Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tata Cara Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa Kepada Wajib

Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang Dua

Penagihan pajak dengan surat paksa merupakan cara terakhir yang

dilakukan fiskus apabila penanggung pajak tidak juga membayar utang pajaknya.

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi

utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau rnemperingatkan,

melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,

mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan,

menjual barang yang telah disita.

Saat jatuh tempo piutang pajak menurut Pasal 27 Ayat (7) dan Pasal 28

Ayat (5a) Undang - Undang No. 28 Tahun 2007

1. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan

pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan

Surat Keputusan Keberatan.

2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan

tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan

Banding.

3. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak,

Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit

sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil

pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.

39
Tata cara yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang

Dua dalam melakukan penagihan utang pajak dengan surat paksa terdapat

beberapa cara yaitu :

4.1.1 Surat Teguran

Mengirimkan Surat teguran merupakan langkah awal yang dilaksanakan

fiskus dalam memperingatkan penanggung pajak yang tidak juga melunasi utang

pajaknya yang sesuai dengan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

(SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan

Peninjauan Kembali sampai dengan jatuh tempo yang telah ditetapkan yakni

paling cepat 7 (tujuh) hari. Selama dalam masa 7 (tujuh) hari tersebut sebelum

dikeluarkannya Surat Teguran penanggung pajak masih bisa mengajukan

permohonan angsuran / penundaan pembayaran utang pajak.

Setelah melewati 7 (tujuh) hari dari taggal jatuh tempo yang telah

ditentukan penanggung pajak tidak juga membayar utang pajaknya maka

dikeluarkanlah Surat Teguran. Surat Teguran ini bisa diantarkan langsung oleh

fiskus kepada alamat penanggung pajak yang tertera dan bisa juga dikirimkan

melalui Pos maupun ekspedisi / kurir dengan catatan harus adanya bukti kirim.
Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat

yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada

penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya.

4.1.2 Surat Paksa

40
Menurut Undang - Undang No.19 Tahun 2000 Surat Paksa adalah surat

perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa dilakukan apabila wajib pajak melalaikan kewajibannya

untuk membayar utang pajaknya dalam kurun waktu yang telah ditentukan

sebagaimana yang telah dimuat didalam Surat Teguran, sebagaimana yang telah

ditentukan didalam surat Surat Teguran maka penagihan utang pajak selanjutnya

diberitahukan oleh juru sita pajak dan dibuat Berita Acara Penagihan Surat Paksa

(BAP SP) serta dapat dilakukan tindakan parate executie yaitu Penagihan

Seketika dan Sekaligus.

Penagihan seketika dan sekaligus menurut Undang Undang No.19 Tahun

2000 adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak

kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang

meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun

Pajak. Penagihan seketika dan sekaligus ini dapat dilakukan dalam kurun waktu 2

x 24 jam (dua kali dua puluh empat jam) sebelum dilakukannya penyitaan/ SPMP.

Tata cara pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus, dan pelaksanaan

Surat Paksa ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala

Daerah.

Bentuk Penagihan Seketika dan Sekaligus dapat dilakukan dengan:

1. Pengumuman di Media Masa


Yaitu memberitahukan kepada penanggung pajak agar segera melunasi

utang pajaknya melalui pengumuman pengumuman di media masa.


2. Pemblokiran

41
Yaitu melakukan pemblokiran terhadap aset aset penanggung pajak,

seperti salah satu contoh yaitu melakukan pemblokiran terhadap rekening

penanggung pajak.
3. Pencegahan
Yaitu mencegah penanggung pajak untuk melarikan diri keluar negeri,

melakukan pencekalan terhadap penanggung pajak tersebut. Pencegahan

dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang

Keimigrasian. Keputusan pencegahan diterbitkan oleh Menteri Keuangan.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 9 Tahun

1992 tentang Keimigrasian, yang menentukan bahwa wewenang dan

tanggung jawab atas pencegahan dilakukan oleh Menkeu jika menyangkut

urusan piutang negara.


4. Penyanderaan
Yaitu melakukan penyanderaan terhadap penanggung pajak agar

penanggung pajak tersebut segera melunasi utang pajaknya. Penyanderaan

dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa di Indonesia merupakan

salah satu upaya penagihan pajak yang wujudnya berupa pengekangan

sementara waktu terhadap kebebasan Penanggung Pajak dengan

menempatkannya di tempat tertentu, yaitu rumah tahanan negara yang

terpisah dari tahanan lain.

Surat Paksa diterbitkan jika : (Menurut Pasal 8 Ayat (1) UU PPSP dan

Pasal 15 PMK 24/PMK.03/2007)

1. Lewat 21 hari setelah Surat Teguran Wajib Pajak/ Penanggung

Pajak belum melunasi hutang pajak

42
2. Telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus

3. Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan angsuran atau

penundaan pembayaran hutang pajak

Surat Paksa :

1. Mempunyai kekuatan eskutorial, setingkat dengan Keputusan hakim yang

mempunyai ketetapan hukum yang bersifat tetap (groose akte tidak dapat

kasasi) .

2. Kepala surat : DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN

YANG MAHA ESA.

3. Dalam keadaan force mayeur, dapat diterbitkan Surat Paksa Pengganti yang

mempunyai kekuatan hukum yang sama.

4. Jika terdapat kesalahan dalam penerbitan Surat Paksa, Penanggung Pajak

dapat memohon pembetulan Surat Paksa, yang harus dijawab dalam 7 hari

oleh pejabat, dan kegiatan penagihan ditunda.

Dalam Undang Undang No.19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas undang

-undang nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

dijelaskan beberapa hal berikut yang menyangkut surat paksa:

Surat paksa sekurang kurangnya harus memuat:

1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penangung Pajak;

2. Dasar penagihan;

3. Besarnya utang pajak; dan

43
4. Perintah untuk membayar.

Surat Paksa diterbitkan apabila:

1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah

diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atausurat lain yang sejenis;

2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus; atau

3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam

keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh jurusita pajak kepada:

1. Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang

memungkinkan;

2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di

tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajakyang

bersangkutan tidak dapat dijumpai;

3. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta

peninggalannya, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta

warisan belum dibagi; atau

4. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta

warisan telah dibagi.

Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik

modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat

tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau

44
2. Pegawai tetap di tempat k edudukan atau tempat usaha badan yang

bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang

sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

4.1.3 Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) / Penyitaan

Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) / Penyitaan merupakan tindak

lanjut dari penagihan pajak apabila penanggung pajak tidak melunasi kewajiban

pajaknya dalam jangka waktu 2 x 24 jam (dua kali dua puluh empat jam).

Menurut Undang Undang No.19 Tahun 2000 Penyitaan adalah tindakan

Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan

jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.

Dalam Undang Undang No.19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas undang

-undang nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

dijelaskan beberapa hal berikut yang menyangkut Penyitaan:

Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang

berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain

termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan

sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:

1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito

berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya,

piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau

2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor

tertentu.

45
Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan

adalah:

1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh

Penanggung Pajakdan keluarga yang menjadi tanggungannya;

2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta

peralatan memasak yang berada di rumah;

3. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari

negara;

4. Buku -buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak

dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan

keilmuan;

5. Peralatan dalam keadaan jal an yang masih digunakan untuk melaksanakan

pekerjaan atau usaha seharihari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari

Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); atau

6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan

keluarga yang menjadi tanggungannya.

Hak mendahului untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahului

lainnya, kecuali terhadap:

1. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk

melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak;

2. Biaya yang telah djkeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;

46
3. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian

suatu warisan.

Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila:

1. Nilai barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya

penagihan pajak dan utang Pajak atau .

2. Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya

penagihan pajak dan utang pajak.

Menurut Pasal 14 UU PPSP dan Pasal 3 PP 135/2000 Objek Sita adalah

Barang milik Penanggung Pajak yang dapat disita adalah Barang yang berada di

tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk

yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai

pelunasan utang tertentu.

Penyitaan bertujuan untuk memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari

penanggung pajak, penyitaan dilakukan sampai nilai barang yang disita

mencukupi untuk melunasi utang pajak penanggung pajak. Pencabutan sita

dilakukan apabila penanggung pajak melunasi utang pajaknya berserta biaya

penagihan atau berdasarkan putusan pengadilan. Namun apabila dalam kurun

waktu 14 hari penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya maka akan

diadakan lelang.

Tata Cara Penyitaan menurut Pasal 12 UU PPSP dan Pasal 4 PP 135/2000

adalah:

47
1. Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh

sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia,

dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya.

2. Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita pajak harus:

a. Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita pajak;


b. Memperlihatkan SPMP;

c. Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.

3. Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita Acara

Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung

Pajak dan saksi-saksi.

Tidak dapat dilakukan penyitaan menurut Pasal 19 UU PPSP

1. Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita

oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Jika obyek sita

telah disita Pengadilan Negeri

2. Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri

3. Pengadilan Negeri dalam sidang berikutnya menetapkan barang yang

telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak.

4. Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang menentukan

pembagian hasil

4.1.4 Lelang dan Penjualan Aset Sitaan

Lelang tetap dilakukan apabila wajib pajak telah melunasi utang pajaknya

tetapi belum melunasi biaya penagihan pajak, maka dilakukan penjualan barang

sitaan secara lelang.

1. Melakukan persiapan lelang

48
2. Kepala kantor mengajukan permohonan lelang secara tertulis disertai

dokumen yang disyaratkan kepada Kepala Kantor Lelang.

3. Jurusita menyiapkan Berkas-Berkas Penagihan yang terdiri dari: STP,

SKPKB, SKPKBT, SPPT, SKP, SKPT, STB, SKBKB, SKBKBT, SKPD,

SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat

Keputusan Keberatan, Putusan Peninjuan Kembali.

4. Surat Setoran Pajak atau bukti transaksi pembayaran pajak (NTPP),

5. Surat Teguran

6. Surat Paksa

7. Laporan Surat Paksa

8. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

9. Pemberitahuan Penyitaan Barang Tidak Bergerak atas nama Wajib

Pajak/Penanggung Pajak

10. Berita Acara Pelaksanaan Sita

11. Permintaan jadwal waktu dan tempat pelelangan

12. Surat Pemberitahuan akan dilakukan pelelangan/kesempatan terakhir

13. Bukti-bukti pemilikan dari barang-barang yang disita, antara lain untuk

pelaksanaan tanah atau tanah dan bangunan dilengkapi dengan:

14. Surat Keterangan Tanah dari Kantor Pertanahan/ BPN apabila

kepemilikan tanah sudah terdaftar; atau

15. Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah yang menerangkan status

kepemilikan dan selanjutnya Kepala KLN meminta Surat Keterangan Tanah

dari Kantor Pertanahan.

49
16. Daftar Perincian utang pajak terdiri dari: Pokok Pajak, bunga/denda

dan biaya penagihan.

Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1x (satu kali), dan

untuk barang tidak bergerak dilakukan 2x (dua kali). Apabila 14 hari (empat belas

hari) setelah pengumuman lelang tidak ada etikat baik dari penanggung pajak

untuk membayar pajaknya maka barang barang yang disita tersebut akan

dilelang. Pengumuman lelang untuk barang dengan nilai paling banyak

Rp.20.000.000,- tidak harus diumumkan melalui media massa.

Syarat dilakukannya pelelangan:

1. Utang pajak Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah)


2. Diragukan adanya itikad baik dari penanggung pajak

Jangka waktu pelaksanaan lelang adalah 6 bulan (enam bulan) dan dapat

diperpanjang maksimal 6 bulan (enam bulan).

Pelaksanaan Lelang :

1. Penjualan secara lelang setelah 14 hari sejak pengumuman

lelang melalui media massa

2. Kepala Kantor bertindak sebagai penjual barang yang disita

mengajukan permohonan lelang kepada Kantor Lelang sebelum pelaksanaan

lelang

3. Kepala Kantor menentukan nilai limit dan diserahkan kepada

Pejabat Lelang selambat-lambatnya pada saat akan dimulainya pelaksanaan

lelang

4. Lelang tetap dapat dilaksanakan meskipun:

50
a. Penanggung Pajak sedang mengajukan keberatan dan belum

memperoleh keputusan keberatan (Sebelum UU No. 28/2007)

b. Penanggung Pajak tidak hadir.

5. Lelang tidak dilaksanakan dalam hal:

a. Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan

pajak

b. Terdapat putusan pengadilan

c. Objek lelang musnah

Akibat pelaksanaan lelang:

1. Hak Penanggung Pajak atas barang yang dilelang berpindah

kepada pembeli dan kepadanya diberikan Risalah Lelang yang merupakan

bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak

2. Apabila setelah pelaksanaan lelang Penanggung Pajak memperoleh

keputusan keberatan atau putusan banding yang mengakibatkan utang pajak

menjadi berkurang atau nihil sehingga menimbulkan kelebihan pembayaran

pajak, Penanggung Pajak tidak dapat meminta atau tidak berhak menuntut

pengembalian barang yang telah dilelang. (sebelum Undang - Undang

No.28/2007)

3. Kepala Kantor mengembalikan kelebihan pembayaran pajak dalam

bentuk uang.

4.2 Perkembangan penagihan utang pajak dengan Surat Paksa pada KPP

Pratama Padang Dua

51
Berikut adalah data perkembangan Penagihan Utang Pajak dengan Surat

Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang Dua

Tabel 4.1
Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa

Jumlah surat Piutang pajak


paksa yang Nilai ketetapan Status pencairan
Bulan Nilai Pencairan yang masih harus
diterbit awal
dibayar
kan
SC CS BC
Okto 20 Surat Rp. 8.000.000 - Rp. 8.000.000 - - 20
ber 2015
Novem 87 Surat Rp. 406.447.897 Rp. 6.041.283 Rp. 400.406.614 1 - 86
ber 2015
Desember 54 Surat Rp. 43.200.609 Rp. 17.133.300 Rp. 26.067.309 8 1 45
2015
Jumlah 161 Surat Rp.457.648.506 Rp. 23.174.583 Rp.434.473.923 9 1 151
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang Dua

Ket : SC : Sudah Cair

CS : Cair Sebagian

BC : Belum Cair

Berdasarkan tabel 4.1 pada bulan Oktober 2015 Kantor Pelayanan Pajak

(KPP) Pratama Padang Dua telah menerbitkan sebanyak 20 (dua puluh) surat

paksa dengan nilai ketetapan awal sebesar Rp. 8.000.000 (delapan juta rupiah).

Namun pada bulan Oktober 2015 belum ada nilai pencairan dikarenakan status

pencairan semua surat paksa yang terbit per Oktober 2015 masih berstatus belum

cair, sehingga jumlah piutang pajak yang masih ada pada penanggung pajak

sebesar Rp. 8.000.000 (delapan juta rupiah).

Pada bulan November 2015 KPP Pratama Padang Dua menerbitkan

sebanyak 87 (delapan puluh tujuh) surat paksa, dimana ada 86 (delapan puluh

enam) surat masih berstatus belum cair dan ada 1 (satu) surat yang telah berstatus

cair. Jumlah ini meningkat lebih dari 4x (empat kali) dari bulan sebelumnya.

52
Nilai ketetapan awal untuk surat yang diterbitkan pada bulan November

2015 adalah sebesar Rp. 406.447.897 (empat ratus enam juta empat ratus empat

puluh tujuh ribu delapan ratus sembilan puluh tujuh rupiah), dimana ada 1 (satu)

kasus yang sudah berstatus cair sehingga nilai pencairan pada bulan November

2015 sebesar Rp. 6.041.283 (enam juta empat puluh satu ribu dua ratus delapan

puluh tiga rupiah), tetapi masih ada 86 kasus lagi yang masih berstatus belum cair

sehingga nilai piutang pajak yang masih ada pada penanggung pajak sebesar Rp.

400.406.614 (empat ratus juta empat ratus enam ribu enam ratus empat belas

rupiah).

Sedangkan pada bulan Desember 2015 ada sebanyak 54 (lima puluh empat)

surat paksa yang diterbitkan KPP Pratama Padang Dua. Jumlah ini sedikit

mengalami penurunan dari bulan sebelumnya. Nilai ketetapan awal bulan

Desember 2015 sebesar Rp. 43. 200.609 (empat puluh tiga juta dua ratus ribu

enam ratus sembilan rupiah). Nilai pencairannya sebesar Rp. 17.133.300 (tujuh

belas juta seratus tiga puluh tiga ribu tiga ratus rupiah), dan nilai piutang pajak

yang masih belum tertagih atau masih pada penanggung pajak sebesar Rp. 26.

067.309 (dua puluh enam juta enam puluh tujuh ribu tiga ratus sembilan rupiah).

Pada bulan ini ada 8 (delapan) surat paksa yang berstatus telah cair, 1 (satu) surat

paksa berstatus cair sebagian, dan 45 (empat puluh lima) surat paksa yang masih

berstatus belum cair.

Jadi total nilai ketetapan awal untuk penerbitan surat paksa pada KPP

Pratama Padang Dua per 31 Desember 2015 adalah sebesar Rp. 457.648.506

(empat ratus lima puluh tujuh juta enam ratus empat puluh delapan ribu lima ratus

53
enam rupiah) dengan total surat paksa yang diterbitkan sebanyak 161 (seratus

enam puluh satu) surat paksa.

Nilai pencairan per 31 Desember 2015 adalah sebesar Rp. 23. 174. 583 (dua

puluh tiga juta seratus tujuh puluh empat ribu lima ratus delapan puluh tiga

rupiah). Total piutang pajak yang masih ada pada penanggung pajak per 31

Desember 2015 sebesar Rp. 434.473.923 (empat ratus tiga puluh empat juta empat

ratus tujuh puluh tiga ribu sembilan ratus dua pulu tiga rupiah).

Total seluruh kasus penagihan utang pajak dengan surat paksa yang terjadi

pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang Dua adalah sebanyak 161

(seratus enam puluh satu) kasus, dimana 9 (sembilan) surat paksa berstatus telah

cair, 1 (satu) surat paksa berstatus cair sebagian dan 151 (seratus lima puluh satu)

surat paksa masih berstatus belum cair.

Kendala yang sering ditemui KPP Pratama Padang Dua dalam penyampaian

Surat Paksa ini kepada penanggung pajak adalah seperti adanya alamat palsu yang

diberikan penanggung pajak serta terlalu jauhnya alamat yang dituju yang dimana

untuk mencapai alamat tersebut tidak ada transportasi dan harus dilakukan dengan

berjalan kaki.

54

Anda mungkin juga menyukai