Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN CVA SAH

DI RUANG 26 STROKE

RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :
SRI PURWANTI
2016611077

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PNDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA DI RUANG 26 STROKE RUMAH SAKIT SYAIFUL ANWAR
MALANG

Disahkan Pada
Hari
Tanggal

Mengetahui
Mahasiswa

Mengetahui Mengetahui
Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

Mengetahui
Kepala Ruangan
1. Definisi

Perdarahan subarachnoid adalah keadaan terdapatnya darah atau masuknya darah ke

dalam ruang subarachnoid ( Dr.hartono, KapitaSelektaNeurologi, Hal 97 ).

Perdarahan subarachnoid terjadi sebagai akibat kebocoran nontraumatik atau ruptur aneurisma

kongenital pada circulus anterior cerebralis atau yang lebih jarang akibat arteriovenosa. Gejala

timbul dengan onset mendadak antara lain nyeri kepala hebat, kaku pada leher, dan kehilangan

kesadaran ( Richard, NeuroanatomiKlinik, hal 24 ). Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan

tiba tiba ke dalam rongga diantara otak dan selaput otak ( rongga subarachnoid ). Perdarahan

subarachnoid merupakan penemuan yang sering pada trauma kepala akibat dari yang paling

sering adalah robeknya pembuluh darah leptomeningeal pada vertex dimana terjadi pergerakan

otak yang besar sebagai dampak , atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh darah

serebral major ( Sitorus, SistemVentrikel dan Liquor Cerebrospinal ).

2. Etiologi

a. Aneurisma pecah ( 50% )

Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang cabangnya

yang terdapat di luar parenkim otak ( Juwono, 1993 )

b. Pecahnya malformasi Arterio Venosa ( MAV ) ( 5% )

Terjadi kebocoran arteri venosa secara nontraumatik pada sirkulasi arteri serebral.

c. Penyebab yang lebih jarang

1. Trauma

2. Kelemahan pembuluh darah akibat infeksi, misalnya emboli septik dari endokarditis

infektif ( aneurisma mikotik )


3. Koagulapati

4. Gangguan lain yang mempengaruhi vessels

5. Gangguan pembuluh darah pada sum- sum tulang belakang dan berbagai jenis tumor

3. Anatomi

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meningens.Lapisan luarnya adalah

pachymeninx atau durameter dan lapisan dalamnya leptomeninx, dibagi menjadi aracnoid dan

piameter.

a. Durameter

Dura kranialis atau pachymeninx atau suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu

lapisan dalam ( meningeal ) dan lapisan luar ( periosteal ). Kedua lapisan dural yang melapisi

otak umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang

bagi sinus venosus ( sebagian besar sinus venosus terletak diantara lapisan lapisan dural ), dan

tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian bagian otak.

b. Arachnoidea

Membrana archnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah

dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural.Ia menutupi spatium

subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan

ke piameter oleh trabekulae dan septa septa yang membentuk suatu anyaman padat yang

menjadi sistem rongga rongga yang saling berhubungan.

c. Piameter

Piameter merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan

otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak.
Piameter juga membentang ke dalam fissure transversalis di bawah corpus callosum. Di tempat

ini piameter membentuk tela choroideus untuk membentuk pleksus dengan ependim dan

pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel ventrikel ini.

Piameter dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea

di tempat itu.

3. Patofisiologi

Aneurisma merupakan luka yang disebabkan oleh karena tekanan hemodinamik pada

dinding arteri percabangan dan perlekukan.Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk

arteri intracranial kaarena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung

faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.Suatu bagian tambahan yang tidak

didukung dalam ruang subarachnoid.Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi

dalam arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran

wilis

Aterosclerosis cerebral, hip[ertensi pada kehamilan

Riwayat stroke

TekananHemodinamik

Aneurisma ( luka ) pada dinding arteri percabangan dan perlekukan

Pecahnya pembuluh darah penghubung yang menembus ruang subarachnoid

Kerusakan arterivenosus
4. Tanda dan Gejala

a. Gejala prodromal: nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10 % sementara 90% lainnya

tanpa keluhan sakit kepala.

b. Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit delirium

sampai koma.

c. Gejala / tanda rangsangan: kaku kudug, tanda kernig ada.

d. Fundus okuli 10% penderita mengalami edema pupil, beberapaa jam setelah perdarahan.

Sering terdapat perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans

anterior atau arteri karortis interna.

e. Gejala gejala neurologi fokal: bergantung pada lokasi lesi.

f. Gangguan saraf otonom: demam setelah 24 jam, demam ringan karena rangsangan

mening, dan demam tinggi bila dilihatkan hipotalamus. Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum

disertai hematemesis dan melena ( stress ulcer ), dan seringkali disertai peninggian kadar gula

darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG ( Dr.hartono, KapitaSelektaNeurologi,

Hal 97 ).

Terapi dan prognosis bergantung pada status klinis penderita. Dengan demikian diperlukan

peringkat klinis sebagai suatu pegangan, yaitu:

Tingkat I : asimtomatik.

TingkatII : nyeri kepala hebat tanpa defisit neurologik kecuali paralisis nervus kranialis

TingkatIII : somnolent dan defisit ringan.

TingkatIV : stupor, hemiparesis atau hemiplegia, dan mungkin ada regidits awal dan gangguan

vegetatif.
TingkatV : Koma, regiditas deserebrasi dan kemudian meninggal dunia ( harsono, Buku Ajar

Neurologi Klinis.

5. Komplikasi

Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik.Pada kasus lain, terutama dengan

penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami perjalanan penyakit yang dipersulit oleh

perdarahan ulang ( 4 % ), hidrosefalus, serangan kejang atau vasospasme. Perdarahan ulang

dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70% dan merupakan komplikasi segera yang

paling memprihatinkan ( MichaelI. Greenberg, Teks Atlas kedokteran Kedaruratan, Hal 45 )

6. PemeriksaanPenunjang

a. CT Scan

Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial pada

pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah ( densitas tinggi ) dalam ventrikel atau

dalam ruang subarachnoid.

b. MRI

Hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang kadang tampak MRI lapisan tipis pada

sinyal rendah.

c. Pungsi lumbal

Untuk konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi pungsi lumbal selama diyakini tidak ada

lesi massa dari pemeriksaan pencitraan dan tidak kelainan perdarahan.

d. EKG dan Foto Thorax

Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen dada.Kadang terjadi glikosuria.
7.. Penatalaksanaan

a. Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktifitas berat.

b. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat.

c. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan.

d. Pembedahan untuk memperbaiki dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko

perdarahan fatal di kemudian hari.

e. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu 3 hari

setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih dapat memungkinkan

terjadinya perdarahan hebat.

f. Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam ruang perawatan

intensif, kontrol tekanan darah dan tatalaksana nyeri sementara menunggu perbaaikan aneurisma

defisit.

g. Pasien pasien harus menerima profilaksis serangan kejang dan bloker kanal kalsium untuk

vasospasme.

h. Tatalaksana ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan perdarahan ulang.

i. Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tatalaksana.

j. Antagonis kalsium nimodipin dapat menurunkan mor komplikasi dini perdarahan

subarachnoid meliputi hidrosefalus sebagai akibat obstruksi aliran cairan serebrospinal oleh

bekuaan darah.

k. Jika pasien sadar atau hanya terlihat mengantuk, maka pemeriksaan sumber perdarahan

dilakukan angiografi serebral.


l. Identifikasi aneurisma memunkinkan dilakukan sedini mungkin, dilakukannya intervensi

jepitan ( clipping ) leher aneurisma, atau jika mungkin membungkus ( wropping ) aneurisma

tersebut.

m. Malformasi arteriovenosa yang terjadi tanpa adanya perdarahan, misalnya epilepsi biasanya

tidak ditangani dengan pembedahan


Asuhan Keperawatan

1. Konservatif:

a. Bedrest total

b. Pemberian obat-obatan

c. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

d. Tindakan terhadap peningkatan TIK

a. PemantauanTIK dengan ketat

b. Oksigenasi adekuat

c. Pemberian manitol

d. Penggunaan steroid

e. Peningkatan kepala tempat tidur.

f. Bedah neuro

e. Tindakan pendukung

a. Dukung ventilasi

b. Pencegahan kejang

c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi

d. Terapi anti konvulsan

e. Klorpromazin : menenangkan pasien

f. Selang nasogastric
2. PrioritasPerawatan:

a. Maksimalkan perfusi / fungsi otak

b. Mencegah komplikasi

c. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal

d. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga

e. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan

rehabilitasi.

3. Tujuan:

a. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap

b. Komplikasi tidak terjadi

c. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain

d. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan

e. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai

sumber informasi.

4. Diagnosa Keperawatan

DiagnosaKeperawatan yang biasanya muncul adalah:

1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)

5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.

6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak

adekuatnya sirkulasi perifer.


5. Intervensi

a. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda

hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.

Rencana tindakan :

Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat

menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan

menyebabkan asidosis respiratorik.

Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal

volume.

Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari

inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan

pertukaran gas.

Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi /

cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.

Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak

adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.

Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang

adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

b. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi


KriteriaEvaluasi : Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm

karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.

Rencana tindakan :

Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan

pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.

Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan

suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan

sputum.

Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.

Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.

Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan

memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.

c. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

Rencana tindakan :

Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS. Refleks membuka

mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.

Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks

batang otak.

Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.

Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.


Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari

konstipasi yang berkepanjangan.

Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.

Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.

Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).

d. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)

Tujuan :Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil : Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai

dengan kebutuhan, oksigen adekuat.

RencanaTindakan :

Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.

Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman

dan bersih.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.

e. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.

Tujuan : Kecemasan keluarga dapat berkurang

Kriteri evaluasi :

Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan

Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien

Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.


Rencana tindakan :

Bina hubungan saling percaya.

Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.

Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.

Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.

f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya

sirkulasi perifer

Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi

Rencana tindakan :

Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan

terjadinya lecet pada kulit.

Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.

Ganti posisi pasien setiap 2 jam

Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan

terjadinya kerusakan kulit.

Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.

Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.

Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan

H2O2.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007.Subarachnoid Hemorrhage, www.Emedicine.Com. Acessedjanuary, 11. 2007.

Harsono .dr. DSS, 2007, kapita SelektaNeurologi. Fakultas kedokteran gajah Mada, gajah mada

University Press.Yogyakarta.

Muittaqin, arif.AsuhanKeperawatanKlienDenganGangguanPersarafan. Jakarta: salemba Medika

. 2008.

Hartono .Kapita Selekta Neurologi gadjahmada University Press.Yogyakarta. 2009.

Snell, Richard. NeuroanatomiKlinikEdisi 5. Jakarta: EGC. 2007

Anda mungkin juga menyukai