PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Takhrij al-Hadits (selanjutnya cukup disebut takhrij). Kegiatan ini sangat penting,
karena tanpa kegiatan ini terlebih dahulu maka akan sulit diketahui asal-usul riwayat
hadis yang akan diteliti. Kegiatan penelitian hadis, baik dari segi sanad maupun dari
segi matan sangat penting. Upaya penelitian terhadap hadis-hadis yang tertuang dalam
beberapa kitab hadits merupakan sebuah keharusan. Karena kitab-kitab hadits yang
disusun oleh para mukharrij-nya masing-masing memuat riwayat hadits baik sanad-
mempersilahkan para ahli yang berminat untuk meneliti semua hadits yag terhimpun
sumber otoritatif kedua setelah al-Quran menempati posisi yang sangat urgen.
Otoritas Nabi Muhammad saw. Di luar al-Quran tak terbantahkan dan mendapat
justifikasi dari wahyu. Secara tekstual, beliau merupakan aplikas al-Quran yang
pragmatis. Dalam beberapa literature dikatakan bahwa hadits berasal dari sumber
yang sama. Perbedaan keduanya hanya pada bentuk dan tingkat ontensitasnya, bukan
pada substansinya. Maka dari itu, wahyu dikategorikan sebagai wahyu ghairu
mathlu.
Hadits Nabi, baik dalam tataran ucapan , perbuatan dan taqrir Nabi, telah
tertuang dalam berbagai kitab dan telah disebarluaskan dikalangan masyarakat luas.
Dampak dari hal tersebut adalah munculnya berbagai bentuk pemahaman dari
1
Berangkat dari tema kajian dan uraian di atas, maka persoalan yang akan
dikaji pada makalah ini yaitu pengertian takhrij hadits, urgensi dari kegiatan takhrij
al-Hadits, pengenalan kitab-kitab terkait dan penggunaannya, dan praktik takhrij al-
Hadits.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
seorang peneliti adalah melakukan kegiatan takhrij al-hadits. Kata takhrij secara
dari kitab-kitab hadits atau membacakan hadits tertentu dari kitab hadits tertentu
kepada seseorang.
Pengertian takhrij secara etimologi dan yang biasa dipakai oleh ulama hadits
para guru hadits, atau berbagai kitab, atau lainnya yang susunannya
atau orang lain, dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun
dari berbagai kitab hadits yang disusun oleh para mekharrijnya langsung
(yakni para periwayat yang juga sebagai penghimpun bagi hadits yang mereka
riwayatkan).
3
4. Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya,
5. Menentukan atau mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli,
yakni berbagai kitab, yang didalamnya dikemukakan hadits itu secara lengkap
Artinya:
kegiatan yang telah dilakaukan oleh para periwayat hadits yang menghimpun hadits
ke dalam kitab hadits yang mereka susun masing-masing, misalnya imam Al-Bukhari
dengan kitab sahih-nya, imam Muslim dengan sahihnya, dan Abu Dawud dengan
kitab sunan-nya.
Pengertian al-Takhrij yang dikemukakan pada butir kedua telah dilakukan oleh
banyak ulama hadits, misalnya oleh imam al-Baihaqi, yang telah banyak
mengambil hadits dari kitab al- sunan yang disusun oleh Abu al-Hasan al-Basri al-
himpunan hadits, misalnya Bulughul Maram karya Ibnu Hajar al-Asqalani. Dalam
4
melakukan pengutipan hadits pada karya tulis ilmiah, mestinya diikuti pengertian al-
Takhrij pada butir ketiga tersebut, dengan dilengkapi data kitab yang dijadikan
sumber. Dengan demikian, hadits yang dikutip dengan tidak hanya matannya saja,
tetapi minimal juga nama mukharrijnya dan nama periwayat pertama (sahabat nabi)
ulama hadits untuk menjelaskan berbagai hadits yang termuat dikitab tertentu,
misalnya kitab Inya Ultim al-Din karya imam al-Ghazali, yang dalam penjelasannya
penelitian hadits lebih lanjut dan dalam pembahasan makalah ini ialah pengertian
yang dikemukakan pada butir kelima. Berangkat dari pengertian itu, maka yang
dimaksud dengan takhrij al-hadits dalam hal ini adalah penelusuran atau pencarian
hadits pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan yang
didalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadits yang
tentunya sangat erat kaitannya dengan penelitian hadits baik penelitian awal maupun
penelitian lanjutan. Penelitian hadits pada masa awal telah dilakukan oleh para ulama
salaf yang kemudian hasilnya telah dikodifikasikan dalam berbagai buku hadits.
Penyebutan sekian banyak hadits yang disertai sanadnya dan keterangan kualitasnya
pelengkap atau takhrij atau meneliti kembali (back research) hasil takhrij mereka atau
5
B. Urgensi dari Kegiatan Takhrij al-Hadits
Kegiatan takhrij al-Hadits sangat urgen bagi seorang peneliti hadits asal-usul
riwayat hadits yang akan diteliti, berbagai riwayat yang telah meriwayatkan hadits itu
dan ada tidaknya korroborasi (sahid atau mutabih) dalam sanad bagi hadits yang
demikian, minimal ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij al-
bagaimana asal-usul hadits yang akan diteliti itu. Kualitas dan status suatu
hadits akan sangat sulit diteliti jika tidak diketahui asal usulnya lebih dahulu.
Penelitian sebuah hadits akan sulit terlaksana dengan akurat dan cermat, tanpa
hadits yang akan diteliti. Bisa jadi hadits yang akan diteliti memiliki lebih dari
satu sanad. Dari sanad yang lebih dari satu itu mungkin salah satunya
hadits yang akan diteliti, harus terlebih dahulu diketahui, agar sanad yang
Salah satu bagian dari kegiatan penelitian hadits adalah menentukan ada
tidaknya sahid atau mutabi. Kedua hal ini bertujuan untuk mengetahui adanya
periwayat lain yang sanadnya mendukung pada sanad yang diteliti. Dukungan
6
(corroboration) itu dapat menpengaruhi kualitas sanad yang menjadi objek
penelitian. Sebuah sanad yang lemah pada tingkat sahabat, dapat menjadi kuat
bila ada dukungan pada sanad yang lain. Dalam penelitian sebuah sahabat,
sahid yang didukung oleh sanad yang kuat dapat memperkuat sanad yang
sedang diteliti. Demikian pula mutabi yang memiliki sanad yang kuat, maka
mutabu tersebut. Untuk mengetahui, apakah suatu sanad memiliki sahid atau
mutabi maka seluruh sanad hadits itu harus dikemukakan. Itu berarti, takhrij
al-hadits harus dilakukan terlebih dahulu. Tanpa kegiatan ini, tidak dapat
diketahui secara pasti seluruh sanad untuk hadits yang sedang diteliti.
dapat mengetahui siapa perawi suatu hadits yang diteliti dan didalam kitab
menemukan sebuah hadits yang akan diteliti disebuah atau beberapa induk
sejumlah sanad.
7
5. Meningkatkan suatu hadits yang dhaif menjadi hasan li ghayirihi karena
adanya dukungan sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualiutasnya.
riwayat.
Dengan adanya sanad yang lain maka nama perawi itu akan menjadi jelas.
satu sanad.
11. Takhrij dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam
satu sanad.
8
16. Takhrij dapat mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh
seorang perawi.
17. Takhrij dapat membedakan proses tempat dan aktu timbulnya suatu
hadits.
hadits ada yang timbul karena perilaku seseorang atau kelompok orang
Ketika mereka takhrij hadits tidak memerlukan kitab-kitab yang berkaitan dengan
takhrij hadis ini. adapun kitab-kitab tersebut antara lain sebagai berikut:
Kitab ini disusun khusus untuk mencari hadits-hadits yang termuat dalam
sokhikh Bukhori. lafadz hadits disusun menurut aturan huruf abjad arab,
Bukhori tidak dimuat secara berulang dalam kamus diatas. Dengan demikian,
perbadaan lafalz dalam matan hadits riwayat al-bukhori tidak dapat diketahui
2. Mujam al-fadzi wala siyyama al-garibu minha atau fahras litartibi ahaditsi
muslim.
9
Kitab tersebut merupakan salah satu juz ke-5 dari kitab shohih Muslim
yang disunting oleh Muhammad Abdul Baqi. Juz ke-5 ini merupakan kamus
a. Daftar urutan judul kitab, nomor hadits dan juz yang memuatnya.
b. Daftar nama para sahabat nabi yang meriwayatkan hadits yang termuat
c. Daftar awal matan hadits dalam bentuk sabda yang tersusun menurut
3. Miftahus shohihain.
oleh Muslim, akan tetapi hadits-hadits yang dimuat dalam kitab ini hanyalah
hadits-hadits yang berupa sabda saja. Hadits tersebut disusun menurut abjad
Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin al-Sayyid Muhammad
asfiyani. Sejenis dengan kitab tersebut adalah kitab miftahut tartibi li ahaditsi
tarikhil khotib yang disusun oleh Sayyid Ahmad bin Sayyid Muhammad bin
yang tercantum dalam kitab sejarah yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin
10
Subit bin Ahmad al-Baqhdadi yang dikenal dengan al-Khotib al-Bugdadiw
(W. 436 H). Kitabnya diberi judul Tarikhu Baghdadi yang terdiri dari 4 jilid.
5. Al-Jumius Shogir
himpunan hadits karya imam Assayuthi juga, yakni al-Jamu aljawami hadits
yang dimuat dalam jamius shogir disusun berdasarkan huruf abjad dari awal
lafadz matan hadits, sebagian dari hadits-hadits itu ada yang ditulis secara
lengkap dan ada juga yang ditulis sebagian saja, namun telah mengandung
kitabnya), selain itu hampir setiap hadits yang dikutip dijelaskan kualitasnya
olehnya.
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara
anggota tim yang paling aktif dalam proses penyusunan ini adalah Dr. Arnold
John Wensink (W 939 M), seorang profesor bahasa semit termasuk bahasa
hadits yang berdasarkan petunjuk lafadz matan hadits, berbagai lafadz yang
disajikan tidak dibatasi hanya lafadz-lafadz yang berada ditengah dan bagian-
bagian lain dari matan hadits. Dengan demikian, kitab Mujam mampu
sebagian lafadz dari matan hadits yang dicarinya itu telah diketahuinya. Kitab
11
Mujam itu terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari hadits-
hadits yang terdapat didalam sembilam kitab hadits; sahih al-Bukhari, sahih
Muslim, sunan Abu Daud, Suann at-Tarmidzi, sunan AnnasaI, Sunan Ibnu
(Ranuwijaya, 1996).
beberapa metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh mereka yang akan
mempermudah mencari hadits Nabi. Para ulama telah banyak mengkodifikasi hadits-
hadits dengan mengaturnya dalam susunan yang berbeda satu dengan yang lainnya,
metode ini, suatu keharusan baginya untuk mengetahui dengan pasti lafal-
12
Jenis kitab yang menggunakan metode ini dibagi dalam tiga jenis: 1)
Muzii al-Ilbas amma Isythara min al-hadis al-Alsinah al-Nas karya ismail
fiha ala tartib huruf al-Mujam, jenis kitab ini seperti al-Jami al-Shagi min
hadis al-Basyir al-Nazir karya Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar al-
Dalam kegiatan takhrij metode yang pertama, kitab yang paling banyak
digunakan oleh para penelitihadits adalah al-jami al-Shagir min hadits al-
huruf hijaiyah agar mencarinya lebih mudah. Dimulai dengan hadits yang
dengan hamzah atau lainnya begitu pula diurutkan dengan huruf keduanya
dengan hrurf ba, huruf berikutnya adalah ba dengan alif, ba dengan ba,
kode tertentu.
13
Selain itu, penyusunan kitab ini juga menulis secara ringkas nama-
nama kitab terdapatnya hadits yang disusun. Kode-kode yang dipakai oleh
pemakai jasa kamus hadis ini harus mengetahui terlebih dahulu lafal
pertama matan hadits tersebut dengan pasti lalu mencarinya dalam babnya.
Hadis yang dimulai dengan huruf ba dicari pada bab huruf ba, kemudian
mencari huruf keduanya secara berurutan dan seterusnya dengan cara yang
sama.
hadits, baik itu berupa isim atau fiil. Huruf-huruf tidak digunakan dalam
menurut lafal-lafal yang asing. Semakin asing (Ghasib) suatu kata, maka
14
menyebutkan perawi dari kalangan sahabat; dan ketiga, terkadang suatu
hadits tidak dapat didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang
Wensink yang merujuk pada Sembilan kitab induk hadis ( al-Kutub al-
Metode ini digunakan ketika nama sahabat disebut pada sebuah hadis
yang hendak di takhrij. Apabila nama sahabat tidak disebut pada hadits
dan tidak mungkin mengetahuinya, metode ini tidak dapat digunakan. Jika
nama sahabat disebut pada hadits atau kita mengetahuinya dengan jalan
adalah, pertama, metode ini tidak dapat digunakan dengan baik tanpa
15
Untuk metode ini diperlukan tiga jenis kitab yaitu kitab Musnad, kitab
Mujam dan kitab Athraf. Metode ini jarang dipakai oleh para peneliti
Metode takhrij ini bersandar pada pengenalan tema hadits, setelah kita
menentukan hadis yang akan kita takhrij, maka langkah selanjutnya ialah
proses takhrij.
Olehnya itu, metode ini hanya dapat digunakan oleh orang yang
tersebut mempunyai kandungan yang lebih luas dan banyak bergelut dan
penyusun kitab.
16
Metode ini memerlukan kitab penunjang seperti, Miftah Kunuz al-
yang menyangkut bab-bab agama atau salah satu aspeknya. Diantara kitab
Metode ini jarang dipakai oleh para peneliti hadits dalam kegiatan takhrij.
status hadis, jenis kitab ini sangat membantu dalam proses pencarian
lain-lain.
Dengan kata lain, maksud dari metode ini ialah memperhatikan hal
ihwal hadis dan sifat-sifatnya yang terdapat pada matan hadits atau sanad-
nya. Jika pada matan hadits terdapat gejala-gejala palsu, maka cara yang
al-Maudhuat. Jika hadits itu adalah hadits Qudsi, maka sumber tercepat
17
Sedangkan pada sanad hadits, jika terdapat ayah yang meriwayatkan
atau mursal.
dimuat dalam suatu karya tulis berdasarkan sifat-sifat hadits sangat sedikit,
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Yang dimaksud dengan takhrij al-hadits adalah penelusuran atau pencarian hadits pada
berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan di dalam sumber itu
c. Miftahus Shohihain
e. Al-Jamius Shogir
19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, La Ode Ismail dan Abustani Ilyas. 2011. Pengantar Ilmu Hadis.
Makassar: Zadahaniva Publishing
20