PENDAHULUAN
1
1. Pendidikan kesehatan : gaya hidup, gizi , faktor lingkungan, cara pengobatan dll.
2. Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium rutin).
3. Penelitian kesehatan
Sedangkan pencegahan sekunder merupakan upaya perawat untuk menemukan tanda dan
gejala penyakit Cushings Sindrom sedini mungkin, mencegah meluasnya penyakit, dan
mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya :
a. Pengawasan dan penyuluhan untuk klien Cushings Sindrom, agar klien tersebut benar-
benar mengetahui cara pengobatan dan cara mengurangi gejala yang bisa dimunculkan
dari penyakit Cushings Sindrom ini.
b. Pengamatan langsung mengenai perawatan klien Cushings Sindrom.
c. Case-finding secara aktif, mencakup indentifikasi Cushings Sindrom pada orang yang
dicurigai dan rujukan pemeriksaan kadar kortisol yang tinggi dalam plasma darah.
Upaya kuratif dan rehabilitatif adalah upaya pengobatan penyakit Cushings Sindrom
yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, dan menurunkan
tingkat kejadian penyakit Cushings Sindrom. Pengobatan Cushings Sindrom tergantung
pada ACTH tidak seragam dan bergantung pada apakah sumber ACTH adalah hipofisis atau
ektopik. Beberapa pendekatan terapi digunakan pada kasus dengan hipersekresi ACTH
hipofisis. Jika dijumpai tumor hipofisis sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal.
Tetapi jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka
sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofise.
Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total dan diikuti
pemberian kortisol dosis fisiologik atau dengan kimia yang mampu mrnghambat atau
merusal sel-sel korteks adrenal yang mensekresi kortisol.
Berdasarkan angka kejadian yang ada dan kegawatan yang dimunculkan oleh penyakit
Cushings Sindrom, perawat disini dituntut terutama untuk dapat melakukan tindakan
keperawatan dalam pencegahan, penanggulangan maupun perawatan dalam proses
penyembuhan penyakit Cushings Sindrom. Maka disusunlah makalah ini sebagai referensi
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Cushings Sindrom, sehingga
perawat tahu dan mampu untuk menerapkannya dalam praktek keperawatan.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari chusing syndrome ?
2. Apa etiologi dari chusing syndrome ?
3. Bagaimana patofisiologi dari chusing syndrome ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari chusing syndrome ?
5. Apa saja klasifikasi dari chusing syndrome ?
6. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan dari chusing syndrome ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien chusing syndrome
?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari chusing syndrome ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari chusing syndrome
2. Untuk mengetahui etiologi dari chusing syndrome
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari chusing syndrome
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari chusing syndrome
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari chusing syndrome
6. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat ditimbulkan dari chusing syndrome
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari chusing syndrome
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari chusing syndrome
3
BAB II
PEMBAHASAN
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan
dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat
terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa
glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal. 1088)
1. Meningginya kadar ACTH ( tidak selalu karena adenoma sel basofil hipofisis).
2. Meningginya kadar ATCH karena adanya tumor di luar hipofisis, misalnya tumor paru,
pankreas yang mengeluarkan ACTH like substance.
3. Neoplasma adrenal yaitu adenoma dan karsinoma.
4. Iatrogenik.
Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik. Dijumpai pada
penderita artitis rheumatoid, asma, limpoma dan gangguan kulit umum yang menerima
glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi.
2.3 Pathofisiologi
4
3. kortisol berfungsi meningkatkan pembentukan eritrosit, trombosit, dan granulosit
neutrofil, (sehingga jika kelebihan kortisol maka akan terjadi polisitemia akibat
terbentuknya eritrosit yang berlebihan dan juga akan mengalami trombositosis akibat
pembentukan berlebihan dari trombosit)
4. kortisol berfungsi menurunkan jumlah granulosit eusinofil, granulosit basofil, limfosit,
dan monosit, hormone ini juga, melalui pembentukan protein lipokortin dan vasokortinm
menekan pelepasan histamine, interleukin, dan limfokin, menghambat pembentukan
antibody (sehingga bila kelebihan kortisol maka system imun kita akan turun)
5. kortisol menekan inflamasi dengan menghambat proliferasi jaringan, dan juga
menghambta sintesis perbaikan jaringan (sehingga gambaran penyakit cushing syndrome
bila terjadi luka, maka lukanya susah untuk sembuh)
6. kortisol menyababkan penurunan kadar kalsium dan fosfat di dalam plasma dengan
menghambat kalsitriol (sehingga pada penderita cushing syndrome bias terjadi
osteoporosis)
7. kortisol merangsang sensitisasi katekolaminpada pembuluh darah dan jantung yg dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat, dan juga dalam kadar tinggi kortisol dapat
berperan sebagai mineralokortikoid yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkat
Kelebihan mineralokortikoid pada cushing syndrome terutama aldosteron meningkatkan
retensi Na+ dan air di ginjal, dan memfasilitasi peningkatan tekanan darah merangsang
pengeluaran K+, mg2+, dan H+. Kelebihan androgen dapat menyebabkan maskulinisasi dan
amenore pada wanita, serta percepatan onset karakteristik seks pada anak laki laki.
Dapat digolongkan menurut faal hormon korteks adrenal yaitu: cortisol, 17 ketosteroid,
aldosteron dan estrogen.
5
f. Diabetes melitus.
g. Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia.
2. Gejala hipersekresi 17 ketosteroid :
a. Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ).
b. Suara dalam.
c. Timbul akne.
d. Amenore atau impotensi.
e. Pembesaran klitoris.
f. Otot-otot bertambah (maskulinisasi)
3. Gejala hipersekresi aldosteron.
a. Hipertensi.
b. Hipokalemia.
c. Hipernatremia.
d. Diabetes insipidus nefrogenik.
e. Edema (jarang)
f. Volume plasma bertambah
Bila gejala ini yang menyolok, terutama 2 gejala pertama, disebut penyakit Conn atau
hiperaldosteronisme primer.
6
2.5 Klasifikasi Chusing Syndrome
1. Tergantung ACTH
Hiperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar
hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh Hervey
Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing.
2.6 Komplikasi
1. Krisis Addisonia
2. Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
3. Patah tulang akibat osteoporosis
2.7 Pemeriksaan Penunjang
7
kadar 17 hidroxi kortikosteroid bila tidak ada atau hanya sedikit menurun, mungkin
ada kelainan. Berikan dexametasone 4 x 2 mg selama 2 hari, bila kadar 17 hidroxi
kortikosteroid menurun berarti ada supresi-kelainan adrenal itu berupa hiperplasi, bila
tidak ada supresi kemungkinan adenoma atau karsinoma.
b. Short oral metyrapone test. Metirapone menghambat pembentukan kortisol sampai
pada 17 hidroxikortikosteroid. Pada hiperplasi, kadar 17 hidroxi kortikosteroid akan
naik sampai 2 kali, pada adenoma dan karsinoma tidak terjadi kenaikan kadar 17
hidroxikortikosteroid dalam urine.
c. Pengukuran kadar ACTH plasma.
d. Test stimulasi ACTH, pada adenoma didapati kenaikan kadar sampai 2 3 kali, pada
kasinoma tidak ada kenaikan.
2.8 Penatalaksanaan
8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas Klien
Nama :
Umur : 20-30 tahun
Jenis Kelamin : Tanpa membedakan jenis kelamin, namun sumber lain mengatakan rasio
kejadian antara wanita dan pria untuk sindrom cushing adalah sekitar 5:1
berhubungan dengan tumor adrenal atau pituitary.
Agama : Dapat terjadi di segala agama
Pendidikan :
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Jawa
Alamat :
No. Reg :
Tgl. Mrs :
Diagnosa Medis : Sindroma Chusing
Anamnesa
1.1 Keluhan Utama : Berisi keluhan yang paling dirasakan pasien.
1.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologi mulai munculnya gejala sampai pasien MRS
1.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah di derita oleh pasien sebelumnya.
9
1.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit yang pernah di derita oleh keluarga yang kemungkinan bisa diturunkan
kepada pasien, atau kemungkinan berhubungan denngan penyakit yang di derita
sekarang.
1.5 Riwayat Kesehatan Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal pasien yang mungkin berkaitan dengan
munculnya penyakit yang d derita oleh pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
10
Limfe
Faring
Inspeksi : tidak ada odem
Area dada
Inspeksi : pola nafas tidak efektif
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : vesikuler.
b. Kardiovaskuler dan limfe
Wajah
Inspeksi : pucat, konjungtiva pucat
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyutan arteri carotis communis normal
Dada
Inspeksi : dada terlihat simetris, terpasang CVP pada ICS 2 dextra, terpasang
elektroda EKG
Palpasi : letak ictus kordis ( ICS 5, 1 cm medial dari garis midklavikula
sinistra)
Perkusi : tidak ada tanda - tanda bunyi redup.
Auskultasi : bunyi jantung S1-S2 reguler, ada S3 murmur, S4 gallop, Suara nafas
ronchi (-), wheezing (-), gargling (+), krepitasi (-), Sonor.
c. Persyarafan
Anamnesa
Sesak Nafas
Pemeriksaan nervus
Nervus I olfaktorius (pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat diberi kopi dan minyak kayu putih.
Nervus II opticus (penglihatan)
Pasien merasakan adanya fotopobia
Nervus III oculomotorius
11
Nyeri pada kelopak mata
Nervus IV toklearis
Ukuran pupil normal, tidak ada perdarahan pupil
Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Saat klien diminta membuka mulut dan bersuara aaaa dan diketukkan palu
reflek di garis tengah dagu klien menutupkan mulut dengan tiba tiba
Nervus VI abdusen
Bola mata simetris
Nervus VII facialis
Klien dapat membedakan rasa asin dan manis dengan mata tertutup,
bentuk wajah simetris
Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik
Nervus IX glosoparingeal
Reflek menelan klien terganggu. Karena sesak nafas.
Nervus X vagus
Uvula klien tidak simetris terlihat ketika klien membuka mulut dan tidak bias
berkataah karena sesak nafas.
Nervus XI aksesorius
Klien tidak merasa kesulitan untuk mengangkat bahu dengan melawan tahanan.
Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, klien tidak mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkannya ke segala arah.
Pemeriksaan rangsangan selaput otak
Kaku kuduk normal
Tingkat kesadaran
GCS: 7 (E1V2M4)
12
d. Perkemihan dan eliminasi uri
Laki-laki
Genetalia eksterna
Inspeksi : tidak ada oedem, tidak ada tanda - tanda infeksi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun benjolan
Kandung kemih
Inspeksi : tidak ada benjolan, dan pembesaran
Palpasi : kandung kemih penuh
Ginjal :
Inspeksi : tidak ada pembesaran daerah pinggang
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : tidak ada nyeri ketok.
e. Sistem pencernaan eliminasi alvi
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir pucat, gigi tidak ada plak dan karies. Tidak ada
pembesaran kelenjar karotis. Tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
Lidah
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada tremor dan lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan odem.
Abdomen
Inspeksi : ada pembesaran abdomen, tidak ada luka bekas operasi.
Palpasi : abdomen teraba keras pada kuadran III
Perkusi : tidak ada acietes.
Auskultasi : bising usus meningkat.
f. Sistem muskuloskeletel dan integumen.
Anamnesa
Ada kelemahan ekstremitas / sendi, reflek biseps +/+, triseps +/+, patela +/+
Kulit : kering, tidak mengelupas dan bersisik, terdapat tato di tangan kiri, CRT<
2 detik, turgor kulit baik, terdapat luka dekubitus lapisan dermis ukuran 2x1 cm
13
pada sakrum, tidak ada nekrotik, suhu 36,7 0C akal hangat, turgor kulit baik36,7 0C
akal hangat, turgor kulit baik.
3 3
Kekuatan otot
5 5
14
Anamnesa
Ada penurunan tajam penglihatan, mata kabur, tinnitus (berdenging), penurunan
pendengaran.
Mata
Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warana iris hitam, lensa normal jernih,
sklera putih
Palpasi : tidak ada nyeri dan tidak ada pembengkakan kelopak mata
Penciuman-(hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri saat palpasi fosa kanina
Perkusi : tidak ada reaksi hebat pada regio frontalis, sinus frontalis dan fosa
kanina
D. Data Psikososial
a) Penampilan
Pasien berpakaian sederhana dan bersih dan rapih
b) Status emosi
Emosi pasien stabil, tidak cepat marah
c) Koping
Pasien menganggap penyakit yang dideritanya adalah ujian dari allah SWT dan
harus berusaha untuk sembuh.
d) Konsep diri
Pasien menyukai semua anggota tubuhnya, mensyukuri pemberian allah SWT
e) Hubungan social
Istri pasien mengatakan orang yang paling disayangi dan dekat dengan pasien
adalah anak-anaknya, pasien mampubersosialisasi dengan masyarakat, Menurut
keluarga pasien, pasien tidak mengikuti kegiatan atau organisasi apapun di
masyarakat.
15
3.2 Analisa Data Pasien
(NANDA-I)
SIS
16
Client Kerusakan Integritas Kulit
Diagnostic
Related to:
Statement:
Kerusakan Integritas Kulit berbuhungan dengan
kondisi gangguan metabolic/perubahan status
cairan.
3.3 Intervensi
Inisial Pasien :
Nama Mhs :
Tanggal :
Diagnosa Keperawatan : Kerusakan Integritas Kulit
Definisi : perubahan /gangguan epidermis dan/atau dermis
NIC NOC
17
Monitor compication.
overload/retensi
(krakles, edema,
distensi vena
leher, asites)
Catat derajat dan
lokasi edema
Nasehati tanda
dan gejala
kelebihan cairan.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hipotalamus mensekresi CRF, yang mengatur sekresi ACTH oleh hipofisis anterior.
ACTH kemudian akan merangsang korteks adrenal menghasilkan hormone adrenokortikal.
Adanya desakan massa tumor di hipofisis dalam sela tursika mengakibatkan pasien merasa
pusing. Wajah moon face diakibatkan adanya penumpukan lemak khas gejala Cushing
Sindrom. Striae dan lemah yang dirasakan pasien terjadi akibat mobilisasi protein dari
jaringan otot. Amenore dan rambut yang tumbuh berlebih adalah konsekuensi dari
berlebihnya sekresi adrenal. Hiperpigmentasi terjadi karena meningkatnya sekresi ACTH
yang juga menentukan pembentukan melanin. Sifat retensi Na yang juga dimiliki oleh
kortisol menyebabkan terjadi hipertensi pada kasus hiperkortisisme.
Diagnosis Cushing Sindrom didasarkan pada gejala-gejala klinis, hasil pemeriksaan CT
Scan, dan dexamethason- test.
Penatalaksanaan primer Cushing Sindrom adalah dengan tindakan operasi tumor hipofisis
atau pengangkatan kelenjar adrenal. Sedangkan pilihan kedua adalah dengan obat obatan.
4.2 Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20