Post navigation
Jurnal Kardiologi
Kasus Gastroenterologi
Kasus Hematologi
Posted on January 22, 2012 by shigenoiharuki under IPD
ANEMIA APLASTIK
Oleh:
Pembimbing :
MALANG
2011
BAB 1
PENDAHULUAN
Anemia aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di negara maju 3-
6 kasus/ 1 juta penduduk/tahun. Epidemiologi anemia aplastik di timur jauh
mempunyai pola yang berbeda dengan di Negara barat. Di Negara Timur (Asia
Tenggara dan Cina) insidennya 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan di
Negara Barat, insiden anemia aplastik terdapat di Negara Eropa dan Israel
sebanyak 1-2 kasus per 1 juta penduduk. Laki-laki lebih sering terkena daripada
wanita. Faktor lingkungan, mungkin infeksi virus, antara lain virus hepatitis,
diduga memegang peran penting (Shahidi, 2008).
Perjalanan penyakit pada pria juga lebih berat daripada wanita. Perbedaaan umur
dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh resiko perjalanan, sedangkan
perbedaan geografis mungkin disebabkan oleh pengaruh lingkungan (Shahidi,
2008).
Tujuan dari pembuatan responsi ini adalah memberikan suatu informasi baru
tentang epidemiologi, perjalanan penyakit, diagnosis,dan terapi yang dapat
diberikan pada pasien dengan penyakit aplastik anemia tersebut. Responsi ini
akan sangat berguna terutama kepada mahasiswa kedokteran karena dapat
memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang anemia aplastik. Di
samping itu, responsi ini juga bertujuan membandingkan kesesuaian diagnosis,
terapi, dan prognosis pasien aplastik anemia antara sumber-sumber ilmiah yang
ada dengan kenyataan pada pasien.
BAB 2
LAPORAN KASUS
Nama : M
Usia : 50 Tahun
Alamat : Blitar
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SMU
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
Deskripsi :
Pasien mengeluh lemas badan sejak 3 hari sebelum MRS. Perlahan dan memberat.
Pasien pertama kali merasa tubuhnya lemas sejak 1 tahun yang lalu hingga tidak
mampu bekerja di toko. Pasien tampak pucat dan kuning. Pasien dibawa ke RS
Tulungagung dan dikatakan hemoglobinnya rendah, pasien kemudian MRS di
sana dan mendapatkan transfusi darah. 3 bulan setelah MRS, pasien mengalami
gejala lemas dan pucat yang sama, pasien dibawa ke RS Mardi Waluyo dan
dilakukan aspirasi sumsum tulang. Pasien didiagnosa mengalami anemia akibat
kegagalan produksi sumsum tulang. Pasien mendapatkan transfusi darah. 1 bulan
kemudian pasien MRS di RSSA dengan gejala yang sama dan mendapatkan
transfusi darah. Sampai sekarang pasien sudah mendapatkan transfusi darah
sebanyak 3 kali.
1 tahun yang lalu pasien merasa perutnya sebelah kiri membesar, terasa penuh,
dan mual bila sedang makan. Nafsu makan pasien tetap baik, namun pasien
mengalami penurunan berat badan sebesar 10 kg dalam beberapa tahun terakhir.
Pasien berobat ke dokter umum dan dikatakan hanya mengalami maag biasa dan
hanya diberi obat. Karena gejala tidak membaik, pasien memeriksakan diri ke
dokter spesialis, dilakukan USG abdomen dan hasilnya menunjukkan limpa
pasien membesar. Pasien hanya diberi obat jalan.
Pasien kadang-kadang BAB berwarna merah atau hitam, menurut pasien timbul
tergantung makanannya. Riwayat perdarahan lainnya disangkal.
Saat badannya terasa lemas, pasien juga merasa pusing, pandangan berkunang-
kunang dan mengalami panas badan.
Pasien telah bekerja selama 10 tahun dengan berjualan bahan-bahan kimia untuk
pertanian. Menurut dokter, penyakit pasien ditimbulkan oleh paparan bahan-bahan
kimia tersebut.
Riwayat Pribadi :
REVIEW OF SYSTEMS
DESKRIPSI UMUM :
Gizi : Cukup
BB : 60 kg
TB : 168 cm
TANDA VITAL :
Nadi : 82 x/menit,reguler
Kulit
Inspeksi: pigmentasi, tekstur, turgor, rash, luka, infeksi,
tumor, petekie, hematom, ekskoriasi, ikterus, kuku, Tekstur kenyal, turgor
rambut normal, rash (-),
hematom (-)
Palpasi: nodul, atrofi, sklerosis
Kepala dan Leher
Inspeksi: Bentuk kepala, sikatrik, pembengkakan
P : SF D = S
Inspeksi: simetri, gerakan, respirasi, irama, payudara,
tumor P:SS
Perkusi: resonansi SS
VV--
Jantung
I : ictus invisible
Inspeksi: iktus
P : ictus palpable at MCL
Palpasi: iktus, thrill S ICS V
Darah Lengkap
Leukosit : 1.640
Hb : 2,1
Hct : 7,5%
Trombosit : 72.000
Kimia Darah
GDA : 165
Ureum : 39,2
Creatinin : 1,82
SGOT : 21
SGPT : 32
Albumin : 3,61
Faal Hemostasis
Urine Lengkap
SG/BJ : 1.015
PH : 6
Lekosit : -
Nitrit : -
Protein / Alb : -
Glucose : -
Keton : -
Urobilinogen : -
Bilirubin : -
Eritrosit : -
Mikroskopik Sedimen
10 x epitel : (+)
- Silinder : -
- Hialin : -
- Granuler : -
- Lekosit : -
- Eritrosit : -
- Lain-lain : -
40 x eritrosit : (-)
- Kristal : -
- Bakteri : -
- Lain-lain : -
- Lain-lain : -
Berdasarkan hasil
pemeriksaan darah tepi dan
sumsum tulang di atas
mengesankan suatu aplastik
anemia.
CLUE AND PROBLE INITIAL PLANNIN PLANNIN PLANNING
CUE M LIST DIAGNOS G G MONITORIN
E DIAGNOS THERAPY G
E
Tn. 1. General 1.1. Due to - IVFD NS Subyektif
M/50tahun weakness anemia 0.9% 20 tpm
Vital Sign
Pasien - Diet TKTP
mengeluh 2100
lemas badan kcal/hari
pusing - Po B6/B12
31 tab
pandangan
berkunang- - Po asam
kunang folat 13 tab
panas badan
Riwayat
terdiagnosa
anemia
aplastik
Riwayat
transfusi darah
sebanyak 3x
Pemeriksaan
fisik:
konjungtiva
anemis
ekstremitas
pucat
Laboratoriu
m:
Hemoglobin :
2,1 g/dl
Hematokrit :
7,5 %
Leukosit :
1640 /mm3
Trombosit :
72.000/mm3
Tn. M/50 2. Anemia FOBT Transfusi Darah
tahun aplastik PRC 2 lengkap
ECG labu/hari
Pasien target Hb 10 Subjektif
mengeluh SE
lemas badan Tanda
perdarahan
Perut
membesar
BAB
merah/hitam
pusing
pandangan
berkunang-
kunang
panas badan
Riwayat
bekerja
berjualan
bahan-bahan
kimia untuk
pertanian
Riwayat
terdiagnosa
anemia
aplastik
Riwayat
transfusi darah
sebanyak 3x
Pemeriksaan
fisik:
konjungtiva
anemis
traube space
dullness
ekstremitas
pucat
USG
Abdomen:
Splenomegali
ringan
Laboratoriu
m:
Leukosit :
1640 /mm3
Hemoglobin :
2,1 g/dl
Hematokrit :
7,5 %
Trombosit :
72.000/mm3
BMP:
mengesankan
aplastik
anemia
Tn. M/50 3. Anemia SI Po Sulfas Darah
tahun defisiensi ferosus 350 lengkap
besi TIBC mg
Pasien Subjektif
mengeluh Serum
lemas badan feritin SI
pusing TIBC
pandangan Serum
berkunang- feritin
kunang
Pemeriksaan
fisik:
konjungtiva
anemis
ekstremitas
pucat
Laboratoriu
m:
Hemoglobin :
2,1 g/dl
Hematokrit :
7,5 %
MCV : 77,3
MCH : 26,8
BMP:
cadangan besi
(-)
2.6 Follow Up
Inj. Metoclopramid
3x10mg
16 Leher kaku GCS 456 1. General PDx: DL, FH,
September dan pegal weakness FOBT, Ur/Cr,
2011 TD 120/70 OT/PT, SE, Alb,
Berkunang- 1.1 anemia GDA, ECG
kunang N 74x
2. Anemia PTx:
RR 26x aplastik
3. Anemia IVFD NS 0,9%
Lekosit 2.200 defisiensi 20tpm
besi
Hb 6,6 Diet TKTP 2100
kcal/h
PCV 17%
B6/B12 31
Trombosit
92.000 As. Folat 13
Inj. Metoclopramid
k/p
Transfusi PRC 2
labu/hr sd Hb10
gr/dl
17 (-) GCS 456 1. General PDx: DL, FOBT,
September weakness ECG, FH ulang
2011 TD 100/80
1.1 anemia PTx:
N 84x
2. Anemia IVFD NS 0,9%
RR 20x aplastik 20tpm
3. Anemia
Lekosit: defisiensi Diet TKTP 2100
2.300 besi kcal/h
po. Omeprazol
2x20mg
Transfusi PRC 2
labu/hr sd Hb10
gr/dl
19 (-) GCS 456 1. General PDx: tunggu hasil
September weakness
2011 TD 140/90 PTx:
1.1 anemia
N 60x IVFD NS 0,9%
2. Anemia 20tpm
RR 20x aplastik
3. Anemia Diet TKTP 2100
Hb 9,8 defisiensi kcal/h
besi
Lekosit 2.800 B6/B12 31
APTT: 37,1
dtk (28,8 dtk)
INR: 0,86
FOBT:
Coklat
lembek
Tes darah
samar
(benzidin): (-)
20 Leher pegal GCS 456 1. General PDx:-
September weakness
2011 TD 140/80 PTx:
1.1 anemia
N 80x Venflon
2. Anemia
RR 20x aplastik B6/B12 31
3. Anemia
defisiensi
Lekosit 2.500 besi As. Folat 13
PCV 29,8
Trombosit
82.000
BAB 3
PEMBAHASAN
Anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang
yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentuk
darah dalam sumsum (Sacharin, 2002). Penyakit ini ditandai dengan adanya
pansitopenia, di mana terjadi kondisi defisit sel darah pada jaringan tubuh.
Biasanya hal ini juga dikaitkan dengan kurangnya jumlah sel induk pluripoten,
defek pada limfosit T helper, defisiensi regulator humoral atau selular, atau faktor-
faktor lainnya. Umumnya pasien anemia aplastik yang mendapat terapi
transplantasi sumsum tulang dari saudara kembar identik dapat sembuh dari
penyakit tersebut. Di samping itu, anemia aplastik dapat disebabkan oleh induksi
obat atau induksi toksin yang menyebabkan kerusakan sel induk. Penyebab kasus
lainnya adalah infeksi virus. Angka kejadian anemia aplastik sangat rendah,
pertahunnya kira-kira 2 5 kasus/juta penduduk/tahun (Howard M.R, J Hamilton,
2008).
sistem eritopoetik.
Agranulositosis (anemia hipoplastik) yaitu aplasia yang mengenai sistem
agranulopoetik.
trombopoetik.
(Ngastiyah, 2005)
1. Faktor kongenital
Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali,
strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
a) Sitostatika
. (PAPDI,2007)
Ada 3 hal yang menjadi patofisiologi pada anemia aplastik (PAPDI, 2007):
3. Proses autoimun
Ada dua jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis anemia
aplastik, yaitu pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium.
- Pucat
- Tanda anemia Fanconi, yaitu bintik Caf au lait dan postur tubuh yang pendek.
1) Darah Tepi
Granulosit < 500 /mm3
Pada penderita anemia aplastik ditemukan kadar retikulosit yang sedikit atau
bahkan tidak ditemukan, sedangkan jumlah limfosit dapat normal atau sedikit
menurun. Dari ketiga kriteria darah tepi di atas, dapat ditentukan berat tidaknya
suatu anemia aplastik yang diderita oleh pasien. Cukup dua dari tiga kriteria di
atas terpenuhi, maka pasien sudah dapat digolongkan sebagai penderita anemia
aplastik berat.
2) Sumsum Tulang
Dalam kasus yang dibahas ditemukan pasien laki-laki 50 tahun yang datang
dengan keluhan lemasbadan sejak 3 hari sebelum MRS, perlahan dan
memberat, sejak 1 tahun yang lalu. Pasien tampak pucat, kemudiandibawa ke
RS Tulungagung dan dikatakan hemoglobinnya rendah. Setelah 3 bulan, pasien
dibawa ke RS Mardi Waluyokarena mengalami gejala yang sama dan dilakukan
aspirasi sumsum tulang. Pasien didiagnosa anemia akibat kegagalan produksi
sumsum tulang dan mendapatkan transfusi darah. Pasien MRS RSSA 1 bulan
kemudian mendapatkan transfusi darah. Sampai sekarang pasien sudah
mendapatkan transfusi darah sebanyak 3 kali.(tetap saja pansitopenia). 1
tahun yang lalu pasien merasa perutnya sebelah kiri membesar, terasa penuh, dan
mual bila sedang makan, dilakukan USG abdomen dan hasilnya menunjukkan
limpa pasien membesar. Nafsu makan pasien tetap baik, namun pasien
mengalami penurunan berat badan sebesar 10 kg dalam beberapa tahun terakhir.
Riwayat perdarahan disangkal. Saat badannya terasa lemas, pasien juga
merasa pusing, pandangan berkunang-kunang dan mengalami panas
badan.Pasien telah bekerja selama 10 tahun dengan berjualan bahan-bahan
kimia untuk pertanian.Dari pemeriksaan fisik ditemukan anemia konjunctiva
dan ekstrimitas, serta traube space dullness. Dari pemeriksaan laboratorium
darah lengkap didapatkan pansitopenia dengan eritrosit yang hipokrom
mikrositik.Berdasarkan hasil pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang yang
hiposeluler tanpa sel dismorfik mengesankan suatu aplastik anemia, dengan
cadangan besi negatif..
Dasar terapi anemia aplastik adalah suportif dan definitif dengan transplantasi
sumsum tulang.
Anemia aplastik memiliki tingkat mortalitas lebih dari 70% pada penatalaksanaan
yang bersifat suportif saja. Pengobatan spesifik bergantung kepada pemilihan
terapi, apakah bersifat suportif saja, terapi imunosupresan, atau transplantasi
sumsum tulang. Rawat inap bagi pasien dengan anemia aplastik kemungkinan
diperlukan saat periode infeksi serta saat pemberian terapi spesifik seperti
antithymocyte globulin (ATG) atau BMT (bone marrow transplant). Dengan
imunosupresan, sepertiga dari jumlah pasien tidak memberikan respon.
Transplantasi Stem Sel Hematopoetic merupakan pilihan yang terbaik bagi pasien
yang lebih muda dengan donor saudara kandung yang memiliki kecocokan
histologis secara penuh.Human Leukocyte Antigen (HLA) typing harus segera
dilakukan secepatnya, segera saat diagnosa anemia aplastik telah tegak pada anak
atau dewasa muda. Bagi kandidat transplan, tranfusi darah dari anggota keluarga
harus dihindari untuk mencegah sensitisasi dari antigen histocompatibility, namun
jumlah produk darah yang terbatas mungkin tidak secara hebat mempengaruhi
hasil terapi. Bagi transplan allogenik dari saudara kandung yang cocok secara
keseluruhan, angka harapan hidup pada anak dapat mencapai kurang lebih 90%.
Mortalitas dan morbiditas meningkat pada dewasa, seringkali disebabkan oleh
GVHD kronis dan infeksi serius (Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011).
Pasien berusia lebih dari 20 tahun dengan hitung neutrofil 200 500 /mm3
tampaknya lebih mendapat manfaat dari imunosupresi daripada transplantasi
sumsum tulang. Meskipun pada pasien yang hitungnya sangat rendah, secara
umum terapi yang lebih baik untuk diberikan adalah transplantasi karena
dibutuhkan waktu yang lebih pendek untuk resolusi neutropenia. Pasien
neutropenia yang mendapat terapi imunosupresif mungkin baru akan membaik
setelah 6 bulan (Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).
Terapi imunosupresif merupakan modalitas terapi terpenting untuk sebagian besar
pasien anemia aplastik. Obat-obatannya mencakup antara lain antithymocyte
globulin (ATG) atau antilymphocyte Globulin (ALG) dan Cyclosporin (CSA).
Mekanisme kerja ATG ata ALG pada kegagalan sumsum tulang tidak diketahui
dan mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel
asal, dan stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoeisis. Terapi ini
terutama diberikan pada anemia aplastik yang disebabkan oleh proses autoimun.
Regimen standar ATG yang dikombinasi dengan cyclosporine menginduksi
pemulihan hematologis (lepas mandiri dari tranfusi dan hitung leukosit yang
adekuat untuk mencegah infeksi) pada 60 66% dari pasien. Anak-anak dapat
berefek dengan baik sedangkan pada dewasa tua seringkali menderita komplikasi
yang diakibatkan munculnya komorbiditas. Relaps (pansitopeni berulang)
seringkali terjadi, terutama saat terputusnya cyclosporine; kebanyakan pasien
dapat merespon dengan pengulangan imunosupresan, namun beberapa pasien
menjadi tergantung kepada pemberian cyclosporine yang terus menerus.
Perkembangan MDS, dengan morfologis sumsum tulang khusus atau gambaran
abnormal sitogenetik, terjadi pada 15% pasien yang mendapatkan penanganan.
Pada beberapa pasien, dapat berkembang menjadi leukemia. Diagnosa
laboratorium PNH dapat secara umum dibuat pada waktu munculnya anemia
aplastik dengan alat ukur flow cytometry.
ATG atau ALG diindikasikan pada : 1) Anemia aplastik bukan berat, 2).Pasien
tidak memiliki donor sum-sum tulang yang cocok, 3) Anemia aplastik berat yang
berusia lebih dari 20 tahun, dan pada saat pengobatan tidak terdapat infeksi atau
perdarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3.
ATG kuda (20 mg/kg/hari) atau antilymphocyte globulin (ALG) kelinci (3,5
mg/kg/hari) dimasukkan per infus intravena selama 4 atau 5 hari ditambah CsA
(12-15 mg/kg/hari) hingga 6 bulan. ATG berikatan dengan sel darah perifer,
sehingga hitung platelet dan granulosit dapat menurun lebih jauh saat terapi aktif.
Serum sickness, gejala yang menyerupai flu dengan karakteristik erupsi kutan
serta arthralgia, seringkali terjadi kira kira 10 hari sejak dimulainya terapi.
Methylprednisolone, 1 mg/kgBB/ hari selama 2 minggu, dapat menjinakkan
akibat imunologis dari infus protein heterolog. Terapi glucocorticoid yang
berlebihan atau berkepanjangan dapat berkaitan dengan nekrosis sendi avaskular.
Cyclosporine dimasukkan per oral pada dosis awal yang tinggi, dengan
penyesuaian lebih lanjut sesuai dengan tingkatnya dalam darah yang didapat
setiap 2 minggunya, secara kasar kadarnya harus berkisar antara 150 hingga 200
ng/ml. Efek sampingnya yang paling penting adalah nefrotoksik, hipertensi,
kejang, dan infeksi oportunistik, khususnya Pneumocystis carinii
(direkomendasikan untuk memberikan terapi profilaksis bulanan pentamide per
inhalasi) (Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007)..
Steroid anabolik digunakan secara luas untuk terapi anemia aplastik sebelum
penemuan terapi imunosupresif.Androgen merangsang terbentuknya eritropoetin
dan sel-sel induk sumsum tulang. Hormon seksual dapat memberikan efek
upregulasi aktifitas gen telomerase secara in vitro, kemungkinan mekanisme
aksinya dalam memperbaiki fungsi sum-sum tulang. Saat ini, androgen hanya
dipakai sebagai terapi penyelamatan pada pasien dengan respon refrakter yang
mendapat terapi imunosupresif. Androgen yang tersedia saat ini antara lain
oxymethylone dan danazol. Komplikasi utama adalah virilisasi dan
hepatotoksisitas (Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007)..
Pada pasien dengan keparahan sedang atau dengan pansitopenia parah dimana
imunosupresan telah gagal, percobaan pengobatan selama 3 4 bulan adalah
tindakan yang tepat. Hematopoetic Growth Factors (HGFs) tidak
direkomendasikan sebagai terapi awal untuk anemia aplastik parah, bahkan
perannya sebagai tambahan bagi imunosupresan masih tidaklah jelas (Fauci, et al,
2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).
Pada anemia kronis, kelasi besi, deferoxamine dan defeasirox, harus ditambahkan
setiap kira-kira tranfusi kelima belas untuk menghindari hemochromatosis
sekunder (Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).
Cara lain untuk meningkatkan jumlah sel darah pada anemia aplastik adalah
dengan terapi eritropoietin. Terapi ini dapat digunakan dengan syarat terdapat
cadangan besi yang cukup, tidak boleh terdapat hipertensi berat, dan kadar
hemoglobinnya berkisar 8 mg/dl. Namun demikian, kemungkinan keberhasilan
terapi ini kurang baik pada anemia aplastik yang disebabkan oleh defek sumsum
tulang, sedangkan untuk anemia aplastik karena penyebab lainnya terapi ini masih
dapat digunakan (Fauci,et al,2011).
Aspirin dan jenis NSAID yang menghambat fungsi dari platelet harus dihindari
(Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).
Gizi bagi pasien dengan anemia aplastik yang memiliki neutropenia atau yang
sedang mendapat terapi imunosupresif harus sangat diperhatikan untuk tidak
mengkonsumsi buah-buah mentah, produk peternakan, atau buah, dan sayur-
sayuran yang tidak higienis yang memungkinkan kolonisasi bakteri, fungus, atau
pun molds. Lebih jauh lagi, diet rendah garam direkomendasikan selama terapi
dengan steroid atau CSA (cyclosporin).
Kontrol pasien diperlukan untuk memantau hitung darah dan kejadian yang tidak
diinginkan dari efek berbagai obat.
Secara keseluruhan pemberian terapi pasien pada laporan kasus masih mencakup
penatalaksanaan simptomatis saja, karena mengutamakan perbaikan masalah
anemia serta perbaikan kondisi umum pasien. Sedangkan permasalahan yang
belum manjadi perhatian adalah terapi definitif dari anemia aplastik.
Dalam problem oriented medical record pasien ini, tercantum 3 masalah yang
harus diterapi antara lain : 1). General weakness weakness due to anemia,
2).Anemia Aplastic. 3). Anemia defisiensi besi.
Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) adalah diet yang mengandung energi dan
protein di atas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa
ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan daging,
atau dalam bentuk minuman enteral energi tnggi protein tinggi. Pemberian diet ini
bila pasien telah memiliki cukup nafsu makan dan dapat menerima makanan
lengkap. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein yang
meningkat dan mencegah atau mengurangi kerusakan jaringan tubuh, menambah
berat badan hingga mencapai berat badan normal. Syarat-syarat diet tinggi kalori
tinggi protein adalah 1).Energi tinggi, yaitu 40 45 kkal/kg, 2).Protein tinggi,
yaitu 2,0 2,5 g/kg, 3).Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total.,
4).Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total, 5).Vitamin dan
mineral cukup, sesuai kebutuhan normal. 6). Makanan diberikan dalam bentuk
mudah cerna. Indikasi pemberian diet ini adalah kepada pasien yang : 1). Kurang
energi protein (KEP) 2).Sebelum dan sesudah operasi tertentu, serta selama
radioterapi dan kemoterapi. 3). Luka bakar berat dan baru sembuh dari penyakit
dengan panas tinggi, 4). Hipertiroid, hamil, post-partum atau keadaan lemas badan
dimana kebutuhan energi meningkat., 5) Anemia oleh karena berbagai sebab.
Pada pasien ini, harapannya dengan pemberian asupan tinggi kalori dan protein,
dapat membantu perbaikan kondisi pasien.
Pemberian suplemen vitamin B6, B12, serta asam folat berguna dalam
pembentukan sel darah merah. Asam folat memiliki mekanisme partisipasi dalam
sintesa DNA dan eritropoesis, meskipun penggunaan vitamin ini tidak efekif
secara tunggal pada kondisi anemia pernisiosa, aplastik atau anemia normositik.
Suplemen ini banyak digunakan pada anemia megaloblastik oleh karena
kekurangan asam folat, anemia yang bersumber dari nutrisi, kehamilan, dan
peningkatan serum homocysteine. Pyridoxine (vitamin B6) adalah suplemen
lainnya yang juga bermanfaat dalam memperbaiki kondisi anemia. Kekurangan
zat ini terbukti dapat menyebabkan anemia, confusion, depresi, kecemasan,
inflamasi mulut, bibir, dan lidah, meski sangat jarang namun dapat
mengakibatkan kejang. Defisiensi cyanocobalamin (vitamin B12) dapat
mengakibatkan anemia makrositik, kerusakan saraf, dan demensia.
Cyanocobalamin memiliki fungsi dalam fungsi dan reaksi fisiologis dalam tubuh.
Pemakaian kombinasi antara asam folat / cyanocobalamin (B12) / pyridoxine (B6)
sebagai suplemen nutrisi pada gagal ginjal stadium akhir, dialisis,
hiperhomosisteinemia, homosistinemia, sindrom malabsorbsi, dan defisiensi diet.
Anemia Aplastik diterapi dengan transfusi PRC (Packed Red Cell) 2 labu per hari
hingga mencapai target Hb lebih dari sama dengan 10 g/dl. Tranfusi yang
dilakukan terutama untuk memperbaiki kondisi penurunan Hb akibat pansitopeni
anemia aplastik (kondisi pasien : Hb : 2,1 g/dl, Hematokrit : 7,5 %, Leukosit:
1640 /mm3, Trombosit: 72.000 /mm3). Tranfusi terutama adalah packed red cell
agar tercapai hemokonsentrasi, juga mencegah terjadinya alloimunisasi, serta
transmisi berbagai penyakit terutama yang disebabkan oleh CMV. Hal ini
ditujukan pula untuk menghambat terjadinya GVHD ( graft versus host disease )
serta memperbaiki prognosa apabila pasien mendapatkan terapi transplantasi sum
sum tulang. Transfusi ini perlu untuk terus dilakukan hingga diagnosis dapat
ditegakkan atau pasien mendapatkan terapi yang lebih spesifik seperti
transplantasi sum-sum tulang atau imunosupresan.
Transfusi Trombosit Concentrate masih belum perlu diberikan terhadap pasien ini
oleh karena kadar trombosit dalam tubuh pasien masih 72.000 /mm3 serta belum
nampaknya gejala perdarahan. Pemberian tranfusi trombosit konsentrat berulang
dapat mengakibatkan terbentuknya zat anti terhadap trombosit donor. Batasan dari
literatur adalah trombosit yang kurang dari 20.000 /mm3. Resiko perdarahan
meningkat bila trombosit kurang dari 20.000/mm3.
Anemia defisiensi besi dapat diterapi dengan preparat besi oral maupun
parenteral. Preparat oral diberikan 300 mg per hari (3-4 tablet 50-65 mg).
Idealnya, preprat besi oral dikonsumsi pada saat perut kosong karena makanan
menghambat absorbsi besi. 200-300 mg besi per hari meningkatkan absorbs besi
sampai 50 mg per hari. Hal ini mendukung produksi eritrosit 3-4 kali pada
sumsum tulang nomal dan stimulus eritropoietin yang cukup. Tujuan terapinya
selain untuk memperbaiki anemia, juga menyediakan cadangan besi 0,5-1 gram.
Untuk itu diperlukan pemberian suplemen besi selama 6-12 bulan. Efek samping
pemberian preparat besi oral berupa nyeri perut, mual, muntah, dan konstipasi
sehingga menyebabkan kurangnya compliance (Fauci, et al, 2011).
Preparat besi parenteral diberikan apabila pasien intoleran terhadap preparat oral,
atau memerlukan besi secara akut, misalnya pada perdarahan gastrointestinal yang
terus berlangsung. Preparat besi parenteral dapat diberikan dengan dua cara.
Pertama, menggunakan dosis total yang diperlukan untuk mengoreksi defisit
hemoglobin dan menyediakan cadangan besi 500 mg. Kedua, menggunakan dosis
kecil berulang selama perode waktu tertentu, biasanya 100 mg tiap minggu selama
10 minggu. Preparat besi parenteral memiliki risiko anafilaksis. Gejala umum
yang muncul beberapa hari setelah pemberian adalah atralgia, ruam kulit, dan
demam (Fauci, et al, 2011).
1. Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik
akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna biasanya terjadi segera.
2. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus.
3. Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan hidup lama
namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna (Sudoyo, dkk., 2009).
Jadi pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokan lain untuk
membedakan antara anemia aplastik berat dengan prognosis buruk dengan anemia
aplastik lebih ringan dengan prognosis yang lebih baik (Sudoyo, dkk., 2009).
Perjalanan penyakit pada anemia aplastik yang berat akan berakhir dengan
kerusakan yang semakin memburuk dan pada akhirnya menyebabkan kematian.
Persediaan pertama terhadap sel darah merah dan kemudian dilakukan transfusi
platelet serta pemberian antibiotik yang efektif merupakan antara langkah yang
dapat memberikan keuntungan, namun demikian hanya sedikit saja dari penderita
yang menunjukan perbaikan yang spontan.Prognosis dapat ditentukan terutama
dengan melihat hitung darah.Penyakit yang berat dibuktikan dengan adanya 2-3
parameter tersebut.Antaranya adalah hitung neutrofil absolut 500/uL, hitung
platelet 20,000/uL, dan hitung retikulosit yang telah dikoreksi 1% (atau
hitung retikulosit absolut 60,000/uL). Nilai survival pada pasien yang
memenuhi kriteria tersebut di atas adalah sebanyak 20% dalam jangka
waktu 1 tahun setelah terdiagnosa dan dengan hanya mendapat terapi
suportif. Pada pasien dengan penyakit yang sangat berat yang ditandai dengan
nilai neutrofil absolut sebanyak 200/uL memberikan prognosis yang jauh lebih
buruk. Namun demikian, dengan terapi yang efektif angka harapan hidup menjadi
lebih baik.
BAB 4
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien laki-laki 50 tahun dengan anemia aplastik. Pasien datang
dengan keluhan lemas badan sejak 3 hari sebelum MRS yang perlahan dan
memberat. Pasien sering mengalami panas badan, dan kadang-kadang BAB
berwarna merah atau hitam. Pasien juga mengeluh perut sebelah kiri membesar.
Pasien pernah didiagnosa anemia aplastik dan telah menjalani transfusi darah
sebanyak 3 kali. Dari pemeriksaan fisik didapatkan anemis pada konjungtiva dan
ekstremitas pasien, serta splenomegali. Dari pemeriksaan darah lengkap
didapatkan pansitopeni dan aspirasi sumsum tulang mengesankan anemia aplastik.
Pemeriksaan USG abdomen menunjukkan splenomegali.
Prognosis pada pasien ini dubia karena anemia aplastik pada pasien ini belum
memenuhi kriteria derajat berat, namun respon terapi pasien kurang baik
(refrakter) dan memerlukan transfusi darah berulang.
DAFTAR PUSTAKA
9. Ngastiyah. (2005) Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta. EGC . Hal 12-13
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. IPD FKUI Pusat. Jakarta. 2007: 627-633
12. Shahidi, NT. 2008. Acquired Aplastic Anemia: Classification and Etiologic
Consideration in Aplastic Anemia and Other Bone Marrow Failure Syndrome.
New York Springer Verlag 2008: 25-37.