Anda di halaman 1dari 25

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Teoritis Kekurangan Kalori Protein (KKP)


1. Definisi
Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak
yang kurang mendapat masukan makanan yang cukup bergizi, atau
asupan kalori dan protein kurang dalam waktu yang cukup lama
(Ngastiyah, 1997).
Kekurangan kalori protein di klasifikasikan menjadi dua
berdasarkan berat tidanya yaitu KKP ringan atau sedang disebut juga
sebagai gizi kurang (undernutrition) ditandai oleh adanya hambatan
pertumbuhan dan KKP yang meliputi kwasiorkor, marasmus dan
kwasiorkor-marasmus. Malnutrisi kaori protein adalah tidak adekuat
nya intake protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh (Suriadi dan
Rita, 2001).
Kurang energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari hari
sehingga tidak memenuhi angka kebutuhan gizi (AKG)
(AriefMansjoer,2000)

2. Klasifikasi Kekurangan Kalori Protein (KKP)


Klasifikasi:
1) KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CD
2) KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
3) KEP berat : 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
Berdasarkan berat dan tidaknya, KKP dibagi menjadi :

a. KKP ringan/sedang disebut juga sebagai gizi kurang


(undernutrition) ditandai oleh adanya hambatan pertumbuhan.
b. KKP berat, meliputi:
1) Kwashiorkor
a) Definisi
Kwashiorkor adalah penyakit gangguan metabolik dan
perubahan sel yang menyebabkan perlemahan hati yang
disebabkan karena kekurangan asupan kalori dan protein
dalam waktu yang lama (Ngastiyah, 1997)
b) Etiologi
Penyebab utama dari kwashiorkor adalah makanan yang
sangat sedikit mengandung protein (terutama protein
hewani), kebiasaan memakan makanan berpati terus-
menerus, kebiasaan makan sayuran yang mengandung
karbohidrat.
Penyebab kwashiorkor yang lain yaitu:
1) Adanya pemberian makanan yang buruk yang mungkin
diberikan oleh ibu karena alasan: miskin, kurang
pengetahuan, dan adanya pendapat yang salah tentang
makanan.
2) Adanya infeksi, misalnya:
- Diare akan mengganggu penyerapan makanan.
- Infeksi pernapasan (termasuk TBC dan batuk rejan)
yang menambah kebutuhan tubuh akan protein dan
dapat mempengaruhi nafsu makan.
3) Kekurangan ASI
2) Marasmus
a) Definisi
Marasmus adalah penyakit yang timbul karena kekurangan
energi (kalori) sedangkan kebutuhan protein relatif cukup
(Ngastiyah, 1997).
b) Etiologi
Penyebab marasmus yang paling utama adalah karena
kelaparan. Kelaparan biasanya terjadi pada kegagalan
menyusui, kelaparan karena pengobatan, kegagalan
memberikan makanan tambahan.
3) Marasmus-Kwashiorkor
a) Definisi
Marasmik kwashiorkor merupakan malnutrisi pada pasien
yang telah mengalami kehilangan berat badan lebih dari
10%, penurunan cadangan lemak dan protein serta
kemunduran fungsi fisiologi. (Graham L. Hill, 2000).
b) Etiologi
Penyebab dari marasmik kwashiorkor sama pada
marasmus dan kwashiorkor.

3. Etiologi
Etiologi malnutrisi dapat primer, yaitu apabila kebutuhan individu
yang sehat akan protein, kalori atau keduanya, tidak dipenuhi oleh
makanan yang adekuat, atau sekunder, akibat adanya penyakit yang
menyebabkan asupan suboptimal, gangguan penyerapan dan
pemakaian nutrien, dan/atau peningkatan kebutuhan karena terjadinya
hilangnya nutrien atau keadaan stres. Kekurangan kalori protein
merupakan penyakit energi terpenting di negara yang sedang
berkembang dan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas
pada masa kanak kanak diseluruh dunia. (Rudolph, 2006). Penyebab
langsung dari KKP adalah defisiensi kalori protein dengan berbagai
tekanan, sehingga terjadi spektrum gejala-gejala dengan berbagai
nuansa dan melahirkan klasifikasi klinik (kwashiorkor, marasmus,
marasmus kwashiorkor). Penyebab tak langsung dari KKP sangat
banyak sehingga penyakit ini disebut sebagai penyakit dengan
multifactoral.
Berikut ini merupakan sistem holistik penyebab multifactoral
menuju ke arah terjadinya KKP :
a. Ekonomi negara rendah
b. Pendidikan umum kurang
c. Produksi bahan pangan rendah
d. Hygiene rendah
e. Pekerjaan rendah
f. Pasca panen kurang baik
g. Sistem perdagangan dan distribusi tidak lancar
h. Persediaan pangan kurang
i. Penyakit infeksi dan investasi cacing
j. Konsumsi kurang
k. Absorpsi terganggu
l. Utilisasi terganggu
m. K K P
n. Pengetahuan gizi kurang
o. Anak terlalu banyak

Secara umum, masalah KKP disebabkan oleh beberapa


faktor, yang paling dominan adalah tanggung jawab negara
terhadap rakyatnya karena bagaimana pun KKP tidak akan terjadi
bila kesejahteraan rakyat terpenuhi.
Berikut beberapa faktor penyebabnya :
1) Faktor sosial. Yang dimaksud faktor sosial adalah
rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
makana bergizi bagi pertumbuhan anak, sehingga
banyak balita tidak mendapatkan makanan yang bergizi
seimbang hanya diberi makan seadanya atau asal
kenyang. Selain itu, hidup di negara dengan tingkat
kepadatan penduduk yang tinggi sosial dan politik tidak
stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu dan berlangsung turun-temurun dapat
menjad hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
2) Kemiskinan. Kemiskinan sering dituding sebagai biang
keladi munculnya penyakit ini di negara-negara
berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat
menyababkan kebutuhan paling mendasar, yaitu pangan
pun sering kali tidak biasa terpenuhi apalagi tidak dapat
mencukupi kebutuhan proteinnya.
3) Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi
dengan bertambahnya ketersedian bahan pangan akan
menyebabkan krisis pangan. Ini pun menjadi penyebab
munculnya penyakit KKP.
4) Infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan
erat antara infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apa
pun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi
malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan
tubuh yang pada gilirannya akan mempermudah
masuknya beragam penyakit. Tindakan pencegahan
otomatis sudah dilakukan bila faktor-faktor
penyebabnya dapat dihindari. Misalnya, ketersediaan
pangan yang tercukupi, daya beli masyarakat untuk
dapat membeli bahan pangan, dan pentingnya
sosialisasi makanan bergizi bagi balita serta faktor
infeksi dan penyakit lain.
5) Pola makan. Protein (asam amino) adalah zat yang
sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang.
Meskipun intake makanan mengandung kalori yang
cukup, tidak semua makanan mengandung protein atau
asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui
umumnya mendapatkan protein dari Air Susu Ibu (ASI)
yang diberikan ibunya. Namun, bayi yang tidak
memperoleh ASI protein dari suber-sumber lain (susu,
telur, keju, tahu, dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan
nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya
kwashiorkor terutama pada masa peralihan ASI ke
makanan pengganti ASI.
6) Tingkat pendidikan orang tua khususnya ibu
mempengaruhi pola pengasuhan balita. Para ibu kurang
mengerti makanan apa saja yang seharusnya menjadi
asupan untuk anak-anak mereka.
7) Kurangnya pelayanan kesehatan, terutama
imunisasi. Imunisasi yang merupakan bagian dari
system imun mempengaruhi tingkat kesehatan bayi dan
anak-anak.

4. Manifestasi Klinis
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya
anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis
besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-
kwashiorkor. Tanpa mengukur/melihat BB bila disertai edema yang
bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe
kwasiorkor.

a. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di


seluruh tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut
tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan
rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil
(hipotrofi), bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah
terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit
infeksi terutama akut, diare dan anemia.
b. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang
terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit
keriput, jaringan lemak subkutan minimal/tidak ada, perut cekung,
iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.
c. Marasmus kwashiorkor, Gambaran klinik merupakan campuran dari
beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U
<60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok,

5. Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan
kalori,protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan
kekurangan makanan makanan, tubuh berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau
energi, kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,protein
merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan,karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kebutuhan
tubuh untuk memepertahankan karbohidrat sangat sedikit, sehingga
setelah 25 jam sudah terjadi kekurangan.
Akibat katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilakan asam amino yang akan segera diubah jadi karbohidrat
di hepar dan ginjal. Selama puasa lemak di pecah menjadi asam
lemak,gliserol,dan ketan bodies. Otot dapat memepergunakan asam
lemak dan keton bodies,sebagai sumber energi kalau kekurangan
makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri
jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan
separuh dari tubuh.
a. Pathway Marasmus

6. Komplikasi
a. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia) Vitamin A berfungsi pada
penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata terkena
cahaya). Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut menjadi
keratomalasia (menjadi buta).
b. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis. Tiamin
berfungsi sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat.
Defisiensi vitamin B1 menyebabkan penyakit beri-beri dan
mengakibatkan kelainan saraf, mental dan jantung.
c. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis) Vitamin B2/riboflavin
berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2
menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut,
glositis, kelainan kulit dan mata.
d. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
e. Defisiensi Vitamin B12 Dianggap sebagai faktor anti anemia
dalam faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 dapat
menyebabkan anemia pernisiosa.
f. Defisit Asam Folat Menyebabkan timbulnya anemia makrositik,
megaloblastik, granulositopenia, trombositopenia.
g. Defisiensi Vitamin C Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu
integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan untuk
pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas karena merupakan
bagian dalam pembentukan zat intersel, pada proses pematangan
eritrosit, pembentukan tulang dan dentin.
h. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi,
Yodium Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter)
yang dapat merugikan tumbuh kembang anak.
i. Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia.
j. Noma sebagai komplikasi pada KEP berat Noma atau stomatitis
merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif
sehingga dapat menembus pipi, bibir dan dagu. Noma terjadi bila
daya tahan tubuh sedang menurun. Bau busuk yang khas
merupakan tanda khas pada gejala ini.

7. Diagnosis
a. Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh
kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan
fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin)
b. Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin
c. Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi
badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur),
BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar
lengan atas menurut tinggi badan)
d. Analisis diet dan pertumbuhan Riwayat diet rinci, pengukuran
pertumbuhan, indeks massa tubuh (BMI), dan pemeriksaan fisik
lengkap ditunjukkan. Tindakan pengukuran tinggi badan-banding-
usia atau berat badan-untuk-tinggi pengukuran kurang dari 95%
dan 90% dari yang diharapkan atau lebih besar dari 2 standar
deviasi di bawah rata-rata untuk usia. Pada anak yang lebih dari 2
tahun, pertumbuhan kurang dari 5 cm / th juga dapat menjadi
indikasi defisiensi.

8. Pemeriksaan Fisik

a. Pada marasmus, anak kurus muncul dengan ditandai hilangnya


lemak subkutan dan pengecilan otot. Kulit adalah xerotik, keriput,
dan longgar. Monyet fasies sekunder hilangnya bantalan lemak
bukal adalah karakteristik dari gangguan ini. Marasmus mungkin
tidak memiliki dermatosis klinis. Namun, temuan tidak konsisten
termasuk kulit halus, rambut rapuh, alopesia, pertumbuhan
terganggu, dan fissuring pada kuku. Dalam kekurangan energi
protein, rambut lebih berada dalam fase (istirahat) telogen dari
dalam fase (aktif) anagen, kebalikan dari normal. Kadang-kadang,
seperti pada anoreksia nervosa, ditandai pertumbuhan rambut
lanugo dicatat.

b. Kwashiorkor biasanya menyajikan dengan gagal tumbuh, edema,


fasies bulan, perut bengkak (perut buncit), dan hati berlemak. Saat
ini, perubahan kulit merupakan karakteristik dan kemajuan selama
beberapa hari. Kulit menjadi gelap, kering, dan kemudian membagi
terbuka ketika ditarik, mengungkapkan daerah pucat antara celah-
celah (yaitu, gila trotoar dermatosis, kulit enamel cat). Fitur ini
terlihat terutama di daerah yang tekanan. Berbeda dengan pellagra,
perubahan ini jarang terjadi pada kulit yang terkena sinar matahari.

c. Depigmentasi rambut menyebabkannya menjadi kuning kemerahan


menjadi putih. Rambut keriting menjadi diluruskan. Jika periode
gizi buruk diselingi dengan gizi yang baik, bolak band rambut
pucat dan gelap, masing-masing, yang disebut tanda bendera,
mungkin terjadi. Juga, rambut menjadi kering, kusam, jarang, dan
rapuh, mereka bisa ditarik keluar dengan mudah. Resesi Temporal
dan rambut rontok dari belakang kepala terjadi, kedua
kemungkinan untuk menekan ketika anak berbaring. Dalam
beberapa kasus, kehilangan rambut dapat menjadi ekstrim. Rambut
juga bisa menjadi lebih lembut dan lebih halus dan terlihat sulit
diatur. Bulu mata dapat mengalami perubahan yang sama,
memiliki penampilan sapu disebut.

d. Lempeng kuku yang tipis dan lembut dan dapat pecah-pecah atau
bergerigi. Atrofi papila di lidah, sudut stomatitis, xerophthalmia,
dan cheilosis dapat terjadi. Penyakit radang usus, seperti penyakit
Crohn dan kolitis ulserativa, juga dapat menghasilkan manifestasi
kulit sekunder kekurangan gizi.

e. Defisiensi vitamin C biasanya timbul manifestasi sebagai


perdarahan perifollicular, petechiae, perdarahan gingiva, dan
perdarahan sempalan, selain hemarthroses dan perdarahan
subperiosteal. Anemia bisa terjadi, dan penyembuhan luka
mungkin terganggu. Kekurangan niacin klinis bermanifestasi
sebagai pellagra yaitu, dermatitis, demensia, diare dalam kasus-
kasus lanjutan. Dermatitis memanifestasikan di daerah terkena
sinar matahari, termasuk punggung, leher (kalung Casal), wajah,
dan dorsum tangan (pellagra) awalnya sebagai eritema
menyakitkan dan gatal. Selanjutnya, vesikel dan bula dapat
mengembangkan dan meletus, menciptakan berkulit, lesi bersisik.
Akhirnya, kulit menjadi kasar dan ditutupi oleh sisik gelap dan
remah. Demarkasi mencolok dari daerah yang terkena dampak dari
kulit normal dicatat.

f. Kekurangan energi protein juga dikaitkan dengan kemungkinan


peningkatan calciphylaxis, sebuah vasculopathy kapal kecil yang
melibatkan kalsifikasi mural dengan proliferasi intimal, fibrosis,
dan trombosis. Akibatnya, iskemia dan nekrosis kulit terjadi.
Jaringan lain terpengaruh termasuk lemak subkutan, organ viseral,
dan otot rangka. Sebuah studi oleh Harima dkk melaporkan tentang
efek makanan ringan malam pada pasien yang menerima
kemoterapi untuk karsinoma hepatoseluler.

9. Pemeriksaan Laboratorium
1) Glukosa darah
2) Pemeriksaan Pap darah dengan mikroskop atau pengujian deteksi
langsung
3) Hemoglobin
4) PemeriksaanUrine pemeriksaan dan kultur
5) Pemeriksaan tinja dengan mikroskop untuk telur dan parasit
6) Serum albumin
7) Tes HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua anak,
dan kerahasiaan harus dipelihara.)
8) Elektrolit

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kurang kalori protein (Suriand & Rita Yuliani, 2001)
a. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin
b. Pemberian terapi cairan dan elektrolit
c. Penanganan diare bila ada : cairan, antidiare, dan antibiotic
Penatalaksanan KKP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin
(Arief Mansjoer, 2000) :
d. Atasi atau cegah hipoglikemi
Periksa kadar gula darah bila ada hipotermi (suhu skala < 35
derajat celciul suhu rektal 35,5 derajat celcius). Pemberian
makanan yang lebih sering penting untuk mencegahkedua kondisi
tersebut. Bila kadar gula darah di bawah 50 mg/dl, berikan : a. 50
mlbolus glukosa 10 % atau larutan sukrosa 10% (1 sdt gula dalam
5 adm air) secara oral atau sonde / pipa nasogastrik b. Selanjutnya
berikan lanjutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan bagian dari jatah untuk 2 jam) c. Berikan antibiotik d.
Secepatnya berikan makanan setiap 2 jam, siang dan malam
e. Atasi atau cegah hipotermi
Bila suhu rektal < 35.5 derajat celcius : a. Segera berikan makanan
cair / formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu) b.
Hangatkan anak dengan pakaian atau seelimut sampai menutup
kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol
air panas) atau peluk anak di dasa ibu, selimuti. c. Berikan
antibiotik d. Suhu diperiksa sampai mencapai > 36,5 derajat celcius
f. Atasi atau cegah dehidrasi
Jangan mengunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali
keadaan syok/rentan. Lakukan pemberian infus dengan hati hati,
tetesan pelan pelan untuk menghindari beban sirkulasi dan
jantung. Gunakan larutan garam khusus yaitu resomal (rehydration
Solution for malnutrition atau pengantinya).
g. Antibiotik diberikan jika anak terdapat penyakit penyerta.

Prinsip pengobatan MEP adalah:


a. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein
bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan
mineral.

b. Makanan harus dihidangkan dalam bentuk yang mudah dicerna


dan diserap.

c. Makanan diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap


makanan sangat rendah. Protein yang diperlukan 3-4 gr/kg/hari,
dan kalori 160-175 kalori.

d. Antibiotik diberikan jika anak terdapat penyakit penyerta.

e. Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan


penyuluhan gizi terhadap keluarga.

Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman


pemberian cairan parenteral adalah sebagai berikut:

a. Jumlah cairan adalah 200 ml/kgBB/hari untuk kwashiorkor


atau marasmus kwashiorkor, dan 250 ml/kg BB/hari untuk
marasmus.

b. Jenis cairan yang dipilah adalah Darrow-glukosa aa dengan


kadar glukosa dinaikkan menjadi 10% bila terdapat
hipoglikemia.

c. Cara pemberiannya adalah sebanyak 60 ml/kg BB


diberikan dalam 4-8 jam pertama, kemudian sisanya
diberikan dalam waktu 16-20 jam berikutnya.

d. Makanan tinggi energi tinggi protein (TETP) diolah dengan


kandungan protein yang dianjurkan adalah 3,0-5,0 gr/kg
BB dan jumlah kalori 150-200 kkal/kg BB sehari.

e. Asam folat diberikan per oral dengan variasi dosis antara


35 mg/hari pada anak kecil dan 315 mg/hari pada anak
besar. Kebutuhan kalium dipenuhi dengan pemberian KCL
oral sebanyak 75-150mg/kg BB/hari (ekuivalen dengan 1-2
mEq/kg BB/hari); bila terdapat tanda hipokalemia diberikan
KCl secara intravena dengan dosis intramuskular atau
intravena dalam bentuk larutan MG-sulfat 50% sebanyak
0,4-0,5 mEq/kgBB/hari selama 4-5 hari pertama perawatan.

11. Penanganan Diet


Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu Fase
Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
1) Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati,
karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik
berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak
dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein
cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja. Formula khusus
seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco yang dianjurkan
dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa
agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet
sebagai berikut :
a) Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
b) Energi : 100 kkal/kg/hari
c) Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
d) Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg
bb/hari)
e) Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi
Formula WHO 75/pengganti/Modisco dengan menggunakan
cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan
sendok/pipet
f) Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco atau
pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai
dengan kebutuhan anak
Keterangan :
a) Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema,
maka tahapan pemberian formula bisa lebih cepat dalam
waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
b) Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO
75/pengganti/Modisco dalam sehari, maka berikan sisa
formula tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan
ketrampilan petugas )
c) Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg
bb/hari
d) Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan
menjadi setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi
menjadi setiap 4 jam
e) Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir
minggu 1)
Pantau dan catat :
a) Jumlah yang diberikan dan sisanya
b) Banyaknya muntah
c) Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
d) Berat badan (harian)
selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada
penderita dengan edema , mula-mula berat badannya akan
berkurang kemudian berat badan naik
Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)

2) Fase Transisi (minggu ke 2)

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara


berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat
terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak
secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-
1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal
dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam.
Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan
dengan kandungan energi dan protein yang sama.

Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya


sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30
ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi:

a. frekwensi nafas

b. frekwensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi
> 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan,
kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali,
ulangi menaikkan volume seperti di atas.

Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:

a) Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak


terbatas dan sering.
b) Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
c) Protein 4-6 gram/kg bb/hari
d) Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri
formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
a) Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah
tidak terbatas dan sering
b) Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
c) Protein 4-6 g/kgbb/hari
d) Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan
makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI
tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
e) Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
a) Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
b) Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.
Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-
evaluasi menyeluruh.

1) Cara Penanggulangan KKP


KKP merupakan salah satu masalah serius yang sedang dihadapi
Indonesia. Kita dapat berusaha agar KKP dapat dikuragi. Berikut
adalah cara-cara pencegahannya :
a. Tingkat keluarga
1) Ibu membawa balita ke posyandu untuk ditimbang
2) Memberi ASI pada usia sampai enam bulan
3) Memberi maknan pendukung ASI yang mengandung berbagai
gizi (kalori, vitamin, mineral)
4) Memberitahukan petugas kesehatan bila balita mengalami sakit
5) Menhindari pemberian makanan buatan kepada anak-anak
untuk menggantikan ASI sepanjang ibu masih mampu
menghasilkan ASI
6) Melindungi anak dari kemungkinan menderita diare dan
dehidrasi dengan cara memelihara kebersihan, menggunakan
air masak untuk minum, mencuci alat pembuat susu dan
makanan bayi serta penyediaan oralit
7) Mengatur jarak kehamilan ibu agar ibu cukup waktu untuk
merawat dan mengatur makanan yang bergizi untuk buah hati
mereka

b. Tingkat posyandu
1) Kader melakukan penimbangan pada balita setiap bulan di
posyandu
2) Kader memberikan penyuluhan tentang makanan pendukung
ASI (MP-ASI)
3) Kader memberikan pemulihan bayi balita yang berada di garis
merah (PMT) contoh : KMS
4) Pemberian imunisasi untuk melindungi anak dari penyakit
infeksi seperti TBC, polio dan ada pula beberapa imunisasi
dasar, antara lain :
a) BCG
b) DPT
c) Polio
d) Hepatitis
e) Campak

B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan KKP


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, alamat, umur, jenis kelamin,dst.
b. Keluhan utama
1) Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak
pada kaki dan tangan, kondisi lemah dan tidak mau maka, BB
menurun dll.
2) Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau
makan, badan kelihatan kurus dll.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit sekarang
a) Kapan keluhan mulai dirasakan
b) Kejadian sudah berapa lama.
c) Apakah ada penurunan BB
d) Bagaimanan nafsu makan pasien
e) Bagaimana pola makannya
f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa,
kapan, jenis obatnya.
d. Pola penyakit dahulu
Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti
sekarang
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang
berhubungan dengan kekurangan gizi atau kurang protein.
f. Riwayat penyakit sosial
1) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu
2) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi.
3) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien
4) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
g. Riwayat spiritual
Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status
gizi pasien meliputi :
a) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi
pasien
b) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB
menurun, muka seperti bulan.
c) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan
kusam, tampak siannosis, perut membuncit
2) Palpasi
Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek dan pada kwashiorkor
terdapat pembesaran hati

i. Pemeriksaan Penunjang
a) Pada kwashiorkor ;penurunan kadar albumin, kolesteron dan glukosa
b) Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan
albumin dan globulin serum dapat terbalik
c) Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari
pada asam amino non essiensial.
d) Kadar imunoglobulin normal, bahkan dapat menigkat
e) Kadar IgA serim normal, namun kadar IgA sekretori rendah.
f) Feses, urine, darah lengkap
g) Pemeriksaan albumin.
h) Hitung leukosit, trombosit
i) Hitung glukosa darah

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
nutrisi.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun.
d. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, diit, perawatan, dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

3. Intervensi
a. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan perubahan status nutrisi
NOC : status nutrisi : intake nutrisi dan cairan.
Kriteria Hasil:
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
b. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
e. BB pasien dalam batas normal
NIC: Nutrition Monitoring
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk mengobservasi
penyimpangan dari normal.
b. Berikan makanan sedikit-sedikit dan makanan kecil tambahan
yang tepat.
Rasional: Meningkatkan nafsu makan dan memampukan pasien
untuk mempunyai pilihan terhadap makanan yang dapat
dinikmati.
c. Timbang berat badan anak tiap hari
Rasional: Pengawasan kehilangan nutrisi dan alat pengkajian
kebutuhan nutrisi.
d. Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat
makanan, jumlah kalori dengan tepat.
Rasional: Mengidentifikasi ketidakseimbangan antara perkiraan
kebutuhan nutrisi dan masukan.
e. Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah sakit
sesuai indikasi.
Rasional: Perawatan di rumah sakit memberikan kontrol
lingkungan dimana masukan makanan dapat dipantau.
f. Monitor adanya penurunan berat badan.
g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.
h. Monitor turgor kulit.
i. Monitor kekeringan,rambut kusam dan mudah patah.
j. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
k. Monitor kalori dan intake nutrisi.

b. Diagnosa: Kerusakan integritas kulit berhubungan


dengan perubahan status nutrisi.
NOC : Tissue Integrity : skin and mucous membranes.
Kriteria hasil :
1) Integritas kulit yang baik bias dipertahankan.
2) Tidak ada luka / lesi pada kulit.
3) Perfusi jaringan baik.
4) Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang.
5) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan
kulit dan perawatan alami.
NIC : Tissue integrity;skin and mucous.
Intervensi :
1) Monitor kulit akan adanya kemerahan.
2) Oleskan lotion pada derah yang tertekan.
3) Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.
4) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

c. Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh


menurun.
NOC : Risk Control
Kriteria hasil :
1) Kenali faktor resiko infeksi
2) Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko.
3) Monitor perubahan status kesehatan.
4) Mendorong gaya hidup status kesehatan (dari status kesehatan
yang buruk ke status kesehatan yang baik).
5) Menunjukan perilaku hidup sehat.
NIC : Infection Protection
Intervensi :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi.
2) Monitor kerentanan terhadap infeksi.
3) Batasi pengunjung.
4) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan
panas.
5) Ajarkan cara menghindari infeksi.
6) Instrusikan pasien untuk minum obat antibiotik sesuai resep.
Daftar Pustaka

Hill, Graham L. 2000. Buku Ajar Nutrisi Bedah. Jakarta: Farmamedia.

Jelliffe, DB. 1994. Kesehatan Anak di Daerah Tropis, Edisi IV. Jakarta: Bumi

Aksara.

Markum. 1996. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. Jakarta: FKUI.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC

Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media

Aescullapius.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I Obesitas Anak
    Bab I Obesitas Anak
    Dokumen4 halaman
    Bab I Obesitas Anak
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab III Obesitas Anak
    Bab III Obesitas Anak
    Dokumen2 halaman
    Bab III Obesitas Anak
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii TBC Anak
    Bab Iii TBC Anak
    Dokumen3 halaman
    Bab Iii TBC Anak
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii TBC Anak
    Bab Ii TBC Anak
    Dokumen25 halaman
    Bab Ii TBC Anak
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen23 halaman
    Bab 2
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen3 halaman
    Bab 1
    vita
    Belum ada peringkat
  • Askep HIV/ AIDS
    Askep HIV/ AIDS
    Dokumen13 halaman
    Askep HIV/ AIDS
    Ebby Dira Pratama
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen30 halaman
    Bab Ii
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen23 halaman
    Bab 2
    vita
    Belum ada peringkat
  • Proposal PKMD
    Proposal PKMD
    Dokumen13 halaman
    Proposal PKMD
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    vita
    Belum ada peringkat