KAJIAN TEORI
3. Etiologi
Etiologi malnutrisi dapat primer, yaitu apabila kebutuhan individu
yang sehat akan protein, kalori atau keduanya, tidak dipenuhi oleh
makanan yang adekuat, atau sekunder, akibat adanya penyakit yang
menyebabkan asupan suboptimal, gangguan penyerapan dan
pemakaian nutrien, dan/atau peningkatan kebutuhan karena terjadinya
hilangnya nutrien atau keadaan stres. Kekurangan kalori protein
merupakan penyakit energi terpenting di negara yang sedang
berkembang dan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas
pada masa kanak kanak diseluruh dunia. (Rudolph, 2006). Penyebab
langsung dari KKP adalah defisiensi kalori protein dengan berbagai
tekanan, sehingga terjadi spektrum gejala-gejala dengan berbagai
nuansa dan melahirkan klasifikasi klinik (kwashiorkor, marasmus,
marasmus kwashiorkor). Penyebab tak langsung dari KKP sangat
banyak sehingga penyakit ini disebut sebagai penyakit dengan
multifactoral.
Berikut ini merupakan sistem holistik penyebab multifactoral
menuju ke arah terjadinya KKP :
a. Ekonomi negara rendah
b. Pendidikan umum kurang
c. Produksi bahan pangan rendah
d. Hygiene rendah
e. Pekerjaan rendah
f. Pasca panen kurang baik
g. Sistem perdagangan dan distribusi tidak lancar
h. Persediaan pangan kurang
i. Penyakit infeksi dan investasi cacing
j. Konsumsi kurang
k. Absorpsi terganggu
l. Utilisasi terganggu
m. K K P
n. Pengetahuan gizi kurang
o. Anak terlalu banyak
4. Manifestasi Klinis
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya
anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis
besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-
kwashiorkor. Tanpa mengukur/melihat BB bila disertai edema yang
bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe
kwasiorkor.
5. Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan
kalori,protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan
kekurangan makanan makanan, tubuh berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau
energi, kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,protein
merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan,karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kebutuhan
tubuh untuk memepertahankan karbohidrat sangat sedikit, sehingga
setelah 25 jam sudah terjadi kekurangan.
Akibat katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilakan asam amino yang akan segera diubah jadi karbohidrat
di hepar dan ginjal. Selama puasa lemak di pecah menjadi asam
lemak,gliserol,dan ketan bodies. Otot dapat memepergunakan asam
lemak dan keton bodies,sebagai sumber energi kalau kekurangan
makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri
jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan
separuh dari tubuh.
a. Pathway Marasmus
6. Komplikasi
a. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia) Vitamin A berfungsi pada
penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata terkena
cahaya). Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut menjadi
keratomalasia (menjadi buta).
b. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis. Tiamin
berfungsi sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat.
Defisiensi vitamin B1 menyebabkan penyakit beri-beri dan
mengakibatkan kelainan saraf, mental dan jantung.
c. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis) Vitamin B2/riboflavin
berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2
menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut,
glositis, kelainan kulit dan mata.
d. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
e. Defisiensi Vitamin B12 Dianggap sebagai faktor anti anemia
dalam faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 dapat
menyebabkan anemia pernisiosa.
f. Defisit Asam Folat Menyebabkan timbulnya anemia makrositik,
megaloblastik, granulositopenia, trombositopenia.
g. Defisiensi Vitamin C Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu
integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan untuk
pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas karena merupakan
bagian dalam pembentukan zat intersel, pada proses pematangan
eritrosit, pembentukan tulang dan dentin.
h. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi,
Yodium Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter)
yang dapat merugikan tumbuh kembang anak.
i. Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia.
j. Noma sebagai komplikasi pada KEP berat Noma atau stomatitis
merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif
sehingga dapat menembus pipi, bibir dan dagu. Noma terjadi bila
daya tahan tubuh sedang menurun. Bau busuk yang khas
merupakan tanda khas pada gejala ini.
7. Diagnosis
a. Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh
kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan
fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin)
b. Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin
c. Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi
badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur),
BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar
lengan atas menurut tinggi badan)
d. Analisis diet dan pertumbuhan Riwayat diet rinci, pengukuran
pertumbuhan, indeks massa tubuh (BMI), dan pemeriksaan fisik
lengkap ditunjukkan. Tindakan pengukuran tinggi badan-banding-
usia atau berat badan-untuk-tinggi pengukuran kurang dari 95%
dan 90% dari yang diharapkan atau lebih besar dari 2 standar
deviasi di bawah rata-rata untuk usia. Pada anak yang lebih dari 2
tahun, pertumbuhan kurang dari 5 cm / th juga dapat menjadi
indikasi defisiensi.
8. Pemeriksaan Fisik
d. Lempeng kuku yang tipis dan lembut dan dapat pecah-pecah atau
bergerigi. Atrofi papila di lidah, sudut stomatitis, xerophthalmia,
dan cheilosis dapat terjadi. Penyakit radang usus, seperti penyakit
Crohn dan kolitis ulserativa, juga dapat menghasilkan manifestasi
kulit sekunder kekurangan gizi.
9. Pemeriksaan Laboratorium
1) Glukosa darah
2) Pemeriksaan Pap darah dengan mikroskop atau pengujian deteksi
langsung
3) Hemoglobin
4) PemeriksaanUrine pemeriksaan dan kultur
5) Pemeriksaan tinja dengan mikroskop untuk telur dan parasit
6) Serum albumin
7) Tes HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua anak,
dan kerahasiaan harus dipelihara.)
8) Elektrolit
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kurang kalori protein (Suriand & Rita Yuliani, 2001)
a. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin
b. Pemberian terapi cairan dan elektrolit
c. Penanganan diare bila ada : cairan, antidiare, dan antibiotic
Penatalaksanan KKP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin
(Arief Mansjoer, 2000) :
d. Atasi atau cegah hipoglikemi
Periksa kadar gula darah bila ada hipotermi (suhu skala < 35
derajat celciul suhu rektal 35,5 derajat celcius). Pemberian
makanan yang lebih sering penting untuk mencegahkedua kondisi
tersebut. Bila kadar gula darah di bawah 50 mg/dl, berikan : a. 50
mlbolus glukosa 10 % atau larutan sukrosa 10% (1 sdt gula dalam
5 adm air) secara oral atau sonde / pipa nasogastrik b. Selanjutnya
berikan lanjutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan bagian dari jatah untuk 2 jam) c. Berikan antibiotik d.
Secepatnya berikan makanan setiap 2 jam, siang dan malam
e. Atasi atau cegah hipotermi
Bila suhu rektal < 35.5 derajat celcius : a. Segera berikan makanan
cair / formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu) b.
Hangatkan anak dengan pakaian atau seelimut sampai menutup
kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol
air panas) atau peluk anak di dasa ibu, selimuti. c. Berikan
antibiotik d. Suhu diperiksa sampai mencapai > 36,5 derajat celcius
f. Atasi atau cegah dehidrasi
Jangan mengunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali
keadaan syok/rentan. Lakukan pemberian infus dengan hati hati,
tetesan pelan pelan untuk menghindari beban sirkulasi dan
jantung. Gunakan larutan garam khusus yaitu resomal (rehydration
Solution for malnutrition atau pengantinya).
g. Antibiotik diberikan jika anak terdapat penyakit penyerta.
a. frekwensi nafas
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi
> 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan,
kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali,
ulangi menaikkan volume seperti di atas.
b. Tingkat posyandu
1) Kader melakukan penimbangan pada balita setiap bulan di
posyandu
2) Kader memberikan penyuluhan tentang makanan pendukung
ASI (MP-ASI)
3) Kader memberikan pemulihan bayi balita yang berada di garis
merah (PMT) contoh : KMS
4) Pemberian imunisasi untuk melindungi anak dari penyakit
infeksi seperti TBC, polio dan ada pula beberapa imunisasi
dasar, antara lain :
a) BCG
b) DPT
c) Polio
d) Hepatitis
e) Campak
i. Pemeriksaan Penunjang
a) Pada kwashiorkor ;penurunan kadar albumin, kolesteron dan glukosa
b) Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan
albumin dan globulin serum dapat terbalik
c) Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari
pada asam amino non essiensial.
d) Kadar imunoglobulin normal, bahkan dapat menigkat
e) Kadar IgA serim normal, namun kadar IgA sekretori rendah.
f) Feses, urine, darah lengkap
g) Pemeriksaan albumin.
h) Hitung leukosit, trombosit
i) Hitung glukosa darah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
nutrisi.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun.
d. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, diit, perawatan, dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
3. Intervensi
a. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan perubahan status nutrisi
NOC : status nutrisi : intake nutrisi dan cairan.
Kriteria Hasil:
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
b. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
e. BB pasien dalam batas normal
NIC: Nutrition Monitoring
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk mengobservasi
penyimpangan dari normal.
b. Berikan makanan sedikit-sedikit dan makanan kecil tambahan
yang tepat.
Rasional: Meningkatkan nafsu makan dan memampukan pasien
untuk mempunyai pilihan terhadap makanan yang dapat
dinikmati.
c. Timbang berat badan anak tiap hari
Rasional: Pengawasan kehilangan nutrisi dan alat pengkajian
kebutuhan nutrisi.
d. Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat
makanan, jumlah kalori dengan tepat.
Rasional: Mengidentifikasi ketidakseimbangan antara perkiraan
kebutuhan nutrisi dan masukan.
e. Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah sakit
sesuai indikasi.
Rasional: Perawatan di rumah sakit memberikan kontrol
lingkungan dimana masukan makanan dapat dipantau.
f. Monitor adanya penurunan berat badan.
g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.
h. Monitor turgor kulit.
i. Monitor kekeringan,rambut kusam dan mudah patah.
j. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
k. Monitor kalori dan intake nutrisi.
Jelliffe, DB. 1994. Kesehatan Anak di Daerah Tropis, Edisi IV. Jakarta: Bumi
Aksara.
Markum. 1996. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. Jakarta: FKUI.
Aescullapius.