dan eklampsia), kelainan bentuk uterus,

tumor (misalnya mioma utery dan sistomi), ibu yang menderita penyakit akut

(misalnya tifus abnominalis dan malaria) dan kronis (mislanya TBC), trauma

masa kehamilan (fisik dan psikologis). Faktor janin seperti kehamilan ganda,

hidramnion, ketuban pecah dini, cacat bawaan, infeksi (misalnya rubela, sifilis,

toksoplasmosis), insufisiensi plasenta, dan inkomptibilitas darah ibu dan janin.

Faktor plasenta seperti plasenta previa dan solutio plasenta (Saudah, 2016).

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Demelash, dkk (2015)

tentang Risk factors for low birth weight in Bale zone hospitals, South-East

Ethiopia menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara tidak adanya

tindak lanjut perawatan antenatal, jarak kelahiran 2 tahun, perawakan ibu

pendek, BMI ibu kurang dari 18 kg/m2 dengan berat badan lahir rendah.

Berat badan lahir rendah sendiri berkolerasi dengan usia ibu. Persentase

tertinggi bayi dengan berat badan lahir rendah terdapat pada kelompok remaja

atau wanita berusia kurang dari 20 tahun dan wanita berusia lebih dari 35 tahun.

Pada usia kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi (rahim, vagina, payudara)

belum matang dan belum siap untuk menerima kehamilan (Bartini, 2012). Pada

usia ibu kurang dari 20 tahun seringkali secara emosional dan fisik juga belum

matang, pendidikan pada umumnya rendah, serta yang terpenting belum memiliki

sistem transfer plasenta seefisien wanita dewasa (Mitayani, 2009).

Kondisi fisik ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun juga akan sangat

menentukan proses kelahiran. Hal ini turut mempengaruhi kondisi janin. Pada

proses pembuahan di usia ini, kualitas sel telur perempuan juga telah menurun
4

jika dibandingkan dengan sel telur pada perempuan dengan usia reproduksi sehat

(25-30 tahun) (Asrinah dkk., 2010). Pada usia di atas 35 tahun, fungsi-fungsi

organ rerpoduksi juga mulai menurun, sehingga tidak bagus untuk menjalani

kehamilan (Bartini, 2012). Salah satu efek dari proses degeneratif (penurunan

fungsi organ) adalah sklerosis (penyempitan) pembuluh darah arteri kecil dan

arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata dan

maksimal sehingga dapat mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu ke janin dan

membuat gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (Prawirahardjo, 2008).

Dampak atau permasalahan jangka panjang pada bayi yang lahir dengan

berat badan rendah antara lain gangguan perkembangan, gangguan pertumbuhan,

retinopati karena prematuritas, gangguan pendengaran, penyakit paru kronik,

kenaikan angka kesakitan & sering masuk rumah sakit, serta kenaikan frekuensi

kelainan bawaan. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada bayi BBLR

adalah hipotermi, hipoglikemia, hiperbilirubinemia, Respiratory Distress

Syndrome (RDS), Intracerebral and Intraventricular Haemorrhage (IVH),

Periventricular Leucomalasia (PVL), infeksi bakteri, kesulitan minum, penyakit

paru kronis (chronic lung disease), NEC (Necrotizing Enterocolitis), AOP (Apnea

of Prematurity) terutama terjadi pada bayi 1000 gr, Patent Ductus Arteriosus

(PDA) pada bayi dengan berat <1000 gr, disabilitas mental dan fisik,

keterlambatan perkembangan, CP (Cerebral Palsy), gangguan pendengaran,

gangguan penglihatan seperti ROP (Retinopathy of Prematurity), dan gangguan

belajar (Judarwanto, 2016).


5

Langkah preventif atau pencegahan kasus Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

adalah langkah yang penting. Hal utama yang dapat dilakukan adalah hendaknya

ibu dapat merencanakan kehamilan pada kurun waktu reproduksi sehat (20-35

tahun), dikarenakan umur ibu sangatlah mempengaruhi kesehatan janin yang

dikandungnya maupun kesehatan ibu sendiri. Selain itu, diimbangi dengan

pemanfaatan pelayananan Antenatal Care (ANC) untuk pemeriksaan kehamilan

secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur

kehamilan muda.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang timbul dalam

penelitian ini adalah Apakah Ada Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian BBLR

di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan

Umur Ibu dengan Kejadian BBLR di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota

Mojokerto.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi umur ibu di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota

Mojokerto
6

2. Mengidentifikasi Kejadian BBLR di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo

Kota Mojokerto

3. Menganalisis hubungan umur ibu dengan kejadian BBLR di RSU Dr.

Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan keilmuan di

bidang kesehatan terutama dalam penurunan angka BBLR.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Calon Ibu

Menghindari kehamilan pada usia ibu kurang dari 20 tahun atau

lebih dari 35 tahun.

2. Bagi Rumah Sakit

Dapat dijadikan health education mengenai usia reproduktif yang

aman untuk kehamilan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal dan

masukan pengembangan penelitian selanjutnya tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi kejadian BBLR.


7

BAB 2

TINJAUAN TEORI

Pada bab 2 ini akan membahas tentang konsep berat badan lahir rendah,

umur, kerangka teori, kerangka konsep, dan hipotesis.

2.1 Konsep Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan lahir (Birth Weight) adalah berat badan bayi yang tercatat saat

dilahirkan dan untuk pengukuran umum status kesehatan sering menggunakan

presentase bayi BBLR dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram (Suseno,

2009). Berat badan lahir sendiri meliputi, besar bagi usia gestasi, sesuai bagi usia

gestasi, kecil bagi usia gestasi, berat badan lahir rendah, dan berat badan lahir

sangat rendah (Reeder, dkk., 2011).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan

kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Proverawati, 2010).

Istilah prematuritas telah diganti dengan berat badan lahir rendah (BBLR) karena

terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500

gram, yaitu karena usia kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih

rendah dari semestinya, sekalipun cukup bulan, atau karena kombinasi keduanya

(Manuaba, 2010).

2.1.1 Klasifikasi Bayi Baru Lahir

Klasifikasi bayi baru lahir berdasarkan Bagus (2014):

1. Berat lahir

1) Bayi berat lahir rendah. Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir
<2500 gram tanpa memandang masa gestasi.
8

2) Bayi berat lahir cukup/normal. Bayi yang dilahirkan dengan

berat lahir >2500 4000 gram.

3) Bayi berat lahir lebih. Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir

>4000 gram.

2. Masa gestasi atau umur kehamilan

1) Bayi kurang bulan

Bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi <37 minggu (<259

hari)

2) Bayi cukup bulan

Bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42 minggu (259-

293 hari)

3) Bayi lebih bulan

Bayi dilahirkan dengan masa gestasi >42 minggu (294 hari).

2.1.2 Klasifikasi BBLR

Pengelompokan bayi BBLR menurut harapan hidupnya berdasarkan

(Proverawati, 2010):

1. Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500 2500 gram

2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000 1500 gram

3. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir kurang dari 1000

gram.

Sedangkan menurut Pantiawati (2010), BBLR dapat dikelompokkan

menjadi prematuritas murni dan dismaturitas. Prematuritas murni adalah bayi

dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan
9

berat badan untuk usia kehamilan atau disebut neonatus kurang bulan sesuai

masa kehamilan (NKB-SMK). Dismaturitas adalah bayi dengan berat badan

yang seharusnya untuk usia kehamilannya, biasa disebut dengan bayi kecil untuk

masa kehamilan (KMK).

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR

Ada tida faktor yang menjadi penyebab kelahiran bayi prematuritas

menurut Saudah (2016) yakni:

1. Faktor ibu

1) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35

tahun

2) Toksemia gravidarum, yaitu preeklampsi dan eklampsia

3) Kelainan bentuk uterus (misalnya uterus bikornis, inkompeten serviks)

4) Tumor (misalnya mioma utery, sistoma)

5) Ibu yang menderita penyakit antara lain: akut dengan gejala panas

tinggi (misalnya tifus abdominalis, malaria) dan kronis (mislanya

TBC, penyakit jantung, glomerulonefritis kronis)

6) Trauma pada masa kehamilan antara lain : fisik (misalnya jatuh) dan

psikologis (misalnya stres)

2. Faktor janin

1) Kehamilan ganda

2) Hidramnion

3) Ketuban pecah dini

4) Cacat bawaan
10

5) Infeksi (misalnya rubela, sifilis, toksoplasmosis)

6) Insufisiensi plasenta

7) Inkomptibilitas darah ibu dan janin (faktor Rhesus, golongan darah A,

B dan O)

3. Faktor plasenta

1) Plasenta previa

2) Solutio plasenta

Berdasarkan tipe BBLR, penyebab terjadinya bayi BBLR menurut

Proverawati (2010) dapat digolongkan sebagai berikut:

1. BBLR tipe KMK, disebabkan oleh:

1) Ibu hamil yang kekurangan nutrisi

2) Ibu memiliki hipertensi, preeklampsia, atau anemia

3) Kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu

4) Malaria kronik, penyakit kronik

5) Ibu hamil merokok

2. BBLR tipe prematur, disebabkan oleh:

1) Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, kehamilan

kembar

2) Pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya

3) Cervical imcompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu

menahan berat bayi dalam rahim)

4) Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage)

5) Ibu hamil yang sedang sakit


11

6) Kebanyakan tidak diketahui penyebabnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Demelash dkk (2015) tentang Risk factors

for low birth weight in Bale zone hospitals, South-East Ethiopia menunjukkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara sosial-ekonomi, ibu dan faktor

lingkungan rumah tangga dengan berat badan lahir di rumah sakit zona Bale.

Faktor sosial ekonomi, pendidikan formal yang rendah, penduduk di daerah

pedesaan, usia ibu kurang dari 20 saat melahirkan dan memiliki pendapatan

bulanan kurang dari 26 $ diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk berat badan

lahir rendah. Selain itu, tidak adanya tindak lanjut perawatan antenatal, jarak

kelahiran 2 tahun, perawakan ibu pendek, BMI ibu kurang dari 18 kg / m 2

diidentifikasi sebagai faktor yang positif berhubungan dengan berat badan lahir

rendah (Demelash dkk., 2015).

2.1.4 Tanda-tanda BBLR

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada bayi dengan berat badan lahir

rendah menurut Mitayani (2009) adalah sebagai berikut:

1. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram

2. Panjang badan sama kurang dari 45 cm

3. Lingkar kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada sama kurang dari 30 cm

4. Masa gestasi kurang dari 37 minggu

5. Kepala lebih besar dari tubuh

6. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit

7. Osifikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar

8. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia mayora


12

9. Tulang rawan dan daun telinga belum cukup, sehingga elastisitas belum

sempurna

10. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernapasan belum teratur, dan

sering mendapat serangan apnea

11. Bayi yang lebih banyak tidur daripada bangun, refleks mengisap dan

menelan belum sempurna.

Manifestasi bayi berat lahir rendah dilihat dari tingkat stadium berdasarkan

Mitayani (2009):

1. Stadium I. Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulit longgar, kering

seperti permen karet, namun belum terdapat noda mekonium.

2. Stadium II. Bila didapatkan tanda-tanda stadium I ditambah warna

kehijauan pada kulit, plasenta, dan umbilikus hal ini disebabkan oleh

mekonium yang tercampur dalam amnion kemudian mengendap ke dalam

kulit, umbilikus dan plasenta sebagai akibat anoksia intrauterus.

3. Stadium III. Ditemukan tanda stadium II ditambah kulit berwarna kuning,

demikian pula kuku dan tali pusat.

2.1.5 Resiko Permasalahan pada BBLR

Resiko permasalahan pada BBLR menurut Proverawati (2010):

1. Gangguan Metabolik

1) Hipotermia

Terjadi karena hanya sedikitnya lemak tubuh dan sistem

pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang.


13

Metode kanguru dengan kontak kulit dengan kulit membantu

mempertahankan BBLR tetap hangat.

2) Hipoglikemia
Gula darah berfungsi sebagai makanan otak dan membawa

oksigen ke otak. Jika asupan glukosa ini kurang, akibatnya sel-sel

syaraf di otak mati dan memengaruhi kecerdasan bayi kelak.

BBLR membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir dan

minum sangat sering (setiap 2 jam) pada minggu pertama.

3) Hiperglikemia

Hiperglikemia sering merupakan masalah pada bayi yang sangat

amat prematur yang mendapat cairan glukosa berlebihan secara

intravena tetapi mungkin juga terjadi pada bayi BBLR lainnya.

4) Masalah Pemberian ASI

Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh

bayi dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah, lambungnya kecil

dan tidak dapat mengisap. Bayi dengan BBLR sering

mendapatkan ASI dengan bantuan, membutuhkan pemberian ASI

dalam jumlah lebih sedikit tetapi sering. Bayi BBLR dengan

kehamilan 35 minggu dan berat lahir 2000 gram umumnya

bisa langsung menetek.

2. Gangguan Imunitas

1) Gangguan Imunologik

Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya

kadar Ig G, maupun gamma globulin. Bayi prematur belum


14

sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi

terhadap infeksi belum baik. Keluarga dan tenaga kesehatan yang

merawat bayi BBLR harus melakukan tindakan pencegahan

infeksi antara lain dengan mencuci tangan dengan baik.

2) Kejang Saat Dilahirkan

Biasanya bayi akan dipantau dalam 1x24 jam untuk dicari

penyebabnya. Misal apakah karena infeksi sebelum lahir

(prenatal), perdarahan intrakrania, atau karena vitamin B6 yang

dikonsumsi ibu. Selain itu, bayi akan dijaga jalan nafasnya agar

tetap dalam kondisi bebas. Bila perlu diberikan obat anti kejang,

contohnya: diazepam.

3) Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi)

Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput lender dan

berbagai jaringan oleh zat warna empedu. Ikterus dibagi menjadi

2 (dua) golongan, yaitu ikterus patologis dan ikterus fisiologis.

3. Gangguan Pernafasan

1) Sindroma gangguan pernafasan

Sindroma gangguan pernafasan pada bayi BBLR adalah

perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau tidak

adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru. Secara garis besar,

penyebab sesak napas pada neonatus dapat dibagi menjadi 2

(dua), yaitu kelainan medik: HMD, sindroma aspirasi meconium,


15

pneumonia atau kasus bedah choana atresia, fistula trachea

oesophagus, empisema lobaris kongenital.

2) Asfiksia

Bayi BBLR bisa kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya

berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga

mengalami asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan kecepatan

dan keterampilan resusitasi.

3) Apneu Periodik (henti napas)

Kerap terjadi pada bayi BBLR karena prematuritas. Organ paru-

paru dan susunan saraf pusat yang belum sempurna

mengakibatkan kadang-kadang bayi berhenti bernafas.

4) Paru Belum Berkembang

Sehingga menyebabkan bayi sesak nafas (asfiksia). Bayi BBLR

bisa kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak pada

proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga mengalami

asfiksia lahir.

5) Retrolental Fibroplasia

Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur dimana disebabkan

oleh gangguan oksigen yang berlebihan.

4. Gangguan Sistem Peredaran Darah

1) Masalah Perdarahan

Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkan karena

kekurangan faktor pembekuan darah abnormal atau menurun,


16

gangguan trombosit, misalnya trombositopenia, trombositopati

dan gangguan pembuluh darah.

2) Anemia

Anemia fisiologik pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi

eritropoesis pasca lahir, persediaan besi yang sedikit, serta

bertambah besarnya volume darah sebagai akibat pertumbuhan

yang relatif lebih cepat.

3) Gangguan Jantung

Gangguan jantung yang dapat terjadi yaitu Patent Ductus

Arteriosus (PDA) dan defek septum ventrikel.

4) Gangguan Pada Otak

Gangguan pada otak diantaranya adalah Intraventricular

Hemorrhage dan Preventricular Leukomalacia (PVL).

5) Bayi BBLR dengan Ikterus

Perubahan warna kuning pada kulit, membran mukosa, sklera dan

organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di

dalam darah.

6) Kejang

Suatu kondisi apabila ditemukan adanya tremor yang disertai

adanya penurunan kesadaran, terjadi gerakan yang tidak

terkendali pada mulut, mata, atau anggota gerak lain, atau terjadi

mulut mencucu, terjadi kekakuan seluruh tubuh tanpa adanya

rangsangan.
17

7) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi ketidaknormalan kadar gula darah

bayi yang rendah dan di bawah normal. Bayi yang mengalami

hipoglikemia akan memperlihatkan tanda dan gejala seperti

gerakan gelisah atau tremor, apatis, kejang, suara tangis yang

lemah, lemah, letargis, kesulitan makan, keringat banyak, pucat

mendadak, hipotermi, dan henti jantung.

5. Gangguan Cairan dan Elektrolit

1) Gangguan Eliminasi

Karena ginjal masih belum matang. Kemampuan mengatur

pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna.

Ginjal yang imatur baik secara anatomis maupun fungsinya.

Produksi urine yang sedikit, urea clearence yang rendah, tidak

sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan

dengan akibat mudah terjadi edema dan asidosis metabolik.

2) Distensi Abdomen

Yaitu kelainan yang berkaitan dengan usus bayi. Distensi

abdomen akibat dari motilitas usus berkurang, volume lambung

berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah,

daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa,

vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu

berkurang. Kerja dari sfingter kardioesofagus yang belum

sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke

esofagus dan mudah terjadi aspirasi.


18

3) Gangguan Pencernaan
Saluran pencernaan pada bayi BBLR belum berfungsi sempurna

sehingga penyerapan makanan dengan lemah atau kurang baik.

Aktifitas otot pencernaan masih belum sempurna, sehingga

pengosongan lambung berkurang. Bayi BBLR mudah kembung,

hal ini disebabkan oleh karena stenosis anorektal, atresia ileum,

peritonitis meconium, dan mega colon. Evakuasi meconium lebih

dari 24 jam pertama dapat dicurigai kelainan bedah.

4) Gangguan Elektrolit

Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi, keadaan

lingkungan dan penyakit bayi. Diduga kehilangan cairan melalui

tinja dari janin yang tidak mendapat makanan melalui mulut,

sangat sedikit. Kebutuhan akan cairan sesuai dengan kehilangan

cairan insensibel, cairan yang dikeluarkan ginjal, dan pengeluaran

cairan yang disebabkan keadaan lainnya. Kehilangan cairan

insensible berhubungan tidak langsung dengan masa gestasi. Bayi

prematur yang sangat imatur (berat lahir kurang dari 1000 gram

mendapat makanan melalui mulut, sangat sedikit. Kebutuhan

akan cairan sesuai dengan kehilangan cairan insensible

berhubungan tidak langsung dengan masa gestasi. Bayi prematur

yang sangat imatur (berat lahir kurang dari 1000 gram))

memerlukan sebanyak 2-3 ml/kgBB/jam yang sebagian

disebabkan oleh kulit yang tipis, kekurangan jaringan subkutan,

dan oleh luasnya permukaan tubuh. Kehilangan air insensible


19

meningkat di tempat udara panas, selama terapi sinar, dan pada

kenaikan suhu tubuh. Kehilangan air tersebut dapat berkurang

bila bayi diberi pakaian, inkubator sebelah dalam ditutupi

pleksiglas, bernafas dengan udara lembab, atau pada bayi yang

mendekati cukup bulan. Bayi prematur yang besar (2000-2500

gram) akan kehilangan air insensible ini sebanyak 0,6-0,7

ml/kgBB/jam bila dirawat dalam inkubator.

2.1.6 Penatalaksanaan Pada Bayi BBLR

Penatalaksanaan secara umum pada preterm dapat dilakukan dengan

beberapa cara (Saudah, 2016) yaitu: 1) Perawatan bayi dalam inkubator. Inkubator

adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan yang optimal,

dengan demikian dapat tercipta suatu suhu lingkungan yang normal. Suhu

lingkungan yang netral adalah suatu keadaan dimana panas yang dihasilkan dapat

mempertahankan suatu suhu tubuh yang tetap. 2)Perawatan post resusitasi

dilakukan untuk mengatasi terjadinya asfiksia, yang dapat memperburuk keadaan

bayi lahir preterm. 3) Perawatan bayi dengan terapi sinar. Dalam perawatan ini

yang perlu diperhatikan tidak saja terapinya, tetapi juga perangkat yang

digunakan. Lampu yang digunakan sebaiknya tidak dipergunakan lebih dari 500

jam, untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang

dipergunakan. 4) Menyiapkan bayi untuk transfusi tukar. Yang dimaksud dengan

transfusi tukar adalah mengeluarkan darah dari tubuh bayi untuk ditukar dengan

darah yang tidak sesuai (patologis) untuk mencegah peningkatan kadar bilirubin

dalam darah. 5) Menolong bayi dalam keadaan kejang.


20

Sedangkan menurut Mitayani (2009) pentalaksanaan bayi BBLR yaitu: 1)

Pastikasn bayi terjaga tetap hangat. Bungkus bayi menggunakan kain lunak,

kering, selimuti, dan gunakan topi untuk menghindari adanya kehilangan panas.

2) Awasi frekuensi pernapasan, terutama dalam 24 jam pertama guna mengetahui

sindrom aspirasi mekonium/sindrom gangguan pernapasan idiopatik. 3) Pantau

suhu di sekitar bayi, jangan sampai bayi kedinginan. Hal ini karena bayi BBLR

mudah hipertermia akibat luas dari permukaan tubuh bayi relatif lebih besar dari

lemak subkutan. 4) Motivasi ibu untuk menyusui dalam 1 jam pertama. 5) Jika

bayu haus, beri makanan dini (early feeding), yang berguna untuk mencegah

hipoglikemia. 6) jika bayi sianosis atau sulit bernapas (frekuensi kurang dari 30

atau lebih dari 60 kali per menit, tarik dinding dada ke dalam dan merintih, beri

oksigen lewat kateter hidung atau nasal prong. 7) Cegah infeksi karena rentan

akibat pemindahan imunoglobulin G (IgG) dari ibu ke janin terganggu. 8) Periksa

kadar gula darah setiap 8-12 jam.

Bayi dengan BBLR tidak selalu membutuhkan perawatan di rumah sakit

dalam jangka waktu yang lama. Hal ini bergantung dengan kondisi bayi itu

sendiri. Bila fungsi organ-organ tubuhnya baik dan tidak terdapat gangguan

seperti gangguan pernapasan dan bayi dapat mengisap dengan baik, maka bayi

bisa dibawa pulang. Hanya saja pada bayi BBLR sering tidak memperlihatkan

tanda-tanda gangguan secara jelas seperti tidak menangis atau terlihat tenang.

Secara umum perawatan yang dilakukan pada bayi BBLR yaitu mempertahankan

suhu tubuh optimal, mempertahankan oksigenasi, memenuhi kebutuhan nutrisi,

mencegah dan mengatasi infeksi, mengatasi hiperbilirubinemia, memenuhi


21

kebutuhan psikologis, dan melibatkan program imunisasi. Di bawah ini penjelasan

mengenai perawatan BBLR di rumah sakit dan rumah menurut Proverawati

(2010):

1. Perawatan di Rumah Sakit

Pada bayi BBLR yang harus dilakukan tindakan penanganan di rumah

sakit, juga tergantung pada kondisi bayi masing-masing. Namun, tindakan yang

dilakukan oleh tim medis pada bayi yang lahir dengan BBLR akan segera

diperiksa fungsi organ-organ tubuhnya terutama paru-paru dan jantung.

Sebelum mencapai berat yang cukup, bayi BBLR biasanya memerlukan

perawatan intensif dalam inkubator. Salah satu penyebabnya, bayi bertubuh

kecil sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Oleh sebab itulah, bayi perlu

dimasukkan ke kotak kaca yang bisa diatur kestabilan suhunya.

Pemberian alat bantu pernapasan juga dilakukan bila terdapat indikasi.

Untuk indikasi ringan, bayi hanya akan diberi oksigen. Sebaliknya jika berat

dapat sampai diberi ventilator atau alat bantu pernapasan. Infus juga akan

diberikan untuk masukan cairan dan obat-obatan bila diperlukan. Bayi-bayi

kecil biasanya belum mampu mengisap dengan baik karena itu pemberian

minumnya berupa ASI atau susu formula khusus untuk BBLR bila ASI ibu

belum keluar dilakukan melalui pipa lambung dan diberikan secara bertahap

sampai jumlah kebutuhannya terpenuhi.

Tidak ada patokan pasti untuk lama perawatan bayi BBLR di rumah

sakit. Bayi dengan berat 1.000 gram, misalnya, memerlukan perawatan

saksama dan bertahap sehingga bisa satu bulan lebih harus berada dalam
22

inkubator. Lama perawatan lebih ditentukan oleh kemampuan bayi beradaptasi

dengan lingkungan, seperti tidak ada lagi gangguan pernapasan, suhu tubuh

telah stabil dan bayi sudah punya refleks isap dan menelan yang baik. Sebelum

pulang, bayi sudah harus mampu minum sendiri dengan botol maupun dengan

puting susu ibu. Selain itu kenaikan berat badannya telah berkisar 10-30

gram/hari dan suhu tubuh tetap normal di ruangan biasa. Bayi juga tidak

menderita gangguan pernapasan lagi dan tidak membutuhkan oksigen serta

obat-obatan yang diberikan melalui pembuluh darah atau infus.

2. Perawatan di Rumah

Orang tua, terutama ibu, secara fisik dan psikologis mesti mampu dan

siap merawat bayinya di rumah. Ibu harus dapat menguasai cara memberi ASI

dengan benar, cara memandikan, merawat tali pusat, mengganti popok,

memberi ASI dan pendamping ASI (PASI), juga menjaga kebersihan dan

lingkungan yang optimal untuk tumbuh kembang bayi. Ibu harus percaya diri

dan berani merawat bayinya sendiri, karena dari situlah akan terjadi kontak

untuk menciptakan bonding antara ibu dan bayi.

Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua saat

merawat bayi BBLR di rumah, yaitu sebagai berikut:

1) Perhatikan suhu

2) Beri minum dengan porsi kecil tapi sering

3) Utamakan pemberian ASI (Air Susu Ibu)

4) Pemberian imunisasi

5) Lakukan banyak sentuhan


23

6) Hindarkan kontak terhadap orang / lingkungan yang berisiko tinggi

7) Cuci tangan sebelum memegang bayi

8) Pakailah masker bila kondisi badan sakit sebelum memegang bayi

9) Lakukan pemijatan bayi secara rutin (tanyakan dokter tentang caranya)

10) Beri vitamin

Vitamin dapat diberikan untuk membantu pertumbuhan yang optimal

pada bayi.

Di bawah ini penelitian yang dilakukan oleh Barros dkk (2010) tentang

Global Report on Preterm Birth: Evidence for Effectiveness of Interventions:

1. Dua intervensi mencegah kelahiran prematur: penghentian rokok dan

progesteron.

2. Sebelas intervensi meningkatkan kelangsungan hidup bayi preterm:

prophylactic steroids in preterm labor, antibiotik untuk PROM, suplemen

vitamin K pada saat persalinan, manajemen kasus sepsis neonatal dan

pneumonia, delayed cord clamping, ruang udara (100% oksigen) untuk

resusitasi, rumah sakit berbasis perawatan kangguru, menyusui dini,

perawatan termal, dan terapi surfaktan untuk sindrom gangguan pernapasan.

2.1.7 Upaya Menurunkan Terjadinya Kasus BBLR

Menurut Proverawati (2010) upaya yang dilakukan untuk menurunkan

kejadia BBLR adalah:

1. Memperbaiki status gizi ibu hamil, dengan mengkonsumsi makanan yang

lebih sering atau lebih banyak, dan lebih diutamakan makanan yang

mengandung nutrisi.
24

2. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama

kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Apabila

kenaikan berat badannya kurang dari 1 kg/bulan, sebaiknya segera

berkonsultasi dengan ahli.

3. Mengkonsumsi tablet zat besi secara teratur sebanyak 1 tablet/hari.

4. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur

reproduksi sehat (20-35 tahun)

5. Konseling pada suami istri untuk mengusahakan agar menjaga jarak

kehamilan paling sedikit 2 tahun.

6. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam

meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka

dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayananan antenatal dan

status gizi selama kehamilan.

2.2 Konsep Dasar Umur

2.2.1 Definisi Umur

Umur atau usia adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai saat berulang tahun (Elizabeth B.H., 2010). Semakin cukup umur

seseorang, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih

dewasa akan lebih percaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya.

Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Nursalam,

2010).
25

2.2.2 Klasifikasi Umur

Pembagian usia berdasarkan tahap perkembangan (Hurlock, 2007) adalah

sebagai berikut:

1. Prenatal

2. Orok (infancy), berlangsung pada usia 0 2 minggu

3. Bayi, berlangsung pada usia 2 minggu 2 tahun

4. Awal kanak-kanak, berlangsung pada usia 2 6 tahun

5. Akhir kanak-kanak, berlangsung pada usia 6 12 tahun

6. Pubertas, berlangsung pada usia 12 14 tahun

7. Remaja awal, berlangsung pada usia 14 17 tahun

8. Remaja akhir, berlangsung pada usia 17 21 tahun

9. Dewasa awal, berlangsung pada usia 21 40 tahun

10. Setengah baya, berlangsung pada usia 40 60 tahun

11. Lansia, berlangsung pada usia 60 tahun ke atas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Usia adalah lama waktu

hidup atau sejak dilahirkan. Macam-macam usia menurut KBBI diklasifikasikan

sebagai berikut:

1. Usia menikah

Usia yang dianggap cocok secara fisik dan mental untuk menikah (kira-

kira di atas 20 tahun).

2. Usia produktif

Usia ketika seorang masih mampu bekerja menghasilkan sesuatu.


26

3. Usia reproduksi

Masa diantara pubertas dan menopause yang pembuahannya sering kali

jadi positif.

4. Usia sekolah

Usia dianggap cocok bagi anak secara fisik dan mental untuk masuk

sekolah.

5. Usia lanjut

Tahap masa tua (usia 60 tahun ke atas).

6. Usia senja

Usia 50 tahun ke atas.

Selain itu, terdapat klasifikasi usia reproduksi menurut Winkjosastro

(2007):

1. Usia <20 tahun, masa menunda kehamilan

2. Usia 20-35 tahun, masa mengatur kesuburan atau aman untuk hamil dan

bersalin

3. Usia >35 tahun, masa mengakhiri kehamilan

2.2.3 Dampak Usia Pada Kehamilan dan Persalinan

Usia ibu saat hamil yang berdampak terhadap kehamilan dan persalinan

pada tabel skor Poedji Rochjati terletak pada nomor 1 (terlalu muda hamil 16

th), nomor 2 poin b (terlalu tua hamil 1 35 th ) dan nomor 6 (terlalu tua umur

35 th). Masing-masing nomor memiliki skor 4 dan jika dijumlahkan untuk

salah satu nomor dengan skor awal ibu hamil yang bernilai 2 akan menghasilkan

jumlah skor 6-10 yang merupakan kelompok kehamilan resiko tinggi. Persalinan
27

dengan kelompok kehamilan resiko tinggi ini diharuskan untuk ditangani oleh

bidan atau dokter. Dibawah ini akan ditampilkan tabel skor Poedji Rochjati

berdasarkan deteksi dini ibu berisiko tinggi:

Tabel 2.1 Skor Poedji Rochjati

I II III IV
Tribulan
KEL. Masalah/Faktor Risiko Skor
NO I II III.1 III.2
F.R.
Skor Awal Ibu Hamil 2
I 1 Terlalu muda, hamil 16 th 4
2 a. Terlalu lambat hamil I, kawin 4
4 th
b. Terlalu tua, hamil 1 35 th 4
3 Terlalu cepat hamil lagi (<2 th) 4
4 Terlalu lama hamil lagi (10 th) 4
5 Terlalu banyak anak, 4/lebih 4
6 Terlalu tua, umur 35 th 4
7 Terlalu pendek 145 cm 4
8 Pernah gagal kehamilan 4
9 Pernah melahirkan dengan
a. Tarikan tang/vakum 4
b. Uri dirogoh 4
c. Diberi infus/transfusi 4
10 Pernah operasi sesar 8
II 11 Penyakit pada ibu hamil 4
a. Kurang darah b. Malria
c. TBC paru d. Payah jantung 4
e. Kencing manis (diabetes) 4
f. PMS 4
12 Bengkak pada muka/tangkai dan 4
tekanan darah tinggi
13 Hamil kembar 2 atau lebih 4
14 Hamil kembar air (hidramnion) 4
15 Bayi mati dalam kandungan 4
16 Kehamilan lebih bulan 4
17 Letak sungsang 8
18 Letak lintang 8
III 19 Perdarahan dalam kehamilan ini 8
20 Pre-eklampsia berat / kejang-kejang 8
JUMLAH SKOR
Sumber: Wulan, 2014
28

2.2.4 Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian BBLR

Menurut Maulana (2010) umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35

tahun saat hamil anak pertama termasuk salah satu faktor kehamilan berisiko

tinggi yang dapat menyebabkan janin tidak dapat tumbuh kembang secara

optimal yang memiliki dampak untuk bayi mengalami BBLR.

Kehamilan pada remaja dengan usia kurang dari 20 tahun mempunyai

resiko medis yang cukup tinggi, karena pada masa remaja ini, alat reproduksi

belum cukup matang untuk melakukan fungsinya. Rahim (uterus) baru siap

melakukan fungsinya setelah umur 20 tahun, karena pada usia ini fungsi

hormonal melewati masa kerjanya yang maksimal. Rahim pada seorang wanita

mulai mengalami kematangan sejak umur 14 tahun yang ditandai dengan

dimulainya mesntruasi. Pematangan rahim dapat pula dilihat dari perubahan

ukuran rahim secara anatomis. Pada seorang wanita, ukuran rahim berubah

sejalan dengan umur dan perkembangan hormonal (Kusmiran, 2012).

Pada usia kurang dari 20 tahun tepatnya usia 14-18 tahun, perkembangan

otot-otot rahim belum cukup baik kekuatan dan kontraksinya sehingga jika

terjadi kehamilan rahim dapat ruptur (robek). Di samping otot rahim, penyangga

rahim juga belum cukup kuat untuk menyangga kehamilan sehingga resiko yang

lain dapat juga terjadi yaitu prolapsus uteri (turunnya rahim ke liang vagina)

pada saat persalinan. Selain itu, pada usia kurang dari 20 tahun, sistem hormonal

belum stabil. Hal ini dapat dilihat dari siklus menstruasi yang belum teratur.

Ketidakteraturan tersebut dapat berdampak jika terjadi kehamilan. Kehamilan

menjadi tidak stabil, mudah terjadi perdarahan, terjadi abortus atau kematian
29

janin, juga perkembangan janin di dalam rahim menjadi kurang sempurna

(Kusmiran, 2012). Selain dari fisik ibu yang belum matang, pada usia ibu kurang

dari 20 tahun seringkali secara emosional juga belum matang, pendidikan pada

umumnya rendah, serta yang terpenting belum memiliki sistem transfer plasenta

seefisien wanita dewasa (Mitayani, 2009).

Kondisi fisik ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun juga akan sangat

menentukan proses kelahiran. Hal ini turut mempengaruhi kondisi janin. Pada

proses pembuahan di usia ini, kualitas sel telur perempuan juga telah menurun

jika dibandingkan dengan sel telur pada perempuan dengan usia reproduksi sehat

(25-30 tahun) (Asrinah dkk., 2010). Pada usia di atas 35 tahun, fungsi-fungsi

organ repoduksi juga mulai menurun, sehingga tidak bagus untuk menjalani

kehamilan (Bartini, 2012). Salah satu efek dari proses degeneratif (penurunan

fungsi organ) adalah sklerosis (penyempitan) pembuluh darah arteri kecil dan

arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata

dan maksimal sehingga dapat mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu ke janin

dan membuat gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (Prawirahardjo, 2008).


30

2.3 Kerangka Teori

Faktor Ibu :
1. Toksemia gravidarum Faktor Janin:
2. Kelainan bentuk uterus 1. Kehamilan ganda
3. Tumor 2. Hidramnion Faktor Plasenta:
4. Penyakit ibu 3. Ketuban pecah dini 1. Plasenta previa
5. Trauma masa kehamilan 4. Cacat bawaan 2. Solutio plasenta
6. Umur ibu <20 th / >35 th 5. Infeksi, dan lain-lain

Umur ibu <20 th: Penatalaksanaan umum:


1. Alat reproduksi belum cukup matang BBLR
1. Mempertahankan suhu tubuh
2. Sistem hormonal belum stabil optimal
3. Emosional belum matang 2. Mempertahankan oksigenasi
4. Belum memiliki sistem transfer plasenta Klasifikasi BBLR: 3. Memenuhi kebutuhan nutrisi
seefisien wanita dewasa 1. Bayi berat lahir rendah 4. Mencegah dan mengatasi
Umur ibu >35 th: (BBLR) infeksi
1. Fungsi organ reproduksi menurun 2. Bayi berat lahir sangat 5. Mengatasi hiperbilirubinemia
2. Dapat terjadi sklerosis pembuluh darah rendah (BBLSR) 6. Memenuhi kebutuhan
arteri kecil & arteriole yang dapat 3. Bayi berat lahir psikologis
mempengaruhi penyaluran nutrisi ke janin ekstrim rendah
7. Melibatkan program imunisasi.
3. Kualitas sel telur ibu menurun (BBLER)

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Penelitian Tentang Hubungan Umur Ibu Dengan Kejadian BBLR
31

2.4 Kerangka Konsep

Faktor ibu yang


mempengaruhi BBLR

Umur ibu Toksemia Kelainan Tumor Penyakit Trauma


(<20 th / gravidarum uterus ibu kehamilan
>35 th)

BBLR

BBLR BBLSR BBLER


<2500 gram 1000-1500 gram <1000 gram

Keterangan: = Diteliti
= Tidak diteliti

Gambar 2.2 : Kerangka Konseptual Penelitian Tentang Hubungan


Umur Ibu Saat Melahirkan Dengan Kejadian BBLR
32

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab 3 ini akan membahas tentang desain penelitian, populasi,

sampling, sampel, identifikasi variabel penelitian dan definisi operasional,

kerangka kerja, pengumpulan data, analisis data dan etika penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian

rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian

(Setiadi, 2007). Berdasarkan tujuan penelitian, desain penelitian yang digunakan

adalah penelitian analitik dengan study korelasi yaitu survey atau penelitian yang

mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi

kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara faktor risiko dengan faktor

efek (Notoatmodjo, 2010). Rancangan penelitian yang digunakan adalah

retrospective yaitu penelitian yang berusaha melihat ke belakang (backward

looking), artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah

terjadi. Kemudian dari efek tersebut ditelusuri ke belakang tentang penyebabnya

atau variabel-variabel yang mempengaruhi akibat tersebut. Dengan kata lain

berangkat dari dependent variables, kemudian dicari independent variables-nya

(Notoatmodjo, 2010).

Pada penelitian ini dimaksud untuk mencari hubungan umur ibu dengan

kejadian BBLR di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto.


33

3.2 Populasi, Sampling, dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh bayi

BBLR di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Jumlah bayi BBLR pada

bulan Juli-November tahun 2016 berjumlah 52 bayi.

3.2.2 Sampling

Teknik sampling adalah cara atau teknik-teknik tertentu dalam mengambil

sampel penelitian, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili

populasinya (Notoatmodjo, 2010). Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah non probability sampling tipe total sampling. Dikatakan total

sampling karena cara pengambilan sampel dilakukan karena jumlah sampel sama

dengan populasi yang ada (Notoatmodjo, 2010).

3.2.3 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2007). Sampel pada penelitian ini adalah

seluruh bayi BBLR di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

3.3 Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.3.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang

dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian

tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, penyakit, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010).
34

Variabel dalam penelitian ada dua, yaitu:

1. Variabel Independen

Variebel independen merupakan variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variable dependen (terikat) (Hidayat,

2010).Variable independen dalam penelitian ini adalah umur ibu.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variable yang dipengaruhi atau menjadi

akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2010).Variable dependen dalam

penelitian ini adalah kejadian BBLR.

3.3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variable secara operasional dan

berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Hidayat, 2010). Definisi operasional pada penelitian ini yaitu:


35

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian


BBLR di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto.

Definisi Alat Skala


Variabel Indikator Skor
Operasional Ukur
Variabel Lama waktu 1. Berisiko Lembar Ordinal 1: 20-35 th
Independen: hidup ibu Jika umur Observasi 2: kurang
Umur ibu terhitung ibu kurang dari 20 th
sejak lahir dari 20 3: lebih
sampai tahun dan dari 35 th
waktu lebih dari
persalinan 35 tahun
2. Tidak
berisiko
Jika umur
ibu antara
20-35
tahun.

Variabel Bayi yang 1. BBLR Lembar Ordinal 1: BBLR


Dependen: dilahirkan Jika berat Observasi Berat
Kejadian dengan berat badan bayi badan
BBLR badan 1500-2500 lahir bayi
kurang dari gr 1500-2500
2500 gram 2. BBLSR gram
Jika berat 2: BBLSR
badan bayi Berat
1000-1500 badan
gr lahir bayi
3. BBLER 1000-1500
Jika berat gram
badan bayi 3: BBLER
kurang dari Berat
1000 gr badan
lahir bayi
kurang
dari 1000
gram
36

3.4 Prosedur Penelitian

1. Pengajuan judul

2. Setelah judul disetujui oleh pembimbing, peneliti meminta surat studi

pendahuluan dan penelitian pada bagian administrasi akademis

kemahasiswaan STIKES Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto yang

telah dilegalisasi oleh Ketua Program Stusi S1 Keperawatan STIKES

Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto, kemudian diserahkan kepada

Direktur RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto untuk

meminta izin melakukan studi pendahuluan dan penelitian di RSU Dr.

Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto.

3. Setelah mendapat persetujuan pemakaian lahan penelitian di RSU Dr.

Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto dengan dikirimnya surat

balasan pada tanggal 9 Desember 2016, maka peneliti bisa melakukan

pengambilan data studi pendahuluan dan penelitian.

4. Peneliti melakukan pengumpulan data penelitian berdasarkan

keseluruhan populasi yang sudah ditentukan dengan melihat catatan

rekam medis RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

5. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data secara

editing, coding, scoring, tabulating, kemudian dilakukan Cross

tabulating.
37

3.5 Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah tahapan atau langkah-langkah dalam aktifitas ilmiah,

mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak awal

penelitian akan dilaksanakan (Nursalam, 2010).

Populasi : Seluruh bayi BBLR di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo


Mojokerto.

Sampling : Menggunakan total sampling

Sampel : Seluruh bayi BBLR di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo


Mojokerto.

Pengumpulan Data : Umur ibu dan kejadian BBLR menggunakan


lembar observasi

Analisa Data : Setelah data terkumpul, data diproses secara


editing, coding, scoring, tabulating, kemudian
dilakukan Cross tabulating

Desiminasi Hasil Penelitian : Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian


BBLR di Ruang Gayatri RSU Dr. Wahidin
Sudiro Husodo Mojokerto

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian


BBLR di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto
38

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

mengurus perijinan penelitian kepada direktur RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo

Mojokerto. Setelah itu dilakukan pengumpulan data dengan cara melihat catatan

rekam medis RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan

lembar observasi untuk mengatahui usia ibu dan kejadian BBLR.

3.6.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto

pada bulan Januari-April 2017.

3.7 Pengolahan Data

Setelah data hasil kuesioner terkumpul, maka data diolah dengan tahap-

tahap sebagai berikut:

3.7.1 Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan

data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2010).

3.7.2 Coding

Coding adalah pekerjaan memindahkan data dari daftar pertanyaan ke

daftar yang akan memberikan informasi. Data yang diubah menjadi bentuk

angka untuk mempermudah perhatian selanjutnya.


39

Coding pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Usia ibu

(1) 20-35 tahun dikode 1

(2) Kurang dari 20 tahun dikode 2

(3) Lebih dari 35 tahun dikode 3

2) Kejadian BBLR

(1) BBLR dikode 1

(2) BBLSR dikode 2

(3) BBLER dikode 3

3.7.3 Scoring

Memberi skor pada tiap butir soal sesuai dengan kategori yang telah

ditentukan sebagai berikut:

1) Pengukuran usia responden

Tingkat usia responden diukur dengan menggunakan kriteria usia

sebagi berikut:

(1) 20-35 tahun

(2) Kurang dari 20 tahun

(3) Lebih dari 35 tahun

2) Pengukuran kejadian BBLR

(1) BBLR : berat badan bayi 1500-2500 gram

(2) BBLSR : berat badan bayi 1000-1500 gram

(3) BBLER : berat badan bayi kurang dari 1000 gram


40

3.7.4 Tabulating

Merupakan proses data entry, yaitu memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master table (Hidayat, 2010). Tabulasi yakni membuat

tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh

peneliti (Notoatmodjo, 2010).

3.7.5 Analisa Data

Penilaian hubungan umur ibu dengan kejadian BBLR di Ruang Gayatri

RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto menggunakan tabulasi silang

atau lebih dikenal dengan Crosstab yang digunakan untuk mengetahui

hubungan dari dua variabel. Tabulasi silang ini menyilangkan dua buah variabel

dalam tabel sehingga mudah dipahami (Sugiyono, 2015).


41

DAFTAR PUSTAKA

Asrinah, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Bagus. 2014. Berat Badan Lahir. http://m.detik.com/health/read/2014/04/


11/184551/2552810/1300/berat-badan-lahir. Diakses tanggal 20 Januari
2017.

Barros, dkk. 2010. Global Report on Preterm Birth: Evidence for Effectiveness of
Interventions. Journal of BMC Pregnancy & Childbirth V.10(Suppl 1): S3.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2841444/. Diakses tanggal
27 Januari 2017.

Demelash, Habtamu, dkk. 2015. Risk Factors for Low Birth Weight in Bale Zone
Hospitals, South East Ethiopia. Journal of BMC Pregnancy & Childbirth
V.15: 264. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles /PMC4604703.
Diakses tanggal 27 Januari 2017.

Elizabeth, B.H. 2010. Menentukan Usia Dalam Kehamilan. Solo: Sanca Ilmu.

Hidayat, Aziz Alimul. 2010. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Surabaya: Salemba Medika.

Hurlock, Elizabeth B. 2007. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan


Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Indiarti, MT. 2009. Panduan Lengkap Kehamilan, Persalinan & Perawatan Bayi.
Yogyakarta: Diglossia Media.

Judarwanto, Widodo. 2016. Bayi Berat Lahir Rendah. https://klinik


bayi.com/2016/03/20/30-permasalahan-jangka-panjang-bayi-berat-lahir-
rendah/. Diakses tanggal 20 Januari 2017.

Kusmiran, Eny. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta:


Salemba Medika.

Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana


untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Maulana, Mirza. 2010. Penyakit Kehamilan & Pengobatannya. Yogyakarta:


Katahati.

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


42

Nursalam. 2010. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Surabaya: Salemba Medika.

Pamungkas, Rangga S., dkk. 2014. Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan
Tingkat Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Plered, Kecamatan
Plered Kabupaten Purwakarta. Jurnal Prosiding Pendidikan Dokter.
http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/dokter/article/download/1530/pdf.
Diakses Diakses tanggal 12 Desember 2016.

Pantiawati, I. 2010. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.

Proverawati, Atikah & Cahyo Ismawati Sulistyorini. 2010. Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR). Yogyakarta: Nuha Medika.

Rantung, Feibi Almira, dkk. 2015. Hubungan Usia Ibu Bersalin dengan Kejadian
Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado.
Ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3, Nomor 3.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/8646. Diakses
Tanggal 20 Maret 2017.

Reeder, Sharon J., dkk. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi,
& Keluarga. Jakarta: EGC.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI Tahun 2013.
http://www.depkes.go.id/resource/download/general/Hasil%20Riskesdas%2
02013.pdf. Diakses Tanggal 3 Januari 2017.

Saudah, Noer. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Ibu & Bayi. Yogyakarta:
Indomedia Pustaka.

Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Sugiyono & Agus Susanto. 2015. Cara Mudah Belajar SPSS dan LISREL, Teori
dan Aplikasi untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suseno, Tutu & Masruroh. 2009. Kamus Kebidanan. Yogyakarta: Citra Pustaka.

Winkjosatro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Wulan. 2014. Skor Poedji Rochjati. http://repository.wima.ac.id/1271/1/


Abstrak.pdf. Diakses Tanggal 20 Januari 2017.

Anda mungkin juga menyukai