Anda di halaman 1dari 13

Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia Dengan Demensia

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi Demensia

Istilah demensia pertama kali digunakan oleh Phillipe Pinel (1745- 1826) dalam bukunya
TREATISE ON INSANITY dengan kata Demence.
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari
(Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Boedhi-Darmojo, 2009).
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan,
dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan
perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian (Medicastore.com ).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi
aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan
perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive)
ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi
perubahan kepribadian dan tingkah laku (Kusumawati, 2007).

2. Epidemiologi/Insiden Kasus

Usia di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami demensia dan hal ini tidak
bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan status ekonomi. Hasil penelitian di seluruh dunia
menunjukkan bahwa demensia terjadi sekitar 8 % pada warga di atas usia 65 tahun dan
meningkat sangat pesat menjadi 25 % pada usia di atas 80 tahun dan hampir 40 % pada usia di
atas 90 tahun.

3. Penyebab Demensia pada Usia Lanjut (Boedhi-Darmojo, 2009)

Penyebab demensia yang reversibel sangat penting untuk diketahui, karena dengan pengobatan
yang baik penderita dapat kembali menjalankan hidup sehari-hari yang normal. Keadaan yang
secara potensial reversibel atau bisa dihentikan yaitu :
- Intoksikasi (Obat, termasuk alkohol dan lain-lain)
- Infeksi susunan saraf pusat
- Gangguan metabolik :
a) Endokrinopati (penyakit Addison, sindroma Cushing, Hiperinsulinisme, Hipotiroid,
Hipopituitari, Hipoparatiroid, Hiperparatiroid)
b) Gagal hepar, gagal ginjal, dialisis, gagal nafas, hipoksia, uremia kronis, gangguan
keseimbangan elektrolit kronis, hipo dan hiperkalsemia, hipo dan hipernatremia, hiperkalemia.
c) Remote efek dari kanker atau limfoma.
- Gangguan nutrisi :
a) Kekurangan vitamin B12 (anemia pernisiosa)
b) Kekurangan Niasin (pellagra)
c) Kekurangan Thiamine (sindroma Wernicke-Korsakoff)
d) Intoksikasi vitamin A, vitamin D, Penyakit Paget
- Gangguan vaskuler
a) Demensia multi infark
b) Sumbatan arteri carotis
c) Stroke
d) Hipertensi
e) Arthritis Kranial
- Lesi desak ruang
- Hirdosefalus bertekanan normal
- Depresi (pseudo-demensia depresif)

Penyakit degeneratif progresif :


a. Tanpa gejala neurologik penting lain :
Penyakit Alzheimer
Penyakit Pick
b. Dengan gangguan neurologik lain yang prominen :
Penyakit Parkinson
Penyakit Huntington
Kelumpuhan supranuklear progresif
Penyakit degeneratif lain yang jarang didapat

4. Patofisiologi Terkait dengan Proses Penuaan

Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan


menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu berat
otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun.
Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat
mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular
dan penyakit lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun
tak langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia,
infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu
fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang
diperlukan untuk proses konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan
gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian,
kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung
lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya
dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut
demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).

Klasifikasi Demensia

Demensia dapat dibagi dalam 3 tipe yaitu :


1) Demensia Kortikal dan Sub Kortikal
a. Demensia Kortikal
Merupakan demensia yang muncul dari kelainan yang terjadi pada korteks serebri substansia
grisea yang berperan penting terhadap proses kognitif seperti daya ingat dan bahasa. Beberapa
penyakit yang dapat menyebabkan demensia kortikal adalah Penyakit Alzheimer, Penyakit
Vaskular, Penyakit Lewy Bodies, sindroma Korsakoff, ensefalopati Wernicke, Penyakit Pick,
Penyakit Creutzfelt-Jakob.
b. Demensia Subkortikal
Merupakan demensia yang termasuk non-Alzheimer, muncul dari kelainan yang terjadi pada
korteks serebri substansia alba. Biasanya tidak didapatkan gangguan daya ingat dan bahasa.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia kortikal adalah penyakit Huntington,
hipotiroid, Parkinson, kekurangan vitamin B1, B12, Folate, sifilis, hematoma subdural,
hiperkalsemia, hipoglikemia, penyakit Coeliac, AIDS, gagal hepar, ginjal, nafas, dll.

2) Demensia Reversibel dan Non reversibel


a. Demensia Reversibel
Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang dapat diobati. Yang termasuk faktor
penyebab yang dapat bersifat reversibel adalah keadaan/penyakit yang muncul dari proses
inflamasi (ensefalopati SLE, sifilis), atau dari proses keracunan (intoksikasi alkohol, bahan kimia
lainnya), gangguan metabolik dan nutrisi (hipo atau hipertiroid, defisiensi vitamin B1, B12, dll).
b. Demensia Non Reversibel
Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang tidak dapat diobati dan bersifat kronik
progresif. Beberapa penyakit dasar yang dapat menimbulkan demensia ini adalah penyakit
Alzheimer, Parkinson, Huntington, Pick, Creutzfelt-Jakob, serta vaskular.

3) Demensia Pre Senilis dan Senilis


a. Demensia Pre Senilis merupakan demensia yang dapat terjadi pada golongan umur lebih muda
(onset dini) yaitu umur 40-50 tahun dan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis yang
dapat mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit degeneratif pada sistem saraf pusat,
penyebab intra kranial, penyebab vaskular, gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi,
penyebab trauma, infeksi dan kondisi lain yang berhubungan, penyebab toksik (keracunan),
anoksia).
b. Demensia Senilis merupakan demensia yang muncul setelah umur 65 tahun. Biasanya terjadi
akibat perubahan dan degenerasi jaringan otak yang diikuti dengan adanya gambaran deteriorasi
mental.

Demensia berdasakan Etiologi yang mendasari :

a. Demensia pada Penyakit Alzheimer


Merupakan penyebab demensia yang paling sering ditemukan pada sekitar 50 % kasus demensia.
Penyakit Alzheimer merupakan penyakit degeneratif primer pada otak tanpa penyebab yang
pasti. Dapat terjadi pada umur kurang dari 65 tahun (onset dini) dengan perkembangan gejala
yang cepat dan progresif, atau pada umur di atas 65 tahun (onset lambat) dengan perjalanan
penyakit yang lebih lambat. Pada penyakit ini terjadi deposit protein abnormal yang
menyebabkan kerusakan sel otak dan penurunan jumlah neuron hippokampus yang mengatur
fungsi daya ingat dan mental. Kadar neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah dari normal.
Gejala yang ditemukan pada penyakit Alzheimer adalah 4A yaitu:
- Amnesia : Ketidakmampuan untuk belajar dan mengingat kembali informasi baru yang didapat
sebelumnya.
- Agnosia : Gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun fungsi sensorisnya masih
baik.
- Aphasia : Gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti dan mengutarakan kata kata
yang akan diucapkan.
- Apraxia : Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik masih
baik (contohnya mampu memegang gagang pintu tapi tak tahu apa yang harus dilakukannya).
b. Demensia Vaskular
Merupakan penyebab kedua demensia yang terjadi pada hampir 40 % kasus. Demensia ini
berhubungan dengan penyakit serebro dan kardiovaskuler seperti hipertensi, kolesterol tinggi,
penyakit jantung, diabetes, dll. Biasanya terdapat riwayat TIA sebelumnya dengan perubahan
kesadaran. Demensia ini terjadi pada umur 50-60 tahun tetapi lebih sering pada umur 60-70
tahun. Gambaran klinis dapat berupa gangguan fungsi kognitif, gangguan daya ingat, defisit
intelektual, adanya tanda gangguan neurologis fokal, aphasia, disarthria, disphagia, sakit kepala,
pusing, kelemahan, perubahan kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya nilai masih baik.
c. Demensia pada penyakit lain
Adalah demensia yang terjadi akibat penyakit lain selain Alzheimer dan vaskuler yaitu :
- Demensia pada penyakit Pick
- Demensia pada penyakit Huntington
- Demensia pada penyakit Creutzfelt-Jakob
- Demensia pada penyakit Parkinson
- Demensia pada penyakit HIV-AIDS
- Demensia pada alkoholisme.
Manifestasi Klinis Demensia

Pada awal perjalanan penyakit, pasien mengalami pegal-pegal, cenderung mengalami kegagalan
dalam melakukan tugas tertentu yang kompleks dan memerlukan pemecahan masalah. Beberapa
hal yang sering ditemui pada demensia adalah :
a. Kemunduran intelektual yang disertai dengan gangguan :
1) Memori (daya ingat)
2) Orientasi : Gangguan orientasi orang, tempat dan waktu tetapi kesadarannya tidak mengalami
gangguan.
3) Bahasa : Aphasia, stereotipik, sirkumstansial, gangguan penamaan objek.
4) Daya pikir dan daya nilai : Daya pikir lebih lambat, aliran ide dan konsentrasi berkurang,
sudut pandang yang jelek dan kurang, pikiran paranoid, delusi, dll.
5) Kapasitas belajar komprehensif : Gangguan otak dalam memproses informasi yang masuk.
6) Kemampuan dalam perhitungan.

b. Perubahan emosional
Emosi sering gampang terstimulasi serta tidak dapat mengontrol tawa dan tangis.
c. Kemunduran kepribadian
1) Sering egois
2) Kurang bisa mengerti perasaan orang lain, kurang perhatian, introvert.
3) Kemunduran kebiasaan pribadi, makan, toilet, kebersihan, dll.
d. Perubahan-perubahan pada sistem tubuh :
1) Kardiovaskuler
Cardiac output menurun, kemampuan respon terhadap stress berkurang, tekanan darah
meningkat, denyut jantung setelah pemulihan melambat, cepat pegal bila aktivitas meningkat.
2) Respirasi
Volume residu paru meningkat, kapasitas vital paru menurun, kapasitas difusi dan pertukaran gas
menurun, efektivitas batuk menurun, pada aktivitas berat cepat lelah dan sesak, oksigenasi
berkurang sehingga luka susah sembuh, susah mengeluarkan sekret batuk.
3) Integumen (kulit)
Perlindungan terhadap trauma dan suhu yang ekstrem menurun, perlindungan oleh kelenjar
minyak alami dan berkeringat menurun, kulit tipis kering, dan keriput, sering memar, kebiruan
dan cepat terbakar sinar matahari, intoleransi terhadap panas, struktur tulang kelihatan pada kulit
yang tipis.
4) Reproduksi
Pada wanita terjadi penyempitan, penurunan elastisitas dan sekresi pada dinding vagina,
sehingga menimbulkan hubungan seksual yang sakit, perdarahan, gatal, iritasi dan lambat
orgasme. Pada laki laki terjadi penurunan ukuran penis dan testes dan respon seksual yang
melambat.
5) Genito-urinaria
Kapasitas buli menurun, menurunnya sensasi untuk bak sehingga sering retensi dan kesulitan
bak. Pada laki-laki terjadi BPH, dan pada wanita terjadi relaksasi otot perineum dan
inkontinensia urine.
6) Gastrointestinal
Salivasi berkurang, susah menelan makanan, mengeluh mulut kering, pengosongan esofagus dan
lambung yang melambat sehingga sering terjadi gejala penuh, sakit ulu hati, mobilisasi usus
berkurang sehingga sering konstipasi, bersendawa, perut tidak nyaman.
7) Muskuloskeletal
Hilangnya densitas tulang, kekuatan dan ukuran otot, degenerasi tulang rawan sendi, sehingga
terjadi penurunan tinggi badan, kyphosis, fraktur, sakit pada punggung, merasa hilang tenaga,
flexibilitas dan ketahanan sendi menurun dan sering sakit sendi.
8) Saraf
Berkurangnya kecepatan konduksi saraf sehingga terjadi konfusi disertai dengan keluhan fisik
dan kehilangan respon lingkungan. Sirkulasi serebral menurun sehingga terjadi penurunan reaksi
dan respon, belajar perlu waktu yang lama, sering bingung, sering lupa dan jatuh.
e. Sistem indera :
1) Penglihatan : Kemampuan untuk fokus pada objek yang dekat berkurang, tidak toleransi
terhadap sinar, kesulitan mangatur intensitas cahaya masuk mata, dan penurunan kemampuan
membedakan warna.
2) Pendengaran : Menurunnya kemampuan mendengarkan suara frekuensi tinggi.
3) Rasa dan bau : Penurunan kemampuan mengecap dan membau sehingga dapat menggunakan
gula dan garam berlebih pada makanannya.
f. Halusinasi dan delusi
g. Tanda dan Gejala lainnya :
1) Psikiatrik
Gangguan cemas, depresi, perubahan kepribadian sehingga sering menangis atau tertawa
patologis, emosi ekstrim tanpa provokasi.
2) Neurologis
Apraxia dan agnosia, kejang, sakit kepala, pusing, kelemahan, sering pingsan, gangguan tidur,
disartria, disfagia.
3) Reaksi katastropi
Agitasi yang muncul sekunder akibat kesadaran subjektif terhadap defisit intelektual yang
dialami pada keadaan yang penuh stres.
4) Sundown syndrome
Mengantuk, konfusi, ataksia, jatuh. Sindrome ini bisa muncul saat stimulus eksternal berkurang
atau karena pengaruh obat benzodiazepine.

Komplikasi Demensia

a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :


? Ulkus Dekubitus
? Infeksi saluran kencing
? Pneumonia
b. Thromboemboli, infark miokardium.
c. Kejang
d. Kontraktur sendi
e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan menggunakan peralatan
g. Kehilangan kemampuan berinteraksi
h. Harapan hidup berkurang

3. Pemeriksaan Portabel Demensia


Untuk keperluan penapisan, pemeriksaan psikometrik sederhana misalnya dengan menggunakan
pemeriksaan mini status mental (Mini mental State Examination/MMSE) akan membantu
menentukan gangguan kognitif yang harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lain.

10. Pemeriksaan diagnostic (Medicastore, http:/www.medicastore.com)


Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan memperhatikan usia
penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta adanya penyakit lain (misalnya
tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan pemeriksaan kimia darah standar.
Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk menentukan adanya tumor, hidrosefalus atau
stroke.
Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara bertahap, maka
diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit Alzheimer terbukti hanya
jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang. Sel
yang tersisa tampak semrawut dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid
(sejenis protein abnormal). Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini
adalah pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang merupakan
pemerisaan skening otak khusus.

11. Penatalaksanaan (Boedhi-Darmojo, 2009)


Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya tidak mungkin, dengan
penatalaksaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-hari dari penderita. Prinsip
utama penatalaksanaan penderita demensia adalah sebagai berikut
a. Optimalkan fungsi dari penderita
- Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson)
- Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
- Akses keadaan lingkungan, kalau perlu buat perubahan
- Upayakan aktivitas mental dan fisik
- Hindari situasi yang menekan kemampuan mental, gunakan alat bantu memori bila
memungkinkan
- Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat
- Tekankan perbaikan gizi
b. Kenali dan obati komplikasi
- Mengembara dan berbagai perilaku merusak
- Gangguan perilaku lain
- Depresi
- Agitasi atau agresivitas
- Inkontinensia
c. Upayakan perumatan berkesinambungan
- Re-akses keadaan kognitif dan fisik
- Pengobatan gangguan medik
d. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya
- Berbagai hal tentang penyakitnya
- Kemungkinan gangguan/kelainan yang bisa terjadi
- Prognosis
e. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan keluarganya
- Berbagai pelayanan kesehatan masyarakat
- Nasihat hukum dan/keuangan
f. Upayakan nasihat keluarga untuk :
- Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
- Penanganan rasa marah atau rasa bersalah
- Pengambilan keputusan
- Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik
g. Peran keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang
tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu
kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia
penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan
kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju
kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian lansia, sehingga lansia
cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif
dalam membantu lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara
mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya
lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama
hampir 24 jam mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat
siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia.
Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada
dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri
beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat
dialami oleh anggota keluarga yang merawat lansia dengan demensia.
Pada suatu waktu lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik karena
tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi
hal ini keluarga perlu membuat lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat
yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam
jarak yang dekat, genggam tangan lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan
minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya.
Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka dapat
saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu
mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian
yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama
berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan.
Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang tempat,
menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh lansia, memberikan pengaman
tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari lansia kabur adalah hal yang dapat
dilakukan keluarga yang merawat lansia dengan demensia di rumahnya. (Kusumawati, 2007,
http:/www.berita iptek online.com).
12. Prognosis (Medicastore, http:/www.medicastore.com )
Perkembangan demensia pada setiap orang berbeda. Pada sebagian besar demensia stadium
lanjut, terjadi penurunan fungsi otak yang hampir menyeluruh. Penderita menjadi lebih menarik
dirinya dan tidak mampu mengendalikan perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan
senang berjalan-jalan (berkelana). Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu
percakapan dan bisa kehilangan kemampuan berbicara.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data subyektif :
1) Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.
2) Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.

b. Data obyektif :
1) Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan objek yang sudah
dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
2) Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah menceritakannya.
3) Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-kata yang lebih
sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata
yang tepat.

2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuronal dan demensia progresif.
b. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan defisit sensori dan motorik
c. Syndrome defisit perawatan diri berhubungan dengan konfusi, kehilangan kognitif dan
perilaku disfungsi.
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perawatan anggota keluarga yang mengalami
disfungsi.
e. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan kerusakan kognitif & perilaku disfungsi.
f. Kerusakan komunikasi berhubungan dengan gangguan pendengaran
g. Konfusi kronis berhubungan dengan degenerasi progresif korteks serebri sekunder akibat
demensia

DAFTAR PUSTAKA

Boedhi-Darmojo, (2009), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta : FKUI.

Medicastore, 2008, Demensia, (Online), available : http:/www.medicastore.com, (2009,


Agust,24).

Kusumawati, 2007, Mengenal Demensia Pada Lanjut Usia, (Online), available : http:/www.berita
iptek online.com, (2009, Agust, 24).

Maslim Rusdi, 2001, Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta

Pujiastuti Sri Suruni, 2003, Fisioterapi Pada Lansia, EGC, Jakarta

Setiati Siti dkk, Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi IV, FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai