PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini bertujuan sebagai salah satu tugas wajib mata kuliah
Kebijakan Perundang-undangan Peternakan dan diharapkan dapat memberikan ilmu
pengetahuan kepada mahasiswa.
PEMBAHASAN
Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan
terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial
yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur, susu serta
usaha penggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan
memasarkannya yang untuk tiap jenis ternak jumlahnya melebihi jumlah yang ditetapkan
untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat. Perusahaan di bidang Peternakan adalah suatu
usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka
waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi perusahaan pemotongan, pabrik pakan
dan perusahaan perdagangan sarana produksi peternakan. Yang telah di tetapkan dalan
rancangan Undang-Undang nomor 1 ayat 15 tahun 2009.
Perusahaan peternakan adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang
berbentuk badan hukum maupun badan yang bukan badan hukum, yang di dirikan dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengelola usaha
peternakan dengan kriteria dan skala tertentu. Sedangkan usaha dalam bidang peternakan
adalah segala sesuatu yang di hasilkan (produk) dan jasa penunjang usaha budidaya ternak.
Yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 1 ayat 16 tahun 2009
usaha di bidang peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa yang
menunjang usaha budidaya ternak. Budidaya adalah kegiatan untuk memproduksi hasil-
hasil ternak dan hasil ikutannya bagi konsumen.yang tercantum dalam Undang-Undang
nomor 29 ayat 1 tentang Budidaya ternak dapat di lakukan oleh peternak, perusahaan, serta
pihak tertentu untuk kepentingan khusus.
Jenis ternak dan atau jumlah ternak tertentu merupakan syarat dalam pendirian
suatu perusahaan peternakan melebihi ketetapandalam persetujuan prinsip akan
mempengaruhi dalam pembuatan izin usaya. Sedangkan jenis dan usaha ternak di bawah
skala usaha usaha tertentu di berikan tanda daftar usaha peternakan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota. Yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 29 ayat 2 tahun 2009.
Peternak yang melakukan budidaya ternak dengan jenis dan jumlah ternak di bawah skala
A. Persetujuan Prinsip
Persetujuan Prinsip diberikan kepada pemohon izin usaha peternakan untuk dapat
melakukan kegiatan persiapan fisik dana administrasi termasuk perizinan terkait antara lain
Izin Lokasi /HG /sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
Izin Tempat Usaha/HO, Izin Tenaga Kerja Asing, Izin Pemasangan Instalasi serta peralatan
yang diperlukan, serta membuat Upaya Kelestarian Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UKL/UPL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Permohonan Persetujuan Prinsip disampaikan kepada Bupati/Walikota atau pejabat
yang ditunjuk sesuai kewenangan dengan menggunakan Formulir Model IUPi-I.
Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk selambat- lambatnya dalam waktu 20
hari kerja atau jangka waktu yang ditetapkan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk
olehnya, sejak diterimanya permohonan secara lengkap yang dibuktikan dengan tanda terima
telah memberikan persetujuan prinsip dengan menggunakan Formulir Model IUPi-I atau
menolaknya dengan Formulir model IUPi-II. Persetujuan Prinsip dapat diubah satu kali
berdasarkan permohonan pihak pemohon dengan menggunakan Formulir Model IUPi-I.1.2
serta mengikuti ketentuan pada diatas.
Setiap orang atau Badan Hukum yang melakukan kegiatan usaha peternakan
wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk
olehnya sesuai kewenangannya. Untuk memperoleh Izin Usaha Permohonan tersebut harus
memperoleh Persetujuan Prinsip lebih dahulu. Jangka waktu berlakunya izin usaha
peternakan ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya dan berlaku
untuk seterusnya selama perusahaan peternakan yang bersangkutan melakukan kegiatan
usahanya.
1) Lokasi
Lokasi adalah tempat kegiatan peternakan beserta sarana pendukungnya
dilahan tertentu yang tercantum dalam izin usaha peternakan. Seperti yang di
sebutkan dala Undang-Undang nomor 5 ayat 1 Penyediaan lahan sebagai mana di
maksud dalam pasal 4 di masukan ke dalam tata ruang wilayah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dimana untuk menjamin kepastian
terselenggaranya peternakan dan kesehatan hewan di perlukan penyediaan lahan yang
memenuhi persyaratan teknis peternakan dan kesehatan hewan Undang-Undang
nomor 4.
Yang di maksud dengan lahan yang memenuhi persyaratan teknis adalah hamparan
tanah yang sesuai dengan keperluan budi daya ternak antara lain ,tersedianya sumber
air, topografi, agroklimat, dan bebas dari bakteri pathogen yang membahayakan
ternak.
2) Air
Dimana air adalah sumber utama kehidupan makhuk hidup dan merupakan
persyaratan umum dalam pendirian perusahaan peternakan. Tercantum dalam
Undang-Undang no 7 ayat 1 air yang di gunakan untuk kepentingan peternakan dan
kesehatan hewan harus memenuhi persyaratan baku mutu air sesuai dengan
peruntukannya Dan ayat 2 apabila ketersediaan air terbatas pada suatu waktu dan
kawasan , kebutuhan air untuk hewan perlu di prioritaskan setelah kebutuhan
masyarakat terpenuhi. Ketentuan persyaratan baku mutu air di maksudkan untuk
menjamin mutu, keamanan pangan asal hewan dan kesehatan ternak yang di
budidayakan , serta menghindari cemaran mikroba dan bahan kimia pada produk
hewan.
5) Pakan
Pasal 19 ayat 1 setiap orang yang melakukan budidaya ternak wajib
mencukupi kebutuhan pakan dan kesehatan ternaknya . Yang di maksud pakan
meliputi bahan pakan, pakan konsentrat, tumbuhab pakan, imbuhan pakan, pelengkap
pakan, pakan olahan dan bahan lain yang dapat di gunakan sebagai pakan ternak.
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
ayat (1), pasal 11 ayat (1), pasal 13 ayat (4), pasal 15 ayat (3), pasal 18 ayat (2), pasal 19 ayat
(1), pasal 22 ayat (1) atau ayat (2), pasal 23, pasal 24 ayat (2), pasal 25 ayat (1) ,pasal 29 ayat
(3), pasal 42 ayat (5), pasal 45 ayat (1), pasal 47 ayat (1) atau ayat (3), pasal 50 ayat (3),
pasal 51 ayat (2), pasal 52 ayat (1), pasal 54 ayat ( 3), pasal 58 ayat (5), pasal 59 ayat (2),
(2) Sanksi administrative sebagaimana yang di maksud pada ayat (1) dapat berupa;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administrative
sebagaimana di maksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d di atur dengan
peraturan pemerintah.
(4) Besarnya denda sebagaimana yang di maksud pada huruf e di kenakan kepada
setiap orang yang ; a. Menyembelih ternak ruminansia kecil betina produktif paling sedikit
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp 5.000.000,00 (lima
juta rupiah) ;
b. Menyembelih ternak ruminansia besar betina produktif paling sedikit Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) ;dan
c. Melanggar selain sebagaimana di maksud pada huruf a dan huruf b paling sedikit Rp
5.000.000,00(lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(5) Besarnya denda sebagaimana di maksud pada ayat (4) di tambah 1/3
(sepertiga) dari denda tersebut jika pelanggaran sebagaimana di maksud pada ayat (1) di
lakukan oleh pejabat yang berwenag atau korporasi.
PENUTUP
A. Kesimpulan