Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal
kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut cerita
di daerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu telah ditemukan sejenis batu yang memiliki sifat
dapat menarik besi atau baja atau campuran logam lainnya. Benda yang dapat menarik besi
atau baja inilah yang disebut magnet. Untuk bisa mengambil suatu barang dari logam (contoh
obeng besi) hanya dengan sebuah magnet, misalkan pada peralatan perbengkelan biasanya
dilengkapi dengan sifat magnet sehingga memudahkan untuk mengambil benda yang jatuh di
tempat yang sulit dijangkau oleh tangan secara langsung. Bahkan banyak peralatan yang sering
digunakan, antara lain bel listrik, telepon, dinamo, alat-alat ukur listrik, kompas yang semuanya
menggunakan bahan magnet.
Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak
dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet
kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet-magnet kecil ini disebut magnet
elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah
sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak
adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara
dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan
kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya.

Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang
lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap
magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh
magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah
oleh magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah
Tesladan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1 /2 = 1 ) yang
mempengaruhi luasan satu meter persegi.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud dengan magnet?
2. Apakah maksud dari fungsi partisi ?

1
3. Apakah yang dimaksud dengan paramagnetik?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Memahami apa yang dimaksud dengan magnet
2. Memahami fungsi partisi
3. Memahami apa itu paramagnetik

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Magnet


Magnet adalah suatu objek atau benda yang dapat menarik benda-benda yang terbuat
dari besi, baja, dan logam-logam tertentu. Benda magnet dapat digolongkan berdasarkan
kemampuan benda magnet menarik benda lain yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu benda
magnet dan benda bukan magnet. Benda yang dapat ditarik magnet disebut benda magnetik.
Benda yang tidak dapat ditarik magnet disebut benda non-magnetik.

Gambar 2.1 Momen magnetik benda non-magnetik


Sumber :https://www.academia.edu/7566690/2._bab_1-3 (2014)

Gambar 2.2 Momen magnetik benda magnetik


Sumber :https://www.academia.edu/7566690/2._bab_1-3 (2014)
2.2. Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan-bahan yang memiliki suseptibiitas magnetik
m yang positif dan sangat kecil. Paramagnetik muncul dalam bahan yang atom- atomnya
memiliki momen magnetik yang berinteraksi satu sama lain secara sangat lemah. Apabila tidak
terdapat Medan magnetik luar, momen magnetik ini akan berorientasi acak. Dengan daya
Medan magnetik luar, momen magnetik ini arahnya cenderung sejajar dengan medannya, tetapi
ini dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi acak akibat gerakan termalnya.
Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini bergantung pada
kekuatan medan dan pada temperaturnya. Pada medan magnetik luar yang kuat pada
temperatur yang Sangat rendah, hampir seluruh momen akan disearahkan dengan medannya
(Tipler, 2001).

3
Gambar 2.13 Arah elektromagnetik
(a). Tanpa medan magnet luar(B=0) (b). Dengan magnet luar. (B>0)
Sumber :https://www.academia.edu/7566690/2._bab_1-3 (2014)
Karakteristik dari bahan yang bersifat paramagnetik adalah memiliki momen magnetik
permanen yang akan cenderung menyearahkan diri sejajar dengan arah medan magnet dan
harga suseptibilitas magnetiknya berbanding terbalik dengan suhu T. Variasi dari nilai
susceptibilitas magnetik yang berbanding terbalik dengan suhu T adalah merupakan hukum
Curie
(g )2 (+1)
= ..................................................................................(2.20)
3

2 2
= ............................................................................................(2.20)
3

= ...........................................................................................................(2.20)

Persamaan di atas adalah merupakan persamaan hukum Curie dimana T adalah suhu
pengamatan, adalah bilangan Bohr Magneton, N adalah jumlah atom

Gambar 2.14 Grafik hubungan antara suseptibilitas magnetik


terhadap temperatur T pada bahan paramagnetik (Kittel, 1996)
sumber : https://www.academia.edu/8460392/Magnetik-paramagnetik-feromagnetik-bab-ii-asmin

Sifat dari bahan dapat diketahui dengan mengetahui kandungan mineral magnetik pada
bahan tersebut. Kandungan mineral magnetik ini dapat diketahui dengan serangkaian
penelitian, salah satunya adalah dengan mengukur temperatur curie dari bahan tersebut. Batuan
merupakan bahan yang komplek, tersusun dari lebih satu mineral magnetik.
Dengan pengukuran temperatur curie, dapat menentukan mineral magnetik yang terkandung
dalam batuan.
Contoh bahan logam penyusun magnet paramagnetik adalah kromium dan nikel.

2.3. Pengertian Fungsi Partisi dan Probability pada suhu tetap


a. Pengertian fungsi partisi

4
Fungsi partisi merupakan suatu fungsi yang menjelaskan sifat-sifat statistika suatu
sistem dalam kesetimbangan termodinamika. Fungsi ini bergantung pada suhu dan parameter-
parameter lainnya, seperti volum dan tekanan gas. Kebanyakan variabel-variabel
termodinamika dari suatu sistem, seperti energi, energi bebas, entropi, dan tekanan dapat
diekspresikan dalam bentuk fungsi partisi atau turunannya. Terdapat beberapa jenis fungsi
partisi, masing-masing berhubungan dengan jenis ensembel statistika atau energi bebas yang
berbeda. Fungsi partisi kanonik diaplikasikan pada ensembel kanonik, di mana sistem dapat
mempertukarkan panas dengan lingkungan pada suhu, volum, dan jumlah partikel tetap. Fungsi
partisi kanonik agung diaplikasikan pada ensembel kanonik agung, di mana sistem dapat
mempertukarkan panas maupun partikel dengan lingkungan pada suhu, volum, dan potensial
kimia tetap. Jenis lain dari fungsi partisi dapat didefinisikan untuk masing-masing keadaan
yang berbeda.
Fungsi partisi yang didefenisikan secara umum tidak dapat terukur dalam besaran
termodinamika atau tidak muncul dalam persamaan persamaan termodinamika biasanya
yang kita pahami selama ini. Akan tetapi satu hal yang menarik di sini adalah bahwa ungkapan di
atas merupakan jembatan penghubung antara ungkapan statistik keadaan suatu assembly dengan
fungsi termodinamika yang bersesuaian.
Kita akan melihat selanjutnya bagaimana kedua hal tersebut dihubungkan. Substitusi
Z N / A dalam persamaan 7.3 akan memberikan robot konfigurasi dengan peluang
terbesar

E
log Wmaks N log Z
kT

Dari defenisi entropi

S k logWmaks

E
Nk log Z
T

E
R log Z
T

Energi bebas Helmholtz F E TS

F NkT log Z

5
Kita dapat menyatakan energi total E dalam bentuk fungsi partisi dengan melakukan

F / T
susbtitusi langsung persamaan 7.8 dalam persamaan E T 2
T V

Tetapi sebelumnya kita cari dulu energi assembly klasik sebagai berikut

E n s s g exp / kT
s s s
s
s
N n s
s g exp / kT
s
s s

Faktor e saling meniadakan dan nyatakan g e


s
s
s / kT
Z,

g e s s
s / kT

maka s
Z

Z 1
Diferensialkan persamaan 7.4. 2
T kT
g e
s
s s
s / kT

Sehingga :

Z
kT 2
T V log Z
kT 2
Z T V

Jadi energi assembly adalah

log Z
E N NkT 2
T V

Cara lain dapat juga dinyatakan dalam sebagai berikut :

log Z
EN
V

Substitusi ke persamaan 7.7 untuk entropi, akan diperoleh

log Z
S Nk log Z
log V

Dengan energi bebas

6
log Z
F N

Ungkapan energi bebas dengan menggunakan persamaan 7.8 adalah

F
log Z
NkT

Z exp F / NkT

Nyatakan F / N f sebagai energi bebas per sistem, fungsi partisi menjadi

Z exp f / kT
i

Untuk fungsi partisi dalam fungsi termodinamika lanilla, dapat digunakan hubungan
antara fungsi-fungsi termodinmica itu sendiri, misalnya

(i) panas jenis pada volume konstan


E log Z 2 log Z
2
Cv Nk 2T T
T V T T 2

(ii) tekanan gas


F log Z
p NkT
V T V T

Komponen komponen fungsi partisi

Jika sebuah sistem dibangun oleh assembly tanpa struktur, maka energi yang dimiliki
oleh sistem bukan hanya yang disebabkan oleh gerak translasi semata. Gas yang
mengandung molekul poliatomik, energi yang timbul dapat juga disebabkan oleh beberapa
jenis gerak (energi vibrasi, rotasi, dan elektronik), disamping translasi.

Misalkan sebauah sistem dimana keadaan energinya dinyatakan dengan tiga jenis
(modus) masing-masing 1 , 2 dan 3 , sebagai contoh energi translasi, vibrasi dan rotasi. Jika
bentuk pertama gerak tersebut adalah keadaan ke-i dengan energi 1i , bentuk kedua dan
ketigan masing-masing adalah 2 j dan 3l , maka energi total

t i, j,l 1i 2 j 3l

Fungsi partisi sistem

exp i, j,l / kT
i , j ,l
t

7
dimana penjumlahan dilakukan terhadap semua harga i,j, dan l yang mungkin dan semua
keadaan degenerasi masing-masing dihitung. Jadi

Z exp 1i 2 j 3l / kT
i , j ,l

exp 1i / kT exp 2 j / kT exp 3l / kT


i j l

exp 1i / kT exp 2 j / kT exp 3l / kT


l j l

Z1 Z 2 Z 3

Energi rata-rata sistem adalah jumlah rata-rata dari masing-masing bentuk energi

log Z
t kT 2
T

log Z1 log Z 2 log Z 3


kT 2
T T T

1 2 3

Semarang kita perluas pembahasan kita pada fungsi partisi total Z. Misalkan gas idela
semi-klasik yang ditinjau mengandung sejumlah N molekul pada temperatur T , dan untuk
sederhananya kita anggap terdiri satu sistem makroskopik tunggal yang terdiri dari beberapa
sub-sistem molekuler, maka fungsi partisinya

Z exp 1i 2 j 3l 4m ... / kT
semua
keadaan

Jika fungsi partisi tersebut dipecah atas bagian-bagiannya, maka fungsi partisi total
tersebut harus dibagi dengan N ! , karena jumlah perkalian yang timbul sebanyak N ! kali.
Sebagai contoh 3 buah molekul yang ditandai dengan 1,2 dan 3 dan masing-masing berada
pada keadaan ke-i, ke-j dan ke-l. Jika molekulnya tak terbedakan, maka penyusunan molekul
diantara 3 keadaan tidak akan menghasilkan susunan baru yang berbeda. Susunan yang
mungkin adalah

1i 2 j 3l

1 j 2i 3l 3 ! susunan
terbedakan yang
ekivalen/senilai 8
1 j 2 j 3i

1i 2l 3 j

1l 2 j 3i

1l 2i 3 j

Karena molekulnya tak terbedakan, maka setiap suku penjumlahan dalam persamaan 7.42
bernilai sama.

exp 1i / kT exp 2 j / kT exp 1i / kT


l j l

.... Z
l

maka fungsi partisi totalnya

ZN
Z
N!

Jika diperluas lebih jauh pada berbagai modus gerak dengan fungsi partisi Z Z1 Z 2 Z3 ,
maka fungsi partisi total

Z1 Z 2 Z 3
N

Z
N!

b. Pengertian Probability

Probabilitas didifinisikan sebagai peluang atau kemungkinan suatu kejadian, suatu


ukuran tentang kemungkinan atau derajat ketidakpastian suatu peristiwa (event) yang akan
terjadi di masa mendatang. Rentangan probabilitas antara 0 sampai dengan 1. Jika kita
mengatakan probabilitas sebuah peristiwa adalah 0, maka peristiwa tersebut tidak mungkin
terjadi. Dan jika kita mengatakan bahwa probabilitas sebuah peristiwa adalah 1 maka peristiwa
tersebut pasti terjadi. Serta jumlah antara peluang suatu kejadian yang mungkin terjadi dan
peluang suatu kejadian yang mungkin tidak terjadi adalah satu, jika kejadian tersebut hanya
memiliki 2 kemungkinan kejadian yang mungkin akan terjadi.

2.4. Pengertian Momen Magnetik


Di dalam inti atom nukleon-nukleon mengalami gerak orbital, baik proton maupun
neutron mempunyai momen magnetik..

9
Suatu elektron bermassa m bergerak dalam suatu orbit berjari-jari r dengan
frekuensi f dan momentum sudut elektron L.
Gerakan elektron ini menghasilkan arus. Gerakan elektron ini juga menimbulkan
medan magnetik maka pada kejadian ini muncul momen magnetik.
Momen magnetik adalah Medan magnet yang dihasilkan oleh suatu atom.
2.5. Suseptibilitas Magnetik
Untuk memahami anisotropi magnetik biasanya dimulai melalui konsep suseptibilitas
magnetik. Sementara suseptibilitas magnetik merupakan kesebandingan antara vektor medan
magnetik yang dikenakan pada suatu bahan dengan vektor magnetisasi, yang dihasilkan pada
bahan tersebut. Magnetisasi yang dimiliki oleh suatu bahan pada umumnya bergantung pada
medan magetik, namun demikian ada sebagian kecil bahan yang dapat memiliki magnetisasi
secara spontan tanpa kehadiran medan magnet luar. Magnetisasi pada dasarnya adalah momen
yang ditimbulkan oleh gerakan orbital spin sebuah elektron dan interaksi elektron tersebut
dengan elektron elektron lainnya.
Secara umum magnetisasi pada bahan dapat dikelompokkan dalam dua kelompok,
yakni magnetisasi yang hanya ada jika ada medan magnet luar yang mempengaruhinya
(magnetisasi induksi) dan magnetisasi akibat medan magnet luar tetapi masih ada walaupun
medan magnet luar ditiadakan (magnetisasi remanen)Kemagnetan tidak dapat dipisahkan dari
mekanika kuantum, lebih tepatnya sistem klasik dalam setimbang termal dapat menunjukkan
tidak adanya momen magnet pada saat di medan magnet. Momen dipol magnet pada sebuah
atom bebas berasal dari 3 sumber utama, yaitu:
1. Spin Elektron (dari elektron yang disubsidi)
2. Orbital elektron
3. Perubahan momen magnet orbit yang diinduksi oleh medan magnet luar. sumber 1) dan 2)
memberikan pengaruh terhadap kontribusi paramagnetik untuk pemagnetisasian, dan sumber
ketiga memberikan kontribusi diamagnetik. Magnetisasi (M) didefinisikan sebagai momen
dipol magnet ( ) per satuan volume (V) dan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

= (1)

Untuk Superkonduktor medan magnet yang berkontribusinya adalah:


1
= + 4 = 0 = () (2)
4

10
1
= + = 0 = () (3)

Sehingga magnetisasinya adalah:

= () (4)
4
Bila suseptibilitas medan magnet (daya tembus medan magnet) per satuan volume
didefinisikan sebagai ( ), maka secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

= = () (5)


= = () (6)

dimana B adalah intensitas medan magnet makroskopik. Pada kedua sistem tersebut tidak

berdimensi. Kita kadang-kadang menggunakan untuk menyatakan suseptibilitas tanpa

menspesifikasikan sistem satuan. Biasanya suseptibilitas didefinisikan dengan satuan


massa atau mol dari suatu zat. Dan untuk suseptibilias molar didefinisikan ; momen
magnetik per gram ditulis .
Untuk Superkonduktor, suseptibilitasnyanya adalah:

1
= = 4 = () (7)
4
Grafik suseptibilitas terhadap suhu untuk superkonduktor, dapat dilihat sebagai berikut:

Dimana Tc adalah suhu kritis dari suatu superkonduktor. Pengelompokkan zat magnetik
berdasarkan suseptibilitasnya, adalah:
1. Zat dengan suseptibilitas bernilai negatif disebut diamagnetik (< 0).
2. Zat dengan suseptibilitas positif disebut paramagnetik ( > 0 ).

2.6. Bobot Statistik dan Entropi Pada Keadaan Terisolir

Keadaan termodinamika digambarkan sebagai titik dalam ruang keadaan. Setiap titik
dalam diagram fase sistem PVT bersesuaian dengan sebuah keadaan, yaitu keadaan

11
termodinamik. Keadaan termodinamik adalah keadaan makro (macrostate). Setiap keadaan
makro bersesuaian dengan banyak sekali keadaan mikro, bahkan tak-hingga untuk sistem
kontinu. Keadaan mikro adalah kongurasi sesaat dari semua elemen mikroskopik. Keadaan-
keadaan mikroskopik suatu sistem dapat dinyatakan dalam ruang fase. Ruang fase dari suatu
gas dalam wadah tertutup yang terdiri atas N molekul dapat digambarkan dalam ruang fase
berdimensi 6N, yaitu {x1 pzN}.
Tinjaulah suatu gas dalam wadah. Jumlah molekul gas sangat banyak, ordenya pada
kisaran bilangan Avogadro, 6, 021023. Jika kita membagi wadah menjadi empat bilik, lalu
kita andaikan suatu keadaan makro dimana masing-masing bilik terisi oleh 1/4 bagian gas,
maka jumlah keadaan mikro yang bersesuaian dengan ini akan sangat banyak. Akan tetapi, jika
molekul-molekul gas tersebut tidak terbedakan, maka semua keadaan mikro yang ada akan
identik. Akibatnya, pemerian keadaan mikro menjadi hal yang trivial (tidak penting).
Pemerian keadaan mikro untuk sistem gas adalah dengan menandai posisi dan
kecepatan setiap molekul gas. Andaikan kita memotret gas tersebut pada suatu saat tertentu
dan kita memperoleh data detail sebagai berikut
{x1, y1, z1, . . . , xn, yn, zn; pxi, pyi, pzi, . . . , pxN, pyN, pzN}
dimana qn = (xn, yn, zn) adalah posisi molekul ke-n dengan momentum pn = (pxn, pyn, pzn).
Hasil pemotretan ini dapat digambarkan sebagai sebuah titik dalam ruang koordinat 6
dimensi, yaitu 3 sumbu koordinat untuk posisi dan 3 sumbu lainnya untuk kecepatan. Setiap
titik dalam koordinat tersebut dapat dinyatakan dalam pasangan koordinat (qn, vn), n = 1, . . .
3N, yang masing-masing merupakan sebuah keadaan mikro. Kumpulan dari semua titik
membetuk ruang fase yang menyatakan semua kemungkinan keadaan mikro. Evolusi temporal
dari sistem akan bersesuaian dengan sebuah kurva (qv(t), pv(t)) dalam ruang-fase. Kurva ini
diberi nama trayektori ruang-fase dan memenuhi persamaan Hamilton sebagai berikut

(1)
dimana Hamiltonian H(qn, vn) bersesuaian dengan energi total dari sistem. Untuk sistem
tertutup, Hamiltonian tidak bergantung waktu, artinya energi tetap (kekal) sehingga

(2)
Secara umum perubahan waktu besaran A(q, t) dapat dinyatakan sebagai

(3)
Dengan menggunakan Pers. (1) diperoleh,

12
(4)
dimana {A,H} dinamakan kurung Poisson. Sebagai ilustrasi, jika diambil A = H, dengan H/t
= 0, maka {H,H} = 0, berarti dH/dt = 0 yang menunjukkan hukum kekalan momentum.
Teoremanya, jika H, tidak bergantung secara eksplisit terhadap waktu maka energi tidak
mengalami perubahan

Gambar 1: Penggambaran gerak osilator harmonik dalam ruang fasa

Entropi
Mari kita tinjau sebuah sistem terisolasi yang terdiri dari dua subsistem dengan
besaran keadaan Ei, Vi dan Ni, i = 1, 2, sehingga
E = E1 + E2 = konstan dE1 = dE2
N = N1 + N2 = konstan dN1 = dN2
V = V1 + V2 = konstan dV1 = dV2
Ini berarti sub-sub sistem tersebut dapat saling bertukar energi maupun partikel dan dapat pula
bertukar volume. Akan tetapi dalam keadaan setimbang, nilai Ei, Vi dan Ni akan berada pada
nilai rerata tertentu. Bila dianggap kedua subsistem tersebut saling independen secara statistik,
maka keadaan mikro sistem (total) adalah semua kemungkinan dari perkalian keadaan-keadaan
mikro kedua subsistem, dan jumlah keadaan mikro sistem (total) terkait denga suatu keadaan
makro adalah perkalian dari jumlah keadaan-keadaan mikro kedua subsistem
(E, V,N) = 1(E1, V1, N1) 2(E2, V2, N2) (5)

13
Dalam keadaan setimbang termodinamik, keadaan makro yang paling terbolehjadi,
adalah keadaan dengan jumlah keadaan mikronya terbesar, = maks, sehingga d = 0. Bila
kita membentuk diferensial total persamaan (5) kita dapatkan
d = 2 d1 + 1 d2 (6)
atau dengan membagi persamaan ini dengan , didapatkan
d ln = d ln 1 + d ln 2 (7)
Untuk keadaan setimbang termodinamik, berarti
d ln = 0 (8)
ln = ln maks

Sekarang sistem yang sama ditinjau secara termodinamik. Bila energi dalam dari sistem
terisolasi diidentikkan dengan total energi E, maka entropinya diberikan oleh
S(E, V, N ) = S1 (E1 , V1 , N1 ) + S2 (E2 , V2 , N2 ) (9)
berdasar pada sifat ekstensif dari entropi. Diferensial total entropinya adalah
dS = dS1 + dS2 (10)
Dan dalam keadaan setimbang termodinamis, nilai entropi sistem akan maksimum
dS = 0 S = Smaks (11)
Dengan membandingkan pers. (8) dengan (11) dan pers. (8) dengan (10), dapat kita simpulkan
adanya keterkaitan hubungan antara ln dengan entropi S. Karena itu dipostulatkan
S = k ln (E, V, N ) (12)
dengan k adalah suatu konstanta kesebandingan. Persamaan ini sangat penting bagi mekanika
statistik. Persamaan ini mendasari penghitungan semua sifat-sifat termodinamik dari sistem
banyak partikel dengan menggunakan Hamiltonan H(pi , qi ). Setelah diperoleh entropi S(E,
V, N ) maka informasi tentang besaran-besaran termodinamika lainnya dapat diketahui,
misalnya melalui

(13)
Menghitung jumlah keadaan mikro tidak selalu mudah. Untuk sistem-sistem yang
komplek kita harus menggunakan teori ensambel, dan memilih sistem sebagai sistem yang
tertutup atau terbuka . Pers. (13) juga menujukkan pada kita bahwa konstanta 0 dalam
penghitungan jumlah keadaan mikro tidak memiliki konsekuensi praktis, karena hanya
memberi tambahan konstan terhadap nilai entropi. Sedangkan dalam termodinamika hanya
perbedaan entropi sajalah yang terukur. Walaupun begitu konstanta 0 perlu untuk ditinjau

14
lebih mendalam lagi. Konstanta 0 per denisi tidak lain adalah elemen permukaan ruang fase
yang dihuni oleh sebuah keadaan mikro.

Dalam tinjauan mekanika klasik hal ini tidak bermakna karena titik keadaan mikro
dalam ruang fase memiliki kerapatan tak hingga, sehingga kita harus memakai sembarang
satuan luas permukaan. Akan tetapi dalam tinjauan mekanika kuantum, karena relasi
ketidakpastian Heisenberg, setiap keadaan mikro setidaknya menempati sebuah volume seluas
pq h atau 3Np3Nq h3N. Karena itu ruang fase dalam tinjauan mekanika kuantum terdiri
dari sel-sel dengan ukuran h3N. Sel-sel ini memiliki volume berhingga, karena itu kita dapat
menghitung jumlah keadaan mikro secara absolut, dan pers. (1.21)memberikan nilai absolut
entropi tanpa adanya konstanta tambahan. Nilai entropi S = 0 terkait dengan suatu sistem yang
hanya memiliki tepat satu buah keadaan mikro ( = 1). Dalam prakteknya misalnya sistem
kristal ideal pada temperatur nol mutlak memiliki nilai entropi sama dengan nol. Pernyataan
bahwa sistem semacam tadi pada temperatur T = 0 memiliki nilai entropi S = 0, dikenal juga
sebagai hukum termodinamika ketiga.

15
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Magnet adalah suatu objek atau benda yang dapat menarik benda-benda yang terbuat dari
besi, baja, dan logam-logam tertentu.
2. Paramagnetik adalah bahan-bahan yang memiliki suseptibiitas magnetik m yang positif
dan sangat kecil. Paramagnetik muncul dalam bahan yang atom- atomnya memiliki
momen magnetik yang berinteraksi satu sama lain secara sangat lemah.
3. Fungsi partisi merupakan suatu fungsi yang menjelaskan sifat-sifat statistika suatu sistem
dalam kesetimbangan termodinamika. Fungsi ini bergantung pada suhu dan parameter-
parameter lainnya, seperti volum dan tekanan gas
4. Probabilitas didifinisikan sebagai peluang atau kemungkinan suatu kejadian, suatu ukuran
tentang kemungkinan atau derajat ketidakpastian suatu peristiwa (event) yang akan terjadi
di masa mendatang. Rentangan probabilitas antara 0 sampai dengan 1.
5. Momen magnetik adalah Medan magnet yang dihasilkan oleh suatu atom.
6. Suseptibilitas Magnetik merupakan kesebandingan antara vektor medan magnetik yang
dikenakan pada suatu bahan dengan vektor magnetisasi, yang dihasilkan pada bahan
tersebut.

3.2. Saran

Semoga dengan paper yang sudah dibuat ini bisa memberikan pengetahuan yang lebih
tentang paramagnetic karena paper ini telah menjelaskan dari apa saja kegunaan bahan
paramagnetic dalam kehidupan sehari-hari sampai bagaimana paramagnetik bisa
dikatakan magnet lemah sehingga paper ini bisa berguna bagi pembacanya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Halliday, David dan Robert Resnick. 1989.F isika Edisi Ke 3 Jilid 1. Jakarta:Erlangga
Muslimin, dkk.2013.Panduan Praktikum Konsep Dasar IPA 2. Makassar: Universitas Negeri
Makassa
R. K. Puri dan V. K. Babbar, Solid State Physics, S. Chand & Company Ltd., Ram Nagar,
New Delhi, 1997.
Suwito. 2001. Fisika & Matematika untuk SD dan SLTP. Jombang: Lintas Media.
Kardiwarman, Ph.D.,dkk.2003. Fisika Dasar I. Jakarta: Universitas Terbuka
Tipler, Paul A. 1998. Fisika Untuk Sains dan teknik Edisi Ketiga Jilid. Jakarta: Erlangga

17

Anda mungkin juga menyukai