Anda di halaman 1dari 22

Pertemuan Ke 6

Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Motorik

merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara

susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan motorik meliputi dua tahapan yaitu

motorik kasar dan motorik halus.

Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar

atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya

kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya.

Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian

anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya,

kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting,

menulis dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang

dengan optimal.

Perkembangan motorik beriringan dengan proses pertumbuhan secara genetis atau

kematangan fisik anak, Teori yang menjelaskan secara detail tentang sistematika motorik anak

adalah Dynamic System Theory yang dikembangkan Thelen & whiteneyerr. Teori tersebut

mengungkapkan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus mempersepsikan

sesuatu di lingkungannya yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan menggunakan

persepsi mereka tersebut untuk bergerak. Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan

anak. Misalnnya ketika anak melihat mainan dengan beraneka ragam, anak mempersepsikan

dalam otaknnya bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk

melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut, anak berhasil
mendapatkan apa yang di tujunya yaitu mengambil mainan yang menarik baginya.

Teori tersebut pun menjelaskan bahwa ketika bayi di motivasi untuk melakukan sesuatu, mereka

dapat menciptakan kemampuan motorik yang baru, kemampuan baru tersebut merupakan hasil

dari banyak factor, yaitu perkembangan system syaraf, kemampuan fisik yang

memungkinkannya untuk bergerak, keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak, dan

lingkungan yang mendukung pemerolehan kemampuan motorik. Misalnya, anak akan mulai

berjalan jika system syarafnya sudah matang, proposi kaki cukup kuat menopang tubuhnya dan

anak sendiri ingin berjalan untuk mengambil mainannya.

Perkembangan Motorik Kasar dan Motorik Halus

1. Perkembangan Motorik Kasar

Tugas perkembangan jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh, seperti berlari, berjinjit,

melompat, bergantung, melempar dan menangkap,serta menjaga keseimbangan. Kegiatan ini

diperlukan dalam meningkatkan keterampilan koordinasi gerakan motorik kasar. Pada anak usia

4 tahun, anak sangat menyenangi kegiatan fisik yang menantang baginya, seperti melompat dari

tempat tinggi atau bergantung dengan kepala menggelantung ke bawah. Pada usia 5 atau 6 tahun

keinginan untuk melakukan kegiatan tersebut bertambah. Anak pada masa ini menyenangi

kegiatan lomba, seperti balapan sepeda, balapan lari atau kegiatan lainnya yang mengandung

bahaya.

2. Perkembangan Motorik Halus

Perkembangan motorik halus anak taman kanak-kanak ditekankan pada koordinasi gerakan

motorik halus dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau memegang suatu objek

dengan menggunakan jari tangan. Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan motorik halus anak
sangat berkembang, bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian anak usia ini masih

mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi suatu bangunan. Hal ini disebabkan

oleh keinginan anak untuk meletakkan balok secara sempurna sehingga kadang-kadang

meruntuhkan bangunan itu sendiri. Pada usia 5 atau 6 tahun koordinasi gerakan motorik halus

berkembang pesat. Pada masa ini anak telah mampu mengkoordinasikan gerakan visual motorik,

seperti mengkoordinasikan gerakan mata dengan tangan, lengan, dan tubuh secara

bersamaan,antara lain dapat dilihat pada waktu anak menulis atau menggambar.

Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Motorik

merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara

susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord..

Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar

atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya

kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya.

Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian

anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya,

kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting,

menulis dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang

dengan optimal.

Berikut tahapan-tahapan perkembangannya:

Usia 1-2 tahun

Motorik Kasar Motorik Halus

merangkak mengambil benda kecil dengan ibu jari atau


berdiri dan berjalan beberapa langkah telunjuk

berjalan cepat membuka 2-3 halaman buku secara bersamaan

cepat-cepat duduk agar tidak jatuh menyusun menara dari balok

merangkak di tangga memindahkan air dari gelas ke gelas lain

berdiri di kursi tanpa pegangan belajar memakai kaus kaki sendiri

menarik dan mendorong benda-benda menyalakan TV dan bermain remote

berat belajar mengupas pisang

melempar bola

Usia 2-3 tahun

Motorik Kasar Motorik Halus

melompat-lompat mencoret-coret dengan 1 tangan

berjalan mundur dan jinjit menggambar garis tak beraturan

menendang bola memegang pensil

memanjat meja atau tempat tidur belajar menggunting

naik tangga dan lompat di anak tangga terakhir mengancingkan baju

berdiri dengan 1 kaki memakai baju sendiri

Usia 3-4 tahun

Motorik Kasar Motorik Halus

melompat dengan 1 kaki menggambar manusia

berjalan menyusuri papan mencuci tangan sendiri

menangkap bola besar membentuk benda dari plastisin

mengendarai sepeda membuat garis lurus dan lingkaran cukup rapi


berdiri dengan 1 kaki

Usia 4-5 tahun

Motorik Kasar Motorik Halus

menuruni tangga dengan cepat


menggunting dengan cukup baik
seimbang saat berjalan mundur
melipat amplop
melompati rintangan
membawa gelas tanpa menumpahkan isinya
melempar dan menangkap bola
memasikkan benang ke lubang be
melambungkan bola

Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi

dibandingkan dengan masa bayi. Anak anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan pandai

meloncat serta mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus ketrampilan

ketrampilan motorik, anak anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang terkadang

bersifat informal dalam bentuk permainan. Disamping itu, anak anak juga melibatkan diri

dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal, seperti senam, berenang, dll.

Beberapa perkembangan motorik (kasar maupun halus) selama periode ini, antara lain :

a). Anak Usia 5 Tahun

- Mampu melompat dan menari

- Menggambarkan orang yang terdiri dari kepala, lengan dan badan

- Dapat menghitung jari jarinya


- Mendengar dan mengulang hal hal penting dan mampu bercerita

- Mempunyai minat terhadap kata-kata baru beserta artinya

- Memprotes bila dilarang apa yang menjadi keinginannya

1. Mampu membedakan besar dan kecil

b). Anak Usia 6 Tahun

- Ketangkasan meningkat

- Melompat tali

- Bermain sepeda

- Mengetahui kanan dan kiri

- Mungkin bertindak menentang dan tidak sopan

- Mampu menguraikan objek-objek dengan gambar

c). Anak Usia 7 Tahun

- Mulai membaca dengan lancar

- Cemas terhadap kegagalan

- Peningkatan minat pada bidang spiritual

- Kadang Malu atau sedih

d). Anak Usia 8 9 Tahun

- Kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat

- Mampu menggunakan peralatan rumah tangga

- Ketrampilan lebih individual

- Ingin terlibat dalam sesuatu

- Menyukai kelompok dan mode

- Mencari teman secara aktif.


e). Anak Usia 10 12 Tahun

- Perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur tubuh yang berhubungan dengan

pubertas mulai tampak

- Mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti mencuci, menjemur pakaian sendiri ,

dll.

- Adanya keinginan anak unuk menyenangkan dan membantu orang lain

- Mulai tertarik dengan lawan jenis.

3. Perkembangan Kognitif

Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara berangsur

angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris,

maka pada periode ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional

dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada

stadium belajar.

Menurut teori Piaget, pemikiran anak anak usia sekolah dasar disebut pemikiran Operasional

Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek

objek peristiwa nyata atau konkrit. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi

terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai

kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya.

Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut dengan operasi

operasi, yaitu :

a). Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami hubungan

hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda atau keadaan yang lain.
b). Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-akibat

dalam suatu keadaan.

c). Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-benda yang ada.

Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui suatu

perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah

memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya dapat berfikir untuk melakukan suatu

tindakan, tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.

2.2 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian

khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian

pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk

mengajar kebudayaan melewati generasi.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak

sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini mulai

lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai menstruasi sedangkan laki-laki sudah mimpi
sampai mengeluarkan air mani) adalah tanggung jawab sepenuhnya orang tua. Menurut Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14,

pendidikan anak usia dini didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada

anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang

menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi

motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan

spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai

dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:

1. Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang

tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki

kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan

di masa dewasa.

2. Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar

(akademik) di sekolah.

Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun.

Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa

negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.


Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini

Infant (0-1 tahun)

Toddler (2-3 tahun)

Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)

Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)

Hal-hal yang harus dipahami dalam Karakteristik Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, yang bermanfaat bagi perkembangan

hidupnya.

2. Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak, sehingga dapat memberikan stimulasi

kepada anak, agar dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.

3. Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai

dengan kebutuhannya.

4. Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.

5. Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan

kemampuannya fisik dan psikologis ( hall & lindzey, 1993).

Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah sebagai berikut:

1. PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat

fundamental.

2. PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak

selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak.


3. Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan

kesejahteraan fisik maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan prestasi

belajar, etos kerja, produktivitas, pada akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan

mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

4. Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka

tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni

mencapai 80% perkembangan otak.

5. Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang

mendapatkan layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar untuk

meraih keberhasilan di masa mendatang. Sebaliknya anak yang tidak mendapatkan

pelayanan pendidikan yang memadai membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk

mengembangkan hidup selanjutnya.

Pendidikan AnakUsia Dini merupakan Komitmen Dunia seperti yang tertera dalam kutipan

sebagai berikut:

1. Komitmen Jomtien Thailand (1990) Pendidikan untuk semua orang, sejak lahir sampai

menjelang ajal.

2. Deklarasi Dakkar (2000) Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan

pendidikan anak usia dini secara komprehensif terutama yang sangat rawan dan

terlantar.

3. Deklarasi A World Fit For Children di New York (2002) Penyediaan Pendidikan

yang berkualitas

2.3 Landasan Yuridis Tentang PAUD


1. Pembukaan UUD 1945 ; Salah satu tujuan kemerdekaan adalah mencerdaskan

kehidupan bangsa.

2. Amandemen UUD 1945 pasal 28 C Setiap anak berhak mengembangkan diri melalui

pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat

dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas

hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

3. UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat (1) Setiap anak berhak

memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan

tingkat kecerdasannya sesuai dengan minta dan bakat.

4. UU No 20/2003 pasal 28

Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.

Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non

formal, dan/atau informal.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak

(TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk kelompok bermain

(KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau

pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

2.4 Perkembangan Anak


Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang usia

0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan

formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan

konsep belajar melalui bermain. Perkembangan anak sebagai perubahan psikologis menurut

Kartini Kartono ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam fase tertentu.

Nana Syaodah Sukmadinata mengemukakan ada tiga pendekatan perkembangan individu, yaitu

Pendekatan Pentahapan, diferensial dan isaptif. Khususnya pada pendekatan isaptif pada

perkembangan anak mencakup perkembangan psikososial, perkembangan motorik,

perkembangan kognitif, perkembangan sosial, perkembangan bahasa, perkembangan moral dan

perkembangan emosional.

tahapan perkembangan psikososial anak menurut Erik Erikson dalam Malcolm Knowles adalah

sebagai berikut:

1. Tahap kepercayaan dan ketidak percayaan (trust versus misstrust), yaitu tahap psikososial

yang terjadi selama tahun pertama kehidupan. Pada tahap ini,bayi mengalami konflik

anatara percaya dan tidak percaya. Rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik

dan sejumlah kecil ketakutan serta kekhawatiran akan masa depan.

2. Tahap otonomi dengan rasa malu dan ragu (autonomi versus shame and doubt), yaitu

tahap kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa

baru pandai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai

menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai

menyatakan rasa mandiri atau atonomi mereka dan menyadari kemauan mereka. Jika
orangtua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak untuk

menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan ragu-ragu.

3. Tahap prakarsa dan rasa bersalah (initiatif versus guilt), yaitu tahap perkembangan

psikososial ketiga yang berlangsung selama tahun pra sekolah. Pada tahap ini anak

terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat, dan suka menantang

lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan permainan khayalan, dia

memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha memahami, menjawab

pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak akan belajar

untuk mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif semakin kuat. Sebaliknya,

bila orangtua kurang memahami, kurang sabar, suka memberi hukuman dan menganggap

bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan yang dilakukan anak tidak

bermanfaat maka anak akan merasa bersalah dan menjadi enggan untuk mengambil

inisiatif mendekati apa yang diinginkannya.

4. Tahap kerajinan dan rasa rendah diri (industry versus inferiority),yaitu perkembangan

yang berada langsung kira-kira tahun sekolah dasar. Pada tahap ini, anak mulai memasuki

dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak mulai

mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan

intelektual.perasaan anak akan timbul rendah diri apabila tidak bisa menguasai

keterampilan yang diberikan disekolah.

5. Tahap identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion), yaitu

perkembangan yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini, anak

dihadapkan pada pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan tentang

identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu unik yang siap memasuki suatu
peran yang berarti ditengah masyarakat baik peran yang bersifat menyesuaikan diri

maupun memperbaharui. Apabila anak mengalami krisis dari masa anak kemasa remaja

maka akan menimbulkan kekacauan identitas yang mengakibatkan perasaan anak yang

hampa dan bimbang.

6. Tahap keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu perkembangan yang

dialami pada masa dewasa. Pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan

oranglain. Menurut erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan seksual

yang mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai. Bahaya dari

tidak tercapainya selama tahap ini adalah isolasi, yakni kecenderungan menghindari

berhubungan secara intim dengan oranglain kecuali dalam lingkup yang amat terbatas.

7. Tahap generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), yaitu perkembangan

yang dialami selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah

perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk, ide-ide, dan sebagainya) serta

pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Apabila

generativitas tidak diungkapkan dan lemah maka kepribadian akan mundul mengalami

pemiskinan dan stagnasi.

8. Tahap integritas dan keputusasaan (integrity versus despair), yaitu perkembangan selama

akhir masa dewasa. Integritas terjadi ketika seorang pada tahun-tahun terakhir

kehidupannya menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam

hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan

kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram, serta menikmati hidup sebagai

yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orangtua yang dihantui perasaan bahwa
hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai makna ataupun memberikan kepuasan

pada dirinya maka ia akan merasa putus asa.

Perkembangan Kognitif Anak Menurut PIAGET tahapan perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap

yaitu sebagai berikut:

1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun)

Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.

Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh

keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.

Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'.

Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan

menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak

(panggung boneka akan sangat membantu).

2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)

Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari

sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di

sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi,

namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.

Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.

3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)

Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan
aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang

sistematis.

Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa.

Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga

yang mampu mereka pahami.

4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)

Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti

konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu

menggunakan alat peraga.

Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat

memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.

Pada umumnya dalam perkembangan Emosional seorang anak terdapat empat kunci utama

emosi pada anak yaitu :

perasaan marah

perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya

atau ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika merasa

lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu punketika kemauannya tidak diturutioleh orangtuanya,

terkadang timbulrasa marah pada sianak.


perasaan takut

rasa takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi merekatakut akan suara-suara yang

gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut mereka muncul apabila di

sekelilingnya gelap. Mereka pu mulai berfantasi dengan adanya hantu, monster dan mahluk-

mahluk yang menyeramkan lainnya.

perasaan gembira

perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang akan sesuatu. Contohnya

ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya, ketika anak juara dalam mengikuti suatu lomba, atau

ketika anak dapat melakukan apa yang diperintahkan orang tuanya. Banyak hal yang dapat

membuat anak merasa gembira.

rasa humor

Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di bandingkan orang

dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.

Keempat perasaan itu merupakan emosi negative dan positif. Perasaan marah dan ketakutan

merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu atau humor

merupakan sikap emosi yang positif.

Menurut Kohlberg Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-

peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya

dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam

dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya

berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar
memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang

buruk, yang tidak boleh dikerjakan.

2.5 peranan keluarga

Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak

(generasi). Disanalah pertama kali dasar-dasar kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing

bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah

SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari

sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih

kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain.

Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan

memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk

membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.

Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadap masa depan

perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak

masih dalam kandungan. Anak yang belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan

merespons apa-apa yang dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.

Tidak heran kemudian apabila anak yang dibesarkan dalam situasi dan kondisi yang kurang

membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh terhadap kecerdasan anak ketika lahir.

Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui perkembangan-perkembangan

anak. Pada saat anak masih dalam kandungan, pihak orang tua harus lebih memperbanyak

perkataan, perbuatan, dan tindakan-tindakan yang lebih edukatif.


Ketika anak itu sudah lahir, maka tantangan terberat adalah bagaimana orang tua dapat

mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya. Poin yang kedua ini ketika anak-anak

(usia bayi hingga dua tahun) mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak

mempunyai imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan produktivitas

pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan

kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai dengan imajinasinya. Banyak

orang tua yang terjebak pada pembuatan peraturan yang ketat. Ini memang tujuannya untuk

kebaikan anak.

Pengekangan dan pengarahan menurut orang tua tidak baik untuk memompa kecerdasan dan

kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya, yakni anak-anak akan kehilangan

dunianya sehingga daya kreativitas anak dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua.

Paradigma semacam inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua dalam proses pendidikan

anak usia dini.

Menarik salah satu pernyataan seorang pujangga Lebanon, Kahlil Gibran (1883). "Anak kita

bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia. Dan hidup di zaman yang berbeda dengan kita.

Karena itu, memerlukan sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh

memberi rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan. Kita bisa

memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka bersamamu, tapi

bukan milikmu.

Pernyataan tersebut cukup tepat untuk mewakili siapa sebenarnya anak-anak kita dan bagaimana

seharusnya kita berbuat yang terbaik untuknya. Untuk itu pernyataan di atas sejatinya dijadikan

referensi dalam memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua, yang ingin

menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan produktif.


Keluarga yang selama ini masih cenderung kaku dalam mendidik anaknya pada masa kecil

sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak adalah dunia bermain. Dunia anak adalah

dunia di mana keliaran imajinasi terus mengalir deras.

Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan orang dewasa. Hanya dengan

kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan bisa memfungsikan keliaran dan

kreativitasnya secara lebih produktif. Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu

mengaktualisasikan segenap potensi yang ada dalam dirinya.

Oleh karena begitu besarnya peranan orang tua dalam perkembangan anak maka orang tua

dituntut untuk dapat memahami pola-pola perkembangan anak sehingga mereka dapat

mengarahkan anak sesuai dengan masa perkembangan anak tersebut. Selanjutnya orangtua

berkewajiban untuk menciptakan situasi dan kondisi yang memadai untuk menunjang

perkembangan anak-anaknya. Dengan tercapainya perkembangan anak kearah yang sempurna

maka akan terciptanya keluarga yang sejahtera. Menurut Siregar dalm makalahnya 2 agustus

1996 pada seminar hari anak Indonesia di Bandung mengemukakan tentang keluarga sejahtera

yaitu bahwa keluarga sejahtera selalu didambakan setiap individu. Tujuan utama dari keluarga

sejahtera adalah keluarga hendaknya merupakan wadah pengembangan anak seoptimal mungkin,

sehingga mereka berkembang menjadi pribadi dewasa yang penuh tanggung jawab dan matang

dikemudian hari.

A. Perkembangan Fisik
Perkembangan peserta didik merupakan sebuah perubahan secara bertahap dalam
kemampuan, emosi, dan keterampilan yang terus berlangsung hingga mencapai usia tertentu.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik merupakan sisi yang paling nyata dari manusia mana pun,
demikian juga bagi peserta didik. Menurut Catherine (2010) pengembangan fisik dimaksud
antara lain mencakup perubahan dalam ukuran dan proporsi tubuh, penampilan, serta fungsi
berbagai sistem tubuh. Menyertai pertumbuhan dan perkembangan terjadi juga perkembangan
otak, persepsi, kapasitas motor, dan kesehatan fisik. Pertumbuhan fisik itu merupakan hasil dari
interaksi yang bersifat terus menerus dan kompleks sebagai interaksi antara faktor keturunan dan
lingkungan.
Pertumbuhan pada bayi, balita dan anak prasekolah sangat cepat, baik fisik maupun
kognitif. Dengan perubahan yang cepat itu, bukan tidak mungkin seorang yang tadinya gemuk
pendek dan hampir tidak dapat berbicara tiba-tiba menjadi anak yang lebih tinggi dan ramping
yang mampu berbicara secara baik dan lancar. Terutama terlihat pada anak usia dini adalah
kenyataan bahwa perkembangannya benar-benar terintegrasi baik secara biologis, psikologis,
maupun perubahan sosial yang terjadi saat ini yang saling berkaitan.
Meskipun perkembangan fisik pada anak-anak prasekolah sangat dramatis,
perkembangan itu cenderung lebih lambat dan lebih stabil dibandingkan dengan masa bayi.
Beberapa pengaruh penting pada perkembangan fisik selama masa prasekolah adalah perubahan
kemampuan otak, keterampilan motorik kasar dan halus, serta kesehatan anak.
Pertumbuhan fisik pada masa ini lambat dan relatif seimbang. Peningkatan berat badan
anak lebih banyak dari pada panjang badannya. Peningkatan berat badan anak terjadi terutama
karena bertambahnya ukuran sistem rangka, otot dan ukuran beberapa organ tubuh lainnya.

Anda mungkin juga menyukai