Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama kali
mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Penyakit ini disebabkan ketika kelenjar
adrenal pada tubuh tarlalu banyak memproduksi hormon kortisol, komplikasi yang
menyebabkan kecacatan pada penderita, yang akan mengakibatkan keterbatasan aktivitas,
citra diri yang kurang bahkan kematian. Maraknya penyakit ini semakin menambah
tantangan bagi tenaga kesehatan dan semakin meresahkan masyarakat. Masyarakat
merupakan sasaran utama bagi tim kesehatan, keresahan masyarakat adalah keresahan tim
kesehatan. Berdasarkan penelitian dan survey terhadap rumah sakit di Indonesia tentang
penyakit Cushings Sindrom pada tahun 2000-2001, hasil menyebutkan bahwa kejadian
Cushings Sindrom terjadi pada 200 orang dewasa berusia antara 20-30 tahun. Pada
kelompok usia 20-30 tahun, risiko terkena Cushings Sindrom mencapai 10 persen.
Dalam penelitian secara global didapat hasil sedikitnya 1 dari tiap 5 orang populasi dunia
berkemungkinan terkena kelainan ini tanpa membedakan jenis kelamin. Namun sumber lain
mengatakan rasio kejadian antara wanita dan pria untuk sindrom cushing adalah sekitar 5:1
berhubungan dengan tumor adrenal atau pituitary.
Disini peran perawat terhadap pasien dengan Cushings Sindrom meliputi beberapa
upaya yang terdiri dari: Upaya Promotif yaitu upaya peningkatan pengetahuan tentang
pencegahan dan cara pengobatan penyakit Cushings Sindrom melalui pendidikan dan
pelatihan petugas pelayanan kesehatan mengenai cara pengobatan, penyuluhan,
penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan gaya hidup sehat
dan peningkatan gizi. Upaya Preventif adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit
atau kondisi yang memperberat penyakit Cushings Sindrom yang meliputi Pencegahan
Primer dan Pencegahan Sekunder. Pencegahan Primer merupakan upaya yang dilaksanakan
untuk mencegah timbulnya penyakit pada individu-individu yang sehat. Pencegahan Primer
adalah pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain :

1
1. Pendidikan kesehatan : gaya hidup, gizi , faktor lingkungan, cara pengobatan dll.
2. Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium rutin).
3. Penelitian kesehatan
Sedangkan pencegahan sekunder merupakan upaya perawat untuk menemukan tanda dan
gejala penyakit Cushings Sindrom sedini mungkin, mencegah meluasnya penyakit, dan
mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya :
a. Pengawasan dan penyuluhan untuk klien Cushings Sindrom, agar klien tersebut benar-
benar mengetahui cara pengobatan dan cara mengurangi gejala yang bisa dimunculkan
dari penyakit Cushings Sindrom ini.
b. Pengamatan langsung mengenai perawatan klien Cushings Sindrom.
c. Case-finding secara aktif, mencakup indentifikasi Cushings Sindrom pada orang yang
dicurigai dan rujukan pemeriksaan kadar kortisol yang tinggi dalam plasma darah.
Upaya kuratif dan rehabilitatif adalah upaya pengobatan penyakit Cushings Sindrom
yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, dan menurunkan
tingkat kejadian penyakit Cushings Sindrom. Pengobatan Cushings Sindrom tergantung
pada ACTH tidak seragam dan bergantung pada apakah sumber ACTH adalah hipofisis atau
ektopik. Beberapa pendekatan terapi digunakan pada kasus dengan hipersekresi ACTH
hipofisis. Jika dijumpai tumor hipofisis sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal.
Tetapi jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka
sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofise.
Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total dan diikuti
pemberian kortisol dosis fisiologik atau dengan kimia yang mampu mrnghambat atau
merusal sel-sel korteks adrenal yang mensekresi kortisol.
Berdasarkan angka kejadian yang ada dan kegawatan yang dimunculkan oleh penyakit
Cushings Sindrom, perawat disini dituntut terutama untuk dapat melakukan tindakan
keperawatan dalam pencegahan, penanggulangan maupun perawatan dalam proses
penyembuhan penyakit Cushings Sindrom. Maka disusunlah makalah ini sebagai referensi
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Cushings Sindrom, sehingga
perawat tahu dan mampu untuk menerapkannya dalam praktek keperawatan.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari chusing syndrome ?
2. Apa etiologi dari chusing syndrome ?
3. Bagaimana patofisiologi dari chusing syndrome ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari chusing syndrome ?
5. Apa saja klasifikasi dari chusing syndrome ?
6. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan dari chusing syndrome ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien chusing syndrome
?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari chusing syndrome ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari chusing syndrome
2. Untuk mengetahui etiologi dari chusing syndrome
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari chusing syndrome
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari chusing syndrome
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari chusing syndrome
6. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat ditimbulkan dari chusing syndrome
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari chusing syndrome
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari chusing syndrome

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Chusing Syndrome

Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan
dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat
terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa
glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal. 1088)

2.2 Etiologi Chusing Syndrome

Sindroma cushing dapat disebabkan oleh:

1. Meningginya kadar ACTH ( tidak selalu karena adenoma sel basofil hipofisis).
2. Meningginya kadar ATCH karena adanya tumor di luar hipofisis, misalnya tumor paru,
pankreas yang mengeluarkan ACTH like substance.
3. Neoplasma adrenal yaitu adenoma dan karsinoma.
4. Iatrogenik.
Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik. Dijumpai pada
penderita artitis rheumatoid, asma, limpoma dan gangguan kulit umum yang menerima
glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi.

2.3 Pathofisiologi

Sindrom cushing di akibatkan sekresi kelebihan hormone adrenokortikoid,


adrenokortikoid mensekresikan hormone glukokortikoid, mineralokortikoid, dan
adrenoandrogen. Contoh glukokortikoid adalah kortisol, kortisol yang disekresikan oleh
bagian korteks adrenal ini mempunyai fungsi :

1. Pada jaringan hati : merangsang glukoneogenesis dan menghambat pengambilan glukosa


dalam perifer (sehingga bila kelebihan kortisol maka tubuh akan melakukan
glukoneogenesis berlebih dan menghambat pengambilan glukosa ke dalam sel perifer
yang mengakibatkan hiperglikemia yang dapat berlanjut ke Diabetes melitus)
2. Di dalam hati hormone glukokortikoid ini juga merangsang pembentukan plasma

4
3. kortisol berfungsi meningkatkan pembentukan eritrosit, trombosit, dan granulosit
neutrofil, (sehingga jika kelebihan kortisol maka akan terjadi polisitemia akibat
terbentuknya eritrosit yang berlebihan dan juga akan mengalami trombositosis akibat
pembentukan berlebihan dari trombosit)
4. kortisol berfungsi menurunkan jumlah granulosit eusinofil, granulosit basofil, limfosit,
dan monosit, hormone ini juga, melalui pembentukan protein lipokortin dan vasokortinm
menekan pelepasan histamine, interleukin, dan limfokin, menghambat pembentukan
antibody (sehingga bila kelebihan kortisol maka system imun kita akan turun)
5. kortisol menekan inflamasi dengan menghambat proliferasi jaringan, dan juga
menghambta sintesis perbaikan jaringan (sehingga gambaran penyakit cushing syndrome
bila terjadi luka, maka lukanya susah untuk sembuh)
6. kortisol menyababkan penurunan kadar kalsium dan fosfat di dalam plasma dengan
menghambat kalsitriol (sehingga pada penderita cushing syndrome bias terjadi
osteoporosis)
7. kortisol merangsang sensitisasi katekolaminpada pembuluh darah dan jantung yg dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat, dan juga dalam kadar tinggi kortisol dapat
berperan sebagai mineralokortikoid yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkat
Kelebihan mineralokortikoid pada cushing syndrome terutama aldosteron meningkatkan
retensi Na+ dan air di ginjal, dan memfasilitasi peningkatan tekanan darah merangsang
pengeluaran K+, mg2+, dan H+. Kelebihan androgen dapat menyebabkan maskulinisasi dan
amenore pada wanita, serta percepatan onset karakteristik seks pada anak laki laki.

2.4 Manifestasi Klinis

Dapat digolongkan menurut faal hormon korteks adrenal yaitu: cortisol, 17 ketosteroid,
aldosteron dan estrogen.

1. Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :


a. Obesitas yang sentrifetal dan moon face.
b. Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis.
c. Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein.
d. Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis.
e. Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi.

5
f. Diabetes melitus.
g. Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia.
2. Gejala hipersekresi 17 ketosteroid :
a. Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ).
b. Suara dalam.
c. Timbul akne.
d. Amenore atau impotensi.
e. Pembesaran klitoris.
f. Otot-otot bertambah (maskulinisasi)
3. Gejala hipersekresi aldosteron.
a. Hipertensi.
b. Hipokalemia.
c. Hipernatremia.
d. Diabetes insipidus nefrogenik.
e. Edema (jarang)
f. Volume plasma bertambah
Bila gejala ini yang menyolok, terutama 2 gejala pertama, disebut penyakit Conn atau
hiperaldosteronisme primer.

4. Gejala hipersekresi estrogen (jarang)


Pada sindrom cushing yang paling karakteristik adalah gejala hipersekresi kortisol,
kadang-kadang bercampur gejala-gejala lain. Umumnya mulainya penyakit ini tidak jelas
diketahui, gejala pertama ialah penambahan berat badan. Sering disertai gejala psikis
sampai psikosis. Penyakit ini hilang timbul, kemudian terjadi kelemahan, mudah infeksi,
timbul ulkus peptikum dan mungkin fraktur vertebra. Kematian disebabkan oleh
kelemahan umum, penyakit serebrovaskuler (CVD) dan jarang-jarang oleh koma
diabetikum.

6
2.5 Klasifikasi Chusing Syndrome

Sindrom cushing dapat dibagi dalam 2 jenis:

1. Tergantung ACTH
Hiperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar
hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh Hervey
Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing.

2. Tak tergantung ACTH


Adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti
histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah kikroadenoma
maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH (Cortikotropin
Realising hormone) oleh neurohipotalamus.

2.6 Komplikasi

1. Krisis Addisonia
2. Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
3. Patah tulang akibat osteoporosis
2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pada pemeriksaan laboratorium sederhana, didapati limfositofeni, jumlah netrofil antara


10.000 25.000/mm3. eosinofil 50/ mm3 hiperglekemi (Dm terjadi pada 10 % kasus) dan
hipokalemia.
2. Pemeriksaan laboratorik diagnostik.
Pemeriksaan kadar kortisol dan overnight dexamethasone suppression test yaitu
memberikan 1 mg dexametason pada jam 11 malam, esok harinya diperiksa lagi kadar
kortisol plasma. Pada keadaan normal kadar ini menurun. Pemerikaan 17 hidroksi
kortikosteroid dalam urin 24 jam (hasil metabolisme kortisol), 17 ketosteroid dalam urin
24 jam.

3. Tes-tes khusus untuk membedakan hiperplasi-adenoma atau karsinoma :


a. Urinary deksametasone suppression test. Ukur kadar 17 hidroxi kostikosteroid dalam
urin 24 jam, kemudian diberikan dexametasone 4 X 0,5 mg selama 2 hari, periksa lagi

7
kadar 17 hidroxi kortikosteroid bila tidak ada atau hanya sedikit menurun, mungkin
ada kelainan. Berikan dexametasone 4 x 2 mg selama 2 hari, bila kadar 17 hidroxi
kortikosteroid menurun berarti ada supresi-kelainan adrenal itu berupa hiperplasi, bila
tidak ada supresi kemungkinan adenoma atau karsinoma.
b. Short oral metyrapone test. Metirapone menghambat pembentukan kortisol sampai
pada 17 hidroxikortikosteroid. Pada hiperplasi, kadar 17 hidroxi kortikosteroid akan
naik sampai 2 kali, pada adenoma dan karsinoma tidak terjadi kenaikan kadar 17
hidroxikortikosteroid dalam urine.
c. Pengukuran kadar ACTH plasma.
d. Test stimulasi ACTH, pada adenoma didapati kenaikan kadar sampai 2 3 kali, pada
kasinoma tidak ada kenaikan.
2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung apakah


sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik.

1. Jika dijumpai tumor hipofisis, sebaiknya diusahakan reseksi tumor tranfenoida.


2. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka
sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis.
3. Jika dijumpai tumor pada adrenal, dapat dilakukan adrenalektomi total yang selanjutnya
pasien diberikan pemberian kortisol dalam dosis fisiologik.
4. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi pada penderita
dengan karsinoma/ terapi pembedahan.
5. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide bisa mensekresikan
kortisol.
6. obat-obatan kimia yang mampu menyekat terbentuknya kortisol : ketokonazole,
aminoglutetimid
7. obat-obatan yang mampu merusak sel-sel korteks adrenal : mitotane

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN SINDROMA CHUSING

3.1 Pengkajian Data

1. Identitas Klien

Nama :
Umur : 20-30 tahun
Jenis Kelamin : Tanpa membedakan jenis kelamin, namun sumber lain mengatakan rasio
kejadian antara wanita dan pria untuk sindrom cushing adalah sekitar 5:1
berhubungan dengan tumor adrenal atau pituitary.
Agama : Dapat terjadi di segala agama
Pendidikan :
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Jawa
Alamat :
No. Reg :
Tgl. Mrs :
Diagnosa Medis : Sindroma Chusing
Anamnesa
1.1 Keluhan Utama : Berisi keluhan yang paling dirasakan pasien.
1.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologi mulai munculnya gejala sampai pasien MRS
1.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah di derita oleh pasien sebelumnya.

9
1.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit yang pernah di derita oleh keluarga yang kemungkinan bisa diturunkan
kepada pasien, atau kemungkinan berhubungan denngan penyakit yang di derita
sekarang.
1.5 Riwayat Kesehatan Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal pasien yang mungkin berkaitan dengan
munculnya penyakit yang d derita oleh pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

A. Tanda Tanda Vital


Suhu : 36,7C
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Tekanan Darah : 112/88
Nadi : 80 x/mnt
HR : 80 x/mnt
B. Keadaan umum pasien : Penampilan pasien dilakukan dengan cara inspeksi.
C. Pemeriksaan Per Sistem
a. Sistem Pernapasan
Hidung
Inspeksi : ada pernafasan cuping hidung, takhipneu, dipsneu
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering , sianosis (+), perdarahan (-), terpasang ETT 7/21,
terpasang NGT untuk Sonde Feeding.
Sinus paranasalis
Inspeksi : tidak ada tanda-tanda adanya infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Leher
Inspeksi : simetris kanan kiri, JVP tidak meningkat
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar

10
Limfe
Faring
Inspeksi : tidak ada odem

Area dada
Inspeksi : pola nafas tidak efektif
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : vesikuler.
b. Kardiovaskuler dan limfe
Wajah
Inspeksi : pucat, konjungtiva pucat
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyutan arteri carotis communis normal
Dada
Inspeksi : dada terlihat simetris, terpasang CVP pada ICS 2 dextra, terpasang
elektroda EKG
Palpasi : letak ictus kordis ( ICS 5, 1 cm medial dari garis midklavikula
sinistra)
Perkusi : tidak ada tanda - tanda bunyi redup.
Auskultasi : bunyi jantung S1-S2 reguler, ada S3 murmur, S4 gallop, Suara nafas
ronchi (-), wheezing (-), gargling (+), krepitasi (-), Sonor.
c. Persyarafan
Anamnesa
Sesak Nafas
Pemeriksaan nervus
Nervus I olfaktorius (pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat diberi kopi dan minyak kayu putih.
Nervus II opticus (penglihatan)
Pasien merasakan adanya fotopobia
Nervus III oculomotorius

11
Nyeri pada kelopak mata
Nervus IV toklearis
Ukuran pupil normal, tidak ada perdarahan pupil
Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Saat klien diminta membuka mulut dan bersuara aaaa dan diketukkan palu
reflek di garis tengah dagu klien menutupkan mulut dengan tiba tiba
Nervus VI abdusen
Bola mata simetris
Nervus VII facialis
Klien dapat membedakan rasa asin dan manis dengan mata tertutup,
bentuk wajah simetris
Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik
Nervus IX glosoparingeal
Reflek menelan klien terganggu. Karena sesak nafas.
Nervus X vagus
Uvula klien tidak simetris terlihat ketika klien membuka mulut dan tidak bias
berkataah karena sesak nafas.
Nervus XI aksesorius
Klien tidak merasa kesulitan untuk mengangkat bahu dengan melawan tahanan.
Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, klien tidak mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkannya ke segala arah.
Pemeriksaan rangsangan selaput otak
Kaku kuduk normal
Tingkat kesadaran
GCS: 7 (E1V2M4)

12
d. Perkemihan dan eliminasi uri
Laki-laki
Genetalia eksterna
Inspeksi : tidak ada oedem, tidak ada tanda - tanda infeksi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun benjolan
Kandung kemih
Inspeksi : tidak ada benjolan, dan pembesaran
Palpasi : kandung kemih penuh
Ginjal :
Inspeksi : tidak ada pembesaran daerah pinggang
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : tidak ada nyeri ketok.
e. Sistem pencernaan eliminasi alvi
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir pucat, gigi tidak ada plak dan karies. Tidak ada
pembesaran kelenjar karotis. Tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
Lidah
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada tremor dan lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan odem.
Abdomen
Inspeksi : ada pembesaran abdomen, tidak ada luka bekas operasi.
Palpasi : abdomen teraba keras pada kuadran III
Perkusi : tidak ada acietes.
Auskultasi : bising usus meningkat.
f. Sistem muskuloskeletel dan integumen.
Anamnesa
Ada kelemahan ekstremitas / sendi, reflek biseps +/+, triseps +/+, patela +/+
Kulit : kering, tidak mengelupas dan bersisik, terdapat tato di tangan kiri, CRT<
2 detik, turgor kulit baik, terdapat luka dekubitus lapisan dermis ukuran 2x1 cm

13
pada sakrum, tidak ada nekrotik, suhu 36,7 0C akal hangat, turgor kulit baik36,7 0C
akal hangat, turgor kulit baik.

3 3
Kekuatan otot

5 5

g. Sistem endokrin dan eksokrin


Anamnesa
Klien merasa lemah, pandangan kabur, berat badan menurun.
Kepala
Inspeksi : terlihat moon face, tidak alophesia (botak), rambut rontok
Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, dan tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
Palpasi : tidak ada edema non piting.
h. Sistem reproduksi
Perempuan
Payudara
Inspeksi :-
Palpasi :-
Axila
Inspeksi :-
Palpasi :-
Genetalia
Inspeksi :-
Palpasi :-
Persepsi sensori

14
Anamnesa
Ada penurunan tajam penglihatan, mata kabur, tinnitus (berdenging), penurunan
pendengaran.
Mata
Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warana iris hitam, lensa normal jernih,
sklera putih
Palpasi : tidak ada nyeri dan tidak ada pembengkakan kelopak mata
Penciuman-(hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri saat palpasi fosa kanina
Perkusi : tidak ada reaksi hebat pada regio frontalis, sinus frontalis dan fosa
kanina
D. Data Psikososial
a) Penampilan
Pasien berpakaian sederhana dan bersih dan rapih

b) Status emosi
Emosi pasien stabil, tidak cepat marah

c) Koping
Pasien menganggap penyakit yang dideritanya adalah ujian dari allah SWT dan
harus berusaha untuk sembuh.

d) Konsep diri
Pasien menyukai semua anggota tubuhnya, mensyukuri pemberian allah SWT

e) Hubungan social
Istri pasien mengatakan orang yang paling disayangi dan dekat dengan pasien
adalah anak-anaknya, pasien mampubersosialisasi dengan masyarakat, Menurut
keluarga pasien, pasien tidak mengikuti kegiatan atau organisasi apapun di
masyarakat.

15
3.2 Analisa Data Pasien

DIAGNOSA : KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT


DOMAIN 11 : KEAMANAN/PERLINDUNGAN
KELAS 3 : CEDERA FISIK
NS.
DIAGNOSIS : Kerusakan Integritas Kulit

(NANDA-I)

DEFINITION: Perubahan/gangguan epidermis dan/atau dermis

DEFINING Kerusakan lapisan kulit


CHARACTERI Gangguan permukaan kulit
STICS Invasi struktur tubuh

RELATED Kondisi gangguan metabolic, perubahan status cairan.


FACTORS:

Subjective data entry Objective data entry


ASSESSMENT

Ns. Diagnosis (Specify):


GNO
DIA

SIS

16
Client Kerusakan Integritas Kulit

Diagnostic
Related to:
Statement:
Kerusakan Integritas Kulit berbuhungan dengan
kondisi gangguan metabolic/perubahan status
cairan.

3.3 Intervensi

Inisial Pasien :
Nama Mhs :
Tanggal :
Diagnosa Keperawatan : Kerusakan Integritas Kulit
Definisi : perubahan /gangguan epidermis dan/atau dermis
NIC NOC

INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR

Manajemen Monitor status Knowledge : Specific disease


cairan hidrasi ( membran Disease process : (4)
mukosa, nadi, Process Effects of disease:
Def :
tekanan darah) (4)
Def:
Oeningkatan Monitor Signs and
keseimbangan laboratorium Extent of symtomps of
cairan dan (BUN, understanding disease (4)
pencegahan Hematokrit, conveyed Potensial
komplikasi Osmolalitas urin) about a complication of
Monitor stats specific disease (4)
hemodinamik disease
Monitor tanda- processs and
tanda vital. prevention of

17
Monitor compication.
overload/retensi
(krakles, edema,
distensi vena
leher, asites)
Catat derajat dan
lokasi edema
Nasehati tanda
dan gejala
kelebihan cairan.

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hipotalamus mensekresi CRF, yang mengatur sekresi ACTH oleh hipofisis anterior.
ACTH kemudian akan merangsang korteks adrenal menghasilkan hormone adrenokortikal.
Adanya desakan massa tumor di hipofisis dalam sela tursika mengakibatkan pasien merasa
pusing. Wajah moon face diakibatkan adanya penumpukan lemak khas gejala Cushing
Sindrom. Striae dan lemah yang dirasakan pasien terjadi akibat mobilisasi protein dari
jaringan otot. Amenore dan rambut yang tumbuh berlebih adalah konsekuensi dari
berlebihnya sekresi adrenal. Hiperpigmentasi terjadi karena meningkatnya sekresi ACTH
yang juga menentukan pembentukan melanin. Sifat retensi Na yang juga dimiliki oleh
kortisol menyebabkan terjadi hipertensi pada kasus hiperkortisisme.
Diagnosis Cushing Sindrom didasarkan pada gejala-gejala klinis, hasil pemeriksaan CT
Scan, dan dexamethason- test.
Penatalaksanaan primer Cushing Sindrom adalah dengan tindakan operasi tumor hipofisis
atau pengangkatan kelenjar adrenal. Sedangkan pilihan kedua adalah dengan obat obatan.

4.2 Saran

Sebaiknya pasien menjalani operasi pengangkatan tumor hipofisis dahulu, kemudian


mungkin juga dapat dikombinasikan dengan obat obatan penghambat sintesis hormone
adrenokortikal.

19
DAFTAR PUSTAKA

R. Syamsuhidayat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC


Sylvia A. Price. 1994. Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Susanne C. Smeltzer. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart. Jakarta: EGC
Susan Martin Tucker. Standar Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Ed29. Jakarta: EGC
Gunawan et,all. 2007. Farmakologi dan terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI
Guyton et,all. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
Soedoyo, et,all. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan

20

Anda mungkin juga menyukai