PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Virus polio adalah RNA virus ultra microscopic dengan ukuran 27u,
termasuk Enterovirus, dalam family Picornaviridae, terbagi dalam 5
generasi, diantaranya yang patogenik pada manusia adalah Enterovirus,
Hepatovirus, dan Rhinovirus. Enterovirus terbagi lagi dalam 71 spesies,
yaitu berbagai virus polio, virus Coxsackie, virus ECHO, dan Enterovirus
68-71. Virus terdiri dari 3 strain yaitu strain 1 (Brunhilde), strain 2 (Lansig),
dan strain 3 (Leon). Virus yang single-stranded, 30% terdiri dari virion,
mayor protein (VP1-4) dan satu protein minor (VPg). Perbedaan tiga jenis
strain terletak pada sekuen nukleotidanya. VP1 adalah antigen yang paling
dominan dalam membentuk antibody netralisasi. Strain 1 adalah yang paling
paralitogenik dan sering menimbulkan wabah, sedang strain 3 paling tidak
imunogenik.
2
Meskipun begitu, jalur pernafasan belum terbukti menjadi jalur
penularan untuk virus polio. Transmisi oral biasanya mempunyai peranan
yang dominan pada penyebaran virus polio di negara berkembang,
sedangkan penularan secara fekal-oral paling banyak terjadi di daerah
miskin. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi melalui lalat atau
karena higienis yang rendah. Sumber penularan lain yang mungkin berperan
adalah tanah dan air yang terkontaminasi material feses, persawahan yang
diberi pupuk feses manusia, dan irigasi yang dengan air yang telah
terkontaminasi virus polio. Penularan penyakit polio terutama melalui jalur
fekal-oral dan membutuhkan kontak yang erat. Prevalensi infeksi tertinggi
terjadi pada mereka yang tinggal serumah dengan penderita penyakit polio.
Biasanya bila salah satu anggota keluarga terinfeksi, maka yang lain juga
terinfeksi. Kontaminasi tinja pada jari tangan, alat tulis, mainan anak,
makanan dan minuman, merupakan sumber utama infeksi.
Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang
dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanen. Penyakit ini
dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang peling rentan
adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun. Gejala meliputi demam, lemas,
sakit kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki, tangan, kadang
disertai diare. Penyakit polio menjadi terus meningkat dan rata-rata orang
yang menderita penyakit polio meninggal, sehingga jumlah kematian
meningkat akibat penyakit ini.
1. Polio Non-Paralisis
3
flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum
divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang
saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi
sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan
berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan
menghancurkan neuron motor. Neuron motor tidak memiliki
kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak
akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan
pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas kondisi ini disebut
acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat
dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada
toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.
3. Polio Bulbar
4
paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma
dan kematian.
5
2. Medula oblongata (nuclei vestibularis, nuclei saraf cranial dan
formation retikularis yang terdiri dari pusat-pusat vital)
3. Serebelum (hanya mengenai nuclei bagian atas dan vermis)
4. Otak tengah/mid brain (terutama massa kelabu, substansia nigra,
kadang-kadang di nucleus rubra)
5. Talamus dan hipotalamus
6. Palidum
7. Korteks cerebri (bagian motorik)
Invitasi itulah yang akan menentukan apakah akan terjadi kelumpuhan
dan bagian tubuh yang mana yang akan menjadi paralisis. Invitasi itu adalah
suatu trauma seperti misalnya suatu infeksi, olah raga berat, tonsilektomi,
adenektomi, cabut gigi, fraktur, abses dan lain-lain.
Secara mendasar, kerusakan saraf merupakan ciri khas pada
poliomyelitis. Virus berkembang di dalam dinding faring atau salurun cerna
bagian bawah, menyebar ke jaringan getah bening dan menyebar masuk ke
aliran darah sebelum menembus dan berkembang biak di jaringan saraf.
Pada saat viremia pertama terdapat gejala klinik yang tidak spesifik berupa
minor illnesses. Invasi virus ke susunan saraf bias hematogen atau melalui
perjalanan saraf. Dalam beberapa penelitian kedua-duanya mungkin, tetapi
secara hematogen lebih sering terjadi. Virus masuk ke susunan saraf melalui
sawar darah-otak (blood brain barrier) dengan berbagai cara yaitu :
1. Transport pasif dengan cara piknositosis
2. Infeksi dari endotel kapiler
3. Dengan bantuan sel mononuclear yang mengadakan transmisi ke dalam
susunan saraf pusat
4. Kemungkinan lain melalui saraf perifer, transport melalui akson atau
penyebaran melalui jaras olfaktorius.
6
4. Pemeriksaan adanya gejala sisa neurologik (residual paralysis).
1. Viral Isolation
2. Uji Serology
7
1. Dalam fase akut
(Dari mulanya penyakit sampai 4 minggu sesudahnya)
- Penderita hendaknya diberikan istirahat total.
- Pada anggota tubuh yang terasa nyeri, diberikan botol hangat.
- Berikan analgetik, fenobarbital dan sebagainya.
- Sesudah 2 minggu dan setelah keadaan likuor kembali normal
dapat dilakukan fisioterapi.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/177808370/Laporan-Jurnal-Poliomyelitis
10
MATA KULIAH : VIROLOGI
DOSEN :ROSDARNI, S.Si MPH
MAKALAH
VIRUS POLIO
OLEH :
11