Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Nilai, norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling
berkaitan. Dalam hubungannya dengan pancasila maka
ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling
melengkapi sebagai sistem etika. Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi
sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma
moral maupun norma kenegaraan lainnya. Disamping itu,
terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional, sistematis, dan komprehensif. Oleh karena
itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat
mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang


bersifat praktis atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa
dan Negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang
kemudian menjadi pedoman.

Dengan demikian, pancasila pada hakikatnmya bukan


merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif
ataupun prakstis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai
etika yang merupakan sumber norma. Pancasila merupakan nilai
dasar yang menjadi rambu-rambu bagi politik hukum nasional.
Nilai-nilai dasar itu kemudian melahirkan empat kaidah penuntun
hukum yang harus dijadikan pedoman dalam pembangunan
hukum. Empat kaidah itu meliputi, pertama hukum Indonesia
harus bertujuan dan menjamin integrasi bangsa, baik secara
teritorial maupun ideologis.

1
Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah
sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan dimana
saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah
laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua pada Pancasila,
yaitu Kemanusian yang adil dan beradab sehingga tidak dapat
dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika
bangsa ini sangat berandil besar.
Nilai norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling
terkait. Dalam hubungannyadengan pancasila maka ketiganya
akan memberi pemahamann yang saling melengkapi sebagai
sitem etika. Pancasila sebagai suatu sistem falsafat pada
hakikinya merupakan suatu sistem nilai yang menjadi sumber
dari penjabarannorma baik norma hukum, norma moral maupun
norma yang lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-
pemikiran yang bersifat kritis, mendasar rasional, dan
konfrehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran falsafat adalah
suatu nilai-nilai yang mendasar yang memberikan landasan bagi
manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Nilai-nilai tersebut dijadikan dalam kehidupan yang bersifat
praktis atau kehidupan yang bersifat nyata dalam masyarakat,
bangsa dan Negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang
kemudian menjadi pedoman.

Dalam pengertian itulah Pacasila berkembang dengan


sumber dari segala sumber hukum. Dengan demikian, Pancasila
pada hakikinya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung
bersifat normatif ataupun praktis melainkan merupakan suatu
sistem nilai etika yang merupakan sumber norma.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Etika?
2. Apakah yang dimaksud dengan etika pancasila?
3. Bagaimanakah nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila?

2
4. Apakah Pengertian Nilai, Norma dan Moral?
5. Bagaimanakah Hubungan Nilai, Norma dan Moral?
6. Apa yang dimaksud Pancasila sebagai Nilai Dasar
Fundamental bagi?
7. Apa yang dimaksud dari Pancasila Sebagai Solusi Problem
Bangsa, Seperti Korupsi, Kerusakan Lingkungan,
Dekadensi moral?
C. Tujuan Penulisan.
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Etika
2. Untuk mengetahui apa yang dengan etika Pancasila.
3. Untuk mengetahui Bagaimanakah nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila.
4. Untuk mengetahui Pengertian Nilai, Norma dan Moral
5. Untuk mengetahui bagaimanakah Hubungan Nilai, Norma
dan Moral
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Pancasila sebagai
Nilai Dasar Fundamental bagi
7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dari Pancasila
Sebagai Solusi Problem Bangsa, Seperti Korupsi, Kerusakan
Lingkungan, Dekadensi moral

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. ETIKA
1. Pengertian Etika
Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) dalam bentuk
tunggal artinya padang rumput, kebiasaan, adat, watak, dan lain-
lain, dan bentuk jamak artinya kebiasaan. Etika berarti ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang kebiasaan.

Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang dan


bagaimana kita dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada
pokoknya membicarakan masalah- masalah yang berkaitan
dengan predikat nilai susila dan tidak susila, baik dan
buruk. (Winarno, 2007)

Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi


menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika
adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan
mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau
bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral (suseno 1987).

4
Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku
bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus
membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya
dengan pelbagi aspek kehidupan manusia (suseno, 1987) etika
khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas
kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika social yang
membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia yang
lain dalam hidup bermasyarakat, yang merupakan bagian
terbesar dari etika khusus.

Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika


pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan
dengan predikat nilai susila dan tidak susila,baik dan
buruk. Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan
dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia. Sebenarnya etika lebih banyak bersangkutan dengan
prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan
tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986).
Etika membahas yang harus dilakukan oleh seseorang
karenanya berhubungan dengan yang harus dan tidak harus
atau boleh dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya. Nilai
dan norma etis banyak juga berasal dari agama, sehingga setiap
orang yang beragama akan berusaha menjadikan agama sebagai
pedoman nilai dan norma etis dalam kehidupan pribadi dan
sosialnnya (Fauzi, 2003).

Pancasila menjadi semacam etika perilaku para


penyelenggara negara dan masyarakat Indonesia agar sejalan
dengan nilai normatif Pancasila itu sendiri. Pengalaman sejarah
pernah menjadikan Pancasila sebagai semacam norma etik bagi
perilaku segenap warga bangsa. Ketetapan MPR No. II/MPR/1978
tentang P4 dapat dianggap sebagai etika sosial dan etika politik

5
bagi bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila
(Fauzi, 2003).

Di era sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etik


untuk kehidupan bernegara masih perlu bahkan penting untuk
ditetapkan. Hal ini terwujud dengan keluarnya ketetapan MPR No.
VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, Bernegara, dan
Bermasyarakat.

Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat


ini bertujuan untuk :

a. memberikan landasan etik moral bagi seluruh


komponen bangsa dalam menjalankan kehidupan
kebangsaan dalam berbagai aspek.
b. menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat.
c. menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi
pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut:


a. etika sosial dan budaya
b. etika pemerintahan dan politik
c. etiaka ekonomi dan bisnis
d. etika penegakan hukum yang berkeadilan
e. etika keilmuan dan disiplin kehidupan
2. Etika Pancasila

Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian


baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Etika
Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan
dengan aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada
kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan karakter moral,
namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Suatu
perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak
bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan

6
mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila
meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas
sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia,
namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal
dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun. (Latif, 2011)

Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan


UUD 1945 alinea keempat. Dalam penjelasan UUD 1945 yang
disusun oleh PPKI ditegaskan bahwa pokok- pokok pikiran yang
termuat dalam Pembukaan (ada empat, yaitu persatuan,
keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang
adil dan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh.
Dan menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan sumber
dari segala sumber hukum.

Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan


satu-satunya sumber nilai yang berlaku di tanah air. Dari satu
sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar nilai-nilai
ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan penguasa.
Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu
gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut melekat
pada setiap insane, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan
kodrat manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang
dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan
harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal di
wilayah nusantara. (Latif, 2011)

Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau


bertentangan dengan aliran-aliran besar etika yang
mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan
pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari
aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang

7
mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila,
yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila
tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga
sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai
Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup
dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan
bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga
bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.

Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat


mendasar dalam kehidupan manusia. Nilai yang pertama adalah
Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai
yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak.
Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan
dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah
dan hukum Tuhan.Pandangan demikian secara empiris bisa
dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaedah
dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara
manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk.Misalnya
pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan
kasih sayang antar sesama akan menghasilkan konflik dan
permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk melestarikan
alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain

Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan


dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilaiKemanusiaan.
Prinsip pokok dalam nilai KemanusiaanPancasila adalah keadilan
dan keadaban. Keadilanmensyaratkan keseimbangan antara lahir
dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk
bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum
Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia
dibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan

8
benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik apabila
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada
konsep keadilan dan keadaban.

Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan


dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan
kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan
buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan.
Sangat mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan
perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila
perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan
maka menurut pandangan etika Pancasila bukan merupakan
perbuatan baik.

Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan


dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat penting
yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata
hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang
mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencari
kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding
mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa
penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta.
Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut,
namun memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah
Timur) yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima,
maka pandangan minoritas dimenangkan atas pandangan
mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik
apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun
perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan
pada konsep hikmah/kebijaksanaan.

Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila


kedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut lebih dilihat
dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan

9
pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu
perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan
masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan
merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat.
Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan
sama derajatnya dengan orang lain.

3. Nilai-nilai Etika yang Terkandung dalam Pancasila


Sebagaimana dipahami bahwa sila-sila pancasila adalah
merupakan suatu sistem nilai, artinya setiap sila memang
memiliki nilai akan tetapi masing-masing sila saling
berhubungan, saling ketergantungan secara sitemik dan diantara
nilai satu sila dengan sila lainnya memiliki tingkatan. Nilai-nilai
tersebut berupa nilai-nilai religius, nilai adat istiadat
kebudaya dan setelah disahkan menjadi dasar Negara
terkandung di dalamnya nilai kenegaraan. (Syarbaini, 2012)
Penyelenggaraan kenegaraan, bahwa kebangsaan dan
kemasyarakatan. Terdapat dua macam norma dalam kehidupan
kenegaraan dan kebangsaan yaitu norma hokum dan norma
norma moral atau etika.
Sebagaimana dipahami bahwa sistim etika dalam
pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar antologis sila-sila
pancasila. Jikalau dilakukan suatu abstraksi dasar antologis sila-
sila pancasila pada hakikatnya adalah manusia, karena pancasila
adalah dasar Negara dan Negara pada hakikatnya adalah
lembaga persekutuan hidup bersama yang unsur-unsurnya
adalah manusia dan demi tujuan harkat dan martabat manusia.
(Winarno, 2007)
Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka
Pancasila dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai
yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis

10
dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa
keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila
merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita
bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas
kehidupan.

Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan


nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang
melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan
merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai
yang lain. Sebagai contoh, nilai Ketuhanan akan menghasilkan
nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai Kemanusiaan,
menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan,
penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan
menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain.
Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai
perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai Keadilan menghasilkan
nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan
lain-lain.

Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang


memperlihatkan napas humanism, karenanya Pancasila dapat
dengan mudah diterima oleh siapa saka. Sekalipun Pancasila
memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan
mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada
fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan
disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis
perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa
Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus
menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya
bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam
Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya. (Winarno, 2007)

11
B. Pengertian Nilai, Norma dan Moral
1. Pengertian Nilai.
Secara etimologi, nilai berasal dari kata value (Inggris)
yang berasal dari kata valere (Latin) yang berarti : kuat, baik,
berharga. Dengan demikian secara sederhana, nilai adalah
sesuatu yang berguna. Nilai (value) adalah kemampuan yang
dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik
minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya
adalah sifat dan kualitans yang melekat pada suatu objeknya.
Dengan demikian maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataann lainnya. (Syarbaini,
2012)

Menilai berarti menimbang, suatu keinginan manusia untuk


menghubungi sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk
selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai
yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau
tidak benar, baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian
pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia sebagai
subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan
kepercayaan.

Nilai bersifat abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak


dapat ditangkap melalui indra, yang dapat ditangkap adalah
objek yang memiliki nilai. Nilai juga mengandung harapan akan
sesuatu yang diinginkan. Jadi, nilai bersifat normative, suatu
keharusan (das sollen) yang menuntut diwujudkan dalam tingkah
laku. Nilai menjadi pendorong / motivator hidup manusia.
Tindakan manusia digerakkan oleh nilai. (Syarbaini, 2012)

Di dalam Dictionary of sosciology and Related Science


dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai
yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi,

12
nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat
pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu
mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat
pada sesuati itu. dengan demikian maka nilai itu sebenarnya
adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan-
kenyataan lainnya. ada nilai itu karena adanya kenyataan-
kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrager).

Max sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada,


tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara
senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah
dibandingkan nilai-nilai lainnya. menurut tinggi rendahnya, nilai-
nilai dapat dikelompokkan menjadi empat tingkatan, yaitu :

1) Nilai-nilai kenikmatan : terdapat deretan nilai-nilai yang


mengenakan dan tidak mengenakan (die Wertreihe des
Angenehmen und Unangehmen), yang menyebabkan
orang senang atau tidak senang.
2) Nilai-nilai kehidupan : terdapat nilai-nilai yang penting bagi
kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens), seperti : kesehatan,
kebugaran jasmani, kesejahteraan, keadilan.
3) Nilai-nilai kejiwaan : terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige
werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan
jasmani maupun lingkungan. Misalnya: keindahan,
kebenaran.
4) Nilai-nilai kerohanian : terdapat modalitas nilai dari yang
suci dan tak suci (wermodalitat des Heiligen ung
Unheiligen). Nilai semacam ini terdiri dari nilai-nilai
pribadi.

Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai praksis


Dalam kaitannya dengan deriviasi atau penjabarannya
maka nilai-nilai dapat dikelompokan menjadi tiga macam yaitu
nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis.

13
a. Nilai Dasar
Walaupun nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat
diamati melalui indra manusia, namun dalam realisasinya nilai
berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan
manusia yang bersifat nyata (praksis) namun demikian setiap
nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut dasar
onotologis) yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari, atau makna
yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Segala sesuatu misalnya
hakikat tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya.
b. Nilai Instrumental
Untuk dapat direalisaikan dalam suatu kehidupan praksis
maka nilai dasar tersebut diatas harus memiliki formulasi serta
parameter atau ukuran yang jelas. Namun jikalau nilai
instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi ataupun
Negara maka nilai-nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu
organisasi ataupun Negara maka nilai-nilai instrumental itu
merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yang
bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat juga dikatakan
bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari
nilai dasar.
c. Nilai Praksis
Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih
lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata.

2. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan


kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Moral berasal dari kata mos
(mores) yang hampir sama dengan kesusilaan, kelakuan. Moral
adalah suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-
patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang
hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan
perbuatan manusia.. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik

14
atau yang buruk. Yang menyangkut tingkah laku dan peruatan
manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan,
kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyrakat,
dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jiak
sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dinggap tidak normal.

Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan atau


prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat
berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang
mengikat kehidupan masyarakat bangsa dan Negara. Dalam
bahasa Indonesia, moral diterjemahkan dengan arti susila. Moral
ialah sesuai ide-ide yang umum diterima tentang tindakan
manusia, mana yang baik dan wajar. Etika lebih bersifat teori,
sedangkan moral menyatakan ukuran. Sedangkan istilah
moralitas adalah sifat moral yang berkenaan dengan baik dan
buruk. Kata yang juga sering dipakai adalah etiket, artinya sopan
santun, sehingga ada perbedaan antara etika dan etiket.

3. Pengertian Norma

Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang


dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi, oelha karena itu,
norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma
filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, norma sosial. Norma
memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.
( Yuniarto, 2017)

Norma-norma etika serta aktualisasinya dalam kehidupan


manusia, sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan
hidup, serta filsapat hidup dari suatu masyarakat tertentu . oleh
karena itu berbagai aliran etika yang berkembang dalam
masyarakat senantiasa tidak dapat dilepaskan dengan dasar
filsafat yang dianut dalam masyarakat tersebut. Bagi masyarakat
yang berpandangan filsafat materialisme, akan mendasarkan

15
etika dalam kehidupannya pada suatu prinsip bahwa etika nilai
yang tertinggi adalah terletak pada nilai materi. Materi adalah
merupakan suatu prinsip dasar tertinggi dalam kehidupan etika
masyarakat. Demikian juga bagi masyarakat yang mendasarkan
kehidupannya pada filsafat etiesme, yang tidak mengakui
adanya tuhan, akan senantiasa mendasarkan kehidupan etikanya
dengan penolakan atas otoritas wahyu tuhan.

Oleh karena itu dalam masyarakat ateis, moral ketuhanan


tidak merupakan suatu norma tertinggi bahkan mereka menolak
keberadaan moral ketuhanan. Sebagaimana dijelaskan di depan
bahwa hal ini berkaitan dengan dasar filsafat yang dianut dalam
masyarakat , yaitu manusia adalah sebagai makhluk yang
otonom, bebas yang tidak mengakui adanya dhat yang mutlak
atau tidak mengakui adanya tuhan. Oleh karena itu etika dan
moral manusia tidak adanya sangkut pautnya dengan kehidupan
religious. Norma baik dalam etika dan moral kehidupan manusia,
belum tentu baik menurut norma moral religious.
Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi manusia
dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai
yaitu perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya,
moral, religi, dan sosial. Norma merupakan suatu kesadaran dan
sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi.
Norma yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada
empat, yaitu :
a. Norma agama
Norma ini disebut juga dengan norma religi atau
kepercayaan. Norma ini ditunjukkan kepada kehidupan beriman
yaitu kewajiban manusia kepada Tuhan dan dirinya sendiri.
b. Norma etik atau moral
Norma ini disebut juga dengan norma kesusilaan atau etika
atau budi pekerti. Norma moral atau etik adalah norma yang

16
paling dasar. Norma ini menentukan bagaimana kita menilai
seseorang, karena norma ini berkaitan dengan tingkah laku
manusia. Norma kesusilaan berhubungan dengan manusia
sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi.
c. Norma kesopanan
Norma ini disebut juaga norma adat, sopan santun, tata
karma atau normafatsoen. Norma ini didasarkan atas kebiasaan,
kepatuhan atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat.
d. Norma hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia yang memaksakan kepada kita.

C. Hubungan Nilai, Norma dan Moral


Sebagaimana dijelaskan diatas, nilai adalah bersifat
abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat ditangkap
melalui indra, yang dapat ditangkap adalah objek yang memiliki
nilai. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang
diinginkan. Agar nilai tersebut lebih berguna dalam menuntun
sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu dikongkritkan
menjadi lebih objektif. Maka wujud yang lebih kongkrit dari nilai
tersebut adalah merupakan suatu norma. (Saksono, 2007)
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa,
norma moral dan etika tidak dapat dipisahkan dengan prinsip
dasar nilai yang dianut dalam masyarakat. Pelaksanaan dan
realisasi moral dalam kehidupan masyarakat tersebut merupakan
suatu fakta, atau secara termologis disebut das sein sedangkan
prinsip nilai yang merupakan dasar nilai yang merupakan dasar
filsafat itu disebut dengandas sollen yang secara harfiah disebut
seharusnya. Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan
dengan moral dan etika. Makna moral yang terkandung dalam
kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah

17
lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah
norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Hubungan antara moral dan etika memang sangat erat
sekali dan kadangkala kedua hal tersebut disamakan begitu saja.
Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki perbedaan.
Nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Nilai berkaitan juga
dengan harapan, cita-cita, keinginan dan segala sesuatu
pertimbangan internal (batiniah) manusia. Nilai dengan demikian
tidak bersifat konkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra
manusia, dan nilai dapat bersifat subjectip maupun objecktip.
Bersifat subjecktif manakalah nilai tersebut diberikan oleh subjek
(dalam hal ini manusia sebagai pendukung pokok nilai) dan
bersifat objecktif jikalau nilai tersebut telah melekat pada
sesuatu terlepas dari penilaian manusia.
Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan
moral dan etika. Istilah moral mengandung integritas dan
martabat pribadi manusia derajat kepribadian seseorang amat
ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang
terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap
dan tingkah lakunya. Pengertian inilah maka kita memasuki
wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku
manusia. Hubungan antara moral dengan etika memang sangat
erat sekali dan kadang kalah kedua hal tersebut di samakan
begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki
perbedaan.
Moral yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun
wejangan-wejangan,patokan-patokan, kumpulan peraturan baik
lisan maupun tertulis tentang bagaiman manusia harus hidup
dan bertindak agar menjadi manusia yang baik adapun dipihak
lain etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran
kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-

18
pandangan moral tersebut (Krammer, 1988 dalam
Darmodihardjo, 1996). Atau juga sebagaimana di kemukakan
oleh De Vos (1987), bahwa etika dapat diartikan sebagai ilmu
pengetahuan tentang kesusilaan.
Etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh atau
tidak boleh dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini di pandang
berada di tangan pihak-pihak yang memberikan ajaran moral.
Hal inilah yang menjadi kekurangan dari etika jikalau
dibandingkan dengan ajaran moral. (Saksono, 2007)
Hal ini dapat dianalogikan bahwa ajaran moral sebagai
buku petunjuk tentang bagaimana kita memperlakukan sebuah
mobil dengan baik, norma moral tersebut lazimnya sangat di
junjung tinggi oleh segenap anggota masyarakat, Dan
pelangaran-pelanggaran atas norma moral tersebut juga akan
miliki konsekuensi sangsi dari masyarakat, baik langsung
maupun tidak langsung.
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu
kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu
pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak
digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan
negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan
berkembang. Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan
berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila
dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga
memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas
sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas
turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan
martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh
moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara
moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti
dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya
tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh

19
dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan
pihak yang memberikan ajaran moral.

D. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi


Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai
filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan
suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis. Oleh karena itu sebagai
suatu dasar filsafat maka sila-sila pancasila merupakan suatu
kesatuan yang bulat, hierarkhis dan sistematis.
Dasar pemikiran filosofis dari sila-sila Pancasila sebagai
dasar filsafat negara sebagai berikut. Pancasila sebagai filsafat
bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna
bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan,
kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan , Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya
hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan adanya
sifat-sifat yang umum universal dan abstrak, karena
merupakan suatu nilai.
b. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa
dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungking juga
pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan,
kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
c. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945,
menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok
kaidah yang fundamental negara sehingga merupakan
suatu sumber hukum positif di Indonesia.

Sebaliknya nilai-nilai Pancasila yang bersifat subjektif


dijelaskan sebagai berikut:

20
a. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga
bangsa Indonesia sebagai kausa materialis.
b. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup)
bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa.
c. Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung ketujuh nilai-
nilai kerokhanian yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan,
kebijaksanaan, etis, estetis, dan religius. (Saksono, 2007)
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental
Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala sumber
hukum dalam negara Indonesia. Sebagai suatu sumber dari
segala sumber hukum secara objektif merupakan suatu
pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum serta cita-cita
moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak
bangsa Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah
dipadatkan oleh para pendiri negara menjadi lima sila dan
ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat negara
Republik Indonesia. Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam
Ketetapan No. XX/MPRS/1966.
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD
1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai Pokok Kaidah
Negara yang fundamental.
Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna
yang dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

1. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis


besar mengandung makna bahwa Negara melindungi
setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di
Indonesia) untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan
ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari siapa pun untuk
memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak
memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada
orang lain. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya

21
kehidupan beragama. Dan bertoleransi dalam beragama,
yakni saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
2. Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Mengandung makna bahwa setiap warga Negara
mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena
Indonesia berdasarkan atas Negara hukum. mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
kewajiban antara sesama manusia. Menempatkan manusia
sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan.
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah laku
sesuai dengan adab dan norma yang berlaku di
masyarakat.
3. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia. Mengandung makna
bahwa seluruh penduduk yang mendiami seluruh pulau
yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa
pernah membedakan suku, agama ras bahkan adat istiadat
atau kebudayaan. Penduduk Indonesia adalah satu yakni
satu bangsa Indonesia. cinta terhadap bangsa dan tanah
air. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Rela berkorban demi bangsa dan negara. Menumbuhkan
rasa senasib dan sepenanggungan.
4. Sila Keempat : Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan
keputusan hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah
untuk mufakat, bukan hanya mementingkan segelintir
golongan saja yang pada akhirnya hanya akan
menimbulkan anarkisme. tidak memaksakan kehendak
kepada orang lain. Melakukan musyawarah, artinya
mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru
sesudah itu diadakan tindakan bersama. Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.

22
5. Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia.
Mengandung maksud bahwa setiap penduduk Indonesia
berhak mendapatkan penghidupan yang layak sesuai
dengan amanat UUD 1945 dalam setiap lini kehidupan.
mengandung arti bersikap adil terhadap sesama,
menghormati dan menghargai hak-hak orang lain.
Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat. Seluruh
kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan
bersama menurut potensi masing-masing. Segala usaha
diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan
dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan
tercapai secara merata. Penghidupan disini tidak hanya
hak untuk hidup, akan tetapi juga kesetaraan dalam hal
mengenyam pendidikan. (Yuniarto, 2017)

Apabila nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir


Pancasila di implikasikan di dalam kehidupan sehari-hari maka
tidak akan ada lagi kita temukan di Negara kita namanya ketidak
adilan, terorisme, koruptor serta kemiskinan. Karena di dalam
Pancasila sudah tercemin semuanya norma-norma yang menjadi
dasar dan ideologi bangsa dan Negara. Sehingga tercapailah
cita-cita sang perumus Pancasila yaitu menjadikan Pancasila
menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa
dan Negara.
E. Pancasila Sebagai Solusi Problem Bangsa, Seperti
Korupsi, Kerusakan Lingkungan, Dekadensi moral.

Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan.


Begitu banyak masalah menimpa bangsa ini dalam bentuk krisis
yang multidimensional. Krisis ekonomi, politik, budaya, sosial,
hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu pada
krisis moral. Tragisnya, sumber krisis justru berasal dari
badanbadan yang ada di negara ini, baik eksekutif, legislatif

23
maupun yudikatif, yang notabene badan-badan inilah yang
seharusnya mengemban amanat rakyat. Setiap hari kita disuguhi
beritaberitamal-amanah yang dilakukan oleh orang-orang yang
dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan ini.

Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang


kunci sangat penting dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moral
sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pula
krisis dapat diatasi. Indikator kemajuan bangsa tidak cukup
diukur hanya dari kepandaian warganegaranya, tidak juga dari
kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasar
adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh
moralitas. Moralitas memberi dasar, warna sekaligus penentu
arah tindakan suatu bangsa. Moralitas dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas
mondial.

Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang


prinsip baik yang bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia
yang akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Seorang
yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam
sikap dan perilaku seperti sopan, rendah hati, tidak suka
menyakiti orang lain, toleran, suka menolong, bekerja keras, rajin
belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul dari
dalam, bukan karena dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasi
amoral yang terjadi di luar dirinya, seseorang yang memiliki
moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh. Moralitas
individu ini terakumulasi menjadi moralitas sosial, sehingga akan
tampak perbedaan antara masyarakat yang bermoral tinggi dan
rendah. Adapun moralitas mondial adalah moralitas yang bersifat
universal yang berlaku di manapun dan kapanpun, moralitas
yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, dan
sebagainya.

24
Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu
dalam melihat kenyataan sosial. Bisa jadi seorang yang moral
individunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini terutama
terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat
yang majemuk. Sikap toleran, suka membantu seringkali hanya
ditujukan kepada orang lain yang menjadi bagian kelompoknya,
namun tidak toleran kepada orang di luar kelompoknya.
Sehingga bisa dikatakan bahwa moral sosial tidak cukup sebagai
kumpulan dari moralitas individu, namun sesungguhnya lebih
pada bagaimana individu melihat orang lain sebagai manusia
yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang sama.

Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangat


erat bahkan saling tarik-menarik dan mempengaruhi. Moralitas
individu dapat dipengaruhi moralitas social, demikian pula
sebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik ketika
hidup di lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat
terpengaruh menjadi amoral. Kenyataan seperti ini seringkali
terjadi pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan
berisi orang orang yang bermoral buruk, maka orang yang
bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil.
Seorang yang moralitas individunya lemah akan terpengaruh
untuk menyesuaikan diri dan mengikuti. Namun sebaliknya,
seseorang yang memiliki moralitas individu baik akan tidak
terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yang
bermoral buruk tersebut.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling
berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka
ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling
melengkapi sebagai sistem etika. Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat pada hakekatnya merupakan suatu nilai yang menjadi
sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum,
norma moral maupun norma kenegaraan lainnya.
Hubungan antara nilai, norma, moral dan etika memang
sangat erat sekali dan kadangkala hal tersebut disamakan begitu
saja. Namun sebenarnya hal tersebut memiliki perbedaan.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat
hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-
nilai yang bersifat sistematis. Oleh karena itu sebagai suatu
dasar filsafat maka sila-sila pancasila merupakan suatu kesatuan
yang bulat, hierarkhis dan sistematis. Pancasila memberikan
dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi
manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Dengan demikian, Pancasila pada hakekatnya bukan
merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif
ataupun praktis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai
etika yang merupakan sumber norma. Etika, nilai, norma dan

26
moral harus senantiasa di terapkan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud
perilaku yang sesuai dengan adat, budaya dan karakter bangsa
Indonesia. Nilai-nilai Pancasila senantiasa harus diamalkan
dalam setiap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Agar tercipta persatuan dan kesatuan antar warga
Indonesia.

27

Anda mungkin juga menyukai