Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Singkat PKS Rambutan


PKS Rambutan (gambar 2.1) merupakan salah satu Pabrik dari 11 PKS
yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara III (persero). Letak PKS Rambutan
berada di Desa Paya Bagas Kecamatan Rambutan, Kotamadya Tebing Tinggi,
Propinsi Sumatera Utara. Atau sekitar 85 km kearah Tenggara Kota Medan.
PKS Rambutan dibangun pada tahun 1983 dengan kapasitas olah 30
ton/jam. Dimana sumber bahan baku (TBS) berasal dari kebun seinduk, kebun
pihak ketiga terutama Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang berada di daerah
Serdang Bedagai/Deli Serdang dan sekitarnya.

Gambar 2.1 Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN III.

2.1.1. Profil Pabrik


2.1.1.1. Sumber Bahan Baku dan Realisasi Penerimaan
Sumber bahan baku TBS yang masuk ke PKS Rambutan berasal dari :
1. Kebun Seinduk yang terdiri dari :
a. Kebun Rambutan.
b. Kebun Tanah Raja.
c. Kebun Gunung Pamela.
d. Kebun Gunung Monako.
e. Kebun Sarang Giting.

Universitas Sumatera Utara


f. Kebun Silau Dunia.
g. Kebun Sei Putih.
h. Kebun Gunung Para
2. Pihak III yang terdiri dari :
a. PIR
b. Pembelian TBS pihak III

2.1.1.2. Sumber Daya Manusia


Untuk mendukung kelancaran pengoperasian, PKS Rambutan mempunyai
tenaga kerja sebanyak 223 orang, dengan perincian sebagai berikut :
1. Karyawan Pimpinan = 7 orang.
2. Karyawan Pengolahan. = 82 orang (2 Shift)
3. Karyawan Laboratorium / Sortasi = 32 orang
4. Karyawan Bengkel = 40 orang
5. Karyawan Dinas Sipil = 14 orang
6. Karyawan Administrasi = 17 orang
7. Karyawan Bagian Umum/Hansip = 23 orang
8. Karyawan Bagian Produksi = 8 orang

2.1.1.3. Kegiatan Usaha


PKS Rambutan mengolah buah sawit dari tandan buah segar (TBS)
menjadi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) dan inti sawit (kernel).

2.1.1.4. Stasiun Pengolahan


Untuk mengolah buah sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan kernel,
PKS Rambutan memiliki 11 stasiun kerja yang saling terkait, yaitu :
1. Stasiun penerimaan TBS sawit dan pengiriman produksi.
2. Stasiun Loading Ramp.
3. Stasiun Rebusan (sterilizer)
4. Stasiun Threshing
5. Stasiun Pressing
6. Stasiun Klarifikasi
7. Stasiun Kernel

Universitas Sumatera Utara


8. Stasiun Water treatment
9. Stasiun Power Plant
10. Stasiun Boiler
11. Stasiun Fat-fit dan Effluent

Gambar diagram pengolahan pabrik kelapa sawit secara umum dijelaskan


pada lampiran 1. Secara garis besar, skema tersebut menjelaskan seluruh bagian
dari pemrosesan TBS kelapa sawit yang ada di pabrik kelapa sawit. Proses
dimulai dari buah sawit yang masuk hingga menjadi minyak sawit mentah (CPO).
Untuk pembahasan selanjutnya akan fokus pada stasiun pengepressan (Pressing
Station) dan pada alat worm screw press.

2.2. Stasiun Pengepresan (Pressing Station)


Pada stasiun pengepresan atau pengempaan terdapat dua unit sistem yang
memegang peranan penting dalam operasi pengolahan kelapa sawit, yang terdiri
atas mesin digester dan mesin screw press (gambar 2.2)

Gambar 2.2 Stasiun Pengepresan

Secara umum buah kelapa sawit jenis Tenera (gambar 2.3) terdiri dari
daging buah, cangkang dan inti sawit. Tebal daging buah dari buah yang cukup
baik atau normal berkisar antara 2 hingga 8 mm sesuai dengan ukuran buahnya.
Panjang buah 2-5 cm, beratnya sampai 30 gram, tebal cangkang 0,5-4 mm
(Mangoensoekarjo, 2003, hlm 98-100).

Universitas Sumatera Utara


Daging buah sawit (pericarp)

Inti sawit (kernel)

Cangkang sawit (shell)

Gambar 2.3 Buah Kelapa Sawit

2.2.1 Pengadukan (Digester)


Digester berasal dari kata dasar digest yang berarti mencabik. Jadi yang
dimaksud dengan mesin digester adalah suatu mesin yang digunakan untuk
mencabik. Dalam hal ini dilakukan pencabikan sambil pengadukan terhadap buah
sawit yang telah lepas (rontok) dari tandannya setelah melewati stasiun Threshing.
Lalu buah sawit yang telah menjadi berondolan tersebut dilumatkan
dengan cara disayat-sayat daging buahnya dan diaduk dalam ketel adukan
(digester). Buah menjadi hancur akibat adukan pisau-pisau (stirring arm) yang
berputar 25-26 rpm. Sehingga buah sawit bergesekan dengan buah sawit lainnya,
pisau digester dan juga dinding digester (Mangoensoekarjo, 2003, hlm 347).
Proses pengadukan dalam digester dibantu oleh uap (steam) yang berasal dari
Back Preassure Vessel (BPV) dengan suhu uap sebesar 900C. Uap tersebut
dimasukkan kedalam digester dengan cara diinjeksikan menggunakan pipa uap.
Uap (steam) tersebut bertekanan 3 kg/cm2. Pengadukan dalam digester
berlangsung selama 30 menit supaya daging buah sawit tercabik sempurna.
Minyak yang mulai keluar dari bottom bearing digester ditampung ditalang
minyak untuk selanjutnya di kirim ke vibrating sceen. Setelah sampai pada tingkat
terbawah maka buah sawit selanjutnya di kirim oleh expeller arm ke bagian chute
untuk selanjutnya diperas minyaknya di mesin pengempa (screw press). Buah
yang diperas berupa lumatan buah sawit yang disayat-sayat dimana struktur
jaringan buah telah rusak dan membuka sel sel yang mengandung inti minyak,

Universitas Sumatera Utara


daging buah (pericarp) pecah dan terlepas dari biji (nut), serat-serat buah harus
masih jelas kelihatan dan bersifat homogen (Mangoensoekarjo, 2003, hlm 348).

Untuk lebih jelasnya, Gambar 2.4 menjelaskan tentang instalasi Digester


dan Screw Press pada Pabrik Kelapa Sawit.

Gambar 2.4 Instalasi Digester dan Screw Press pada Pabrik Kelapa Sawit

Tujuan utama dari proses pengadukan adalah untuk mempersiapkan


daging buah untuk diperas. Sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari
daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya. Untuk mencapai tujuan itu
diperlukan syarat-syarat sebagai berikut (Mangoensoekarjo, 2003, hlm 348):
1. Pengadukan harus menghasilkan cincangan yang baik sehingga daging
buah terlepas seluruhnya dari bijinya dan tidak boleh ada lagi terdapat
buah yang utuh, dimana daging buah masih melekat pada bijinya.
2. Pengadukan harus menghasilkan massa yang sama rata dan biji-biji tidak
boleh terpisah dari daging buah dan turun ke bagian bawah ketel.
3. Daging buah tidak boleh teremas terlalu lumat menjadi bubur, harus
tampak struktur serabut dari daging buah.

Universitas Sumatera Utara


Penelitian terhadap syarat-syarat diatas adalah penting sekali, sebagian
besar diperoleh dari penglihatan dan pengamatan minyak yang keluar dari bejana
pengadukan. Untuk mencapai hasil pengadukan yang baik maka pengadukan
harus dilakukan pada digester yang berisi 75 persen saja. Jika digester terisi 75
persen, maka tekanan yang ditimbulkan oleh beban berat isian itu sendiri
mempertinggi gaya-gaya gesekan yang diperlukan untuk memperoleh hasil yang
optimal. Jangka waktu pengadukan yang dialami oleh digester sebelum dikempa
atau di-press juga merupakan faktor yang cukup penting untuk dapat memenuhi
syarat-syarat pengadukan yang baik. Semakin banyak isian suatu digester maka
semakin lama buah teraduk sebelum masuk ke screw press. Jadi gabungan kedua
faktor diatas dapat disimpulkan bahwa isian digester dan jangka waktu
pengadukan harus diusahakan sejauh mungkin untuk dipenuhi secara simultan.

2.2.2 Pengempaan (Presser)


Pengempaan bertujuan untuk mengambil minyak dari adukan hasil output
digester, dimana buah sawit yang dilumatkan dengan bantuan pisau-pisau stirring
arm di digester dimasukkan ke dalam feed screw conveyor dan mendorongnya
masuk ke dalam mesin pengempa (twin screw press) seperti dijelaskan pada
gambar 2.5 berikut.

a. Mesin Screw Press

Universitas Sumatera Utara


b. Worm Screw Press

Gambar 2.5 Model mesin screw press (a) dan Worm screw press (b) yang
Digunakan pada Pengolahan Kelapa Sawit

Screw press meliputi dua batang screw (ulir) yang berputar saling
berlawanan. Sawit yang telah dilumatkan akan terdorong dan ditekan oleh cone
pada sisi lainnya, sehingga buah sawit menjadi terperas (Mangoensoekarjo, 2003,
hlm 348). Melalui lubang-lubang press cage minyak dipisahkan dari daging buah
(serabut). Hasil dari proses berupa ampas dan biji yang keluar melalui celah antara
sliding/adjusting cone dan press cage yang selanjutnya masuk ke Cake Bake
Conveyor. Minyak sawit kasar yang masih mengandung kotoran seperti serat-serat
dan air yang selanjutnya akan melewati tahap klarifikasi berupa Sand Trap Tank
untuk memisahkan kotoran dari minyak kasar. Lalu ke Vibrating Screen untuk
memisahkan serat-serat dari minyak kasar tersebut dan selanjutnya dikirim ke
Crude Oil Tank sebagai tangki penampungan minyak kasar. Pada PKS Rambutan
terdapat 4 unit mesin screw press dan yang beroperasi setiap hari hanya 2 unit
mesin, 2 unit lainnya menjadi cadangan dan operasinya bergantian setiap hari.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengempaan ini antara lain:
1. Ampas kempa (press cake) harus merata keluar di sekitar konus
2. Tekanan hidrolik pada kumulator dijaga 30-40 bar.
3. Bila screw press harus berhenti pada waktu yang lama, screw press
harus dikosongkan.
4. Tekanan kempa cone yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kadar
biji dan inti pecah bertambah. Tentunya kerugian inti bertambah.
5. Tekanan kempa cone yang terlalu rendah akan mengakibatkan cake
masih basah.Kerugian (looses) pada ampas dan biji bertambah,

Universitas Sumatera Utara


pemisahan ampas dan biji tidak sempurna, bahan bakar ampas basah
sehingga pembakaran dalam boiler pun menjadi tidak sempurna.

2.3. Sistem Manajemen Pemeliharaan Pabrik


Menurut BS3811: 1974 menyatakan bahwa pemeliharaan adalah suatu
kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang
dalam atau untuk memperbaikinya sampai suatu kondisi yang diterima (Corder
A.S, 1992, hlm 1).

2.3.1. Jenis-jenis Manajemen Pemeliharaan Pabrik


2.3.1.1. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Sistem pemeliharaan ini adalah melakukan pemeliharaan pada selang
waktu yang ditentukan sebelumnya, atau terhadap kriteria lain yang diuraikan dan
dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan bagian-bagian lain tidak memenuhi
kondisi yang bisa diterima (Corder A.S, 1992, hlm 4).
Seperti dalam industri motor masih dikenal istilah servis. Istilah ini
meliputi semua pemeriksaan dan penyetelan yang tercakup dalam buku petunjuk
pemeliharaan, terutama pelumasan, pengisian kembali, pemeriksaan minor dan
sebagainya. Dalam setiap kejadian, pemeliharaan korektif biasanya memerlukan
keadaan berhenti, sedangkan pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance)
dapat dilakukan pada waktu berhenti maupun waktu berjalan (Corder A.S, 1992,
hlm 6)
2.3.1.2. Pemeliharaan Setelah Rusak (Breakdown Maintenance)
Pemeliharaan setelah rusak (Breakdown) merupakan pemeliharaan yang
dilakukan terhadap peralatan setelah peralatan mengalami kerusakan sehinggga
terjadi kegagalan yang menghasilkan ketidaktersediaan suatu alat (Corder A.S,
1992, hlm 4).
Pada mulanya semua industri menggunakan sistem ini. Jika industri
memakai sistem ini maka kerusakan mesin akan berulang dan frekuensi
kerusakannya sama setiap tahunnya. Industri yang menggunakan sistem ini
dianjurkan menyiapkan cadangan mesin (stand by machine) bagi mesin-mesin
yang vital. Sifat lain dari sistem ini adalah data dan file informasi, dimana data
dan file informasi perbaikan mesin/peralatan harus tetap dijaga. Pada sistem ini

Universitas Sumatera Utara


untuk pembongkaran tahunan tidak ada karena pada saat dilakukan penyetelan
dan perbaikan, unit-unit cadanganlah yang dipakai. Sistem Breakdown
Maintenance ini sudah banyak ditinggalkan oleh industri-industri karena sudah
ketinggalan zaman karena tidak sistematik secara keseluruhannya dan banyak
mengeluarkan biaya (Hamsi, 2004, hlm 1).

2.3.1.3. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)


Pemeliharaan darurat adalah pemeliharaan yang perlu segera dilakukan
untuk mencegah akibat yang serius (Corder A.S, 1992, hlm 4).
Misalnya sebuah mesin sedang beroperasi namun tiba-tiba mesin tersebut
mati. Berapa kalipun dihidupkan ternyata tidak mau hidup lagi. Ketika tutup
mesin dibuka, diketahuilah bahwa air radiator mesin habis. Setelah diperiksa
didapat kerusakan di bagian pipa radiator dan ada juga bagian mesin yang retak.
Akibat kerusakan tersebut maka diperlukan adanya reparasi besar atau
penggantian unit yang mengakibatkan operasi mesin harus terhenti selama
reparasi besar dikerjakan (Corder A.S, 1992, hlm 6).

2.3.2. Maksud dan Tujuan Manajemen Pemeliharaan Pabrik


Adapun maksud pemeliharaan adalah untuk meningkatkan efektivitas serta
porsi keuntungan bagi perusahaan. Hal ini bisa dimungkinkan karena dengan
dilakukannya perawatan maka dapat ditekan ongkos produksi disamping dapat
pula ditingkatkan kapasitas produksi suatu mesin.
Adapun tujuan utama dilakukannya pemeliharaan (Corder A.S, 1992, hlm
3) adalah:
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset yaitu setiap bagian dari suatu
tempat kerja, bangunan dan isinya. Hal ini terutama penting di negara
berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk penggantinya.
Di negara yang sudah maju, lebih murah mengganti daripada memelihara.
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return on investment)
semaksimum mungkin.

Universitas Sumatera Utara


3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang
diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan,
unit pemadam kebakaran dan penyelamat dan sebagainya.
4. Untuk menjamin keselamatan orang-orang yang menggunakan sarana
tersebut.

2.4. Pemeliharaan Korektif (Corrective Maintenance)


Pemeliharaan korektif adalah pemeliharaan yang dilakukan untuk
memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti
untuk memenuhi suati kondisi yang bisa diterima. Pemeliharaan korektif meliputi
reparasi minor terutama untuk rencana jangka pendek (Corder A.S, 1992, hlm 4).
Reparasi mesin setelah mengalami kerusakan bukanlah kebijaksanaan
pemeliharaan yang paling baik. Biaya pemeliharaan terbesar biasanya bukan biaya
reparasi, bahkan bila hal itu dilakukan dengan kerja lembur. Lebih sering unsur
biaya pokok adalah biaya berhenti untuk reparasi. Kerusakan-kerusakan yang
terjadi pada mesin walaupun reparasi dilakukan secara cepat akan menghentikan
operasi, para karyawan dan mesin menganggur, produksi terganggu bahkan dapat
menghentikan jalannya produksi (Mashar, 2008, hlm 2).
Pemeliharaan korektif merupakan perbaikan peningkatan kemampuan
peralatan mesin kedepan karena kegagalan atau pengurangan kemampuan mesin
selama pemeliharaan preventive dikerjakan atau sebaliknya, demi perbaikan mesin
dan optimal dalam penggunaannya. Pemeliharaan korektif terdiri dari beberapa
bagian (Dhillon, 2006, hlm 143) seperti:
1. Perbaikan karena rusak.
Bagian ini fokus dengan perbaikan pada bagian kerusakan peralatan
supaya kembali kepada kondisi operasionalnya.
2. Overhaul.
Bagian ini fokus dengan perbaikan atau memulihkan kembali
(restoring) peralatan ke keadaan yang semula yang dapat dipergunakan
(complete serviceable) untuk seluruh peralatan di pabrik tersebut.
3. Salvage.
Bagian ini fokus dengan pembuangan dari material yang tidak dapat
diperbaiki dan pemanfaatan material yang masih bisa dipakai dari

Universitas Sumatera Utara


peralatan yang tidak dapat diperbaiki pada overhaul, perbaikan karena
rusak dan rebuild programs.
4. Servicing.
Tipe bagian pemeliharaan korektif ini mungkin dibutuhkan karena
adanya tindakan pemeliharaan korektif, seperti pengelasan, dan lainnya.
5. Rebuild.
Bagian ini fokus dengan pemulihkan kembali (restoring) peralatan ke
keadaan yang standard sedekat mungkin ke keadaan aslinya berkenaan
dengan keadaan fisik, daya guna dan perpanjangan masa pakai.

Gambar 2.6 berikut menjelaskan tentang grafik pola kecenderungan


kerusakan alat pada umumnya.

Jumlah Kerusakan
X
Titik kritis

Awal Pe-
makaian Pemakaian Normal Alat rusak

Daerah I Daerah II Daerah III

Waktu

Sumber gambar : Mobley, 2004

Gambar 2.6 Grafik Pola Kecenderungan Kerusakan Alat pada Umumnya

Dari gambar 2.6 diatas ada 3 daerah pembagian tentang perbandingan


jumlah kerusakan terhadap waktu pemakaian alat. Pada tabel 2.1 berikut
menjelaskan tentang alasan kerusakan yang terjadi menurut Dhillon, 2006

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Alasan kerusakan pada 3 daerah gambar 2.6
Daerah Alasan Kerusakan
Manufaktur yang buruk
I Proses yang buruk
(Awal Pemakaian) Pengendalian mutu yang buruk
Kesalahan manusia (Human error)
Material yang tidak memenuhi syarat dan keahlian
Faktor keamanan yang rendah
Cacat yang tidak terdeteksi
II Kesalahan manusia (Human error)
(Pemakaian Normal) Penyalahgunaan alat
Kondisi kerja lebih tinggi daripada yang diharapkan
Kerusakan alami
Keausan karena gesekan
Pemeliharaan yang tidak baik
III Pengamalan pemeriksaan yang salah
(Alat Rusak) Korosi dan creep
Desain lifetime yang pendek
Keausan disebabkan oleh usia alat
Sumber: (Dhillon, 2006, hlm 24)

Dari gambar 2.6 diatas dapat dilihat bahwa suatu peralataan baru
mempunyai suatu kemungkinan kegagalan atau kerusakan yang tinggi. Hal ini
disebabkan kelalaian pekerja dan atau kerusakan internal komponen dari pabrik
pembuat alat (ini disebut kegagalan produk). Tingkat kerusakan alat akan
menurun setelah pekerja mulai terbiasa menggunakan alat tersebut. Setelah
melewati masa kritis, alat akan semakin sering mengalami gangguan, sehingga
perbaikan akan semakin sering dilakukan, sampai masa pakai (lifetime) alat
tersebut habis. Pada masa ini artinya alat sudah tidak mungkin diperbaiki lagi
(Modul panduan P2K3)
Pada awal periode, kemungkinan terjadinya kerusakan dari peralatan
tersebut menjadi tinggi karena masalah instalasi pemakaian di awal minggu.
Setelah periode ini kemungkinan kegagalan relatif rendah. Setelah peralatan

Universitas Sumatera Utara


berjalan dengan normal, maka tingkat kerusakan akan stabil dan meningkat
kembali seiring berjalannya waktu (Mobley, 2004, hlm 3).
Menurut Mobley dalam bukunya Maintenance Fundamentals Edisi 2,
2004, bahwa pemeliharaan atau maintenance dapat digolongkan menjadi tiga tipe
bagian besar pemeliharaan, seperti yang dijelaskan pada gambar 2.7 berikut.

MAINTENANCE

IMPROVEMENT PREVENTIVE CORRECTIVE


(PM) (CM)
(MI)

Reliability-driven Equipment-driven Predictive Time-Equipment Event-driven

Modification Self-scheduled Statistical analysis Periodic Breakdonws


Machine-cued Trends Fixed intervals Emergency
Retrofit Vibration monitoring
Redesign Control limits Hard time limits Remedial Repairs
When deficient As Tribology
Change order Thermography Specific time Rebuilds
required
Ultrasonics
Other NDT

Sumber : Mobley, 2004

Gambar 2.7 Struktur dari Maintenance.

Pada gambar 2.7 diatas dapat di lihat bagaimana pembagian pemeliharaan


yang cukup lengkap. Pada pembagian sistem pemeliharaan corrective terdapat 1
bagian utama sistem pemeliharaan yang terdiri dari Breakdowns Maintenance,
Emergency Maintenance, Remedial Maintenance, Repairs Maintenance dan
Rebuilds Maintenance.
Masalah utama yang dijumpai pada mesin screw press adalah terjadinya
keausan pada ulir screw press akibat torsi dan tekanan kerja dari konus yang
menekan buah sawit setelah sekian waktu pemakaian. Terkadang masa pakai yang
direkomendasikan oleh pabrik pembuatan screw press tersebut tidak sesuai
dengan kondisi aktualnya, sehingga menimbulkan kerugian biaya dan waktu.
Mekanisme keausan yang disebabkan gesekan sering juga disebut dengan istilah
Tribology.

Universitas Sumatera Utara


2.5. Mekanisme Tribology
Istilah ini digambarkan pada tahun 1967 oleh Committee of The
Organization for Economic Cooperation and Development. Kata Tribology
sendiri diambil dari kata Yunani, Tribos yang artinya adalah menggosok atau
meluncur. Tribology ini adalah salah satu cabang ilmu dalam bidang engineering
yang fokus membahas tentang tiga bagian penting fenomena dalam permesinan
yang sangat erat hubungannya satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah
gesekan (friction), keausan (wear) dan pelumasan (lubrication) (Stachowiak, hlm
2).
Ketiga bagian ini pasti terjadi pada permesinan dan amatlah penting untuk
dibahas. Jadi dapat disimpulkan pembahasan pada bagian pemeliharaan korektif
dan analisa kegagalan ini adalah memperhitungkan terjadinya gesekan dalam
setiap komponen permesinan yang dapat menyebabkan keausan. Supaya
kedepannya dapat diambil suatu tindakan pencegahan/perbaikan untuk mengatasi
keausan tersebut.
Aus terjadi karena adanya kontak gesek antara dua permukaan benda dan
menyebabkan adanya perpindahan material. Hal ini menyebabkan adanya
pengurangan dimensi pada benda tersebut. Defenisi keausan menurut standard
Jerman (DIN 50 320) bahwa keausan di artikan sebagai kehilangan material
secara bertahap dari permukaan benda yang bersentuhan akibat dari adanya
kontak dengan solid (benda padat), liquid (benda cair) atau gas pada permukaanya
(Mang, 2007, hlm 17). Keausan yang terjadi pada setiap sistem mekanisme
sebenarnya sangat sulit diprediksi secara teori atau perumusannya, karena banyak
faktor dilapangan yang menyebabkan kesulitan dan kekeliruan dalam
memprediksi keausan tersebut. Faktor itu adalah variasi suhu, variasi kecepatan,
variasi jumlah kontaminasi, kecepatan awal-akhir dan faktor lainnya (Ludema,
1996, hlm 140).
Keausan sendiri terbagi dalam bebrapa jenis keausan, seperti keausan
abrasif, adesif, korosif, keausan fatik, kimia, erosi dan lain-lain. Keausan yang
terjadi pada pembahasan skripsi ini adalan keusan jenis abrasif. Abrasif dan
kontak lelah (fatigue cantact) adalah hal yang paling penting dalam perhitungan
keausan pada permesinan. Bisa diperkirakan bahwa total keausan yang terjadi

Universitas Sumatera Utara


pada elemen-elemen mesin antara 80-90% adalah keausan abrasif dan dalam 8%
adalah keausan lelah (wear fatigue). Kontribusi dari jenis keausan yang lain
sangatlah kecil. Sebagian besar pengamatan keausan dilakukan secara tidak
langsung. Salah satunya adalah dengan menimbang berat spesimen atau benda
kerja. Ini adalah cara yang termudah untuk dapat mengukur keausan. Dari
menimbang berat benda kerja yang akan dianalisa, dapat diketahui berapa total
material yang telah aus dari selisih berat awal benda kerja sebelum operasi dengan
berat benda kerja setelah operasi, tetapi distribusi kedalaman keausan yang terjadi
pada permukaan kontak sulit untuk diketahui (Zmitrowicz, 2006).
Mempresdiksi keausan yang terjadi pada permesinan cukuplah sulit. Setiap
rumus pada literatur yang dapat mengitung laju keausan hanya sebatas prediksi
atau pendekatan saja. Pada tahun 1950-an J. F. Archard menemukan suatu hukum
yang dapat memprediksi terjadinya keausan pada material yang saling bergesekan.
J. F. Archard menamai hukum itu dengan dirinya sendiri, yaitu hukum keausan
Archard (Archard wear law).
Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum keausan (wear law)
bahwa persamaan untuk mendapatkan volume keausan diperoleh dari
(Stachowiak, hlm 477):
W
V = K Ar L = K L ................................... (2.1)
H

Dimana : V = Volume keausan (m3)


L = Jarak lintas meluncur (m)
W = Beban (N)
K = Koefisien keausan
H = Kekerasan material (Pascal, N/m2)
Ar = Area kontak (m2)

Universitas Sumatera Utara


2.6. Tegangan Geser Pada Poros Berongga
Perhitungan tegangan geser yang terjadi pada poros akibat torsi yang
bekerja pada screw dari worm screw press dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Deformasi pada poros

Pada gambar 2.8. terlihat torsi yang bekerja pada ujung poros bulat padat.
Serat A-B yang semula lurus akan memuntir menjadi heliks A-C karena poros
puntir sebesar . Sehingga deformasi total ( s ) sama dengan D-E. Panjang

deformasi ini adalah busur lingkaran dengan jari-jari r dan berhadapan dengan
sudut radian. panjang diberikan oleh (Shigley, 1984, hal 69):
Tl
= ............................................................ (2.2)
GJ
Dimana :
T : Torsi
l : Panjang
G : Modulus kekakuan
J : Momen Inersia Polar (sudut) dari penampang.
: Sudut puntir untuk batang bulat padat

Dimana torsi yang bekerja pada poros bulat padat (T).


G
T= J ........................................................... (2.3)
l

Universitas Sumatera Utara


Untuk batang bulat padat, tegangan geser di titik pusat adalah nol, dan
maksimum barada dipermukaan. Distribusi tegangan berbanding lurus dengan
radius (r = Diameter). Maka untuk tegangan geser meksimum (Shigley, 1984,
hal 69):
1
T D
2
max= .................................................... (2.4)
J
Momen inersia polar (J) untuk poros bulat padat adalah (Shigley, 1984, hal
70):
D 4
J= ........................................................ (2.5)
32
Sedangkan momen inersia polar (Jr) untuk poros berongga adalah :

Jr =
32
(D 4
)
d 4 .............................................. (2.6)

Dimana :
D : Diameter luar poros berongga
d : Diemeter dalam poros berongga

Dengan mensubtitusikan persamaan (2.6) kedalam persamaan (2.4) maka


didapatkan persamaan rumus untuk tegangan geser maksimun terhadap poros
berongga, yaitu :
16TD
maks =
(
D4 d 4 )
............................................. (2.8)

2.7. Proses Maintenance di PKS Rambutan


Dalam melaksanakan pemeliharaan PKS Rambutan mengacu ke prosedur /
Instruksi Kerja (IK) PTP Nusantara III. Adapun sistem pelaksanaan pemeliharaan
dilaksanakan secara Corrective, Preventive dan Predictive Maintenance dengan
alur proses dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9. Skema Alur Proses Kegiatan Pemeliharaan

Untuk pekerjaan corrective maintenance mengacu ke IK 3.02-02


mengenai Pelaksanaan Kegiatan Teknik, dimana setiap pelaksanaan corrective
maintenance yang harus mengacu pada work order yang diminta pengguna alat
(operator). Untuk pekerjaan preventive maintenance mengacu ke IK 3.02 02/08
mengenai Pemeliharaan / Perawatan Mesin dan Instalasi PKS dan IK 3.02 02/09
mengenai Pemeliharaan / Perawatan Mesin dan Instalasi Listrik. Sedangkan untuk
pekerjaan predictive maintenance mengacu ke IK 3.02 00/06.
Dalam pelaksanaan pekerjaan corrective dan preventive maintenance yang
dilaksanakan secara TS (menggunakan tenaga sendiri) spare part yang digunakan
berasal dari gudang, sistim pengadaan terdiri dari 3 kategori, yaitu:
1. Pengadaan lokal (OPL) oleh manajemen unit langsung.
2. Pengadaan di tingkat Distrik Manager (DM) melalui DPBB
kewenangan DM.
3. Pengadaan di tingkat Kantor Direksi (Kandir) melalui DPBB
kewenangan Kandir.

Universitas Sumatera Utara


Ketiga jenis kategori ini dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya sistim
keagenan atas barang/bahan yang akan diadakan. Untuk barang keagenan harus
diadakan dengan kewenangan Kandir serta berdasarkan nilai pengajuan. Untuk
nilai pengajuan < Rp. 50 jt dapat diadakan secara OPL. Sedangkan yang nilai
pengajuannya antara Rp. 50 jt s/d Rp. 200 jt menjadi kewenangan DM sedangkan
yang nilai pengajuannya lebih dari Rp. 200 jt menjadi kewenangan Kandir.
Untuk pekerjaan corrective maintenance dan preventive maintenance yang
dilaksanakan oleh tenaga pemborong (TP) atau outsourcing, pelaksanaanya
berdasarkan P4T (Pengajuan Permintaan Pekerjaan Pemeliharaan / Teknik) yang
terdiri dari 2 kategori :
1. P4T di tingkat Distrik Manager.
2. P4T di tingkat Kantor Direksi.
Kedua jenis kategori ini dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya sistim
keagenan atas peralatan yang akan diperbaiki, serta berdasarkan nilai pengajuan,
untuk nilai pengajuan < Rp. 250 jt menjadi kewenangan DM sedangkan yang nilai
pengajuannya lebih dari Rp. 250 jt menjadi kewenangan Kandir.
Kegiatan pemeliharaan preventive dapat dipermudah dan berjalan secara
efektif dengan menggunakan sistem komputer. Setiap pabrik pasti membutuhkan
sparepart, equipment, tool, material dan consumable dalam proses operasinya.
Semua ini dapat di jadwalkan secara komputerisasi dan ini akan membantu sistem
pemeliharaan preventive dalam mengatur workorder, biaya, pembelian dan
penjadwalan kegiatan pemeliharaan. Pabrik kelapa sawit Rambutan PTPN III
dalam hal ini akan menggunakan sistem komputerisasi (CMMS) dalam membantu
proses pemeliharaannya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai