Anda di halaman 1dari 33

Dewi Sri Wulandari's Cases

another site about medical cases

Post navigation
Jurnal Kardiologi
Kasus Gastroenterologi

Kasus Hematologi
Posted on January 22, 2012 by shigenoiharuki under IPD

RESPONSI KASUS HEMATOLOGI

ANEMIA APLASTIK

Oleh:

Ahmad Nur Aulia 0610710005

Dewi Sri Wulandari 0610710031

Ervan Leo Prasetyarto 0610710043

Nurshafika Bt Abu Bakar0610714020

Navkiran Singh Gill 0710714029

Pembimbing :

dr. Djoko Heri Hermanto, Sp. PD, FINASIM

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

2011
BAB 1

PENDAHULUAN

Anemia aplastik merupakan kegagalan hematopoesis yang jarang ditemukan


namun berpotensi mengancam nyawa. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan
aplasia sumsum tulang dan pertama kali dilaporkan pada tahun 1888 oleh Erlich
pada seorang wanita muda yang meninggal tidak lama setelah menderita penyakit
dengan gejala anemia berat, perdarahan, dan hiperpireksia. Pemeriksaan
postmortem terhadap pasien tersebut menunjukkan sumsum tulang yang
hiposeluler. Pada tahun 1904 Chauffard pertama kali menggunakan nama anemia
aplastik. Puluhan tahun setelah itu, definisi anemia aplastik masih belum berubah
dan akhir tahun 1934 timbul kesepakatan pendapat bahwa tanda khas penyakit ini
adalah pansitopenia sesuai konsep Erlich. Pada tahun 1959, Wintobe membuat
pemakaian anemia aplastik pada kasus pansitopenia, hipoplasia berat atau aplasia
sumsum tulang, tanpa ada suatu penyakit primer yang menginfiltrasi, mengganti
atau menekan jaringan hemopietik sumsum tulang (Shahidi, 2008).

Anemia aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di negara maju 3-
6 kasus/ 1 juta penduduk/tahun. Epidemiologi anemia aplastik di timur jauh
mempunyai pola yang berbeda dengan di Negara barat. Di Negara Timur (Asia
Tenggara dan Cina) insidennya 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan di
Negara Barat, insiden anemia aplastik terdapat di Negara Eropa dan Israel
sebanyak 1-2 kasus per 1 juta penduduk. Laki-laki lebih sering terkena daripada
wanita. Faktor lingkungan, mungkin infeksi virus, antara lain virus hepatitis,
diduga memegang peran penting (Shahidi, 2008).

Perjalanan penyakit pada pria juga lebih berat daripada wanita. Perbedaaan umur
dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh resiko perjalanan, sedangkan
perbedaan geografis mungkin disebabkan oleh pengaruh lingkungan (Shahidi,
2008).

Tujuan dari pembuatan responsi ini adalah memberikan suatu informasi baru
tentang epidemiologi, perjalanan penyakit, diagnosis,dan terapi yang dapat
diberikan pada pasien dengan penyakit aplastik anemia tersebut. Responsi ini
akan sangat berguna terutama kepada mahasiswa kedokteran karena dapat
memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang anemia aplastik. Di
samping itu, responsi ini juga bertujuan membandingkan kesesuaian diagnosis,
terapi, dan prognosis pasien aplastik anemia antara sumber-sumber ilmiah yang
ada dengan kenyataan pada pasien.

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : M
Usia : 50 Tahun

Jenis kelamin : Pria

Alamat : Blitar

Pekerjaan : Pedagang

Pendidikan : SMU

Status : Menikah

Suku : Jawa

Agama : Islam

MRS : 14 September 2011

N0. Reg : 1099xxx

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Lemas badan

Deskripsi :

Pasien mengeluh lemas badan sejak 3 hari sebelum MRS. Perlahan dan memberat.

Pasien pertama kali merasa tubuhnya lemas sejak 1 tahun yang lalu hingga tidak
mampu bekerja di toko. Pasien tampak pucat dan kuning. Pasien dibawa ke RS
Tulungagung dan dikatakan hemoglobinnya rendah, pasien kemudian MRS di
sana dan mendapatkan transfusi darah. 3 bulan setelah MRS, pasien mengalami
gejala lemas dan pucat yang sama, pasien dibawa ke RS Mardi Waluyo dan
dilakukan aspirasi sumsum tulang. Pasien didiagnosa mengalami anemia akibat
kegagalan produksi sumsum tulang. Pasien mendapatkan transfusi darah. 1 bulan
kemudian pasien MRS di RSSA dengan gejala yang sama dan mendapatkan
transfusi darah. Sampai sekarang pasien sudah mendapatkan transfusi darah
sebanyak 3 kali.

1 tahun yang lalu pasien merasa perutnya sebelah kiri membesar, terasa penuh,
dan mual bila sedang makan. Nafsu makan pasien tetap baik, namun pasien
mengalami penurunan berat badan sebesar 10 kg dalam beberapa tahun terakhir.
Pasien berobat ke dokter umum dan dikatakan hanya mengalami maag biasa dan
hanya diberi obat. Karena gejala tidak membaik, pasien memeriksakan diri ke
dokter spesialis, dilakukan USG abdomen dan hasilnya menunjukkan limpa
pasien membesar. Pasien hanya diberi obat jalan.
Pasien kadang-kadang BAB berwarna merah atau hitam, menurut pasien timbul
tergantung makanannya. Riwayat perdarahan lainnya disangkal.

Saat badannya terasa lemas, pasien juga merasa pusing, pandangan berkunang-
kunang dan mengalami panas badan.

Pasien telah bekerja selama 10 tahun dengan berjualan bahan-bahan kimia untuk
pertanian. Menurut dokter, penyakit pasien ditimbulkan oleh paparan bahan-bahan
kimia tersebut.

Riwayat keluarga dengan penyakit sama disangkal.

Riwayat Pribadi :

Alergi : tidak ada


Olahraga : voli
Kebiasaan makan : porsi cukup, menyukai semua jenis makanan
Merokok : (+) 1 pak sehari
Obat : vitamin dari dokter
Hubungan Seks : (+) dengan istri

REVIEW OF SYSTEMS

Lelah + Nafsu makan N


Penurunan
+ Anoreksia -
BB
Umum
Demam - Mual -
Menggigil - Muntah -
Berkeringat - Perdarahan -
Rash - Melena -
Gatal - Abdomen Nyeri -
Kulit
Luka - Diare -
Hematom - Konstipasi -
Buang air
Sakit kepala - N
besar
Kepala dan Nyeri - Hemoroid -
Leher
Kaku leher - Hernia -
Trauma - Hepatitis -
Kacamata - Nyeri -
Gatal - Gatal -
Ikterus - Sekret -
Alat kelamin laki- Penyakit
Mata Merah - -
laki kelamin
Nyeri - Ulkus -
Dipoplia - Ereksi N
Visus +
Pendengaran N
Infeksi -
Telinga Nyeri -
Tinitus -
Vertigo -
Sekret -
Kering - Disuria -
Berdarah - Hematuria -
Nyeri - Inkontinensia -
Hidung Ginjal dan Saluran
Buntu - Nokturia -
Kencing
Berbau - Frekuensi N
Halusinasi - Batu -
Bersin bersin - Infeksi -
Nyeri - Anemia +
Hematologi
Kering - Perdarahan -
Serak - Diabetes -
Menelan Normal Perubahan BB Turun
Mulut dan Sakit
- Endokrin / Goiter -
Tenggorokan menelan
Metabolik
Toleransi
Gigi N N
temp
Gusi N Asupan cairan N
Infeksi - Trauma -
Batuk - Nyeri -
Riak - Kaku -
Nyeri - Bengkak -
Muskuloskeletal
Mengi - Lemah -
Nyeri
Sesak nafas - -
Pernapasan punggung
Hemoptisis - Kram -
Pneumonia - Sinkop -
Nyeri
- Kejang -
pleuritik
Tuberkulosis - Tremor -
Sistem Syaraf
Sekret - Nyeri -
Nyeri - Sensorik N
Benjolan - Tenaga N
Payudara
Perdarahan - Daya ingat N
Infeksi - Kecemasan -
Angina - Tidur N
Emosi
Sesak nafas - Depresi -
Ortopnea - Halusinasi -
Jantung
PND - Klaudikasio -
Vaskular
Edema - Flebitis -
Murmur - Ulkus -
Palpitasi - Arteritis -
Vena
Infark - -
Varikose
Hipertensi -

2.3 Pemeriksaan Fisik

DESKRIPSI UMUM :

Kesan umum : sakit sedang

Gizi : Cukup

BB : 60 kg

TB : 168 cm

IMT : 21,3 kg/m2

TANDA VITAL :

Kesadaran : GCS 456

Tekanan darah : 100/70 mm Hg

Nadi : 82 x/menit,reguler

Pernafasan : 17 x/menit reguler

Kulit
Inspeksi: pigmentasi, tekstur, turgor, rash, luka, infeksi,
tumor, petekie, hematom, ekskoriasi, ikterus, kuku, Tekstur kenyal, turgor
rambut normal, rash (-),
hematom (-)
Palpasi: nodul, atrofi, sklerosis
Kepala dan Leher
Inspeksi: Bentuk kepala, sikatrik, pembengkakan

Palpasi: Kelenjar limfe, pembengkakan, nyeri tekan,


Anemis +/+, icteric -/-,
tiroid, trakea, pulsasi vena
JVP R+0 cm H2O
Auskultasi: Bruit

Pemeriksaan: JVP, Kaku kuduk


Telinga
Inspeksi: Serumen, infeksi, membran timpani, tophi Tidak ditemukan
kelainan
Palpasi: Mastoid, massa
Hidung
Inspeksi: septum, mukosa, sekret, perdarahan, polip
Tidak ditemukan
kelainan
Palpasi: nyeri
Rongga Mulut dan Tenggorok
Inspeksi: pigmentasi, leukoplakia, ulkus, tumor, gusi,
gigi, lidah, faring, tonsil Tidak ditemukan
kelainan
Palpasi: Nyeri, tumor, kelenjar ludah
Mata
Konjungtiva anemic +/+.
Inspeksi: Ptosis, sklera, ikterus, pucat, kornea, arkus,
Sklera ikterik-/-
merah, infeksi, air mata, tumor, perdarahan, pupil
(kanan dan kiri), lapangan pandang
Pupil isokor, 3/3 mm
Palpasi: tonometri
Tidak dievaluasi
Fundoskopi
Tidak dievaluasi
Toraks
I : Simetris, D=S,regular

P : SF D = S
Inspeksi: simetri, gerakan, respirasi, irama, payudara,
tumor P:SS

Palpasi: Stem fremitus SS

Perkusi: resonansi SS

Auskultasi: suara nafas, rales, ronki, wheezing, A : V V Rh : - Wh: -


bronkofoni, pectoryloquy
VV--

VV--
Jantung
I : ictus invisible
Inspeksi: iktus
P : ictus palpable at MCL
Palpasi: iktus, thrill S ICS V

Perkusi: batas kiri, batas kanan, pinggang jantung P : RHM ~ SL D

Auskultasi: denyut jantung (frekuensi, irama) S1, S2, LHM ~ ictus


S3, S4, gallop, murmur, efection click, friction rub
A : S1 dan S2 single,
murmur (-),
Abdomen
Inspeks i: kontur, striae, sikatrik, vena, caput medusae,
hernia
Convex, soefl, met (-)
Palpasi : nyeri, defans/rigiditas, massa, hernia, hati,
limpa, ginjal Liver span 10 cm

Perkusi : resonansi, shifting dullness, undulasi Traube space dullness

Auskultas i: peristaltik usus, bruit, rub


Punggung
Inspeksi: postur, mobilitas, skoliosis, kifosis, lordosis
Tidak ditemukan
kelainan
Palpasi: nyeri, gybus, tumor
Extremitas
Inspeksi: gerak sendi, pembengkakan, merah,
deformitas, simetri, edema, sianosis, pucat, ulkus, Anemis +/+
varises, kuku
+/+
Palpasi: panas, nyeri, massa, edema, denyut nadi perifer
Alat Kelamin
Tidak ditemukan
Laki-laki: sirkumsisi, rash, ulkus, secret, massa, nyeri
kelainan
Rektum
Hemoroid, fisura, kondiloma, darah, sfingter ani, massa, Tidak ditemukan
prostat kelainan
Neurologi
Berdiri, gaya jalan, tremor, koordinasi, kelemahan,
Tidak ditemukan
flaksid, spatik, paralisis, fasikulasi, saraf kranial, reflek
kelainan
fisiologis, reflek patologis
Bicara
Tidak ditemukan
Disartria, apraksia, afasia
kelainan

2.4 Pemeriksaan Penunjang (14 September 2011)

Darah Lengkap

Leukosit : 1.640

Hb : 2,1

Hct : 7,5%

Trombosit : 72.000
Kimia Darah

GDA : 165

Ureum : 39,2

Creatinin : 1,82

SGOT : 21

SGPT : 32

Albumin : 3,61

Faal Hemostasis

PPT : 13,9 (12,6)

APTT : 42,3 (28,1)

Urine Lengkap

Warna / keadaan : kuning jernih

SG/BJ : 1.015

PH : 6

Lekosit : -

Nitrit : -

Protein / Alb : -

Glucose : -

Keton : -

Urobilinogen : -

Bilirubin : -

Eritrosit : -

Mikroskopik Sedimen

10 x epitel : (+)
- Silinder : -

- Hialin : -

- Granuler : -

- Lekosit : -

- Eritrosit : -

- Lain-lain : -

40 x eritrosit : (-)

- Lekosit : + (0-1) lpb

- Kristal : -

- Bakteri : -

- Lain-lain : -

- Lain-lain : -

2.5 PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD

SUMMARY OF PHYSICAL LABORATORY


DATABASE EXAMINATION FINDING
Tn. M/ 50 tahun/ Kesan umum : tampak sakit Leukosit : 1640 /mm3
R.25 sedang
Hemoglobin : 2,1 g/dl
Keluhan Utama: Gizi : kesan gizi cukup
Lemas badan MCV: 77,3
Berat badan : 60 kg
Pasien mengeluh MCH: 26,8
lemas badan sejak 3 Tinggi badan : 168 cm
hari sebelum MRS. Hematokrit : 7,5 %
Perlahan dan BMI : 21,3 kg/m2
memberat. (normoweight) Trombosit : 72.000/mm3

Pasien pertama kali GCS : 456 Retikulosit 4 promil


merasa tubuhnya
lemas sejak 1 tahun Tekanan darah : 100/70 Jumlah absolut leukosit:
yang lalu hingga tidak mmHg
mampu bekerja di Eosinofil: 30/uL (1.8%)
toko. Pasien tampak Nadi : 82 x / menit, reguler
pucat dan kuning. Basofil: 0/uL(0%)
Pasien dibawa ke RS
TUlungagung dan Repiratory rate: 17 x / menit Neutrofil: 950/uL(57.9%)
dikatakan
hemoglobinnya Temperatur axilla : 36,4C Limfosit: 370/uL(22.6%)
rendah, pasien
kemudian MRS di Kepala / Leher : Monosit : 280/uL(17.1%)
sana dan
mendapatkan konjungtiva anemis +/+, Evaluasi hapusan darah:
transfusi darah. sklera ikterik -/-, pupil isokor
3mm / 3mm Eritrosit normokrom
3 bulan setelah MRS, normositik
pasien mengalami pembesaran KGB (-), deviasi
gejala lemas dan trakea (-) Leukosit kesan jumlah
pucat yang sama, menurun
pasien dibawa ke RS JVP R+0 cm H2O 30 0
Mardi Waluyo dan Trombosit kesan jumlah
dilakukan Thorax : menurun

aspirasi sumsum Jantung Kesimpulan pansitopenia ec


tulang. Pasien anemia aplastik dd MDS
didiagnosa Inspeksi : Ictus invisible
mengalami anemia GDA : 165 g/dl
akibat kegagalan Palpasi : Ictus palpable pada
produksi sumsum ICS V MCL (S) Ureum : 39,2 mg/dl
tulang. Pasien
mendapatkan Perkusi : Batas kiri jantung Creatinin: 1,82 mg/dl
transfusi darah. (LHM) = ictus
SGOT : 21 U/L
1 bulan kemudian Batas kanan jantung (RHM) =
pasien MRS di RSSA sternal line (D) SGPT : 32 U/L
dengan gejala yang
sama dan Auskultasi : S1S2 single, Albumin : 3,61 mg/dl
mendapatkan murmur (-)
transfusi darah. PPT: 13,9 detik (12,6 detik)
Paru
Sampai sekarang APTT: 42,3 detik (28,1
pasien sudah Inspeksi : Simetris detik)
mendapatkan
transfusi darah Palpasi : Stem fremitus D = S INR:1,24
sebanyak 3 kali.
Perkusi : s s Urinalisis
1 tahun yang lalu
pasien merasa ss SG / BJ : 1,015
perutnya sebelah kiri
membesar, terasa ss pH : 6,0
penuh, dan mual bila
sedang makan. Nafsu Auskultasi : v v Rh - Wh - Leukosit : -
makan pasien tetap
baik, namun pasien
mengalami penurunan v v - - Nitrit : -
berat badan sebesar
10 kg dalam beberapa v v - - Protein / albumin :-
tahun terakhir. Pasien
berobat ke dokter Abdomen : Glucose : -
umum dan dikatakan
hanya mengalami Inspeksi : flat Keton : -
maag biasa dan hanya
diberi obat. Karena Palpasi : Dinding perut teraba Urobilinogen : -
gejala tidak membaik, soefl, nyeri ( )
pasien memeriksakan Bilirubin : -
diri ke dokter Perkusi : Traubes space
spesialis, dilakukan dullness, liver span 10 cm Eritrosit : -
USG abdomen dan
hasilnya Auskultasi : Bising usus (+) 10 x Epitel : +
menunjukkan limpa normal
pasien membesar. Silinder -/ lpk
Pasien hanya diberi Extremitas :
obat jalan. Hyaline /lpk
Pembengkakan pada
Pasien kadang-kadang ekstremitas (-), edema (-), Granuler / lpk
BAB berwarna merah pucat (+), panas (-), nyeri (-),
atau hitam, menurut krepitasi (-), kaku sendi (-), Leukosit / lpk
pasien timbul ulkus (-), kuku lengkap (+),
tergantung denyut nadi perifer (+), 40 x Eritrosit / lpb
makanannya. Riwayat varises (-).
perdarahan lainnya Leukosit 0-1 / lpb
disangkal. edema -
Kristal : -
Saat badannya terasa - -
lemas, pasien juga Bakteri +
merasa pusing, Anemia + +
pandangan Bone marrow puncture
berkunang-kunang ++ (23 Juni 2011)
dan mengalami panas
badan. Selularitas: hiposeluler

Pasien telah bekerja N:S ratio 3:1


selama 10 tahun
dengan berjualan Sistem eritropoetik aktivitas
bahan-bahan kimia menurun, tidak ditemukan
untuk pertanian. diseritropoetik
Menurut dokter,
penyakit pasien Sistem granulopoetik
aktivitas menurun, tidak
ditimbulkan oleh ditemukan disgranulopoetik
paparan bahan-bahan
Sistem trombopoetik
kimia tersebut. aktivitas menurun, tidak
ditemukan
Riwayat keluarga dismegakaryopoetik
dengan penyakit sama
disangkal. Cadangan besi (-)/negatif

Lain-lain sel asing tidak


ditemukan

Berdasarkan hasil
pemeriksaan darah tepi dan
sumsum tulang di atas
mengesankan suatu aplastik
anemia.
CLUE AND PROBLE INITIAL PLANNIN PLANNIN PLANNING
CUE M LIST DIAGNOS G G MONITORIN
E DIAGNOS THERAPY G
E
Tn. 1. General 1.1. Due to - IVFD NS Subyektif
M/50tahun weakness anemia 0.9% 20 tpm
Vital Sign
Pasien - Diet TKTP
mengeluh 2100
lemas badan kcal/hari

pusing - Po B6/B12
31 tab
pandangan
berkunang- - Po asam
kunang folat 13 tab

panas badan

Riwayat
terdiagnosa
anemia
aplastik

Riwayat
transfusi darah
sebanyak 3x

Pemeriksaan
fisik:

konjungtiva
anemis
ekstremitas
pucat

Laboratoriu
m:

Hemoglobin :
2,1 g/dl

Hematokrit :
7,5 %

Leukosit :
1640 /mm3

Trombosit :
72.000/mm3
Tn. M/50 2. Anemia FOBT Transfusi Darah
tahun aplastik PRC 2 lengkap
ECG labu/hari
Pasien target Hb 10 Subjektif
mengeluh SE
lemas badan Tanda
perdarahan
Perut
membesar

BAB
merah/hitam

pusing

pandangan
berkunang-
kunang

panas badan

Riwayat
bekerja
berjualan
bahan-bahan
kimia untuk
pertanian

Riwayat
terdiagnosa
anemia
aplastik

Riwayat
transfusi darah
sebanyak 3x

Pemeriksaan
fisik:

konjungtiva
anemis

traube space
dullness

ekstremitas
pucat

USG
Abdomen:

Splenomegali
ringan

Laboratoriu
m:

Leukosit :
1640 /mm3

Hemoglobin :
2,1 g/dl

Hematokrit :
7,5 %

Trombosit :
72.000/mm3

BMP:
mengesankan
aplastik
anemia
Tn. M/50 3. Anemia SI Po Sulfas Darah
tahun defisiensi ferosus 350 lengkap
besi TIBC mg
Pasien Subjektif
mengeluh Serum
lemas badan feritin SI

pusing TIBC

pandangan Serum
berkunang- feritin
kunang

Pemeriksaan
fisik:

konjungtiva
anemis

ekstremitas
pucat

Laboratoriu
m:

Hemoglobin :
2,1 g/dl

Hematokrit :
7,5 %

MCV : 77,3

MCH : 26,8

BMP:
cadangan besi
(-)

2.6 Follow Up

Tanggal Subjective Objective Assessment Planning


15 BAB hitam GCS 456 1. General PDx: tunggu hasil
September seperti petis weakness
2011 TD: 120/80 PTx:
1.1 anemia
N: 94x IVFD NS 0,9%
2. Anemia 20tpm
RR: 26x aplastik
3. Melena Diet TKTP 2100
Lekosit: kcal/h
2.200 3.1 dt no 2 B6/B12 31

Hb: 4,0 4. Anemia As. Folat 13


defisiensi
PCV: 11,5 besi Sulfas ferosus 350
mg
Trombosit:
120.000 Transfusi PRC 2
labu/hr sd Hb10
PPT: 13,9 dtk gr/dl
(12,6 dtk)
Pasang NG tube
APTT: 42,3 GC/8 jam, bila 1x (-)
dtk (28,1 dtk) mulai diet susu
6x200cc
INR: 1,24
Inj. Ranitidine
2x50mg

Inj. Metoclopramid
3x10mg
16 Leher kaku GCS 456 1. General PDx: DL, FH,
September dan pegal weakness FOBT, Ur/Cr,
2011 TD 120/70 OT/PT, SE, Alb,
Berkunang- 1.1 anemia GDA, ECG
kunang N 74x
2. Anemia PTx:
RR 26x aplastik
3. Anemia IVFD NS 0,9%
Lekosit 2.200 defisiensi 20tpm
besi
Hb 6,6 Diet TKTP 2100
kcal/h
PCV 17%
B6/B12 31
Trombosit
92.000 As. Folat 13

ECG: sinus Sulfas ferosus 350


rhythm dg mg
HR 80x/menit
po. Omeprazol
2x20mg

Inj. Metoclopramid
k/p

Transfusi PRC 2
labu/hr sd Hb10
gr/dl
17 (-) GCS 456 1. General PDx: DL, FOBT,
September weakness ECG, FH ulang
2011 TD 100/80
1.1 anemia PTx:
N 84x
2. Anemia IVFD NS 0,9%
RR 20x aplastik 20tpm
3. Anemia
Lekosit: defisiensi Diet TKTP 2100
2.300 besi kcal/h

Hb: 7,1 B6/B12 31

PCV: 21,2 As. Folat 13

Trombosit: Sulfas ferosus 350


132.000 mg

PPT: 11,7 dtk po. Omeprazol


(12,5 dtk) 2x20mg

APTT: 27,1 Transfusi PRC 2


dtk (28,4 dtk) labu/hr sd Hb10
gr/dl
18 (-) Lekosit: 1. General PTx:
September 2.300 weakness
2011 IVFD NS 0,9%
Hb: 8,1 1.1 anemia 20tpm

PCV: 23,7 2. Anemia Diet TKTP 2100


aplastik kcal/h
Trombosit: 3. Anemia
96.000 defisiensi B6/B12 31
besi
As. Folat 13

Sulfas ferosus 350


mg

po. Omeprazol
2x20mg

Transfusi PRC 2
labu/hr sd Hb10
gr/dl
19 (-) GCS 456 1. General PDx: tunggu hasil
September weakness
2011 TD 140/90 PTx:
1.1 anemia
N 60x IVFD NS 0,9%
2. Anemia 20tpm
RR 20x aplastik
3. Anemia Diet TKTP 2100
Hb 9,8 defisiensi kcal/h
besi
Lekosit 2.800 B6/B12 31

LED 32 As. Folat 13


mm/jam
Sulfas ferosus 350
Trombosit mg
86.000
po. Omeprazol
PCV 27,7 2x20mg

Hitung jenis - Transfusi PRC 2


/-/-/71/23/6 labu/hr sd Hb10
gr/dl
PPT: 9,9 dtk
(8,1 dtk)

APTT: 37,1
dtk (28,8 dtk)

INR: 0,86

FOBT:

Coklat
lembek

Tes darah
samar
(benzidin): (-)
20 Leher pegal GCS 456 1. General PDx:-
September weakness
2011 TD 140/80 PTx:
1.1 anemia
N 80x Venflon
2. Anemia
RR 20x aplastik B6/B12 31
3. Anemia
defisiensi
Lekosit 2.500 besi As. Folat 13

Hb 8,5 Sulfas ferosus 350


mg
PCV 24,9
Transfusi PRC 2
Trombosit labu/hr sd Hb10
75.000 gr/dl
21 Pegal-pegal GCS 456 1. General KRS
September leher weakness
2011 TD 140/80 B6/B12 31
1.1 anemia
N 60x As. Folat 13
2. Anemia
RR 20x aplastik Sulfas ferosus 350
3. Anemia mg
Lekosit 2.700 defisiensi
besi
Hb 10,0

PCV 29,8

Trombosit
82.000

BAB 3

PEMBAHASAN

Anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang
yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentuk
darah dalam sumsum (Sacharin, 2002). Penyakit ini ditandai dengan adanya
pansitopenia, di mana terjadi kondisi defisit sel darah pada jaringan tubuh.
Biasanya hal ini juga dikaitkan dengan kurangnya jumlah sel induk pluripoten,
defek pada limfosit T helper, defisiensi regulator humoral atau selular, atau faktor-
faktor lainnya. Umumnya pasien anemia aplastik yang mendapat terapi
transplantasi sumsum tulang dari saudara kembar identik dapat sembuh dari
penyakit tersebut. Di samping itu, anemia aplastik dapat disebabkan oleh induksi
obat atau induksi toksin yang menyebabkan kerusakan sel induk. Penyebab kasus
lainnya adalah infeksi virus. Angka kejadian anemia aplastik sangat rendah,
pertahunnya kira-kira 2 5 kasus/juta penduduk/tahun (Howard M.R, J Hamilton,
2008).

Secara umum, anemia aplastik diklasifikasikan menjadi:

Eritroblastopenia (anemia hipoblastik) yaitu aplasia yang hanya mengenai

sistem eritopoetik.
Agranulositosis (anemia hipoplastik) yaitu aplasia yang mengenai sistem

agranulopoetik.

Amegakaryositik (Penyakit Schultz) yaitu aplasia yang mengenai sistem

trombopoetik.

Panmieloptisis (anemia aplastik) yaitu aplasia yang mengenai ketiga

sistem diatas (eritropoetik, agranulopoetik, trombopoetik)

(Ngastiyah, 2005)

Anemia aplastik disebabkan oleh:

1. Faktor kongenital

Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali,
strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.

2. Faktor didapat (acquired):

a. Zat kimia, benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.

b. Obat : Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi pada sumsum tulang


dapat dibagi dua:

i. Sering atau selalu menyebabkan depresi sumsum tulang

a) Sitostatika

ii. Kadang-kadang menyebabkan depresi sumsum tulang

a) Antikonvulsan, misalnya: metilhidantoin

b) Antibiotik, misalnya: kloramfenikol, sulfonamide, penicillin dan lain-lain

c) Analgesik, misalnya: fenilbutazon

d) Relaksan otot, misalnya: meprobamat

Lihat tabel berikut.

c. Radiasi : dapat mengakibatkan kerusakan pada sel induk atau lingkungannya.


Contoh radiasi yang dimaksud antara lain pajanan sinar X yang berlebihan
ataupun jatuhan radioaktif (misalnya dari ledakan bom nuklir).
d. Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan sebagainya. Zat-zat
kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen,
insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya masuk melalui kontak
kulit pada individu sehingga terjadi akumulasi bahan-bahan myelotoksik yang
diabsorbsi melalui kulit dalam jangka waktu yang lama.

e. Infeksi (misalnya Hepatitis C, EBV, CMV, parvovirus, HIV, dengue),


keganasan, gangguan endokrin.

f. Idiopatik : merupakan penyebab terbanyak.

. (PAPDI,2007)

Ada 3 hal yang menjadi patofisiologi pada anemia aplastik (PAPDI, 2007):

1. Kerusakan pada sel induk pluripoten

Gangguan pada sel induk pluripoten merupakan penyebab utama terjadinya


anemia aplastik. Sel induk pluripoten yang mengalami gangguan gagal
membentuk atau berkembang menjadi sel darah yang baru. Umumnya hal ini
disebabkan kurangnya jumlah atau menurunnya fungsi sel induk pluripoten.
Penanganan yang tepat untuk individu anemia aplastik yang disebabkan oleh
gangguan pada sel induk adalah transplantasi sumsum tulang.

2. Kerusakan pada microenvironment

Gangguan pada mikrovaskuler, faktor humoral (misal eritropoetin) atau bahan


penghambat pertumbuhan sel mengakibatkan gagalnya jaringan sumsum tulang
berkembang. Gangguan pada microenvironment menyebabkan hilangnya
kemampuan sel tersebut menjadi sel-sel darah. Selain itu, pada beberapa penderita
anemia aplastik ditemukan hambatan pertumbuhan sel. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya limfosit T yang menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang.

3. Proses autoimun

Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik dibuktikan oleh percobaan in


vitro yang memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat pembentukan
koloni hemopoetik alogenik dan autologous. Setelah itu, diketahui bahwa limfosit
T sitotoksik memerantarai destruksi sel-sel asal hemopoetik pada kelainan ini.
Sel-sel T efektor tampak lebih jelas di sumsum tulang dibandingkan dengan darah
tepi pasien anemia aplastik. Sel-sel tersebut menghasilkan IFN- dan TNF- yang
merupakan inhibitor langsung hemopoesis dan meningkatkan ekspresi Fas pada
sel-sel CD34+. Klon sel-sel T immortal yang positif CD4 dan CD8 dari pasien
anemia aplastik juga mensekresi sitokin Th1 yang bersifat toksik langsung ke sel
CD34 positif autologous.
Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga tanda utama yaitu, anemia,
trombositopenia, dan leucopenia (pansitopenia). Ketiga tanda ini disertai dengan
gejala sebagai berikut:

Anemia ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit.


Penurunan Hemoglobin menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang
dikirimkan ke jaringan, biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan,
dispnea, takikardia, ekstremitas dingin dan pucat. Anemia ini berlangsung
kronis sehingga pada tubuh telah terjadi proses adaptasi dan kompensasi
agar pasien dapat bertahan hidup dalam kondisi anemia berat (Howard
M.R, J Hamilton, 2008).
Leukopenia atau menurunnya jumlah leukosit kurang dari 4500/mm3
menyebabkan agranulositosis yang dapat menekan respon inflamasi.
Respon inflamasi yang tertekan akan menyebabkan penurunan sistem
imun sehingga mudah terjadi infeksi pada selaput lendir, kulit, silia saluran
nafas (Howard M.R, J Hamilton, 2008).
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit di bawah
100.000/mm3 yang ditandai dengan ekimosis, ptekie, epistaksis,
perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf dan perdarahan
saluran cerna. Gejala dari perdarahan saluran cerna adalah anoreksia,
nausea, konstipasi, diare, stomatitis, atau hematemesis melena (Howard
M.R, J Hamilton, 2008).

Selain itu, hepatosplenomegali dan limfadenopati juga dapat ditemukan pada


penderita anemia aplastikini meski sangat jarang terjadi (Howard M.R, J
Hamilton, 2008).

Ada dua jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis anemia
aplastik, yaitu pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium.

Pada pemeriksaan fisis penderita anemia aplastik diperoleh:

- Pucat

- Perdarahan pada gusi, retina, hidung, dan kulit.

- Tanda-tanda infeksi, misalnya demam.

- Pembesaran hati (hepatomegali)

- Tanda anemia Fanconi, yaitu bintik Caf au lait dan postur tubuh yang pendek.

- Tanda dyskeratosis congenita, yaitu jari-jari yang aneh serta leukoplakia

Pemeriksaan laboratorium pada anemia aplastik adalah:

1) Darah Tepi
Granulosit < 500 /mm3

Trombosit < 20.000 /mm3

Retikulosit < 1.0 % (atau bahkan hampir tidak ada)

Pada penderita anemia aplastik ditemukan kadar retikulosit yang sedikit atau
bahkan tidak ditemukan, sedangkan jumlah limfosit dapat normal atau sedikit
menurun. Dari ketiga kriteria darah tepi di atas, dapat ditentukan berat tidaknya
suatu anemia aplastik yang diderita oleh pasien. Cukup dua dari tiga kriteria di
atas terpenuhi, maka pasien sudah dapat digolongkan sebagai penderita anemia
aplastik berat.

2) Sumsum Tulang

Hiposeluler < 25%

Pemeriksaan sumsum tulang ini dilakukan pemeriksaan biopsi dan aspirasi.

(Sodeman, William A., Thomas M. Sodeman,1995)

Hasil-hasil yang biasanya didapati:

Hitung darah lengkap disertai diferensial anemia makrositik, penurunan


granulosit, monosit dan limfosit.
Jumlah trombosit menurun.
Jumlah retikulosit menurun.
Aspirasi dan biopsy sumsum tulang hiposeluler.
Elektroforesis hemoglobin-kadar hemoglobin janin meningkat.
Titer antigen sel darah merah naik.
Kadar folat dan B12 serum normal atau meningkat.
Uji kerusakan kromosom positif untuk anemia fanconi.

Dalam kasus yang dibahas ditemukan pasien laki-laki 50 tahun yang datang
dengan keluhan lemasbadan sejak 3 hari sebelum MRS, perlahan dan
memberat, sejak 1 tahun yang lalu. Pasien tampak pucat, kemudiandibawa ke
RS Tulungagung dan dikatakan hemoglobinnya rendah. Setelah 3 bulan, pasien
dibawa ke RS Mardi Waluyokarena mengalami gejala yang sama dan dilakukan
aspirasi sumsum tulang. Pasien didiagnosa anemia akibat kegagalan produksi
sumsum tulang dan mendapatkan transfusi darah. Pasien MRS RSSA 1 bulan
kemudian mendapatkan transfusi darah. Sampai sekarang pasien sudah
mendapatkan transfusi darah sebanyak 3 kali.(tetap saja pansitopenia). 1
tahun yang lalu pasien merasa perutnya sebelah kiri membesar, terasa penuh, dan
mual bila sedang makan, dilakukan USG abdomen dan hasilnya menunjukkan
limpa pasien membesar. Nafsu makan pasien tetap baik, namun pasien
mengalami penurunan berat badan sebesar 10 kg dalam beberapa tahun terakhir.
Riwayat perdarahan disangkal. Saat badannya terasa lemas, pasien juga
merasa pusing, pandangan berkunang-kunang dan mengalami panas
badan.Pasien telah bekerja selama 10 tahun dengan berjualan bahan-bahan
kimia untuk pertanian.Dari pemeriksaan fisik ditemukan anemia konjunctiva
dan ekstrimitas, serta traube space dullness. Dari pemeriksaan laboratorium
darah lengkap didapatkan pansitopenia dengan eritrosit yang hipokrom
mikrositik.Berdasarkan hasil pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang yang
hiposeluler tanpa sel dismorfik mengesankan suatu aplastik anemia, dengan
cadangan besi negatif..

Dasar terapi anemia aplastik adalah suportif dan definitif dengan transplantasi
sumsum tulang.

Anemia aplastik memiliki tingkat mortalitas lebih dari 70% pada penatalaksanaan
yang bersifat suportif saja. Pengobatan spesifik bergantung kepada pemilihan
terapi, apakah bersifat suportif saja, terapi imunosupresan, atau transplantasi
sumsum tulang. Rawat inap bagi pasien dengan anemia aplastik kemungkinan
diperlukan saat periode infeksi serta saat pemberian terapi spesifik seperti
antithymocyte globulin (ATG) atau BMT (bone marrow transplant). Dengan
imunosupresan, sepertiga dari jumlah pasien tidak memberikan respon.

Anemia aplastik parah yang didapat mampu disembuhkan dengan penggantian


ketiadaan sel hematopoetik (dan sistem imun) oleh transplan stem cell, atau dapat
dijinakkan dengan penekanan sistem imun sehingga pasien dapat pulih dengan
sisa fungsi sumsum tulang. Faktor tumbuh hematopoetik memiliki kegunaan yang
terbatas, dan glucocorticoid tidak bernilai. Seseorang dengan dugaan terpapar
bahan kimia atau obat-obatan harus segera dihentikan, meskipun sangat jarang
terjadi pemulihan spontan dari depresi hitung darah (Fauci, et al, 2011; Medscape,
2011).

Transplantasi Stem Sel Hematopoetic merupakan pilihan yang terbaik bagi pasien
yang lebih muda dengan donor saudara kandung yang memiliki kecocokan
histologis secara penuh.Human Leukocyte Antigen (HLA) typing harus segera
dilakukan secepatnya, segera saat diagnosa anemia aplastik telah tegak pada anak
atau dewasa muda. Bagi kandidat transplan, tranfusi darah dari anggota keluarga
harus dihindari untuk mencegah sensitisasi dari antigen histocompatibility, namun
jumlah produk darah yang terbatas mungkin tidak secara hebat mempengaruhi
hasil terapi. Bagi transplan allogenik dari saudara kandung yang cocok secara
keseluruhan, angka harapan hidup pada anak dapat mencapai kurang lebih 90%.
Mortalitas dan morbiditas meningkat pada dewasa, seringkali disebabkan oleh
GVHD kronis dan infeksi serius (Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011).

Pasien berusia lebih dari 20 tahun dengan hitung neutrofil 200 500 /mm3
tampaknya lebih mendapat manfaat dari imunosupresi daripada transplantasi
sumsum tulang. Meskipun pada pasien yang hitungnya sangat rendah, secara
umum terapi yang lebih baik untuk diberikan adalah transplantasi karena
dibutuhkan waktu yang lebih pendek untuk resolusi neutropenia. Pasien
neutropenia yang mendapat terapi imunosupresif mungkin baru akan membaik
setelah 6 bulan (Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).
Terapi imunosupresif merupakan modalitas terapi terpenting untuk sebagian besar
pasien anemia aplastik. Obat-obatannya mencakup antara lain antithymocyte
globulin (ATG) atau antilymphocyte Globulin (ALG) dan Cyclosporin (CSA).
Mekanisme kerja ATG ata ALG pada kegagalan sumsum tulang tidak diketahui
dan mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel
asal, dan stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoeisis. Terapi ini
terutama diberikan pada anemia aplastik yang disebabkan oleh proses autoimun.
Regimen standar ATG yang dikombinasi dengan cyclosporine menginduksi
pemulihan hematologis (lepas mandiri dari tranfusi dan hitung leukosit yang
adekuat untuk mencegah infeksi) pada 60 66% dari pasien. Anak-anak dapat
berefek dengan baik sedangkan pada dewasa tua seringkali menderita komplikasi
yang diakibatkan munculnya komorbiditas. Relaps (pansitopeni berulang)
seringkali terjadi, terutama saat terputusnya cyclosporine; kebanyakan pasien
dapat merespon dengan pengulangan imunosupresan, namun beberapa pasien
menjadi tergantung kepada pemberian cyclosporine yang terus menerus.
Perkembangan MDS, dengan morfologis sumsum tulang khusus atau gambaran
abnormal sitogenetik, terjadi pada 15% pasien yang mendapatkan penanganan.
Pada beberapa pasien, dapat berkembang menjadi leukemia. Diagnosa
laboratorium PNH dapat secara umum dibuat pada waktu munculnya anemia
aplastik dengan alat ukur flow cytometry.

ATG atau ALG diindikasikan pada : 1) Anemia aplastik bukan berat, 2).Pasien
tidak memiliki donor sum-sum tulang yang cocok, 3) Anemia aplastik berat yang
berusia lebih dari 20 tahun, dan pada saat pengobatan tidak terdapat infeksi atau
perdarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3.

ATG kuda (20 mg/kg/hari) atau antilymphocyte globulin (ALG) kelinci (3,5
mg/kg/hari) dimasukkan per infus intravena selama 4 atau 5 hari ditambah CsA
(12-15 mg/kg/hari) hingga 6 bulan. ATG berikatan dengan sel darah perifer,
sehingga hitung platelet dan granulosit dapat menurun lebih jauh saat terapi aktif.
Serum sickness, gejala yang menyerupai flu dengan karakteristik erupsi kutan
serta arthralgia, seringkali terjadi kira kira 10 hari sejak dimulainya terapi.
Methylprednisolone, 1 mg/kgBB/ hari selama 2 minggu, dapat menjinakkan
akibat imunologis dari infus protein heterolog. Terapi glucocorticoid yang
berlebihan atau berkepanjangan dapat berkaitan dengan nekrosis sendi avaskular.
Cyclosporine dimasukkan per oral pada dosis awal yang tinggi, dengan
penyesuaian lebih lanjut sesuai dengan tingkatnya dalam darah yang didapat
setiap 2 minggunya, secara kasar kadarnya harus berkisar antara 150 hingga 200
ng/ml. Efek sampingnya yang paling penting adalah nefrotoksik, hipertensi,
kejang, dan infeksi oportunistik, khususnya Pneumocystis carinii
(direkomendasikan untuk memberikan terapi profilaksis bulanan pentamide per
inhalasi) (Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007)..

Steroid anabolik digunakan secara luas untuk terapi anemia aplastik sebelum
penemuan terapi imunosupresif.Androgen merangsang terbentuknya eritropoetin
dan sel-sel induk sumsum tulang. Hormon seksual dapat memberikan efek
upregulasi aktifitas gen telomerase secara in vitro, kemungkinan mekanisme
aksinya dalam memperbaiki fungsi sum-sum tulang. Saat ini, androgen hanya
dipakai sebagai terapi penyelamatan pada pasien dengan respon refrakter yang
mendapat terapi imunosupresif. Androgen yang tersedia saat ini antara lain
oxymethylone dan danazol. Komplikasi utama adalah virilisasi dan
hepatotoksisitas (Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007)..

Pada pasien dengan keparahan sedang atau dengan pansitopenia parah dimana
imunosupresan telah gagal, percobaan pengobatan selama 3 4 bulan adalah
tindakan yang tepat. Hematopoetic Growth Factors (HGFs) tidak
direkomendasikan sebagai terapi awal untuk anemia aplastik parah, bahkan
perannya sebagai tambahan bagi imunosupresan masih tidaklah jelas (Fauci, et al,
2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).

Kelompok European Bone Marrow Transplantation mendefinisikan respon terapi


sebagai berikut : 1). Remisi komplit,: bebas transfusi dan granulosit sekurang-
kurangnya 2000/mm3. 2). Remisi sebagian : tidak tergantung transfusi dan
granulosit dibawah 2000 /mm3. 3). Refrakter (PAPDI,2007):

Pasien dengan anemia aplastik memerlukan dukungan tranfusi hingga diagnosis


dapat ditegakkan dan dapat diberikan terapi spesifik. Bila terdapat keluhan akibat
anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cell sampai kadar
hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit
kardiovaskular. Resiko perdarahan meningkat bila trombosit kurang dari
20.000/mm3.Tranfusi trombosit diberikan bila terdapat perdarahan atau bila
trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Tranfusi trombosit konsentrat
berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor
(Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).

Pada anemia kronis, kelasi besi, deferoxamine dan defeasirox, harus ditambahkan
setiap kira-kira tranfusi kelima belas untuk menghindari hemochromatosis
sekunder (Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).

Cara lain untuk meningkatkan jumlah sel darah pada anemia aplastik adalah
dengan terapi eritropoietin. Terapi ini dapat digunakan dengan syarat terdapat
cadangan besi yang cukup, tidak boleh terdapat hipertensi berat, dan kadar
hemoglobinnya berkisar 8 mg/dl. Namun demikian, kemungkinan keberhasilan
terapi ini kurang baik pada anemia aplastik yang disebabkan oleh defek sumsum
tulang, sedangkan untuk anemia aplastik karena penyebab lainnya terapi ini masih
dapat digunakan (Fauci,et al,2011).

Infeksi adalah penyebab utama mortalitas. Faktor resiko mencakup neutropenia


berkepanjangan dan penggunaan kateter jangka panjang untuk terapi spesifik.
Infeksi fungal, khususnya yang disebabkan oleh spesies Aspergillus, sebagai
resiko paling besar. Terapi antibiotik spektrum luas empiris harus diberikan, di
mana mencakup sensitif terhadap gram-negatif dan positif (Fauci,et al,2011).

Tranfusi granulosit menggunakan granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF)-


memobilisasi darah perifer secara efektif pada terapi infeksi yang berlebihan atau
berulang. Penggunaan granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF, Filgrastim
dosis 5 ig/kg/hari) atau GM-CSF (Sagramostim dosis 250 ig/kg/hari) bermanfaat
untuk meningkatkan neutrofil walaupun tidak bertahan lama. Jika dikombinasikan
dengan dengan regimen ATG/CsA, G-CsF dapat memperbaiki neutropenia dan
respon terapi ini merupakan faktor prognostik dini yang positif untuk respons di
masa depan. Peningkatan dosis G-CSF tampaknya tidak bermanfaat. Beberapa
laporan menyatakan bahwa terapi G-CSF yang lama dapat menyebabkan evolusi
klonal, khususnya monosomi-7.

Mencuci tangan, metode satu-satunya yang paling baik untuk mencegah


tersebarnya infeksi, tetap menjadi praktik yang seringkali dilupakan. Antibiotik
yang tidak diabsorbsi untuk dekontaminasi saluran cerna sangat rendah ditoleransi
dan tidak memiliki nilai yang terbukti. Isolasi total tidak mengurangi mortalitas
dari infeksi.

Aspirin dan jenis NSAID yang menghambat fungsi dari platelet harus dihindari
(Fauci, et al, 2011; Medscape, 2011; PAPDI,2007).

Gizi bagi pasien dengan anemia aplastik yang memiliki neutropenia atau yang
sedang mendapat terapi imunosupresif harus sangat diperhatikan untuk tidak
mengkonsumsi buah-buah mentah, produk peternakan, atau buah, dan sayur-
sayuran yang tidak higienis yang memungkinkan kolonisasi bakteri, fungus, atau
pun molds. Lebih jauh lagi, diet rendah garam direkomendasikan selama terapi
dengan steroid atau CSA (cyclosporin).

Pasien harus menghindari aktifitas yang meningkatkan resiko trauma selama


periode thrombocytopenia.Resiko CAI (Community AcquiredInfection) meningkat
selama periode neutropenia.

Kontrol pasien diperlukan untuk memantau hitung darah dan kejadian yang tidak
diinginkan dari efek berbagai obat.

Secara keseluruhan pemberian terapi pasien pada laporan kasus masih mencakup
penatalaksanaan simptomatis saja, karena mengutamakan perbaikan masalah
anemia serta perbaikan kondisi umum pasien. Sedangkan permasalahan yang
belum manjadi perhatian adalah terapi definitif dari anemia aplastik.

Dalam problem oriented medical record pasien ini, tercantum 3 masalah yang
harus diterapi antara lain : 1). General weakness weakness due to anemia,
2).Anemia Aplastic. 3). Anemia defisiensi besi.

General Weakness due to anemia diterapi dengan pemberian cairan parenteral


normal saline 0,9% dengan 20 tetes tiap menit, pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein 2100 kcal/hari, pemberian tablet per oral yaitu B6/B12 (3 x 1 tab
per hari) dan asam folat (1x 3 tab per hari).

Pemberian normal saline 0,9% (NS 0,9%) ditujukan untuk memelihara


keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dan asupan nutrisi tambahan. NS
0,9% merupakan cairan kristaloid yang memiliki berat jenis rendah (<8000
dalton) tanpa kandungan glukosa sebagai tambahan, Cairan jenis ini memiliki
tekanan onkotik yang rendah sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstra
seluler.

Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) adalah diet yang mengandung energi dan
protein di atas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa
ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan daging,
atau dalam bentuk minuman enteral energi tnggi protein tinggi. Pemberian diet ini
bila pasien telah memiliki cukup nafsu makan dan dapat menerima makanan
lengkap. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein yang
meningkat dan mencegah atau mengurangi kerusakan jaringan tubuh, menambah
berat badan hingga mencapai berat badan normal. Syarat-syarat diet tinggi kalori
tinggi protein adalah 1).Energi tinggi, yaitu 40 45 kkal/kg, 2).Protein tinggi,
yaitu 2,0 2,5 g/kg, 3).Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total.,
4).Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total, 5).Vitamin dan
mineral cukup, sesuai kebutuhan normal. 6). Makanan diberikan dalam bentuk
mudah cerna. Indikasi pemberian diet ini adalah kepada pasien yang : 1). Kurang
energi protein (KEP) 2).Sebelum dan sesudah operasi tertentu, serta selama
radioterapi dan kemoterapi. 3). Luka bakar berat dan baru sembuh dari penyakit
dengan panas tinggi, 4). Hipertiroid, hamil, post-partum atau keadaan lemas badan
dimana kebutuhan energi meningkat., 5) Anemia oleh karena berbagai sebab.
Pada pasien ini, harapannya dengan pemberian asupan tinggi kalori dan protein,
dapat membantu perbaikan kondisi pasien.

Pemberian suplemen vitamin B6, B12, serta asam folat berguna dalam
pembentukan sel darah merah. Asam folat memiliki mekanisme partisipasi dalam
sintesa DNA dan eritropoesis, meskipun penggunaan vitamin ini tidak efekif
secara tunggal pada kondisi anemia pernisiosa, aplastik atau anemia normositik.
Suplemen ini banyak digunakan pada anemia megaloblastik oleh karena
kekurangan asam folat, anemia yang bersumber dari nutrisi, kehamilan, dan
peningkatan serum homocysteine. Pyridoxine (vitamin B6) adalah suplemen
lainnya yang juga bermanfaat dalam memperbaiki kondisi anemia. Kekurangan
zat ini terbukti dapat menyebabkan anemia, confusion, depresi, kecemasan,
inflamasi mulut, bibir, dan lidah, meski sangat jarang namun dapat
mengakibatkan kejang. Defisiensi cyanocobalamin (vitamin B12) dapat
mengakibatkan anemia makrositik, kerusakan saraf, dan demensia.
Cyanocobalamin memiliki fungsi dalam fungsi dan reaksi fisiologis dalam tubuh.
Pemakaian kombinasi antara asam folat / cyanocobalamin (B12) / pyridoxine (B6)
sebagai suplemen nutrisi pada gagal ginjal stadium akhir, dialisis,
hiperhomosisteinemia, homosistinemia, sindrom malabsorbsi, dan defisiensi diet.

Anemia Aplastik diterapi dengan transfusi PRC (Packed Red Cell) 2 labu per hari
hingga mencapai target Hb lebih dari sama dengan 10 g/dl. Tranfusi yang
dilakukan terutama untuk memperbaiki kondisi penurunan Hb akibat pansitopeni
anemia aplastik (kondisi pasien : Hb : 2,1 g/dl, Hematokrit : 7,5 %, Leukosit:
1640 /mm3, Trombosit: 72.000 /mm3). Tranfusi terutama adalah packed red cell
agar tercapai hemokonsentrasi, juga mencegah terjadinya alloimunisasi, serta
transmisi berbagai penyakit terutama yang disebabkan oleh CMV. Hal ini
ditujukan pula untuk menghambat terjadinya GVHD ( graft versus host disease )
serta memperbaiki prognosa apabila pasien mendapatkan terapi transplantasi sum
sum tulang. Transfusi ini perlu untuk terus dilakukan hingga diagnosis dapat
ditegakkan atau pasien mendapatkan terapi yang lebih spesifik seperti
transplantasi sum-sum tulang atau imunosupresan.

Pemberian transfusi pada pasien ini ditujukan hingga pasien mendapatkan Hb


lebih dari sama dengan 10 g/dl, meskipun secara teori, kadar 78 g/dl cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme pasien kecuali pada pasien dengan faktor
resiko orang tua dan penyakit kardiovaskuler. Kelasi besi perlu dipertimbangkan
pada pasien ini mengingat kondisi anemia menjadi kronis sehingga perlu terapi
untuk mengeluarkan zat besi yang menumpuk di dalam tubuh, baik dengan
deferoxamine atau defeasirox untuk mencegah terjadinya hemochromatosis
sekunder.

Transfusi Trombosit Concentrate masih belum perlu diberikan terhadap pasien ini
oleh karena kadar trombosit dalam tubuh pasien masih 72.000 /mm3 serta belum
nampaknya gejala perdarahan. Pemberian tranfusi trombosit konsentrat berulang
dapat mengakibatkan terbentuknya zat anti terhadap trombosit donor. Batasan dari
literatur adalah trombosit yang kurang dari 20.000 /mm3. Resiko perdarahan
meningkat bila trombosit kurang dari 20.000/mm3.

Anemia defisiensi besi dapat diterapi dengan preparat besi oral maupun
parenteral. Preparat oral diberikan 300 mg per hari (3-4 tablet 50-65 mg).
Idealnya, preprat besi oral dikonsumsi pada saat perut kosong karena makanan
menghambat absorbsi besi. 200-300 mg besi per hari meningkatkan absorbs besi
sampai 50 mg per hari. Hal ini mendukung produksi eritrosit 3-4 kali pada
sumsum tulang nomal dan stimulus eritropoietin yang cukup. Tujuan terapinya
selain untuk memperbaiki anemia, juga menyediakan cadangan besi 0,5-1 gram.
Untuk itu diperlukan pemberian suplemen besi selama 6-12 bulan. Efek samping
pemberian preparat besi oral berupa nyeri perut, mual, muntah, dan konstipasi
sehingga menyebabkan kurangnya compliance (Fauci, et al, 2011).

Preparat besi parenteral diberikan apabila pasien intoleran terhadap preparat oral,
atau memerlukan besi secara akut, misalnya pada perdarahan gastrointestinal yang
terus berlangsung. Preparat besi parenteral dapat diberikan dengan dua cara.
Pertama, menggunakan dosis total yang diperlukan untuk mengoreksi defisit
hemoglobin dan menyediakan cadangan besi 500 mg. Kedua, menggunakan dosis
kecil berulang selama perode waktu tertentu, biasanya 100 mg tiap minggu selama
10 minggu. Preparat besi parenteral memiliki risiko anafilaksis. Gejala umum
yang muncul beberapa hari setelah pemberian adalah atralgia, ruam kulit, dan
demam (Fauci, et al, 2011).

Prognosis penyakit aplastik anemia dapat berupa:

1. Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik
akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna biasanya terjadi segera.
2. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus.

3. Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan hidup lama
namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna (Sudoyo, dkk., 2009).

Jadi pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokan lain untuk
membedakan antara anemia aplastik berat dengan prognosis buruk dengan anemia
aplastik lebih ringan dengan prognosis yang lebih baik (Sudoyo, dkk., 2009).

Perjalanan penyakit pada anemia aplastik yang berat akan berakhir dengan
kerusakan yang semakin memburuk dan pada akhirnya menyebabkan kematian.
Persediaan pertama terhadap sel darah merah dan kemudian dilakukan transfusi
platelet serta pemberian antibiotik yang efektif merupakan antara langkah yang
dapat memberikan keuntungan, namun demikian hanya sedikit saja dari penderita
yang menunjukan perbaikan yang spontan.Prognosis dapat ditentukan terutama
dengan melihat hitung darah.Penyakit yang berat dibuktikan dengan adanya 2-3
parameter tersebut.Antaranya adalah hitung neutrofil absolut 500/uL, hitung
platelet 20,000/uL, dan hitung retikulosit yang telah dikoreksi 1% (atau
hitung retikulosit absolut 60,000/uL). Nilai survival pada pasien yang
memenuhi kriteria tersebut di atas adalah sebanyak 20% dalam jangka
waktu 1 tahun setelah terdiagnosa dan dengan hanya mendapat terapi
suportif. Pada pasien dengan penyakit yang sangat berat yang ditandai dengan
nilai neutrofil absolut sebanyak 200/uL memberikan prognosis yang jauh lebih
buruk. Namun demikian, dengan terapi yang efektif angka harapan hidup menjadi
lebih baik.

Pada pemeriksaan darah pasien ini ditemukan jumlah neutrofil absolut


950/uL,trombosit 72.000/mm3, dan retikulosit 4 promil. Hal ini menunjukkan
pasien belum memenuhi kriteria anemia aplastik derajat berat. Namun demikian
respon terapi pasien kurang baik (refrakter) dan memerlukan transfusi darah
berulang sehingga prognosisnya dubia.

BAB 4

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki 50 tahun dengan anemia aplastik. Pasien datang
dengan keluhan lemas badan sejak 3 hari sebelum MRS yang perlahan dan
memberat. Pasien sering mengalami panas badan, dan kadang-kadang BAB
berwarna merah atau hitam. Pasien juga mengeluh perut sebelah kiri membesar.
Pasien pernah didiagnosa anemia aplastik dan telah menjalani transfusi darah
sebanyak 3 kali. Dari pemeriksaan fisik didapatkan anemis pada konjungtiva dan
ekstremitas pasien, serta splenomegali. Dari pemeriksaan darah lengkap
didapatkan pansitopeni dan aspirasi sumsum tulang mengesankan anemia aplastik.
Pemeriksaan USG abdomen menunjukkan splenomegali.

Penatalaksanaan pada pasien ini, masih sejauh penatalaksanaan perbaikan keadaan


umum dan penatalaksanaan kegawatan anemia yang terjadi serta mencegah
terjadinya perdarahan, yaitu dengan pemberian tranfusi packed red cell hingga Hb
10 g/dl. Terapi spesifik dengan imunosupresan dan terapi transplantasi sum
sum tulang tidak dilakukan.

Prognosis pada pasien ini dubia karena anemia aplastik pada pasien ini belum
memenuhi kriteria derajat berat, namun respon terapi pasien kurang baik
(refrakter) dan memerlukan transfusi darah berulang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakshi, Sameer. Besa, C Emmanuel. 2011. Anemia Aplastic. Medscape for


iPhone. WebMD : USA

2. Fauci, et al. 2011. Anemia Aplastic. Hariisons Principles of Internal Medicine,


18th Ed. McGraw-Hill : USA

3. Howard Martin R., and Peter J. Hamilton. Haematology. Third Edition.


Elsevier. 2008: 52 53.

4. Medscape.2011.Pyridoxine. Medscape for iPhone. WebMD : USA

5. Medscape.2011.Cyanocobalamin. Medscape for iPhone. WebMD : USA

6. Medscape.2011.Metoclopramide. Medscape for iPhone. WebMD : USA

7. Medscape.2011.Ranitidine. Medscape for iPhone. WebMD : USA

8. Medscape.2011.Folic Acid. Medscape for iPhone. WebMD : USA

9. Ngastiyah. (2005) Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta. EGC . Hal 12-13

10. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. IPD FKUI Pusat. Jakarta. 2007: 627-633

11. Sacharin Rosa M. (2002). Prinsi-prinsip Pediatri. Alih bahasa : Maulanny


R.F. Jakarta : EGC.

12. Shahidi, NT. 2008. Acquired Aplastic Anemia: Classification and Etiologic
Consideration in Aplastic Anemia and Other Bone Marrow Failure Syndrome.
New York Springer Verlag 2008: 25-37.

13. Spivak, Jerry L. Fundamentals of Clinical Hematology .Second Edition.


Harpers & Row Publisher. USA. 1984: 108 110.

14. Sodeman, William A., and Thomas M. Sodeman. Patofisiology Pathologic


Physiology Mechanism of Disease. Hipokrates. 1995: 277 278 dan 344 348.
15. Sudoyo, AW, Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. Jakarta: Interna Publishing. Hal. 632.

Anda mungkin juga menyukai