Anda di halaman 1dari 30

Skenario 2

Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik

Tahapan skill lab ilmu Bahan Dan Teknologi Kedokteran Gigi I mahasiswa
FKG UNEJ kali ini adalah tentang resin akrilik. Mahasiswa dibagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama membuat sendok cetak perorangan rahang atas dengan
bahan resin akrilik self cured. Kelompok kedua membuat basis gigi tiruan rahang atas
dengan bahan resin akrilik heat cured. Sebelum melakukan perkerjaannya kedua
kelompok mahasiswa tersebut masing-masing oleh instruktu lab diminta untuk
menjelaskan tentang perbedaannya, sifat, proses manipulasinya, polimerisasinya,
kelebihan dan kekurangannya, serta indikasinya. Hasil akhir kedua kelompok tidak
boleh ada yang porous, kalau ada yang porous mengapa hal ini bisa terjadi?

Step 1:
1. Skill Lab: Wes eruh dewe
2. Ilmu Bahan dan Teknologi Kedokteran Gigi: iki sisan
3. Resin akrilik: Resin akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi
sebuah rantai polimer yang terdiri dari unit-unit metil metakrilat yang
berulang. Resin akrilik digunakan untuk membuat basis gigi tiruan dalam
proses rehabilitatif, untuk pelat ortodonsi, maupun restorasi crown and bridge
4. Self cured: Dapat berpolymerisasi sendiri pada temperatur ruang).
5. Heat cured: Heat Cured Acrylic (membutuhkan pemasakan pada
pengolahannya untuk membantu proses polimerisasinya).
6. Polimerisasi: polimerisasi adalah reaksi penggabungan molekul-molekul
kecil (monomer) yang membentuk molekul yang besar. Ada dua jenis reaksi
polimerisasi, yaitu : polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi.
7. Porous: Porositas adalah gelembung udara yang terjebak dalam massa akrilik
yang telah mengalami polimerisasi. Timbulnya porositas menyebabkan efek
negatif terhadap kekuatan dari resin akrilik.

Step 2:
1. Apakah yang dimaksud dengan resin akrilik?
2. Terbuat dari apa resin akrilik?
3. Bagaimana komposisi resin akrilik?
4. Perbedaannya resin akrilik self cure dan heat cure?
5. Macam-macam akrilik?
6. Sifat resin akrilik?
7. proses manipulasinya akrilik?
8. Proses polimerisasi akrilik?
9. kelebihan dan kekurangan?
10. Indikasi / penggunaan dalam kedokteran gigi?
11. Apa saja syarat resin dalam kedokteran gigi?
12. Mengapa bisa terjadi porus?

Step 3:

1. APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN RESIN AKRILIK?


Resin akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang telah banyak
aplikasikan untuk pembuatan anasir dan basis gigi tiruan, pelat ortodonsi, sendok
cetak khusus, serta restorasi mahkota dan jembatan dengan hasil memuaskan, baik
dalam hal estetik maupun dalam hal fungsinya.
Resin akrilik adalah jenis resin termoplastik, di mana merupakan senyawa
kompon non metalik yang dibuat secara sintesis dari bahan bahan organik. Resin
akrilik dapat dibentuk selama masih dalam keadaan plastis, dan mengeras apabila
dipananskan. Pengerasan terjadi oleh karena terjadinya reaksi polimerisasi adisi
antara polimer dan monomer.

2. TERBUAT DARI APA RESIN AKRILIK?


Acrylic berasal dari asam acrolain atau gliserin aldehid. Secara kimia
dinamakan polymethyl methacrylate yang terbuat dari minyak bumi, gas bumi atau
arang batu. Bahan ini disediakan dalam kedokteran gigi berupa ciaran (monomer)
mono methyl methacrylate dan dalam bentuk bubuk (polymer) polymthtyl
methacrylate.

3. BAGAIMANA KOMPOSISI RESIN AKRILIK?


Komposisi Resin Akrilik
Menurut Combe (1992) dan Anusavice (1996) komposisi resin akrilik:
A. Heat Cured acrylic
a. Bubuk (powder) mengandung :
1. Polimer (polimetilmetakrilat) sebagai unsur utama
2. Benzoil peroksida sebagai inisiator : 0,2-0,5%
3. Reduces Translucency :Titanium dioxide

4. Pewarna dalam partikel polimer yang dapat disesuaikan dengan

jaringan mulut : 1%
5. Fiber : menyerupai serabut-serabut pembuluh darah kecil

b. Cairan (liquid) mengandung :


1. Monomer :methyl methacrylate, berupa cairan jernih yang mudah
menguap.
2. Stabilisator : 0,006 % inhibitor hidrokuinonsebagai penghalang
polimerisasi selama penyimpanan.
3. Cross linking agent: 2 % ethylen glycol dimetacrylate, bermanfaat
membantu penyambungan dua molekul polimer sehingga rantai
menjadi panjang dan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan
resin akrilik.

B. Self Cured Acrylic


Komposisinya sama dengan tipe heat cured, tetapi ada tambahan
aktivator, seperti dimethyl-p-toluidinpada liquidnya

4. PERBEDAAN RESIN AKRILIK SELF CURE DAN HEAT CURE?

Perbedaan Akrilik Heat Cure dan Self Cure

SELF CURED ACRYLIC


Komposisi serupa dengan bahan heat cured acrylic, kecuali bahwa cairannya
mengandung bahan activator seperti dimethyl-p-toluidine. Perbandingan bahan
akrilik heat cured dengan bahan akrilik self cured sebagai berikut :
a. Berbeda dalam metode aktivasinya.
b. Komposisinya sama tapi pada bahan self cured cairannya mengandung bahan
activator seperti dimethyl paratoluidin.
c. Porositas bahan self cured lebih daripada bahan heat cured, meskipun tidak mudah
dilihat pada resin yang diberi pigmen. Hal ini disebabkan oleh karena terlarutnya
udara dalam monomer yang tidak larut dalam polimer pada suhu kamar.
d. Secara umum bahan self cured mempunyai berat molekul yang lebih rendah dan
mengandung lebih banyak sisa monomer, yaitu sekitar 2-5%.
e. Bahan self cured tidak sekuat heat cured; transverse strength bahan ini kira-kira
80% dari bahan heat cured. Ini mungkin berkaitan dengan berat molekulnya yang
lebih rendah.
f. Mengenai sifat-sifat rheologinya; bahan heat cured lebih baik dari self cured karena
bahan self cured menunjukkan distorsi yang lebih besar dalam pemakaian. Pada
pengukuran creep bahan poly (polymethyl methacrylate), polimer heat cured
mempunyai deformasi awal yang lebih kecil, juga lebih sedikit creep, dan lebih cepat
kembali dibandingkan dengan bahan self cured.
g. Stabilitas warna bahan self cured jelek, bila dipakai activator amina tertier dapat
terjadi penguningan setelah beberapa lama.
(E. Combe 1992:277)

5. MACAM-MACAM AKRILIK?

Resin akrilik memiliki beberapa klasifikasi berdasarkan cara polimerisasinya:

A. Heat Cured (Resin Akrilik Polimerisasi Panas)


Merupakan resin akrilik yang polimerisasinya dengan bantuan pemanasan.
Energi termal yang diperlukan dalam polimerisasi dapat diperoleh dengan
menggunakan perendaman air atau microwave.Penggunaan energy termal
menyebabkan dekomposisi peroksida dan terbentuknya radikal bebas. Radikal
bebas yang terbentuk akan mengawali proses polimerisasi ( Ecket, dkk.,
2004).

B. Resin Akrilik Swapolimerisasi ( Self- Cured) Autopolymerizing


Merupakan resin akrilik yang teraktivasi secara kimia.Resin yang
teraktivasi secara kimia tidak memerlukan penggunaan energy termal dan
dapat dilakukan pada suhu kamar. Aktivasi kimia dapat dicapai melalui
penambahan amintersier terhadap monomer. Bila komponen powder dan
liquid diaduk, amintersier akan menyebabkan terpisahnya benzoil peroksida
sehingga dihasilkan radikal bebas dan polimerisasi dimulai ( Ecket, dkk.,
2004).
C. Resin Akrilik Polimerisasi Microwave
Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dalam rentang
frekuensi megahertz untuk mengaktifkan proses polimerisasi basis resin
akrilik. Prosedur ini sangat disederhanakan pada tahun 1983, dengan
pengenalan serat kaca khusus, cocok untuk digunakan dalam oven microwave.
Resin akrilik dicampur dalam bubuk yang tepat, dalam waktu yang sangat
singkat sekitar 3 menit. Kontrol yang cermat dari waktu dan jumlah watt dari
oven adalah penting untuk menghasilkan resin bebas pori dan memastikan
polimerisasi lengkap ( Ecket, dkk., 2004).

D. Resin Akrilik Polimerisasi Cahaya


Resin akrilik diaktifkan cahaya, yang juga disebut resin VLC, adalah
kopolimer dari dimetakrilat uretan dan resin akrilik kopolimer bersama
dengan silika microfine. Proses polimerisasi diaktifkan dengan menempatkan
resin akrilik yang telah dicampur dalam moldable di model master pada
sebuah meja berputar, dalam ruang cahaya dengan intensitas cahaya yang
tinggi dari 400-500 nm, untuk periode sekitar 10 menit ( Ecket, dkk., 2004).

6. SIFAT RESIN AKRILIK?

Sifat Resin Akrilik


A. Sifat Fisik
Warna dan Persepsi Warna
Resin akrilik mempunyai warna yang harmonis, artinya warnanya sama
dengan jaringan sekitar. Warna disini berkaitan dengan estetika, dimana harus
menunjukka transulensi atau transparansi yang cukup sehingga cocok dengan
penampilan jaringan mulut yang digantikannya.Selain itu harus dapat
diwarnai atau dipigmentasi, dan harus tidak berubah warna atau penampilan
setelah pembentukkan (Annusavice. 2003).
Stabilitas Dimensional
Resin Akrilik mempunyai dimensional stability yang baik, sehingga dalam
kurun waktu tertentu bentuknya tidak berubah. Stabilitas dimensional dapat
dipengaruhi oleh proses, molding, cooling, polimerisasi, absobsi air dan
temperatur tinngi (Annusavice. 2003).

Abrasi dan ketahanan abrasi


Kekerasan merupakan suatu sifat yang sering kali digunakan untuk
memperkirakan ketahanan aus suatu bahan dan kemampuan untuk mengikis
struktur gigi lawannya. Proses abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan,
berefek pada hilangnya sebuah substansi / zat. Mastikasi melibatkan
pemberian tekanan yang mengakibatakan kerusakan dan terbentuknya
pecahan / fraktur. Namun resin akrilik keras dan memiliki daya tahan yang
baik terhadap abrasi (Combe, 1992).
Crazing ( Retak )
Retakan yang terjadi pada permukaan basis resin disebabkan karena
adanya tensile stress, sehingga terjadi pemisahan berat molekul atau
terpisahnya molekul molekul polimer (Combe, 1992).
Creep ( Tekanan )
Creep didefinisikan sebagai geseran plastik yang bergantung waktu dari
suatu bahan di bawah muatan statis atau tekanan konstan.Akrilik mempunyai
sifat cold flow, yaitu apabila akrilik mendapat beban atau tekanan terus
menerus dan kemudian ditiadakan, maka akan berubah bentuk secara
permanen (Combe, 1992).
Termal
Thermal conduktivity resin akrilik rendah dibandingkan dengan logam,
pengahntar panasnya sebesar 5,7 x 10-4 / detik / cm / 0C / cm2 (Combe,
1992).
Porositas
Porositas adalah gelembung udara yang terjebak dalam massa akrilik yang
telah mengalami polimerisasi. Timbulnya porositas menyebabkan efek negatif
terhadap kekuatan dari resin akrilik. Dimana resin akrilik ini mudah porus
(Combe, 1992).

Macam-macam Porosity:
Gasseous Porosity
Pemanasan yang terlalu tinggi dan cepat sehingga sebagian monomer
tidak sempat berpolimerisasi dan menguap membentuk bubbles (bola-bola
uap) sehingga pada bagian resin yang lebih tebal, bubbles terkurung sehingga
terjadi porositas yang terlokalisir. Sedangkan pada bagian yang tipis, panas
cxothermis dapat keluar dan diserap gips sehingga resin ridak meiewati titik
didihnya dan lidak akan membentuk bubbles.(Combe, 1992)
Air yang terkandung didaiam resin sebelum atau selama polirnerisasi
akan merendahkan titik didih monumer sehingga dengan ternperatur biasa
akan terjadi seperti diatas.(Combe, 1992)

Shrinkage Porosity,0X4)
Ketidak-homogenan resin akhlik selama polirnerisasi sehingga bagian
yang mengandung lebih banyak monomer akan menyusut dan membentuk
voids (ruang-ruang hampa udara) dan terjadi porosity yang terlokalisi.
(Combe, 1992)
Polimer-polimer yang berbeda BM, komposisi dan ukuran akan
menyebabkan bagian- bagian yang mcmpunyai partikel-partikel lebih kecil
dulu berpolimerisasi daripada partikel yang lebih besar. Bagian-bagian yang
berpolimerisasi lebih lam bat akan berpindah kebagian yang berpolimerisasi
lebih dulu, sehingga terbentuk voids dengan porosity yang terlokalisir.
(Combe, 1992)
Kurang lamanya pengepresan sebelum penggodokan maupun selama
polimerisasi juga akan menyebabkan diffusi monomer menjadi kurang baik
dan membuat voids dengan porosity internal. Yang ketiga hal diatas akan
menyebabkan kerapuhan pada basis protesa. (Combe, 1992)

B. Sifat Mekanik
Sifat mekanis adalah respons yang terukur, baik elastis maupun plastis, dari
bahan bila terkena gaya atau distribusi tekanan.Sifat mekanis bahan basis
gigitiruan terdiri atas kekuatan tensil, kekuatan impak, fatique, crazing dan
kekerasan.(Combe, 1992)
Kekuatan Tensil
Kekuatan tensil resin akrilik polimerisasi panas adalah 55 MPa.Kekuatan
tensil resin akrilik yang rendah ini merupakan salah satu kekurangan utama
resin akrilik.(Combe, 1992)
Kekuatan Impak
Kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas adalah 1 cm kg/cm.Resin
akrilik memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan apabila gigitiruan
akrilik jatuh ke atas permukaan yang keras kemungkinan besar akan terjadi
fraktur.(Combe, 1992)
Fatique
Resin akrilik memiliki ketahanan yang relatif buruk terhadap fraktur akibat
fatique. Fatique merupakan akibat dari pemakaian gigitiruan yang tidak
didesain dengan baik sehingga basis gigitiruan melengkung setiap menerima
tekanan pengunyahan.Kekuatan fatique basis resin akrilik polimerisasi panas
2
adalah 1,5 juta lengkungan sebelum patah dengan beban 2500 lb/in pada
stress maksimum 17 MPa.(Combe, 1992)
Crazing
Crazing merupakan terbentuknya goresan atau keretakan mikro. Crazing
pada resin transparan menimbulkan penampilan berkabut atau tidak terang.
Pada resin berwarna, menimbulkan gambaran putih (Anusavice, 2003).
Crazing kadang-kadang muncul berupa kumpulan retakan pada permukaan
gigitiruan resin akrilik yang dapat melemahkan basis gigitiruan. Retakan-
retakan ini dapat timbul akibat salah satu dari tiga mekanisme berikut.
Pertama, apabila pasien memiliki kebiasaan sering mengeluarkan
gigitiruannya dan membiarkannya kering, siklus penyerapan air yang konstan
diikuti pengeringan sehingga dapat menimbulkan stress tensil pada
permukaan dan mengakibatkan terjadinya crazing. Kedua, penggunaan anasir
gigitiruan porselen juga dapat menyebabkan crazing pada basis di daerah
sekitar leher anasir gigitiruan yang diakibatkan perbedaan koefisien ekspansi
termal antara porselen dan resin akrilik. Ketiga, crazing dapat terjadi selama
perbaikan gigitiruan ketika monomer metil metakrilat berkontak dengan resin
akrilik yang telah mengeras dari potongan yang sedang diperbaiki. Tingkat
crazing ini dapat dikurangi oleh cross-linking agent yang berfungsi mengikat
rantai-rantai polimer.(Combe, 1992)

Kekerasan
Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN atau 15
2
kg/mm . Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif
lunak dibandingkan dengan logam dan mengakibatkan basis resin akrilik
cenderung menipis. Penipisan tersebut disebabkan makanan yang abrasif dan
terutama pasta gigi pembersih yang abrasif, namun penipisan basis resin
akrilik ini bukan suatu masalah besar.(Combe, 1992)
C. Sifat kimia
1. Penyerapan Air
Penyerapan air selalu terjadi pada resin akrilik dengan tingkat yang lebih
besar pada bahan yang lebih kasar.Penyerapan air menyebabkan perubahan
dimensi, meskipun tidak signifikan.Penelitian Cheng Yi-Yung (1994)
menemukan bahwa penambahan berbagai serat pada resin akrilik
menunjukkan perubahan dimensi yang lebih kecil selama perendaman dalam
air.(Combe, 1992)

2. Stabilitas Warna
Yu-lin Lai dkk. (2003) mempelajari stabilitas warna dan ketahanan
terhadap stain dari nilon, silikon serta dua jenis resin akrilik dan menemukan
bahwa resin akrilik menunjukkan nilai diskolorasi yang paling rendah setelah
direndam dalam larutan kopi.Beberapa penulis juga menyatakan bahwa resin
akrilik polimerisasi panas memiliki stabilitas warna yang baik.(Combe, 1992).

D. Sifat biologis
1. Pembentukan Koloni Bakteri
Kemampuan organisme tertentu untuk berkembang pada permukaan
gigitiruan resin akrilik berkaitan dengan penyerapan air, energi bebas
permukaan, kekerasan permukaan, dan kekasaran permukaan.Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik polimerisasi panas memiliki
penyerapan air yang rendah, permukaan yang halus, kekerasan permukaan
yang lebih tinggi dibandingkan nilon dan sudut kontak permukaan dengan air
yang cukup besar sehingga apabila diproses dengan baik dan sering
dibersihkan maka perlekatan bakteri tidak akan mudah terjadi.Pembersihan
dan perendaman gigitiruan dalam pembersih kemis secara teratur umumnya
sudah cukup untuk mengurangi masalah perlekatan bakteri.(Combe, 1992)
2. Biokompatibilitas
Secara umum, resin akrilik polimerisasi panas sangat
biokompatibel.Walaupun demikian, beberapa pasien mungkin menunjukkan
reaksi alergi yang disebabkan monomer sisa metil metakrilat atau benzoic
acid pada basis gigitiruan.Pasien yang tidak alergi juga dapat mengalami
iritasi apabila terdapat jumlah monomer yang tinggi pada basis gigitiruan
yang tidak dikuring dengan baik. Batas maksimal konsentrasi monomer sisa
untuk resin akrilik polimerisasi panas menurut standar ISO adalah 2,2 %.
(Combe, 1992)

7. PROSES MANIPULASI AKRILIK?

Tahapan Manipulasi resin akrilik

Manipulasi adalah suatu bentuk tindakan atau proses rekayasa terhadap


sesuatu dengan menambah ataupun mengurangi variabel yang berkaitan guna
mencapai sifat fisik maupun mekanik yang dikehendaki. Sebelum diaplikasikan pada
pasien, resin akrilik harus diolah dan dimanipulasi sedemikian rupa sehingga
memenuhi kriteria pengaplikasian klinis yang baik. Secara umum, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam memanipulasi resin akrilik, antara lain:

1. Perbandingan monomer dan polimer

Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan volume atau


2,5 : 1 satuan berat. Bila monomer terlalu sedikit maka tidak semua polimer
sanggup dibasahi oleh monomer akibatnya akrilik yang telah selesai
berpolimerisasi akan bergranul. Sebaliknya, monomer juga tidak boleh terlalu
banyak karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada adonan resin
akrilik.

2. Pencampuran

Polimer dan monomer dengan perbandingan yang benar dicampurkan


dalam tempat yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit sampai mencapai
fase dough.( SK Khindria ,2009) . Pada saat pencampuran ada empat tahapan
yang terjadi, yaitu:
1. Sandy stage adalah terbentuknya campuran yang menyerupai pasir basah.
2. Sticky stage adalah saat bahan akan merekat ketika bubuk mulai larut
dalam cairan dan berserat ketika ditarik.
3. Dough stage adalah saat konsistensi adonan mudah diangkat dan tidak
melekat lagi, dimana tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk
memasukkan adonan ke dalam mould dan kebanyakan dicapai dalam
waktu 10 menit.
4. Rubber hard stage adalah tahap seperti karet dan tidak dapat dibentuk
dengan kompresi konvensional.
5. Pengisian

Tahap ini disebut juga dengan packing, yaitu tahap penuangan resin
kedalam mould. Pada proses manipulasi yang perlu diperhatikan pada
tahap pengisian ini adalah ketepatan bahan mengisi rongga mould.
dengan pengisian pada rongga mould secara bertahap. Pada tahap
selanjutnya setelah dilakukan pengisian pada rongga mould adalah
dilakukannya press dengan pada kuvet. Kekuatan press yang diberikan
pada kuvet sebesar 1000 psi selama 5 menit kemudian sebesar 2200 psi
selamat 5 menit juga. Selama proses press ini biasanya ditemukan flash,
yaitu adanya kelebihan bahan. Flash ini harus dibersihkan dan
dipisahakan dengan bagian resin yang mengisi mould. Setelah dilakukan
ini tahap berikutnya adalah dilakukannya curing.
6. Curing.

Proses curring adalah proses terjadinya pengerasan, dimana setiap


jenis resin akrilik memiliki spesialisasi tersendiri.
Heat cured acrylic resin : yaitu terjadinya curring yang diaktivasi oleh
adanya panas.
Self cured acrylic resin : curring cukup dapat dilakukan pada suhu
ruang karena adanya aktivator amin tersier.
Light cured resin : proses curring dicapai dengan dipaparkannya
cahaya tampak.

Aspek Aspek yang Mempengaruhi Manipulasi


1. Perbandingan bubuk dan cairan
Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan volume atau 2,5: 1
satuan berat. Bila cairan terlalu sedikit maka tidak semua bubuk sanggup dibasahi
oleh cairan akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranul dan
adonan tidak akan mengalir saat dipress ke dalam mold . Sebaliknya, cairan juga
tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada
adonan akrilik , maka pengerutan selama polimerisasi akan lebih besar (dari 7%
menjadi 21 % satuan volume ) dan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai
konsistensi dough dan dapat menimbulkan porositas pada bahan gingiva tiruan
(Anusavice ,2003).

2. Pencampuran
Setelah perbandingan tepat, maka bubuk dan cairan dicampur dalam tempat
yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit hingga mencapai fase dough .
Adonan atau campuran akrilik ini akan mengalami empat fase, yaitu :
a. Sandy stage
Mula mula terbentuk campuran yang menyerupai pasir basah.
b. Sticky stage
Bahan menjadi merekat ketika bubuk mulai larut dalam cairan.
c. Dough stage
Terbentuknya adonan yang halus, homogen dan konsistensinya tidak
melekat lagi dan mudah diangkat, dimana tahap ini merupakan saat
yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mold dalam waktu 10
menit.
d. Rubbery stage
Bila adonan dibiarkan terlalu lama , maka akan terbentuk adonan
menyerupai karet dan menjadi kaku (rubbery hard ) sehingga tidak
dapat dimasukkan ke dalam mould (Anusavice ,2003).

3. Pengisian
Sebelum pengisian dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah
merembesnya cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan
permukaan yang kasar, merekatnya dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari
gips masuk ke dalam resin akrilik. (Anusavice ,2003)
Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi penuh dan
saat dipress terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah pengisian adonan ke
dalam mould penuh kemudian dilakukan press pertama sebesar 1000 psi ditunggu
selama 5 menit agar mould terisi padat dan kelebihan resin dibuang kemudian
dilakukan press terakhir dengan tekanan 2200 psi ditunggu selama 5 menit .
Selanjutnya kuvet dipasang mur dan dilakukan proses kuring (OBrien dkk, 1985)
4. Kuring
Salah satu tehnik kuring mencakup proses pembuatan bahan tiruan dalam
water bath bertemperatur konstan yaitu 70 C selama 8 jam atau dengan cara
dipanaskan pada suhu 70 C selama 1 jam 30 menit kemudian meningkatkan
temperatur smapai 100 C dipertahankan selama 1 jam (Anusavice, 2003).
Pemanasan pada suhu 100 C penting dilakukan untuk mendapatkan
kekuatan dan derajat polimerisasi resin akrilik yang tinggi dan juga akan mengurangi
sisa monomeryang tertinggal. (Anusavice ,2003)
Kuvet yang didalamnya terdapat mold yang telah diisi resin akrilik
kemudian dipanaskan di dalam water bath .Suhu dan lamanya pemanasan harus
dikontrol. (Anusavice ,2003)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses kuring , yaitu :
a. Bila bahan mengalami kuring yang tidak sempurna , memungkinkan
mengandung monomer sisa tinggi.
b. Kecepatan peningkatan suhu tidak boleh terlalu besar. Monomer
mendidih pada suhu 100,3 C . Resin hendaknya tidak mencapai suhu
ini sewaktu masih terdapat sejumlah bagian monomer yang belum
bereaksi . Reaksi polimerisasi adalah bersifat eksotermis. Maka apabila
sejumlah besar massa akrilik yang belum dikuring tiba tiba
dimasukkan ke dalam air mendidih , suhu resin bisa naik di atas 100,3
C sehingga menyebabkan monomer menguap . Hal ini menyebabkan
gaseous porosity.
Setelah proses kuring, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan .
Pendinginan dilakukan hingga suhu mencapai suhu kamar . Selama
proses ini, harus dihindari pendinginan secara tiba-tiba karena
semalaman pendinginan terdapat perbedaan kontrasksi antara gips dan
akrilik yang menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Bila
pendinginan dilakukan secara perlahan, maka stress diberi kesempatan
keluar akrilik oleh karena plastic deformation. Selanjutnya resin
dikeluarkan dari cetakan dengan hati hati untuk mencegah patahnya
gingiva tiruan, kemudian dilakukan pemolesan resin akrilik (Mc Cabe
JF, 2008)

8. PROSES POLIMERISASI AKRILIK?


Pengertian Polimerisasi Resin Akrilik

Polimerisasi merupakan persamaan senyawa berat molekul rendah yang disebut


monomer ke senyawa berat molekul besar yang disebut polimer (Craig, dkk., 2004).

Dua Jenis Polimerisasi Resin Akrilik

1. Reaksi Kondensasi
Reaksi yang menghasilkan polimerisasi pertumbuhan bertahap atau
kondensasi berlangsung dalam mekanisme yang sama seperti reaksi kimia antara 2
atau lebih molekul-molekul sederhana. Senyawa untama bereaksi, seringkali dengan
pembentukan produk sampingan seperti air, asam halogen, dan
ammonia.Pembentukan produk sampingan ini adalah alasan mengapa polimerisasi
pertumbuhan bertahap, seringkali disebut polimerisasi kondensasi. (Craig, dkk.,
2004)
2. Reaksi Adisi
Tidak seperti polimerisasi kondensasi, tidak ada perubahan komposisi
selama polimerisasi tambahan/adisi. Makromolekul dibentuk dari unit-unit yang
kecil, atau monomer, tanpa perubahan dalam komposisi, karena monomer dan
polimer memiliki rumus empiris yang sama. Dengan kata lain struktur monomer
diulangi berkali-kali dalam polimer (Anusavice, 2004).
Pada proses polimerisasi polimetil metakrilat terjadi reaksi kimia berupa
reaksi adisi. Reaksi yang terjadi sewaktu polimerisasi polimetil metakrilat
berlangsung dengan tahap sebagai berikut (Umriati, 2000):
a) Aktivasi dan Initiasi
Untuk berlangsungnya polimerisasi dibutuhkan radikal bebas, yaitu
senyawa kimia yang sangat mudah bereaksi karena memiliki electron
ganjil (tidak mempunyai pasangan).Radikal bebas tersebut dibentuk
misalnya, dalam penguraian peroksida, dimana satu molekul benzoil
peroksida dapat membentuk dua radikal bebas.Radikal bebas inilah yang
menggerakkan terjadinya polimerisasi dan disebut inisiator. Sebelum
terjadi inisiasi, inisiatornya perlu diaktifkan dengan penguraian peroksida
baik dengan sinar, ultraviolet, panas atau dengan bahan kimia lain seperti
tertian amina.(Umriati, 2000).

Proses yang terjadi pada tahap inisiasi adalah:


- Benzoil peroksida menghasilkan dua radikal bebas
- Radikal bebas dapat terurai dan menghasilkan radikal bebas lain.

b) Propagasi
Stadium terjadinya reaksi antara radikal bebas dengan monomer dan
mendorong terbentuknaya rantai polimer. Proses yang terjadi pada tahap
ini adalah:
- Radikal bebas bereaksi dengan monomer menjadi radikal bebas
sehingga monomer teraktifkan.
- Monomer teraktifkan dapat bereaksi dengan molekul monomer lain
dan seterusnya menjadi pertumbuhan rantai. (Umriati, 2000).

c) Terminasi
Tahap ini terjadi apabila dua radikal bebas bereaksi membentuk suatu
molekul yang stabil.Pertumbuhan rantai polimer merupakan suatu proses
random yaitu sebagian rantai tumbuh lebih cepat dan sebagian terminasi
sebelum yang lainnya sehingga tidak semua rantai mempunyai panjang
yang sama. Terjadi pergerakan rantai polimer dari rantai yang satu ke
rantai lainnya sewaktu menerima beban stress, sehingga semakin panjang
rantai polimer semakin sedikit monomer sisa pada basis gigi tiruan dan
proses polimerisadi lebih sempurna (Umriati, 2000).

Proses Polimerisasi Resin Akrilik


Saat monomer dan polimer diaduk dengan komposisi yang tepat,
dihasilkan campuran yang dapat diproses. Campuran yang dihasilkan akan
melalui 5 tahap yang berbeda (Anusavice, 2003) :

1) Sandy stage
Merupakan tahap pertama saat polimer dan monomer dicampur dan
apabila diamati maka adonan masih seperti pasir, sedikit kasar dan berbutir
2) Stringy stage
Pada tahap ini monomer menyerang permukaan masing-masing butiran
polimer. Beberapa rantai polimer terdispersi dalam monomer cair. Rantai-rantai
polimer ini melepaskan jalinan ikatan sehingga meningkatan kekentalan adukan.
Tahap ini mempunyai ciri yaitu berserat-serat dan lengkat bila ditarik.
3) Dough stage
Saat tahap dough stage jumlah rantai polimer yang memasuki larutan
meningkat. Terjadi larutan monomer dan polimer yang terlarut. Tetapi terdapat
sejumlah polimer yang masih belum terlarut. Waktu yang diperlukan untuk
mencapai dough stage disebut dogging time. Working time terjadi selama
sampai fase dough stage berakhir yaitu selama lebih kurang 3 menit. Bila fase
ini berakhir campuran sudah tidak bisa dimanipulasi. Ciri-ciri lain tahap dough
stage ini yaitu adonan tidak melekat pada pot porselin yang digunakan. (Wataha,
hal: 257-280, 2000)
Setelah dough stage maka berlanjut ke tahap packing. Pada tahap ini
adonan dimasukkan ke dalam cetakan kuvet yang sebelumnya telah diolesi CMS
(Cold Mould Seal). Guna dari CMS ini adalah sebagai isolasi adonan dan sebagai
pelapis mould. CMS yang melapisi permukaan mould ini dapat menutupi
porositas yang ada pada permukaan mould sehingga adonan yang diletakkan
tidak akan masuk pada porus tersebut. Selain itu, CMS juga berfungsi sebagai
separator agar adonan mudah dilepaskan. Setelah itu cetakan dilapisi dengan
plastik dan dilakukan pengepresan Tahap pengepressan kuvet dilakukan
berulangulang sampai bentuk dalam campuran tersebut sesuai dengan cetakan.
Pada pengepresan terakhir, plastik yang ada pada cetakan dilepas, kemudian
dilakukan pengepresan kembali dan dibiarkan dalam suhu kamar tanpa dilakukan
curing seperti pada resin akrilik heat cured. (Wataha, hal: 257-280, 2000)

4) Rubbery stage
Pada tahap rubbery ini, monomer yang ada pada adonan dihabiskan
dengan penguapan dan penembusan lebih jauh ke dalam butir-butir polimer yang
masih tersisa. Ciri-ciri tahap ini adalah adonan akan bersifat seperti karet, yaitu
akan terasa kenyal dan akan terasa memantul bila ditekan atau diregangkan.
5) Stiff stage
Pada tahap stiff ini, adonan akan berubah menjadi keras oleh karena
adanya penguapan monomer bebas. Ciri-ciri tahap ini adalah adonan akan
tampak kering dan memiliki ketahanan (tidak rusak) saat diberi perlakuan
mekanik (ditarik, diregangkan). Setelah mencapai tahap ini maka adonan
dikeluarkan dari kuvet.

Pada tahap finishing, akrilik yang sudah jadi dirapikan dengan


menggunakan handpiece. Hal ini dilakukan agar permukaan akrilik menjadi
lebih halus. kemudian akrilik yang telah halus dipoles dengan menggunakan
alat hingga menjadi mengkilap. (Wataha, hal: 257-280, 2000)
Reaksi polimerisasi resin akrilik. (From: Powers JM, Wataha JC. Dental
Materials Properties and Manipulation. 9th Ed. Missouri : Mosby
Elsevier 2008 : 291)
Selama tahap berbagai konsistensi, polimerisasi sedikit terjadi dan reaksi
terjadi secara fisik di alam. Reaksi ini mencakup beberapa larutan dari partikel-
partikel polimer. Untuk plastik akrilik konvensional, tidak ada polimerisasi
substansial yang terjadi hingga kuvet dipanaskan di atas 70C. Jika terlalu banyak
monomer digunakan dalam campuran, penyusutan polimerisasi akan lebih besar,
waktu tambahan akan diperlukan untuk mencapai konsistensi pengepakan dan
akan ada kecenderungan untuk porositas dapat terjadi pada gigi tiruan (Craig,
2008).

9. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN?


A. Heat Cured Acrylic (Resin akrilik teraktivasi)
a). Kelebihan:
- nilai estetis yang unggul dimana warna hasil akhir akrilik sama
dengan warna jaringan lunak rongga mulut.
- Selain itu resin akrilik ini tergolong mudah dimanipulasi.
- dan harga terjangkau.
b). Kekurangan:
- daya tahan abrasi atau benturan masih tergolong rendah.
- fleksibilitas juga masih rendah.
- dan hasil akhir dari manipulasi akrilik akan terjadi penyusutan
volume (Combe, 1992).
B. Self Cured Acrylic (Resin akrilik Teraktivasi Kimia)

a). Kelebihan:
- mudah dilepaskan dari kuvet.
- fleksibilitas lebih tinggi dari tipe1.
- pengerutan volume akhir tergolong rendah karena proses
polimerisasi dari tipe ini tergolong kurang sempurna.

b). Kekurangan:
- elastisitas dari tipe initergolong kurang dari tipe I, kemudian
karena digunakan bahan kimia hal tersebut dapat mengiritasi
jaringan rongga mulut.
- dari segi ekonomis lebih mahal (Combe, 1992).
C. Light Cured Acrylic (Resin Akrilik teraktivasi Cahaya)
a). Kelebihan:
- penyusutan saat polimerisasi rendah.
- hasil akhir manipulasi dapat dibentuk dengan baik.
- resin ini dapat dimanipulasi dengan peralatan sederhana.

b). Kekurangan:
- elastisitas dari resin akrilik ini kecil dan penggunaan sinar UV
pada resin ini dapat merusak jaringan rongga mulut (Combe,
1992).
D. Microwave Cured Acrylic (Resin Akrilik Teraktivasi Kimia)
a). Kelebihan:
- waktu pemanasan yang dibutuhkan sangat singkat.
- perubahan warna kecil.
- sisa monomernya lebih sedikit di karenakan polimerisasinya
lebih sempurna.

b). Kekurangan:

- resin akrilik ini masih dapat menyerap air.


- harga cukup mahal karena manipulasinya menggunakan
peralatan canggih ( Combe, 1992).
10. INDIKASI / PENGGUNAAN DALAM KEDOKTERAN GIGI?

Penggunaan pada kedokteran gigi:

Akrilik digunakan sebagai basis pada gigi tiruan lengkap atau gigi tiruan
sebagian. Bahan resin akrilik sering digunakan pada pembuatan gigi tiruan karena
warna yangmirip dengan gingiva, mudah diproses, dan perubahan dimensi kecil,
harga relatif murah (Combe, 1992).

Resin akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang telah banyak
aplikasikan untuk pembuatan anasir dan basis gigi tiruan, pelat ortodonsi, sendok
cetak khusus, serta restorasi mahkota dan jembatan dengan hasil memuaskan,
baik dalam hal estetik maupun dalam hal fungsinya. Selain itu resin digunakan
untuk reline dan perbaikan prostesa, gigi palsu parsial. Resin juga telah digunakan
untuk retainer ortodontik dan perangkat removable gigi , pelindung mulut dari
bruxism, mahkota gigi. (philis, 2003)

Resin akrilik digunakan sebagai bahan restorasi karena memilki kelebihan yaitu
daya alir tinggi, aplikasi mudah setting dengan light-cured selama 10 menit, dan
menghasilkan permukaan yang sangat halus dan mengkilat. Digunakam sebagai
sendok cetak karena dibuat untuk menyesuaikan lengkung tertentu sehingga
sering disebut sendok cetak individual. Sebagai alat ortodonsi lepasan karena
dipakai sebagai plat dasar alat ortodontik lepasan yang berupa lempengan plat
akrilik berbentuk melengkung mengikuti permukaan palatum atau permukaan
lingual lengkung mandibula. Jenis resin yang dipakai adalah heat curing dan cold
curing. Bahan dari cold curing memiliki berat molekul lebih rendah sehingga
pengkerutannya lebih sedikit namun memiliki porositas lebih banyak sehingga
kekuatannya lebih rendah.Sebagai reparasi yaitu bahan yang biasa digunakan
adalah jenis self-cured dan heat-cured. Bias juga digunakan sebagai relining,
Relining adalah mengganti permukaan protesa yang menghadap jaringan. Bahan
yang biasa digunakan adalah self-cured. Namun juga digunakan resin yang
diaktivasi dengan energy panas, sinar, atau gelombang mikro yang nantinya akan
menghasilkan panas yang cukup besar dan distorsi basis protesa cenderung
terjadi. Tahap awal dari relining itu membersihkan permukaan yang menghadap
jaringan untuk meningkatkan perlekatan antara resin yang ada dengan bahan
relining. Lalu resin yang tepat dimasukkan dan dibentuk dengan teknik molding
tekanan.Dan yang terakhir digunakan untuk rebasing, rebasing adalah mengganti
keseluruhan basis protesa. Bahan yang biasa digunakan adalah sel-cured. Caranya
adalah bahan self-cured dicampur sampai konsistensi encer lalu dimasukkan ke
daerah yang kan direparasi. Polimerisasi yang timbul akan lebih sedikit apabila
polimerisasi dilakukan di bawah tekanan hydrolic hingga sebesar 250 kN/m pada
suhu 40-50oC. (Philips,2003)

11. APA SAJA SYARAT RESIN AKRILIK DALAM KEDOKTERAN


GIGI?

Semua dental material harus memenuhi syarat-syarat fundamental sebelum


dapat digunakan secara klinis pada pasien, tidak terkecuali resin akrilik. Berikut
adalah syarat-syarat standar dental material:

1. Biologis : tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak toksik, dan tidak mengiritasi
jaringan rongga mulut, tidak boleh larut dalam saliva atau cairan lain yang
dimasukkan ke dalam mulut, dan tidak dapat ditembus cairan mulut.

2. Fisik : memiliki kekuatan dan kepegasan serta tahan terhadap tekanan gigit atau
pengunyahan, tekanan benturan, serta keausan berlebihan yang dapat terjadi di
dalam rongga mulut. Resin akrilik jugalah harus stabil dimensinya dibawah
semua keadaan, termasuk perubahan termal serta variasi-variasi dalam beban.
3. Estetik : menunjukkan transluensi atau transparansi yang cukup sehingga cocok
dengan penampilan jaringan mulut yang digantikan, harus dapat diwarnai atau
dipigmentasi, dan harus tidak berubah warna atau penampilan setelah
pembentukan.

4. Karakteristik penanganan : tidak boleh menghasilkan uap atu debu toksik selama
penanganan dan manipulasi, mudah diaduk, dimasukkan, dibentuk, dan diproses,
mudah dipoles, dan pada keadaan patah yang tidak disengaja, resin harus dapat
diperbaiki dengan mudah dan efisien.

5. Ekonomis : biaya resin dan penanganannya haruslah rendah, dan proses tersebut
tidak memerlukan peralatan kompleks serta mahal (Phillips, 1996)

Menurut Anusavice tahun 2003, syarat-syarat yang dibutuhkan untuk resin


akrilik yaitu :
a. Tidak toksis dan tidak mengiritasi.
b. Tidak terpengaruh cairan rongga mulut.
c. Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada bagian yang
tipis.
d. Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena stress tidak
mudah mengalami perubahan bentuk yang permanent.
e. Mempunyai kekuatan impact tinggi sehingga tidak mudah patah atau pecah
jika terbentur atau jatuh.
f. Mempunyai fatigue strength tinggi sehingga akrilik dapat dipakai sebagai
bahan restorasi yang cukup lama.
g. Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi.
h. Estetis cukup baik, hendaknya transparan atau translusen dan mudah
dipigmen. Warna yang diperoleh hendaknya tidak luntur.
i. Radio-opacity, memungkinkan bahan dapat dideteksi dengan sinar x jika
tertelan.
j. Mudah direparasi jika patah.
k. Mempunyai densitas rendah untuk memudahkan retensinya di dalam mulut.
l. Mudah dibersihkan.

12. MENGAPA DAPAT TERJADI PORUS?

Adanya gelembung udara pada permukaan dan dibawah permukaan


dapat mempengaruhi kekuatan, estetika, dan kebersihan basis gigi tiruan.
Porositas cenderung terjadi pada bagian basis protesa yang lebih tebal.
Porositas terjadi sebagai akibat dari penguapan monomer yang tidak bereaksi
serta polimer berberat molekul rendah, bila temperatur resin mencapai atau
melebihi titik didih bahan tersebut.

Porositas adalah gelembung udara yang terjebak dalam massa akrilik yang
telah mengalami polimerisasi. Timbulnya porositas menyebabkan efek negatif
terhadap kekuatan dari resin akrilik. Dimana resin akrilik ini mudah porus (Combe,
1992).

Macam-macam Porosity:
Gasseous Porosity
Pemanasan yang terlalu tinggi dan cepat sehingga sebagian monomer
tidak sempat berpolimerisasi dan menguap membentuk bubbles (bola-bola
uap) sehingga pada bagian resin yang lebih tebal, bubbles terkurung sehingga
terjadi porositas yang terlokalisir. Sedangkan pada bagian yang tipis, panas
cxothermis dapat keluar dan diserap gips sehingga resin ridak meiewati titik
didihnya dan lidak akan membentuk bubbles.(Combe, 1992)
Air yang terkandung didaiam resin sebelum atau selama polirnerisasi
akan merendahkan titik didih monumer sehingga dengan ternperatur biasa
akan terjadi seperti diatas.(Combe, 1992)

Shrinkage Porosity,0X4)
Ketidak-homogenan resin akhlik selama polirnerisasi sehingga bagian
yang mengandung lebih banyak monomer akan menyusut dan membentuk
voids (ruang-ruang hampa udara) dan terjadi porosity yang terlokalisi.
(Combe, 1992)
Polimer-polimer yang berbeda BM, komposisi dan ukuran akan
menyebabkan bagian- bagian yang mcmpunyai partikel-partikel lebih kecil
dulu berpolimerisasi daripada partikel yang lebih besar. Bagian-bagian yang
berpolimerisasi lebih lam bat akan berpindah kebagian yang berpolimerisasi
lebih dulu, sehingga terbentuk voids dengan porosity yang terlokalisir.
(Combe, 1992)
Kurang lamanya pengepresan sebelum penggodokan maupun selama
polimerisasi juga akan menyebabkan diffusi monomer menjadi kurang baik
dan membuat voids dengan porosity internal. Yang ketiga hal diatas akan
menyebabkan kerapuhan pada basis protesa. (Combe, 1992)
Step IV
MAPPING

Lihat di halaman depan-depan modul IBTKG I, ada kayak pohon topik blablabla.
Kurang lebih kayak gitu.

Anda mungkin juga menyukai