GFR
Stage Deskripsi
(ml/menit/1,73 m2)
I Kidney damage with normal or increase of GFR ≥90
II Kidney damage with mild decrease of GFR 60-89
III Moderate decrease of GFR 30-59
IV Severe decrease of GFR 15-29
V Kidney Failure <15 (or dialysis)
2. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakir sekunder. Prabowo & Pranata (2014),
penyebab gagal ginjal kronis diantaranya :
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berkembang lambat
dan ditandai dengan inflamasi glomeruli, yang mengakibatkan sklerosis,
parut, dan akhirnya gagal ginjal.
b. Infeksi kronis (pyelonefritis kronis, TBC)
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal, asidosis tubulus ginjal)
d. Penyakit vaskuler (nefrosklerosis benigna / maligna, stenosis arteria
renalis)
e. Proses obstruksi (kalkuli, nefrolithisis)
f. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif)
g. Agen nefrotik (amino-glikosida)
h. Penyakit metabolik (diabetes, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis)
Menurut Rendy & Margareth (2012), penyebab GGK dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Penyakit parenkim ginjal
1) Penyakit ginjal primer : glomerulonefritis, miebnefritis, ginjal
polikistik, TBC ginjal
2) Penyakit ginjal sekunder : nefritis lupus, nefropati, amilordosis ginjal,
poliartritis nodasa, selelosis sistemik, gout, DM.
b. Penyakit ginjal obstruktif
Pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluk ureter
3. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu. (Long, 1996)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai
meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi
kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate
10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap
ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat
mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992)
4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki
fungsi yang banyak sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan
mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor (Prabowo &
Pranata, 2014). Menurut Long dalam Rendy & Margareth (2012), tanda dan
gejala GGK sebagai berikut :
a. Gejala dini : letargi, sakit kepala, kelelaham fisik dan mental, BB
berkurang, mudah tersinggung dan depresi.
b. Gejala lebih lanjut
Anoreksia, nausea, vomiting, nafas dangkal/sesak saat ada kegiatan
maupun tidak, edema disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi
mungkin juga sangat parah.
Sedangkan menurut Robinson (2013), tanda dan gejala pada gagal ginjal
kronis meliputi :
a. Ginjal dan Gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak
dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya
otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi
akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah
terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomiopati, uremic perikarditis,
efusi perikardial (kemungkinan terjadi tamponade jantung), gagal jantung,
edema periorbital dan edema perifer.
c. Sistem Respirasi
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung
dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, doudenal
ulseratif, lesi pada intestinum/kolon, kolitis, dan pankreatitis. Kejadian
sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan vomitting.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering, dan ada scalp. Selain
itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petekie, dan
timbunan urea pada kulit.
f. Neurologi
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri, gatal, pada
lengan dan kaki. Selain iu, juga adanya kram pada otot dan refleks
kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik ensefalopati.
g. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
h. Hematopoetic
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dialisis) dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius
pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura,
ekimosis, petekie).
i. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi pada tulang, fraktur patologis,
kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk hasil yang lebih akurat, pemeriksaan fungsi ginjal adalah dengan
analisa Creatinin Clearence. Menurut Prabowo & Pranata (2014), pemeriksaan
penunjang lainnya adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium (Biokimia)
1. Laboratorium darah :
Pemeriksaan utama (BUN, Kreatinin), elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody
(kehilangan protein dan immunoglobulin). Pemeriksaan kadar
elektrolit dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit
dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
2. Pemeriksaan Urin
Warna, pH, Berat Jenis, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostate. Pada klien gagal ginjal, hasil menunjukkan adanya
obstruksi atau jaringan parut pada ginjal.
d. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
6. PENATALAKSANAAN
Mengingat bahwa fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dikembalikan,
maka tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang
ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang
harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang kompleks, gagal ginjal kronis
membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius sehingga akan meminimalisir
komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien (Prabowo & Pranata, 2014).
Menurut Robinson (2013), beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan yaitu :
a. Perawatan kulit yang baik
Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol untuk
mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/sabun yang mengandung
gliserin karena akan mengakibatkan kulit semakin kering.
b. Jaga kebersihan oral
Gunakan sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut, kurangi konsumsi gula
untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.
c. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dengan anjuran
diet tinggi kalori, rendah protein (20-40 gr/hari), rendah natrium dan
kalium. Menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia,
menyebabkan penurunan uremia, dan perbaikan gejala. Hindari masukan
berlebih dari kalium dan garam
d. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat
edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan
pencatatan keseimbangan cairan
e. Pantau adanya hiperkalemia
Hiperkalemia ditunjukkan dengan adanya kejang/kram pada lengan dan
abdomen dan diarea, dan dapat dipantau melalui ECG. Hindari masukan
kalium yang besar (<60 mmol/hari). Hiperkalemia diatasi dengan dialisis.
f. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian antasida (kalsium karbonat)
g. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Periksa ada/tidaknya distensi vena jugularis dan crackles pada auskultasi
paru-paru. Pantau keringan berlebih pada aksila, lidah yang kering,
hipertensi dan edema perifer. Cairan hidrasi yang diperbolehkan adalah
500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24 jam.
h. Kontrol tekanan darah
Upayakan dalam kondisi normal, yang dapat dicegah dengan mengontrol
volume intravaskuler dan obat-obatan anti-hipertensi.
i. Pantau terjadinya komplikasi pada tulang dan sendi
j. Mencegah obstruksi jalan nafas
Latih klien nafas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya
kegagalan nafas akibat obstruksi
k. Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur perawatan
l. Observasi tanda perdaraham
Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit. Pemberian heparin selama
proses dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
m. Observasi adanya gejala neurologis
Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran delirium,
kejang otot. Berikan diazepam/fenitoin jika dijumpai kejang.
n. Atasi komplikasi dan penyakit
Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi, maka
harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet rendah natrium, diuretik,
preparat inotropik (igitalis/dobutamin) dan lakukan dialisis jika perlu.
Kondisi asidosis metabolik dapat diatasi dengan pemberian nartrium
bikarbonat atau dialisis.
o. Laporkan segera jika mucul tanda-tanda perikarditis (friction rub & nyeri
dada)
p. Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal
q. Transfusi darah
r. Obat-obatan
Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk terapi
hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat
yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi
anemia, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid (membantu berkemih)
B. HAEMODIALISA
1. PENGERTIAN
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialis nadalah
memisah dari yang lain, maka hemodialisa adalah pemisahan komponen darah
dari zat metabolisme dan zat yang dibutuhkan oleh tubuh dengan menggunakan
ginjal pengganti (dialyzer) dan dialisat melalui membran semi permeabel.
Hemodialisa-dialisis merupakan suatu proses dimana solute dan air
mengadakan difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dan
kompartemen cair menuju kompartemen lain (Prince & Wilson, 2005). Proses
ini digunakan untuk mengeluarkan cairan dan elektrolit limbah dari dalam tubuh
ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
2. TUJUAN HEMODIALISA
a. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein (toksin uremia)
b. Memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
c. Menjaga fungsi ginjal bila terjadi obstruksi.
3. INDIKASI HEMODIALISA
a. Gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik yang tidak berhasil dengan terapi
konservatif.
b. Gagal ginjal kronik yang dipersiapkan untuk transpantasi ginjal.
c. Dialisis pre operatif.
5. PRINSIP HEMODIALISA
Menempatkan darah disampingan dengan cairan dialisat, dipisahkan oleh
suatu membran (selaput tipis) yang disebut membrane semi permeabel.
Membrane dapat dilalui oleh air dan zat tertentu (zat sampah) sesuai dengan
besar molekulnya. Proses ini disebut dialisis yaitu pemisahan air dan zat tertentu
dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat atau sebaliknya dari
kompartemen dialisat ke kompartemen darah, melalui membrane semi
permeabel.
8. HEPARINISASI
Pemberian antikoagulan pada sirkulasi HD, merupakan pemberian/ mengedarkan
suatu antikoagulan, dimana hal ini heparin di injeksi ke dalam sirkulasi dalam
tubuh maupun sirkulasi luar tubuh (sistemik atau ekstrakorporeal) pada waktu
proses hemodialisa. Tujuan heparisasi adalah mencegah pembekuan darah di
dalam kedua sirkulasi terutama pada dialyzer AVBL, jarum punksi
(avfistula/kanula).
Dosis heparin:
a. Dosis awal/dosis pemula
Dosis yang diberikan 25 unit-100 unit/kg (2500 unit)dimasukkan pada awal
hemodialisa.
b. Dosis lanjutan
Dosis yang diberikan 500-2000 unit/jam (1250 unit/jam diberikan sebelum
hemodialisa berakhir, heparin sudah harus di stop.
9. AKSES VASKULER
a. Permanen : AV fistula
b. Sementara : femoral
c. Long HD
1) HD pertama kali : 3 jam
2) HD kedua : 4 jam
3) HD rutin : 4-5 jam
Penanganan komplikasi HD
1. Hipotensi : meningkatkan BB pasien sebelum HD kemudian
membandingkan antara BB pre HD dengan post HD terakhir untuk
menentukan jumlah cairan yang akan dikeluarkan
2. Emboli udara : penanganan dengan mengeluarkan udara dari dalam otot –
otot HD tidak boleh ada udara yang masuk dalam alat HD dan sebelum alat
dipasang pada pasien maka alat dibilas dulu dengan NaCl 0,9% sekaligus
untuk mendorong udara keluar, udara harus dikeluarkan dari alat dan tidak
boleh masuk ke dalam vaskuler pasien karena dapat menimbulkan emboli.
3. Kram otot : bagian tubuh yang mengalami kram dipijat agar menjadi
lemas, pasien dianjurkan untuk relaks agar otot-otot yang kram bisa lemas
dengan cepat setelah dipijat.
4. Nyeri dada : nyeri disebabkan QB, tapi darah yang masuk dalam tubuh
lambat penanganannya dengan menurunkan QB.
5. Mual muntah : pasien diajarkan teknik relaksasi nafas dalam yang dapat
membantu merilekskan diri dan mengurangi rasa mual pasien.
C. TINJAUAN ASKEP
1. PENGKAJIAN
a. Pernapasan : nafas pendek, dispnea, batuk
b. Makan dan minum : peningkatan berat badan cepat (odema), penurun berat
badan (malnutrisi), anoreksia, mual, muntah, perubahan turgor kulit.
c. Eleminasi : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria
d. Aktifitas dan istirahat : kelelahan, kelemahan otot,penurunan rentang gerak,
kehilangan tonus, malaisie
e. Sirkulasi : riwayat hipertensi nyeri dada, odema jaringan umum (kaki tangan)
f. Integritas ego : factor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan,
perubahan kepribadian takut.
g. Neurosensori : sakit kepala,penglihatan kabur, keram otot/kejang, kehilangan
memori, penurunan kesadaran
h. Seksualitas : penurunan libido, amenoria, infertilitas
i. Penyuluhan dan pembelajaran : riwayat dalam keluarga, penyakit polikistik,
nefrtis herideter, penggunaan antibiotik,terpejam toksik
j. Keamanan : kulit gatal, pruritis, demam
Intra Hemodialisa
Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas
- Pasien mengeluh mual, muntah
- Pasien mengatakan cemas dengan keadaannnya
Data objektif
- Kelemahan otot, kehilangan tonus
- Pendarahan
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak cemas dan gelisah
Post Hemodialisa
Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas, kepala pusing, gatal- gatal, pada tubuhnya
Data Objektif
- Pendarahan
- Terjadi atau terdapat tanda- tanda infeksi (kolor, dolor, rubor, tumor dan
fungsiolasia)
2. DIAGNOSA
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret, edema sekunder pada
paru akibat GGK
2) Perubahan pefusi jaringan perifer b/d transportasi oksigen dan nutrisi ke
jaringan menurun
3) Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium, penurunan
haluaran urine
4) Resiko penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangancairan yang
mempengaruhi volume sirkulasi
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual, muntah
6) Kerusakan integritas kulit b/d penumpukan ureum
7) Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya
b. Intra Hemodialisa
1) Resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses ultrasi yang berlebihan
2) Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan, kehilangan darah
actual
3) Nyeri akut b/d proses patologis penyakit
4) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, terapi pembatasan
5) Ansietas b/d kurang pengetahuan terhadap penyakitnya, program
pengobatan
c. Post Hemodialisa
1) Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang berlebihan
2) Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasive
3. PERENCANAAN
1. Prioritas masalah
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif
2) Perubahan perfusi jaringan perifer
3) Kelebihan volume cairan
4) Resiko penurunan curah jantung
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
6) Kerusakan integritas kulit
7) ansietas
b. Intra Hemodialisa
1) Kekurangan volume cairan
2) Resiko syok hipovolemik
3) Nyeri akut
4) Intolerabsi aktivitas
5) Ansietas
c. Post Hemodialisa
1) Resiko terjadinya pendarahan
2) Resiko tinggi infeksi
2. Rencana Tindakan
a. Pre Hemodialisa
1) Diagnose : Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret,
edema, sekunder pada paru akibat GGK
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil :
a) Frekuensi nafas efektif
b) RR = 16-20 x/menit
c) Pasien tidak mengeluh sesak
d) Pasien tidak mengeluh nyeri dada
Intervensi :
a) Beri posisi semifowler / posisi yang nyaman
R/ : meningkatkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan
b) Kaji pola nafas, auskultasi kedalaman
pernafasan
R/ : untuk mengetahui kebutuhan
c) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ : untuk mengetahui kebutuhan oksigen
pasien secara adekuat
d) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan
sesuai kebutuhan
R/ : meningkatkan sediaan oksigen pasien
untuk kebutuhan miocard untuk memperbaiki
kontraktilitas, menurunkan iskemia dan kadar
asam laktat
b. Intra Hemodialisa
1) Diagnosa : Resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses
ultrafiltrasi berlebihan.
Tujuan : Setekah diberikan asuhan keperawatan diharapka
klien tidak mengalami syok hipovolemik
Kriteria Hasil :
a) Volume darah dalam tubuh kembali normal
b) Keadaan pasien compos mentis
c) Keadaan umum pasien baik
d) TTV dalam batas normal (S= 36-37,40C, TD=
120/80 mmHg, RR=16-20 x/mnt, nadi=60-100
x/mnt)
Intervensi :
a) Observasi KU pasien
R/: Pasien syok tidak menunjukkan KU yang
lemah
b) Observasi TTV pasien tiap jam
R/: Penurunan TD dan nadi menunjukkan adanya
syok
c) Monitor nilai UFG & QB pada mesin HD
R/ : nilai UFG menunjukkan banyaknya cairan
yang telah ditarik dari tubuh dan nilai QB
merupakan kecepatan penarikan cairan
d) Berikan KIE pada pasien dan keluarga tentang
tanda-tanda syok hipovolemik yaitu penurunan
tekanan darah dan peningkatan nadi
R/ : KIE dapat membuat pasien dan keluarga lebih
waspada dan bisa melaporkan pada petugas apabila
tanda syok muncul
e) Kolaborasi pemberian cairan intravena (IVFD)
R/: mengganti kekurangan cairan dan
meneimbangkan cairan vaskuler
c. Post Hemodialisa
1) Diagnosa : Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang
berlebih
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
pendarahan tindak lanjut
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda perdarahan
Intervensi :
a) Observasi daerah luka penusukan
R/: Untuk mengetahui terjadinya pendarahan
secara dini
b) Observasi TTV pasien
R/ : penurunan tekanan darah yang drastis dapat
menunjukkan terjadinya perdarahan
c) Lakukan fiksasi/penekanan pada tempat penusukan
dengan gaas berisi betadine
R/: Mencegah pengeluaran darah
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah
dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan
kolaborasi (Tarwoto dan Wartonah, 2003).
5. EVALUASI KEPERAWATAN
a. Pre Hemodialisa
1) Pola napas efektif
2) Perfusi jaringan perifer kembali efektif
3) Tidak terjadi penurunan curah jantung
4) Volume cairan klien seimbang
5) Nutrisi klien adekuat
6) Kerusakan integritas kulit dapat diatasi
7) Ansietas tidak terjadi
b. Intra Hemodialisa
1) Syok hipovolemik tidak terjadi
2) Keseimbangan cairan tetap tejaga
3) Rasa nyeri pasien berkurang
4) Aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi
5) Ansietas tidak terjadi
c. Post Hemodialisa
1) Pendarahan tidak terjadi
2) Infeksi tidak terjadi
WEB OF CAUTION (WOC)
nefropati toksik, penyakit metabolik, hipoplasia renal, trauma ginjal yang hebat,
Nefron hipertropi
Filtrasi glomerulus
Beban solut
GFR < 5 ml
Kurang informasi
Pre HD tentang program
Intra HD Post HD
pengobatan (HD)
Ureum Retensi Na+ dan H2O Prognosis Defisiensi hormone Difusi, ultrafiltrasi,
penyakit eritropoetin osmosis Takut, cemas
Uremia
Jumlah cairan dalam Retensi RAA Kurang paparan Produksi eritrosit, Penarikan
tubuh informasi Fe, dan as.folat Ansietas
cairan dan
Gangguan Penumpukan Hipertensi elektrolit yang
di dalam kulit volume cairan
keseimbangan Tek. hidrostatis berlebihan
Respon Hb intravaskuler
asam basa
Beban jantung psikologis
Oedema,, ansietas Gangguan system
Asam Lambung Pruritus, kulit Transportasi O2 dan Kram Haus, mukosa
bersisik, kering Hipertropi sirkulasi
cemas nutrisi ke jaringan otot bibir kering,
Kelebihan volume ventrikel kiri turgor kulit < 3
Anoreksia, mual, cairan detik Tekanan Intoleransi
Kerusakan
muntah, BB darah Aktivitas
integritas
kulit
Resiko Syok
Nyeri
Hipovolemik
Akut
Ruang ventrikel Ansietas Sianosis, akral
kiri menyempit dingin, konjungtiva
Volume cairan sirkulasi pucat, muka pucat
Perubahan nutrisi Darah refluk Resiko
kurang dari kebutuhan ke atrium kiri kekurangan
Resiko penurunan curah Perubahan perfusi
tubuh volume cairan
jantung jaringan
Tekanan vena
pulmonalis
Tekanan kapiler
paru
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC
Prabowo, Eko P. Dan Pranata, Eka A.. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Pperkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Rendy, M. Clevo dan Margareth, TH.. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI