Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN LANSIA DENGAN DIMENSIA

1. Pengertian
Dimensia merupakan kerusakan fungsi kognitif global yang bersifat prodresif dan
mempengaruhi aktifitas sosial dan okupasi normal serta AKS.
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari
(Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Boedhi-Darmojo, 2009).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa
gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu
(disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney,
E. 1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa,
melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku (Kusumawati, 2007).

2. Etiologi
1) Alzheimer (sel otak mengalami kematian)
Merupakan penyebab demensia yang paling sering ditemukan pada sekitar 50 %
kasus demensia. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit degeneratif primer pada otak
tanpa penyebab yang pasti. Dapat terjadi pada umur kurang dari 65 tahun (onset dini)
dengan perkembangan gejala yang cepat dan progresif, atau pada umur di atas 65 tahun
(onset lambat) dengan perjalanan penyakit yang lebih lambat. Pada penyakit ini terjadi
deposit protein abnormal yang menyebabkan kerusakan sel otak dan penurunan jumlah
neuron hippokampus yang mengatur fungsi daya ingat dan mental. Kadar
neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah dari normal.
Gejala yang ditemukan pada penyakit Alzheimer adalah 4A yaitu:
a. Amnesia : Ketidakmampuan untuk belajar dan mengingat kembali informasi
baru yang didapat sebelumnya.
b. Agnosia : Gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun fungsi
sensorisnya masih baik.
c. Aphasia : Gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti dan
mengutarakan kata kata yang akan diucapkan.
d. Apraxia : Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik masih baik (contohnya mampu memegang gagang pintu tapi tak
tahu apa yang harus dilakukannya).
2) Dimensia vaskular (gangguan vaskular dan setiap penyebab atau faktor risiko stroke)
Merupakan penyebab kedua demensia yang terjadi pada hampir 40 % kasus.
Demensia ini berhubungan dengan penyakit serebro dan kardiovaskuler seperti
hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, diabetes, dll. Biasanya terdapat riwayat
TIA sebelumnya dengan perubahan kesadaran. Demensia ini terjadi pada umur 50-60
tahun tetapi lebih sering pada umur 60-70 tahun. Gambaran klinis dapat berupa
gangguan fungsi kognitif, gangguan daya ingat, defisit intelektual, adanya tanda
gangguan neurologis fokal, aphasia, disarthria, disphagia, sakit kepala, pusing,
kelemahan, perubahan kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya nilai masih baik.
3) Campuran/dimensia penyakit lain
Demensia pada penyakit lain Adalah demensia yang terjadi akibat penyakit lain
selain Alzheimer dan vaskuler yaitu dimensia pada penyakit Pick, Huntington,
Creutzfelt, Jakob, Parkinson, HIV-AIDS, alkoholisme.

3. Patofisiologi Terkait dengan Proses Penuaan


Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan
menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu
berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70
tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang
dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit degeneratif pada otak,
gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas
secara langsung maupun tak langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan
melalui mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah
neuron menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di samping
itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi saraf juga akan
berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan
belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood.
Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau
subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari
hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
4. Manifestasi Klinis
1) Kehilangan ingatan: terutama kejadian baru/daya ingat jangka pendek seperti
diawali lupa menyebut kata kesulitan mengenal benda tidak mampu
menggunakan barang
2) Gangguan psikotik : halusinasi (pendengaran dan penglihatan), ilusi, waham (curiga,
sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), paranoid
3) Disorientasi: tempat dan waktu
4) Perubahan kepribadian & perilaku: menarik diri, hilangnya minat untuk kegiatan,
mudah tersinggung, bermusuhan, gelisah
5) Suli berkonsentrasi
6) Keterbatasan ADL
7) Sulit mandi, makan dan toileting
8) Tidak bisa pulang bila bepergian
9) Ekspresi berlebihan
10) Kesulitan berkomunikasi: tidak mampu menyusun kalimat dengan benar, kata tidak
tepat, berkali-kali mengulang kata atau cerita
5. Penatalaksanaan
1) Farmakologi:
a. Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson)
b. Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
2) Dukungan atau peran keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita
demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal
yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar.
Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses
perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur.
Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami
penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian lansia, sehingga
lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun
diharapkan aktif dalam membantu lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan
aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari
secara rutin sebagaimana pada umumnya lansia tanpa demensia dapat mengurangi
depresi yang dialami lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun
setiap hari selama hampir 24 jam mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah
mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa
yang kita lakukan untuk mereka.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita
demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa
yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang
muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk
diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan
stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat lansia dengan demensia.
Pada suatu waktu lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan
panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk
ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat lansia rileks dan aman.
Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang
yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan
lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk
menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak
memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun
orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja.
Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin
mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan
pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang
sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama
disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam
sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh lansia,
memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari lansia kabur
adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat lansia dengan demensia di
rumahnya.
3) Terapi simtomatik:
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi relaksional & aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah
6. Pencegahan & Perawatan Dimensia
1) Mencegah masuknya zat yang merusak sel-sel otak: alkohol dan zat adiktif
berlebihan
2) Membaca buku untuk merangsang otak
3) Melakukan kegiatan yang membuat mental aktif. Seperti kegiatan rohani, interaksi
dengan orang lain
4) Mengurangi stress dan pekerjaan
7. Diagnosis Keperawatan
1) Gangguan proses pikir b/d defisit neurologis
2) Resiko cidera b/d kehilangan memori, ngeluyur
3) Perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urin) b/d perubahan persepsi,
kerusakan sistem saraf, infeksi
4) Defisit nutrisi
5) Perubahan pola tidur
6) Gangguan persepsi sensori
8. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan proses pikir b/d defisit neurologis
a. Bantu dengan alat bantu sensori (alat bantu dengar, kacamata)
b. Gunakan kalimat sederhana
c. Gunakan label nama bertulisan besar
d. Beri label ruangan, lemari, laci dengan nama orang tersebut
e. Anjurkan penggunaan benda-benda yang dikenal dan menggunakan kembali
dengan menggunakan album foto
2) Resiko cidera b/d kehilangan memori, ngeluyur
a. Hindari restrein fisik
b. Berikan area yang aman
c. Tandai kamar penghuni dengan menggunakan foto atau nama
d. Letakkan alarm di semua pintu keluar dan pintu yang berbahaya
e. Kaji adanya resiko jatuh
3) Perubahan pola emliminasi urine (inkontinensia urin) b/d perubahan persepsi,
kerusakan sistem saraf, infeksi
a. Tandai kamar mandi pria dan wanita & gunakan panah untuk menunjukkan jalan
ke kamar mandi
b. Gunakan pola berkemih segera (seperti tiap 2-3 jam, setelah makan, sebelum
tidur)
c. Batasi minum pada malam hari
d. Ajarkan klien kontrol berkemih
4) Defisit nutrisi
a. Berikan makanan dengan gizi seimbang
b. Batasi garam
c. Tawarkan minum setiap 2 jam, hindari kafein
d. Tawarkan makanan yang mudah dikunyah & mudah diambil
e. Monitor BB
5) Gangguan pola tidur
a. Libatkan dalam AKS seperti latihan, berjalan dan bermain
b. Gunakan lampu malam untuk membantu orientasi
c. Kaji adanya reaksi kegelisahan dan insomnia
d. Ajari relaksasi progresif

Anda mungkin juga menyukai