Anda di halaman 1dari 17

DI SUSUN

OLEH :
KELOMPOK III
RIFKY PEBRIANZAH
CHRISTIN HONGA
INDAH SARI WALINGALO
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium
tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan
seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium
tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan
seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 0,5
milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob.
Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh
genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin
ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat.
Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di
samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti
dalam proses penyakit.

B. Permasalahan

Adapun permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini adalah Apakah yang
dimaksud dengan Tetanus dan Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Tetanus?

C. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan malah ini adalah:

1. Mengetahui Pengertian dari Tetanus

2. Mengetahui Etiologi dari Tetanus


3. Mengetahui Patofisiologi dari Tetanus

2
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

4. Mengetahui Tanda dan gejala dari Tetanus


5. Mengetahui Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
6. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada Tetanus
7. Mengetahui Komplikasi pada Tetanus
8. Mengetahui Prognosa dari Tetanus
9. Mengetahui Pencegahan dari Tetanus
10. Mengetahui Penatalaksanaan pada Tetanus
11. Mengetahui Askep pada pasien anak dengan Tetanus

3
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tetanus

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot
seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka

Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi
sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari
teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot
tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum,
melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis
pernapasan.

B. Etiologi Tetanus

Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang
berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang
bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot
dan saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang
didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
Faktor predisposisi
1. Umur tua atau anak-anak
2. Luka yang dalam dan kotor
3. Belum terimunisasi

C. Patofisiologi Tetanus

Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan


berbagai keadaan antara lain :

1. Luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau,
cangkul dan lain-lain.
2. Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.
3. Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.

4
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

Cara kerja toksin


Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke
sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat
mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan
oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh
antitoksin spesifik.
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora
ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan
1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh
kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan
peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa
luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda
asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser
yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan
dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.

D. Tanda dan Gejala pada Tetanus

Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari

Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)


Kesukaran membuka mulut (trismus)
Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketgangan otot


terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus)
karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus)
dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang
berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran
alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada
gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan

5
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya
kesadaran tetap baik. Serangan timbul proksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara,
cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot
sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur
collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya
pada stadium akhir

E. Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus

1. Badan kaku dengan epistotonus


2. Tungkai dalam ekstensi
3. Lengan kaku dan tangan mengepal
4. Biasanya keasadaran tetap baik
5. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
a. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.

b. Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur
vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat
kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia
dan sulit menelan.

F. Pemeriksaan diagnostik pada Tetanus

1. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
2. Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi
kuman sulit
3. Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
G. Komplikasi pada Tetanus

1. Bronkopneumoni

2. Asfiksia dan sianosis

H. Prognosa

Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala. Tetanus
memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang
sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan
segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk.

6
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu :

1. Masa Inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari)


2. Neonatus dan usia tua (lebih dari 5tahun)
3. Frekuensi kejang yang sering
4. Kenaikan suhu badan yang tinggi
5. Pengobatan terlambat
6. Periode trismus dan kejang yang semakin sering
7. Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas

I. Pencegahan pada Tetanus

Pencegahan penyakit tetanus meliputi :

1. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan


2. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4. Pemberian anti tetanus serum.

J. Penatalaksanaan pada Tetanus

a. Umum

Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus


segera diberikan :

1. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar


luka 9tidak boleh diberikan IV).
2. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip;
Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6
jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam,
dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk
dewasa.
4. Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2
mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk
pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.

7
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

5. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi


rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan
tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot
dan ambulasi selama penyembuhan.

b. Pembedahan

1. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu;


intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.

2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

K. Asukan Keperawatan pada pasien anak dengan Tetanus

1. Pengkajian Keperawatan
1) Pengkajian

1. Identitas pasien :

Nama : Times New Roman


Umur : 15 Tahun
Tanggal lahir : 21 September 1995
Jenis kelamin : Laki laki
Alamat : Jl. Tanjung Satu
Tanggal masuk : 02 April 2011
2. Identitas orang tua:
Ayah
Nama : Brush Script MT
Usia : 42 Tahun
Pendidikan :
Pekerjaan :

8
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

Agama : Islam
Alamat : Jl. Tanjung Satu

Ibu
Nama : Amelia BT
Usia : 38 Tahun
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tanjung Satu

- Keluhan utama/alasan masuk RS


: Klien merasakan sakit nyeri pada lukaberhubungan dengan adanya infeksi
- Riwayat kesehatan sekarang
: adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.
2) Pengkajian khusus
System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot
pernafasan.
System cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu
tubuh awalnya 38 - 40Catau febris sampai ke terminal 43 - 44C.
System neurologis : irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir),
kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output
tidak ada/oliguria)
System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
System integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada tempat luka,
berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot
muka dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan
kesulitan menelan.
Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan kejang
umum. ( Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)

9
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum
pada trakea dan spame otot pernafasan.
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot-otot pernafasan.
c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin
(bakterimia)
d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah
e. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
f. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake
yang kurang dan oliguria
g. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
h. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah
dan sering kejang
i. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan
penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.
j. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang

3. Intervensi Keperawatan

Dx.1.Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan


sputum pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis,
dyspneu, batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil
pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)

Tujuan : Jalan nafas efektif

Kriteria :

a. Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada


b. Pernafasan 16-18 kali/menit
c. Tidak ada pernafasan cuping hidung
d. Tidak ada tambahan otot pernafasan

10
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

e. Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal
(pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)

No Intervensi Rasional
1 Bebaskan jalan nafas dengan mengatur Secara anatomi posisi kepala ekstensi
posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga
pernafasan sehingga proses respiransi tetap
berjalan lancar dengan menyingkirkan
pembuntuan jalan nafas.
2 Pemeriksaan fisik dengan cara Ronchi menunjukkan adanya gangguan
auskultasi mendengarkan suara nafas pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang
(adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali menutupi sebagian dari saluran pernafasan
sehingga perlu dikeluarkan untuk
mengoptimalkan jalan nafas.
3 Bersihkan mulut dan saluran nafas dari Suction merupakan tindakan bantuan untuk
sekret dan lendir dengan melakukan mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah
suction proses respirasi
4 Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat
mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung
yang menurun timbul takikardia dan capilary
refill time yang memanjang/lama.
6 Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical
ventilation)
7 Kolaborasi dalam pemberian obat Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret
pengencer sekresi(mukolitik) yang kental sehingga mempermudah
pengeluaran dan memcegah kekentalan

11
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat


spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-
otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.
Tujuan : Pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
a. Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen
b. Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit
c. Tidak sianosis.
No Intervensi Rasional
1 Monitor irama pernafasan dan respirati Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan
rate dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi,
jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas.
2 . Atur posisi luruskan jalan nafas. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
sumbatan proses respirasi dapat berjalan
dengan lancar.
3 Observasi tanda dan gejala sianosis Sianosis merupakan salah satu tanda
manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada
jaringan tubuh perifer
4 . Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat
mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya hipoksia
5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung
yang menurun timbul takikardia dan capilary
refill time yang memanjang/lama.
6 Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical
ventilation).
7 Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses
gas darah. difusi dan perfusi jaringan dapat

12
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

Dx.3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin


(bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah
putih lebih dari 10.000 /mm3

Tujuan Suhu tubuh normal

Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3

NO Intervensi Rasional
1 Atur suhu lingkungan yang nyaman. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi
dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses
adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.
2 Pantau suhu tubuh tiap 2 jam Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah
syok exhaution
3 Berikan hidrasi atau minum ysng cukup Cairan-cairan membantu menyegarkan badan
adequat dan merupakan kompresi badan dari dalam
4 Lakukan tindakan teknik aseptik dan Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan
antiseptik pada perawatan luka. toksin yang masih berada disekitar luka.

.
5 Berikan kompres dingin bila tidak terjadi Kompres dingin merupakan salah satu cara
ekternal rangsangan kejang. untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara
proses konduksi.
6 Laksanakan program pengobatan Obat-obat antibakterial dapat mempunyai
antibiotik dan antipieretik spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria
gram positif atau bakteria gram negatif.
Antipieretik bekerja sebagai proses
termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7 Kolaboratif dalam pemeriksaan lab Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat
leukosit. lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan
adanya infeksi dan atau untuk mengikuti
perkembangan pengobatan yang diprogramkan

13
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

Dx.4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan


otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang
masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun
ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.

Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria :

a. BB optimal
b. Intake adekuat
c. Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %

No. Intervensi Rasional


1 Jelaskan faktor yang mempengaruhi Dampak dari tetanus adalah adanya
kesulitan dalam makan dan kekakuan dari otot pengunyah sehingga
pentingnya makanabagi tubuh klien mengalami kesulitan menelan dan
kadang timbul refflek balik atau kesedak.
Dengan tingkat pengetahuan yang adequat
diharapkan klien dapat berpartsipatif dan
kooperatif dalam program diit.
2 Kolaboratif : Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan
klien dari tingkat membuka mulut dan
Pemberian diit TKTP cair, lunak atau
proses mengunyah.
bubur kasar.
Pemberian cairan perinfus diberikan pada
Pemberian carian per IV line
klien dengan ketidakmampuan mengunyak
atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga
Pemasangan NGT bila perlu
kebutuhan nutrisi terpenuhi.

NGT dapat berfungsi sebagai masuknya


makanan juga untuk memberikan obat

14
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

Dx.5.Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang

Tujuan : Cedera tidak terjadi

kriteria

a. Klien tidak ada cedera


b. Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

No Intervensi Rasional

1 Identifikasi dan hindari faktor pencetus Menghindari kemungkinan terjadinya


cedera akibat dari stimulus kejang

2 Tempatkan pasien pada tempat tidur Menurunkan kemungkinan adanya trauma


pada pasien yang memakai pengaman jika terjadi kejang

3 Sediakan disamping tempat tidur Antisipasi dini pertolongan kejang akan


tongue spatel mengurangi resiko yang dapat memperberat
kondisi klien

4 Lindungi pasien pada saat kejang Mencegah terjadinya benturan/trauma yang


memungkinkan terjadinya cedera fisik

5 Catat penyebab mulai terjadinya kejang Pendokumentasian yang akurat, memudah-


kan pengontrolan dan identifikasi kejang

15
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

Dx.6.Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat


Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan

kriteria:

- Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik

No. Intervensi Rasional

1 Kaji intake dan out put setiap 24 jam Memberikan informasi tentang status cairan
/volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian

2 Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan


mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam hidrasi seluler

3 Berikan dan pertahankan intake oral Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh


dan parenteral sesuai indikasi ( infus
12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan
disesuaikan dengan perkembangan
kondisi pasien

4 Monitor berat jenis urine dan Mempertahankan intake nutrisi untuk


pengeluarannya kebutuhan tubuh

5 Pertahankan kepatenan NGT Penurunan keluaran urine pekat dan


peningkatan berat jenis urine diduga
dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan

16
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS
Mar. 30

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

4. Implementasi Keperawatan
Melakukan apa yang harus di lakukan pada saat itu sesuai dengan apa yang telah
direncanakan. Dan mencatat setiap tidakan yang dilakukan pada pasien.
5. Evaluasi Keperawatan
Mengevaluasi semua tindakan yang telah diberikan pada pasien. Jika dengan
tindakan yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka
tindakan dapat dihentikan. Jika sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk,
kemungkinan besar tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan.

17
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TETANUS

Anda mungkin juga menyukai