Anda di halaman 1dari 23

BAB II

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Saluran pernafasan dari atas kebawah dapat dirinci sebagai berikut:


Rongga hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, paru-paru
(bronkiolus, alveolus). Saluran nafas bagian atas adalah rongga hidung,
faring dan laring dan saluran nafas bagian bawah adalah trachea, bronchi,
bronchioli dan percabangannya sampai alveoli. Area konduksi adalah
sepanjang saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis, tempat
lewatnya udara pernapasan, membersihkan, melembabkan & menyamakan
udara dengan suhu tubuh hidung, faring, trakhea, bronkus, bronkiolus
terminalis. Area fungsional atau respirasi adalah mulai bronchioli
respiratory sampai alveoli, proses pertukaran udara dengan darah.
1. Hidung
Hidung adalah organ indra penciuman. Ujung saraf yang mendeteksi
penciuman berada di atap (langit-langit) hidung di area lempeng
kribriformis tulang etmoid dan konka superior. Ujung saraf ini
distimulasi oleh bau di udara. Impuls saraf dihantarkan oleh saraf
olfaktorius ke otak dimana sensasi bau dipersepsikan. Ketika masuk
dihidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Hal ini
dilakukan oleh sel epitel yang memiliki lapisan mukus sekresi sel
goblet dan kelenjar mukosa. Lalu gerakan silia mendorong lapisan
mukus ke posterior didalam rongga hidung dan ke superior saluran
pernapasan bagian bawah menuju faring. Nares anterior adalah
saluransaluran didalam lubang hidung. Saluran saluran ini bermuara
kedalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum hidung. Rongga
hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,
dan bersambung dengan lapisan farink dan selaput.
2. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Bila terjadi radang disebut pharyngitis. Saluran faring
rnemiliki panjang 12-14 cm dan memanjang dari dasar tengkorak
hingga vertebra servikalis ke-6. Faring berada di belakang hidung,
mulut, dan laring serta lebih lebar di bagian atasnya. Dari sini partikel
halus akan ditelan atau di batukkan keluar. Udara yang telah sampai ke
faring telah diatur kelembapannya sehingga hampir bebas debu,
bersuhu mendekati suhu tubuh.Lalu mengalir ke kotak suara (Laring).
3. Laring
Terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh
otot-otot yang mengandung pita suara, selain fonasi laring juga
berfungsi sebagai pelindung. Laring berperan untuk pembentukan
suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan
dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing
(gumpalan makanan), infeksi (misalnya difteri) dan tumor. pada waktu
menelan, gerakan laring keatas, penutupan glotis (pemisah saluran
pernapasan bagian atas dan bagian bawah) seperti pintu epiglotis yang
berbentuk pintu masuk. Jika benda asing masuk melampaui glotis
batuk yang dimiliki laring akan menghalau benda dan sekret keluar
dari pernapasan bagian bawah.
4. Trakea
Trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai
20 cincin kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
terbentuk seperti C. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas
epitilium bersilia dan sel cangkir. Trakea hanya merupakan suatu pipa
penghubung ke bronkus. Dimana bentuknya seperti sebuah pohon oleh
karena itu disebut pohon trakeobronkial. tempat trakea bercabang
menjadi bronkus di sebut karina. di karina menjadi bronkus primer kiri
dan kanan, di mana tiap bronkus menuju ke tiap paru (kiri dan kanan),
Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme
dan batuk berat jika dirangsang.
5. Percabangan Bronkus
Bronkus merupakan percabangan trachea. Setiap bronkus primer
bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan
tersier dengan diameter yang semakin kecil. Struktur mendasar dari
paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya secara
berurutan adalah bronki, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus
respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli. Dibagian bronkus masih
disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai memasuki paru-paru
disebut intrapulmonar.
6. Paru-Paru
Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan
tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu
struktur blok padat yang berada dibelakang tulang dada. Paru-paru
menutupi jantung, arteri dan vena besar, esofagus dan trakea. Paru-
paru berbentuk seperti spons dan berisi udara dengan pembagaian
ruang sebagai berikut :
a. Paru kanan, memiliki tiga lobus yaitu superior, medius dan inferior.
b. Paru kiri berukuran lebih kecil dari paru kanan yang terdiri dari dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar,
sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru
mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang
cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
B. Tinjauan Teoritis Asfiksia Neonatorum
1. Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir
yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia
dan hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI,
1992).
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat
segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini
disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).

2. Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit
pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari
ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini
dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah
lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan
kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa
kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk
keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau
persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir
dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat
dan maksimal pada saat lahir.

Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah:


a. Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi
akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.Gangguan
aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus
yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan
janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan
kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus
akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan
plasenta, dan lain-lain.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat
ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ;
pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu
secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan
janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan
intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia
paru dan lain-lain.

3. Klasifikasi
TANDA 0 1 2 Jumlah
Nilai
Frekuensi Tidak Ada <100x/menit >100x/menit
Jantung
Usaha Tidak Ada Lambat, Menangis
Bernafas Tidak teratur kuat
Tonus Otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif
fleksi sedikit
Refleks Tidak Ada Gerakan Menangis
sedikit
Warna Kulit Biru/Pucat Tubuh Tubuh dan
kemerahan Ekstremitas
ekstremitas kemerahan
biru

Interpretasi nilai APGAR Score


Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia ringan
Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit


ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian
dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna
untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan
prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai
30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti
penilaian skor apgar)
Asfiksia neonatorum di klasifikasikan :
a. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
b. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis
berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada
asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau
bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama
pada asphyksia berat.

4. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan
dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan
mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin
tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang
diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk
respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah
dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena
konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi
darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang
masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi.
Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada
didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap.
Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran
darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus
Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan
meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung
kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam
Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam
arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup
sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari
vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan
asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus,
ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital
seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut
maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output.
Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan
saat ini akan mulai terjadi suatu Hypoxic Ischemic Enchephalopathy
(HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi
sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir
akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi
secara cepat dan tepat.
Pathway
5. Manifestasi Klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan
yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut,
gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai
menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara
berangsur-agsur berkurang dari bayi memasuki periode apneu primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara
lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis,
nadi cepat
Gejala lanjut pada asfiksia :
a. Pernafasan megap-magap dalam
b. Denyut jantung terus menurun
c. Tekanan darah mulai menurun
d. Bayi terlihat lemas (flaccid)Menurunnya tekanan O2 anaerob
(PaO2)
e. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
f. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik
g. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
h. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
i. Pernafasan terganggu.
j. Detik jantung berkurang
k. Reflek / respon bayi melemah
l. Tonus otot menurun
m. Warna kulit biru atau pucat

6. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Hipoksia dan iskemia otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang
telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran
darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan
hipoksia dan iskemik otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada
saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada
keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah yang
seharusnya dialirkan keginjal menurun. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pengeluaran urine sedikit.
c. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia
dan perdarahan pada otak.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan
dari hipoksia janin. Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal
yang perlu mendapat perhatian yaitu :
a. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama
his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada
keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya
tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai di
bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik
elektrokardigraf janin digunakan untuk terus-menerus menghadapi
keadaan denyut jantung dalam persalinan.
b. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan
oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh
(sampel) darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah
7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin
disertai asfiksia.

Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis


adanya asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1) Analisa Gas Darah
2) Elektrolit Darah
3) Gula Darah
4) Berat Bayi
5) USG (kepala)
6) Penilaian APGAR Score
7) Pemeriksaan EGC dan CT-Scan

8. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut
resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin
muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-
tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
a. Memastikan saluran bayi terbuka.
1) Meletakan bayi dalam posisi yang benar.
2) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
3) Bila perlu memasukan ET untuk memastikan pernapasan
terbuka.
b. Memulai peenapasan :
1) Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan
menyentil atau menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan
punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh,
tungkai dan kepala bayi.
2) Bila perlu lakukan fentilasi tekanan positif.
c. Mempertahankan sirkulasi darah.
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi
dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus:

a. Tindakan umum :
1) Pengawasan suhu.
2) Pembersihan jalan nafas.
3) Rangsang untuk menimbulkan pernapasan
b. Tindakan khusus :
1) Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan
tekanan, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan
O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu
disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4
mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-
4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena
perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat
jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan
perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit.
Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan
1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi
harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi.

2) Asfiksia ringan dan sedang


Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam
waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi
aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter
O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam
posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu
keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil
diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi
memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan
mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak
dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan
tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke
mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari
mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan
O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit
dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul.
Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan
berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau
perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera
dilakukan, bikarbonat natrium dan glukosa dapat segera
diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
1) Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama,
suku/bangsa, tanggal mrs, tanggal pengkajian, ruangan,
diagnosa medis no. rekam medik)
2) Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, umur)
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama
Kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas atau hipoksia
janin akibat otot pernapasan yang kurang optimal.
2) Riwayat Kesehatan dahulu
Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, natal, neonatal,
posnatal).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang
sama atau penyakit lainnya.
4) Kebutuhan Dasar
Sirkulasi
a) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai
45 mmHg (diastolik).
b) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik
intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada
ruang intercosta III/IV.
c) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama
kehidupan.
d) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1
vena.

Eliminasi

Dapat berkemih saat lahir.Makanan/ cairanBerat badan : 2500-


4000 gram, Panjang badan : 44-45 cm, Turgor kulit elastis
(bervariasi sesuai gestasi)

Neurosensori

a) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.

b) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap


selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode
pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding,
edema, hematoma).
c) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek
narkotik yang memanjang)
Pernafasan
a) Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus
antara 7-10.
b) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada
awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum
terjadi.
Keamanan
a) Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks
(jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
b) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat
terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin
belang-belang menunjukkan memar minor (misal :
kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin,
petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan
peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda
nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat.
Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda
internal).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada anak dngan DHF yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak
teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius
5. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan
anggota keluarga.
Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
o. Keperawatan
Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan kebutuhan oral/ 1. Untuk memungkinkan
nafas tidak efektif asuhan keperawatan diha- suction tracheal. reoksigenasi.
b.d produksi rapkan bersihan jalan nafas 2. Auskultasi suara nafas 2. Pernapasan bising, ronki dan
mukus berlebih kembali efektif, dengan sebelum dan sesudah suction. mengi menunjukkan tertahan-nya
kriteria hasil : 3. Beritahu keluarga tentang secret.
suction. 3. Membantu memberikan infor-
Indikator T A 4. Bersihkan daerah bagian masi yang benar pada keluarga.
tracheal setelah suction selesai 4. Mencegah obstruksi/aspirasi.
Tidak menunjukkan dilakukan. 5. Membantu untuk
demam 5. Monitor status oksigen pasien, mengidentifikasi perbedaan
Tidak menunjukkan status hemodinamik segera status oksigen sebelum dan
cemas sebelum, selama dan sesudah sesudah suction.
Rata-rata repirasi suction
dalam batas normal
Pengeluaran
sputum melalui
jalan nafas
Tidak ada suara
nafas tambahan
Tidak adanya
sianosis
PaCO2 dalam batas
normal
PaO2 dalam batas
normal
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan kepatenan jalan 1. Untuk menghilangkan mucus
efektif b.d asuhan keperawatan diharap- nafas dengan melakukan yang terakumulasi dari
hipoventilasi/ kan pola nafas menjadi efektif pengisapan lender nasofaring, tracea.
hiperventilasi dengan kriteria hasil : 2. Auskultasi jalan nafas untuk 2. Bunyi nafas menurun/tak ada
Indikator T A mengetahui adanya penurunan bila jalan nafas obstruksi
Pasien ventilasi sekunder. Ronki dan mengi
menunjukkan pola 3. Berikan oksigenasi sesuai menyertai obstruksi jalan
nafas yang efektif kebutuhan nafas/kegagalan pernafasan.
Ekspansi dada 3. Memaksimalkan bernafas dan
simetris menurunkan kerja nafas.
Tidak ada bunyi
nafas tambahan
Kecepatan dan
irama respirasi
dalam batas
normal

Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

3 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji bunyi paru, frekuensi 1. Penurunan bunyi nafas dapat
pertukaran gas b.d keperawatan pada pasien nafas, kedalaman nafas dan menunjukkan atelektasis. Ronki,
ketidakseimbanga diha-rapkan pertukaran gas produksi sputum mengi menunjukkan akumulasi
n perfusi ventilasi teratasi, dengan kriteria hasil : 2. Pantau saturasi O2 dengan secret/ketidakmampuan untuk
oksimetri membersihkan jalan nafas yang
Indikator T A 3. Berikan oksigen tambahan dapat menimbulkan peningkatan
Tidak sesak nafas yang sesuai. kerja pernafasan.
Fungsi paru dalam 2. Penurunan kandungan oksigen
batas normal (PaO2) dan/atau saturasi atau
Keterangan : peningkatan PaCO2
1. Keluhan ekstrim menunjukkan kebutuhan untuk
2. Keluhan berat intervensi/perubahan program
3. Keluhan sedang terapi.
4. Keluhan ringan 3. Alat dalam memperbaiki
5. Tidak ada keluhan hipoksemia yang dapat terjadi
sekunder terhadap penurunan
ventilasi/menurunnya permukaan
alveolar paru.
4 Rsisiko cedera b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Cuci tangan setiap sebelum 1. Mengurangi kontaminasi silang
anomali keperawatan selama proses dan sesudah merawat bayi 2. Mencegah penyebaran infeksi
kongenital tidak keperawatan diharapkan 2. Pakai sarung tangan steril atau kontaminasi silang.
terdeteksi atau risiko cedera dapat dicegah 3. Lakukan pengkajian fisik 3. Untuk mengetahui apakah ada
tidak teratasi secara rutin terhadap bayi baru kelainan pada bayi.
pemajanan pada lahir, perhatikan pembuluh 4. Membantu keluarga untuk
agen-agen serius darah tali pusat dan adanya mendapatkan pendidikan dan
anomaly. pengetahuan yang benar tentang
4. Ajarkan keluarga tentang tanda tanda dan gejala infeksi, begitu
dan gejala ineksi dan juga dengan penanganan yang
melaporkannya pada pemberi benar.
layanan kesehatan. 5. Membantu memberi kekebalan
5. Berikan agen imunisasi sesuai anak terhadap agen infeksi.
indikasi (imunoglobulin
Hepatitis B dari vaksin
hepatitis B bila serum ibu
mengandung antigen
permukaan Hepatitis B
(HbsAg) anti gen inti Hepatitis
B (HbsAg), atau antigen E
(HbeAg).
5 Proses keluarga Setelah dilaukan tindakan 1. Buat hubungan dan akui 1. Membantu orang terdekat
terhenti b.d keperawatan selama proses kesulitan situasi pada untuk menerima apa yang terjadi
pergantian dalam keperawatan diharapkan keluarga dan berkeinginan untuk membagi
status kesehatan koping keluarga adekuat. 2. Tentukan pengetahuan akan masalah dengan staf
anggota keluarga situasi sekarang
1. b 2. Sediakan informasi untuk
3. Ikut sertakan uorang terdekat memulai perencanaan perawatan
dalam pemberiana informasi, dan membuat keputusan.
pemecahan masalah
t dan Kurangnya informasi dapat
perawatan pasien sesuai menganggu respons pemberi/
kemungkinan penerima asuhan terhadap situasi
penyakit
3. Informasi dapat mengurangi
perasaan tanpa harapan dan tidak
berguna. Keikutsertaan dalam
perawatan akan meningkatkan
perasaan kontrol dan harga diri
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I Obesitas Anak
    Bab I Obesitas Anak
    Dokumen4 halaman
    Bab I Obesitas Anak
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab III Obesitas Anak
    Bab III Obesitas Anak
    Dokumen2 halaman
    Bab III Obesitas Anak
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii TBC Anak
    Bab Iii TBC Anak
    Dokumen3 halaman
    Bab Iii TBC Anak
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii TBC Anak
    Bab Ii TBC Anak
    Dokumen25 halaman
    Bab Ii TBC Anak
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen3 halaman
    Bab 1
    vita
    Belum ada peringkat
  • Askep HIV/ AIDS
    Askep HIV/ AIDS
    Dokumen13 halaman
    Askep HIV/ AIDS
    Ebby Dira Pratama
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen25 halaman
    Bab Ii
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen30 halaman
    Bab Ii
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen23 halaman
    Bab 2
    vita
    Belum ada peringkat
  • Proposal PKMD
    Proposal PKMD
    Dokumen13 halaman
    Proposal PKMD
    vita
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    vita
    Belum ada peringkat