Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk
memengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan
dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan
menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak
memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan
kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan fisik ?
1.2.2 Apa saja pemeriksaan fisik yang dilakukan pada system endokrin ?
1.2.3 Apa saja pemeriksaan penunjang pada system endokrin ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian pemeriksaan fisik
1.3.2 Mengetahui pemeriksaan fisik yang dilakukan pada system endokrin
1.3.3 Mengetahui pemeriksaan penunjang pada system endokrin

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian pemeriksaan fisik

Pemeriksan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya


kelainan-kelainan dari suatu sistim atau suatu organ tubuh dengan cara melihat
(inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
(Raylene M Rospond,2009; Terj D. Lyrawati,2009).
Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematik
dengan memakai indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa untuk
mendeteksi masalah kesehatan klien.Untuk pemeriksaan fisik perawat
menggunakan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi (Craven & Hirnle,
2000; Potter & Perry, 1997; Kozier et al., 1995).
Pemeriksaan fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data
objektif dari riwayat keperawatan klien.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan
bersamaan dengan wawancara.Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada
kemampuan fungsional klien.Misalnya , klien mengalami gangguan sistem
muskuloskeletal, maka perawat mengkaji apakah gangguan tersebut
mempengaruhi klien dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari atau tidak.
2.1.1 Tujuan Pemeriksaan Fisik
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan :
1. Untuk mengumpulkan dan memperoleh data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh
dalam riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan keperawatan.

2
2.1.2 Manfaat Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri,
maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose
keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

2.1.3 Hal Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemeriksaan Fisik:

1. Selalu meminta kesediaan/ ijin pada pasien untuk setiap pemeriksaan


2. Jagalah privasi pasien
3. Pemeriksaan harus seksama dan sistimatis
4. Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan (tujuan, kegunaan,
cara dan bagian yang akan diperiksa)
5. Beri instruksi spesifik yang jelas
6. Berbicaralah yang komunikatif
7. Ajaklah pasien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan
8. Perhatikanlah ekpresi/bahasa non verbal dari pasien
Persiapan dalam pemeriksaan fisik :
Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer,
Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih
( jika perlu), tissue, buku catatan perawat. Alat diletakkan di dekat tempat tidur
klien yang akan di periksa.
Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan.
Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien

3
Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

2.1.4 Metode Dan Langkah Pemeriksaan Fisik


a. Inspeksi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung
seluruh tubuh pasien atau hanya bagian tertentu yang diperlukan. Metode ini
berupaya melihat kondisi klien dengan menggunakan sense of sign baik
melalui mata telanjang atau alat bantu penerangan (lampu). Inspeksi adalah
kegiatan aktif, proses ketika perawat harus mengetahui apa yang dilihatnya
dan dimana lokasinya. Metode inspeksi ini digunakan untuk mengkaji warna
kulit, bentuk, posisi, ukuran dan lainnya dari tubuh pasien.

b. Palpasi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan sense
of touch,Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau
tangan. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk
mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat digunakan untuk
mendeteksi suhu tubuh (temperatur), adanya getaran, pergerakan, bentuk,
kosistensi dan ukuran.

c. Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan
bunyi getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari
bagian tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau
tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara
tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan
resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran,
bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu

4
semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling
resonan.

d. Auskultasi
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan
stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan
bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.

2.2 Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada system endokrin


2.2.1 Pemeriksaan Fisik Kelenjar Tiroid
1. Inspeksi
Pertama-tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak
kelemahan berat, sedang dan ringan dan sekaligus amati bentuk dan proporsi
tubuh. Pada pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk
dan ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir.pada mata amati
adannya edema periorbita dan exopthalmus serta apakah ekspresi wajah datar
atau tumpul. Amati lidah klien terhadap kelainan bentuk dan penebalan, ada
tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya
terjadi pada gangguan tiroid. Didaerah leher, apakah leher tampak membesar,
simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar
tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan palpasi.Distensi atau
bendungan pada vena jugularis dapat mengidentifikasikan kelebihan cairan
atau kegagalan jantung. Amati warna kulit(hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi) pada leher, apakah merata dan cacat lokasinya dengan jelas.

5
Bila dijumpai kelainan kulit leher, lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang
lain di tubuh sekaligus.
2. Palpasi
Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui
rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat
diraba dengan menengadahkan kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid
perlobus dan kaji ukuran, nodul tinggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri
pada saat di palpasi. Pada saat melakukan pemeriksaan, klien duduk atau
berdiri samasaja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi
duduk.Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palpasi pemeriksa
berada dibelakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian
belakang leher dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid
3. Auskultasi
Mendengarkan bunyit ertentu dengan bantuan stetoskop dapat
menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh.Auskultasi pada daerah
leher, diatas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi bruit. Bruit adalah bunyi
yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam
keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi
peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan
aktivitas kelenjar tiroid.

2.2.2 Pemeriksaan Fisik Pada Kelenjar Adrenal


1. Inspeksi
Pemeriksaan fisik secara inspeksi pada kelenjar adrenal ini, bertujuan
untuk mengetahui apakah ada kelainan yang dialami kllien yang ada
kaitannya dengan penyakit pada gangguan kelenjar adrenal tersebut.

6
2. Palpasi
Pemeriksaan fisik secara palpasi pada kelenjar adrenal ini, bertujuan
untuk mengetahui apakah ada kelainan yang dialami kllien yang ada
kaitannya dengan penyakit pada gangguan kelenjar adrenal tersebut.
a) Penyakit Addison
a. Nadi cepat dan lemah
b. Nyeri abdomen
c. Turgor kulit
b) Cushing Sindrom
a. Kulit tipis, rapuh dan mudah luka
b. Atropi payudara
c. Klitoris yang membesar

2.2.3 Pemeriksaan Fisik Pada Kelenjar Pankreas


Cara pemeriksaan fisik pada kelenjar pancreas itu terbagi atas 3 cara :
1. Inspeksi
a. Atur pencahayaan yang baik
b. Atur posisi yang tepat yaitu berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi
dan sedikit menekuk. Bantal kecil diletakkan dibawah lutut untuk menyokong
dan melemaskan otot-otot abdomen.
c. Buka abdomen mulai dari prosessus xifoideus sampai simfisis pubis
d. Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, kontur permukaan kulit,
adanya retraksi, penonjolan, adanya ketidaksimetrisan, jaringan parut dan
striae
e. Perhatikan posisi, bentuk, warna dan adanya inflamasi atau pengeluaran
umbillikus
f. Amati gerakan-gerakan kulit pada perut saat inspirasi dan ekspirasi

7
2. Palpasi
Teknik palpasi pada perut ini terbagi atas 2 :
A. Palpasi Ringan
a. Palpasi ringan abdomen diatas setiap kuadran. Hindari area yang
ebelumnya sebagai titik bermasalah.
b. Letakkan tangan secara ringan diatas abdomen dengan jari-jari ekstensi dan
berhimpitan. Tempatkan tangan klien dengan ringan diatas tangan
pemeriksa untuk mengurangi sensasi geli
c. Jari-jari telapak tangan sedikit menekan perut sedalam 21 cm.
d. Palpasi untuk mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal, atau adanya
massa
e. Selama palpasi, observasi wajah klien untuk mengetahui tanda
ketidaknyamanan.
f. Jika ditemukan adanya keluhan nyeri, uji adanya nyeri lepas: tekan dalam
kemudian lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul
dengan melepaskan tangan.

B. Palpasi Dalam
a. Gunakan metode bimanual
b. Tekan dinding abdomen sekitar 4 - 5 cm
c. Catat adanya massa dan struktur organ dibawahnya. Jika terdapat massa,
catat ukuran, lokasi, mobilitas, kontur, dan kekakuan

3. Auskultasi
Untuk mendengarkanbising usus meningkat.
a. Hangatkan bagian diafragma dan bell stetoskop
b. Letakkan sisi diafragma stetoskop tadi diatas kuadran kanan bawah pada area
sekum.
c. Berikan tekanan yang sangat ringan. Minta klien agar tidak berbicara
d. Dengarkan bising usus dan perhatikan frekuensi dan karakternya.

8
e. Jika bising usus tidak mudah didengar, lanjutkan pemeriksaan sistematis,
dengarkan setiap kuadran abdomen
f. Catat bising usus apakah terdengar normal, tidak ada, hiperaktif atau hipoaktif
g. Letakkan bagian bell/sungkup stetoskop diatas aorta, arteri renalis, arteri
iliaka dan arteri femoral.

2.2.4 Pemeriksaan Fisik Pada Kelenjar Paratiroid


Pada pemeriksaan fisik kelenjar paratiroid ini, difokuskan untuk mengetahui
gangguan pada kekuatan otot, persendian yang berkaitan dengan kelenjar
paratiroid.
A. Inspeksi otot
a. Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati
adanya atrofi atau hipertrofi
b. Jika didapatkan perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan
menggunakan mistar.
c. Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur
yang ditujukan oleh malposisi suatu bagia tubuh
d. Lakukan palpasi pada saat otot istrahat dan pada saat otot bergerak secara
aktif dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (lasiditas), kontraksi
tiba-tiba secara involunter(spastisitas)
e. Uji kekuatan otot dengan cara menyeluruh klien menarik atau mendorong
tangan pemeriksa, bandingkan kekuatan otot ekstremitas kiri dengan
ekstremitas kiri.
f. Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara memberi penahanan
secara resisten
g. Amati kenormalan susunan dan deformitas.
h. Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan
i. Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan.

9
B. Inspeksi persendian
a. Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian
b. Palpasi persendian untuk mengetahui adanya nyeri tekan, gerakan,
bengkak dan nodul
c. Kaji rentang gerak persendian (Range of motion, ROM)
2.3 Pemeriksaan penunjang pada system endokrin
2.3.1 Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Hipofise
a. Foto tengkorak (kranium)
Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau
juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun
pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.
b. Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Pada klien dengan gigantisme
akan dijumpai ukuran tulang yang bertambah besar dari ukuran maupun
panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-tulang perifer yang
bertambah ukurannya ke samping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada,
pendidikan kesehatan diperlukan.
c. CT scan otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise
atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara
khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam tidak bergerak
selama prosedur.
Pemeriksaan darah dan urine
a. Kadar Growth Hormon
Nilai normal 10 p.g ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada bayi
dibulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya. Spesimen
adalah darah vena lebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada.

10
b. Kadar Tiroid Stimulating Hormon (Tsh)
Nilai normal 6-10 1.1.g/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah
gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah lebih kurang 5
cc. Tanpa persiapan secara khusus.

c. Kadar Adrenokartiko Tropik (Acth)

Pengukuran dilakukan dengan test supresi deksametason. Spesimen yang


diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urine 24 jam.

2.3.2 Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Tiroid


a. Up take Radioaktif (RAI)
Tujuan Pemeriksaan adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid
dalam menangkap iodide
Banyaknya I131 yang ditahan oleh kelenjar tiroid dihitung dalam
persentase sebagai berikut:
a) Normal: 10-35%
b) Kurang dari: 10% disebut menurun, dapat terjadi pada hipotiriodisme.
c) Lebih dari: 35% disebut meninggi, dapat terjadi pada tirotoxikosis atau
pada defisiensi jodium yang sudah lama dan pada pengobatan lama
hipertiroidisme.

b. T3 dan T4 Serum
Persiapan fisik secara khusus tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah
darah vena sebanyak 5-10 cc.
a) Nilai normal pada orang dewasa: Jodium bebas: 0,1-0,6 mg/dl T3: 0,2-0,3
mg/dl Ta: 6-12 mg/dl
b) Nilai normal pada bayi/anak: T3: 180-240 mg/dl
Up take T3 Resin
Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid (T3) atau tiroid
binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas

11
meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme dan menurun pada
hipotiroidisme. Dibutuhkan spesimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa
selama 6 8 jam.

Nilai normal pada: Dewasa: 25-35% uptake oleh resin Anak: Pada umumnya
tidak ada Protein Bound Iodine (PBI)

Bertujuan mengukur jodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai


normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Specimen yang dibutuhkan darah vena
sebanyak 5-10 cc. Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan 6-8 jam.

c. Laju Metabolisme Basal (BMR)


Bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang
dibutuhkan tubuh di bawah kondisi basal selama beberapa waktu.
a) Dihitung dengan rumus: BMR (0,75 x pulse) + (0,74 x Tek Nadi)- 72
b) Nilai normal BMR: -10 s/d 15%.

Pertimbangkan faktor umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh dengan


kebutuhan oksigen jaringan. Pada klien yang sangat cemas, dapat diberikan
fenobarbital yang pengukurannya disebut Sommolent Metabolisme Rate. Nilai
normalnya 8-13% lebih rendah dari BMR.

d. Scanning Tyroid
Dapat digunakan beberapa teknik antara lain:
a) Radio Iodine Scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul
tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi
atau tidak berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang
bersifat ganas. Sedangkan nodul dingin (20%) adalah ganas.

12
b) Up take Iodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan jodium
dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30% dalam 24 jam.
2.3.3 Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Paratiroid
a. Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine, sehingga
dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan
menggunakan Reagens Sulkowitch. Bila pada percobaan tidak terdapat
endapan maka kadar kalsium plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan
sedikit one white cloud) menunjukkan kadar kalsium darah normal (6 ml/d1).
b. Percobaan Ellwort-Howard
Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh
parathormon.
Cara Pemeriksaan
Klien disuntik dengan paratharmon melalui intravena kemudian urine
di-tampung dan diukur kadar pospornya. Pada hipoparatiroid, diuresis pospor
bisa mencapai 5-6 x nilai normal.

Pada hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak berubah.

c. Percobaan Kalsium intravena


Percobaan ini didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar
serum kalsium akan menekan pembentukan paratharmon. Normal bila pospor
serum meningkat dan pospor diuresis berkurang. Pada hiperparatiroid, pospor
serum dan pospor diuresis tidak banyak berubah. Pada hipoparatiroid, pospor
serum hampir tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.

d. Pemeriksaan radiologi
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan osteoporosis. Pada
hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas

13
tulang bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid, tulang meni-pis, terbentuk
kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang.

e. Pemeriksaan Elektrocardiogram (ECG).

Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk


mengidentifikasi kelainan gambaran EKG akibat perubahan kadar kalsium serum
terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q-T yang
memanjang sedangkan pada hiperparatiroid interval Q-T mungkin normal.

f. Pemeriksaan Elektromiogram (EMG)


Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi
otot akibat perubahan kadar kalsium serum.

2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Pankreas


a. Pemeriksaan Glukosa
Jenis pemeriksaannya adalah gula darah puasa. Bertujuan untuk menilai kadar
gula darah setelah puasa selama 8-10 jam
Nilai normal:
Dewasa: 70-110 md/d1 Bayi: 50-80 mg/d
Anak-anak: 60-100 mg/dl
2.3.5 Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Adrenal
a. Pemeriksaan Hemokonsentrasi darah
Nilai normal pada:
Dewasa wanita: 37-47% Pria: 45-54%
Anak-anak: 31-43%
Bayi: 30-40%
Neonatal: 44-62%
Tidak ada persiapan secara khusus. Spesimen darah dapat diperoleh dari
perifer seperti ujung jari atau melalui pungsi intravena. Bubuhi
antikoagulan ke dalam darah untuk mencegah pembekuan.

14
Pemeriksaan Elektrolit Serum (Na, K , CI), dengan nilai normal:
Natrium: 310-335 mg (13,6-14 meq/liter) Kalium: 14-20 mg% (3,5-5,0
meq/liter) Chlorida: 350-375 mg% (100-106 meq/liter)

Pada hipofungsi adrenal akan terjadi hipernatremi dan hipokalemi, dan


sebaliknya terjadi pada hiperfungsi adrenal yaitu hiponatremia dan hiperkalemia.
Tidak diperlukan persiapan fisik secara khusus.

b. Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)


Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine. Dibutuhkan
urine 24 jam. Nilai normal 1-5 mg. Tidak ada persiapan khusus.

Stimulasi Test
Dimaksudkan untuk mengevaluasi dan menedeteksi hipofungsi
adrenal. Dapat dilakukan terhadap kortisol dengan pemberian ACTH.
Stimulasi terhadap aldosteron dengan pemberian sodium.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang
ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik
akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan
seperti test neurologi.
Pemeriksaan fisik pada kelenjar tiroid dapat dilakukan dengan teknik inspeksi,
palpasi, dan auskultasi.
3.2 Saran

Kami sebagai penyusun makalah ini, mengharapkan kritik dan masukkan


yang positif, untuk penyempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.Semoga makalah
kami, dapat menjadi inspirasi bagi para pembaca, khususnya perawat.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://waodesittiekajumriani.blogspot.com/2014/01/pemeriksaan-fisik-kelenjar-
endokrin_4691.html

https://fahruddinkurdi.wordpress.com/2014/04/15/pemeriksaan-penunjang-pada-
gangguan-sistem-endokrin/

http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_endokrin

17

Anda mungkin juga menyukai