JURNAL MANAJEMEN DAN BISNIS INDONESIA VOL. 4 NO. 1 HAL.1-158 OKTOBER 2016 ISSN 2338-4557
Volume 4, Nomor 1, Oktober 2016
67-86 PENGARUH MARKETING MIS TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN DENGAN VARIABEL INTERVINING
KEPUASAN PADA RUMAH SAKIT JIWA DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT
Dyah Sawitri, Martaleni, Ayu Bulan Febry K. D.
97-108 THE COMPARATIVE OF CORPARATE PERFORMANCE ANALYSIS BETWEEN PRE AND POST MERGERS
& AQUISITIONS COMPANIES IN THE INDONESIA MANUFACTURING INDUSTRIES LISTED
ON THE STOCK EXCHANGE IN 2007-2012
Rosiwarna Anwar, Fenny Chintya Debby
109-127 PERAN HUMAN CAPITAL PENGRAJIN SEPATU SEBAGAI DAYA SAING DALAM RANGKA
MENINGKATKAN TURIS DI JAWA BARAT (KAJIAN PADA SENTRA CIBADUYUT JAWA BARAT)
Joeliaty
128-146 RANCANG BANGUN PENCATATAN PENGELUARAN BIAYA DAN PELAPORAN ANGGARAN BIAYA
KARYAWAN MARKETING AND ADMISSION UNIVERSITAS CIPUTRA BERBASIS BLACKBERRY
Ivan Sebastian Tjandra, Rinabi Tanamal
nicosimu@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak Current Ratio, Debt to Equity
Ratio, Return on Asset dan beta terhadap return saham. Unit analisis adalah perusahaan
subsektor property dan real estate pada Bursa Efek Indonesia. Variabel Prediktor yang
digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio, debt to equity ratio, return on assets, dan
beta. Sementara variabel dependennya adalah return saham. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria, yaitu (1) perusahaan Property
dan Real Estate yang secara konsisten tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2011 2015
dan (2) mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit dan tersedia di
www.idx.co.id pada Juli 2016. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 32
perusahaan dan dengan demikian diperoleh 160 data observasi. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis regresi berganda, serta uji hipotesis dilakukan melalui uji-t.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan DER dan ROA memiliki pengaruh
positif signifikan terhadap return saham. Sedangkan, variabel lainnya yaitu CR dan beta tidak
memiliki pengaruh terhadap return saham.
Key words: Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Asset, Beta, Return saham
Pendahuluan
Salah satu tujuan investor dalam berinvestasi, baik investasi riil pada aktiva berujud
maupun investasi keuangan adalah mendapatkan keuntungan di dalam bentuk peningkatan
nilai asetnya. Sebagai manusia yang rasional, pilihan investasi yang dilakukan investor
adalah investasi yang memberikan return yang tinggi, dengan tentu saja memperhatikan
risiko yang menyertai investasi tersebut. Di dalam hal investasi pada surat berharga, misalnya
saham, potensi keuntungan investor bersumber dari capital gain dan pembagian dividen.
Total penjumlahan capital gain dengan dividen pada umumnya disebut dengan return saham.
Besarnya return yang dijanjikan oleh masing-masing saham ini dapat dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kinerja keuangan
perusahaan--yang direpresentasikan melalui rasio keuangan--dan tingkat risiko yang dihadapi
oleh perusahaan tersebut di dalam menjalankan bisnis.
Rasio keuangan adalah rasio yang digunakan sebagai alat ukur kondisi suatu
perusahaan di dalam periode tertentu. Setiap rasio akan memberikan informasi yang berguna
bagi investor baik untuk menilai kondisi keuangan suatu perusahaan maupun untuk
mengambil keputusan investasi di dalam surat berharga. Keputusan untuk buy/sell/hold atas
1
Alumni FEB Perbanas Institute, Jakarta
2
Dosen FEB Perbanas Institute, Jakarta
1
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
suatu saham dari sudut pandang investor umumnya bergantung pada hasil analisis rasio
keuangan yang dilakukan oleh investor tersebut. Semakin baik informasi yang diberikan
masing-masing rasio menjadi indikasi bahwa perusahaan dijalankan dengan baik dan akan
berdampak pada keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kondisi ini pada gilirannya juga
berdampak pada harga saham dan dividen yang diterima investor.
Sejalan dengan adanya return yang dijanjikan, kepemilikan atas suatu saham atau
surat berharga lainnya pada dasarnya juga mengandung risiko. Investasi yang menjanjikan
return yang tinggi selalu disertai dengan risiko yang tinggi pula. Di dalam investasi surat
berharga, investasi di dalam kepemilikan saham mengandung risiko yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tabungan, deposito atau pun investasi pada obligasi. Risiko yang
terkandung di dalam investasi terdiri dari risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko
tidak sistematis dapat dihindari melalui diversifikasi. Risiko yang patut dipertimbangkan
adalah risiko sistematis karena dengan kondisi pasar, bersifat umum dan berlaku bagi semua
saham dalam bursa saham yang bersangkutan. Alat ukur risiko sistematis ini disebut dengan
(beta). Husnan (2005:200) menyatakan bahwa return saham dengan risiko sistematis
memiliki hubungan linier positif. Beta yang tinggi menunjukkan saham yang menjanjikan
return tinggi sekaligus juga berarti saham yang disertai dengan risiko tinggi.
Penelitian mengenai kinerja keuangan terhadap return saham telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Beberapa rasio keuangan yang dijadikan sebagai indikator ukuran kinerja
keuangan tersebut antara lain current ratio (Ulupui, 2007; Malintan, 2011; Budialim, 2013;
serta Nugroho dan Sukhemi, 2015), return on assets (Ulupui, 2007; Malintan, 2011;
Susilowati dan Turyanto, 2011; dan Budialim, 2013), return on equity (Susilowati dan
Turyanto, 2011; Budialim, 2013; Ismayanti dan Yusniar, 2014; dan Andansari, 2016), debt to
equity ratio (Suharli, 2005; Ulupui, 2007; Malintan, 2011; Susilowati dan Turyanti, 2011;
Hermawan, 2012, Budialim, 2013; dan Ismayanti dan Yusniar, 2014), earnings per share
(Susilowati dan Turyanti, 2011; Hermawan, 2012; Nugroho dan Triyonowati, 2013;
Budialim, 2013; Artaya, 2014; dan Ismayanti dan Yusniar, 2014), dan price earnings ratio
(Malintan, 2011; Nugroho dan Triyonowati, 2013; Artaya, 2014; dan Ismayanti dan Yusniar,
2014; dan Andansari, 2016). Hasil penelitian seperti yang disebutkan di atas menunjukkan
perbedaan pengaruh dari masing-masing variabel terhadap besaran return saham.
Di samping penelitian yang menggunakan rasio keuangan sebagai prediktor return
saham, penelitian yang menguji dampak risiko saham terhadap return saham juga telah
dilakukan beberapa peneliti. Secara umum, parameter pengukur risiko saham yang dijadikan
sebagai variabel terdiri dari risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Namun demikian,
sebagian besar penelitian tersebut menggunakan (beta) sebagai pengukur risiko investasi
(Suharli, 2005; Budialim, 2013; Nugroho dan Triyonowati, 2013; Ismayanti dan Yusniar,
2014; Artaya, 2014; Paramitasari, 2014; Septiani dan Suparmi, 2014; serta Nugroho dan
Sukhemi, 2015). Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan variabel (beta) sebagai
prediktor terhadap terjadinya return saham tersebut juga menunjukkan hasil temuan yang
berbeda-beda, sebagian menunjukkan adanya pengaruh dan sebagian lagi menunjukkan tidak
terjadinya pengaruh.
Penelitian ini mencoba untuk mengkaji kembali dampak dari beberapa kinerja
keuangan perusahaan, seperti current ratio, debt to equity ratio, return on assets, dan juga
risiko saham yang diwakili oleh terhadap pergerakan harga saham perusahaan, yang pada
gilirannya akan juga berdampak terhadap return saham. Unit analisis di dalam penelitian ini
adalah industri property dan real estate yang terdaftar di BEI. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Cushman & Wakefield Indonesia pada 2015, sampai dengan akhir 2016,
perkiraan tingkat occupancy gedung perkantoran di Jakarta berada pada kisaran 90% dan
demikian juga sampai dengan 2017, akan dibangun 20 gedung perkantoran dengan luas
1.000.000 meter persegi. Dengan demikian kiranya dapat dipahami bahwa industri ini
2
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
merupakan industri yang sangat potensial dan masih berkembang pesat, dan patut untuk
diteliti.
Return Saham
Menurut Gitman et. al. (2015:363) return is the total gain or loss experienced on an
investment over a given period, calculated by dividing the assets cash distributions during
the period, plus change in value, by its beginning of period investment value. Menurut
defenisi tersebut, return dinyatakan secara persentasi dan ditujukan untuk menyebutkan hasil
investasi, baik investasi sektor riil maupun investasi pada produk keuangan. Sementra itu,
Jogiyanto (2016:264) menyatakan bahwa return terdiri dari capital gain (loss) dan yield.
Selanjutnya, yield merupakan presentase penerimaan yang dibayarkan setiap periodik kepada
investor terhadap suatu investasi, capital gain (loss) merupakan selisih harga saham saat
pembelian dengan harga saham saat penjualan.
Susilowati dan Turyanti (2011) mengemukakan bahwa keuntungan yang diperoleh
perusahaan dapat berupa current income dan capital gain. Current income diperoleh investor
melalui pembayaran yang bersifat periodik, misalnya bunga obligasi dan dividen, sementara
dividen merupakan keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham. Perolehan
return saham yang tinggi merupakan suatu daya tarik dari saham tersebut. Mengacu pada
teori pilihan rasional (rational choice theory), tidak dapat dipungkiri bahwa investor di dalam
berinvestasi mengharapkan perolehan keuntungan, dan bukannya menderita kerugian.
3
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
memenuhi kewajiban saat ditagih. Apabila current ratio suatu perusahaan rendah, bisa saja
diartikan bahwa aktiva lancar yang dimiliki perusahaan tidak cukup untuk membayar
kewajiban jangka pendek, perusahaan perlu memperoleh dana dari tempat lain. Hal ini dapat
membuat investor takut untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut, karena dalam
mencukupi kewajiban jangka pendeknya saja sudah sulit apalagi dalam memberikan
performa yang baik dan memberikan keuntungan bagi investor. Peminat investor yang
meningkat akan meningkatkan harga saham dan berpengaruh positif pada return yang akan
diterima oleh perusahaan. Menurut Ulupui (2007) investor dapat memperoleh return lebih
tinggi saat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek semakin
tinggi. Dengan demikian, hipotesis yang akan diuji adalah:
4
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
tinggi. Profitabilitas yang tinggi dapat merupakan indikator kemampuan perusahaan dan
secara tidak langsung dapat membangun prospek yang baik bagi perusahaan. Hal ini
meningkatkan kepercayaan investor, meningkatkan harga saham di pasaran, return saham
juga akan meningkat seiring dengan peningkatan harga saham. Profitabilitas diukur dengan
rasio profitabilitas.
Rasio profitabilitas menurut Kasmir (2014:115) merupakan rasio untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio profitabilitas diwakili oleh Return
on Asset (ROA). ROA mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui
seluruh dana yang ditanamkan dalam aset perusahaan. ROA dapat mewakili jumlah laba atas
investasi yang dimiliki perusahaan. ROA yang tinggi menggambarkan perusahaan tersebut
cukup efisien, di dalam arti bahwa perusahaan dapat memanfaatkan seluruh aset yang
dimilikinya untuk menghasilkan laba. Kemampuan perusahaan untuk mengelola asetnya
secara efisien dapat meningkatkan kepercayaan investor, menarik minat investor terhadap
saham akan meningkat, meningkatkan harga dan juga meningkatkan potensi return yang
diperoleh
ROA memiliki hubungan positif terhadap return saham. Hasil penelitian Ulupui
(2007) menunjukkan bahwa ROA memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return
saham. Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kemampuan perusahaan
menghasilkan pendapatan, mengindikasikan bahwa semakin efisien perputaran aset
perusahaan, yang berdampak secara langsung terhadap peningkatan nilai perusahaan. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Malintan (2011), yaitu semakin
tinggi ROA maka kinerja perusahaan semakin baik. Mengacu kepada deskripsi di atas, maka
hipotesis yang akan diuji adalah:
Risiko merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari di dalam investasi. Adanya
risiko memberikan ruangan atas perbedaan return dari investasi tersebut. yang diharapkan
oleh investor berbeda dari return yang sesungguhnya diperoleh setiap investor dari hasil
investasi. Investor mengharapkan dapat memperoleh return atas setiap risiko investasi yang
mungkin terjadi. Terjadinya risiko di dalam investasi merupakan suatu keniscayaan dan tidak
dapat dihindari, setiap investasi yang dipilih memiliki risiko yang berbeda-beda. Risiko
dalam investasi terdiri dari risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko tidak
sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dieliminasi melalui diversifikasi mengingat
risiko ini berkaitan dengan kondisi pasar secara umum dan akan tetap ditanggung oleh
investor. Risiko tidak sistematis atau risiko pasar ini berkaitan dengan misalnya regulasi
pemerintah dan kondisi makro ekonomi antara lain perubahan tingkat suku bunga, pergerakan
nilai tukar, jumlah uang beredar, dan tingkat inflasi.
Parameter yang bisa digunakan untuk menghitung risiko sistematis adalah beta ().
Menurut Gitman et. al. (2015:382) beta coefficient is a relative measure of nondiversifiable
risk. An index of the degree of movement an assets return in response to a change in the
market return. Koefisien merupakan ukuran kepekaan risiko dengan memperhitungkan
tingkat sensitivitas perubahan harga saham sebagai akibat perubahan kondisi pasar. dapat
menjadi gambaran bagi investor, saham mana yang akan memberikan keuntungan tinggi
dengan risiko tinggi, serta saham mana yang cenderung aman karena memiliki risiko yang
rendah. Perubahan mengakibatkan perubahan return yang diharapkan oleh setiap investor.
Apabila koefisien berubah semakin tinggi maka expected return akan semakin tinggi,
demikian pula sebaliknya, jika koefisien semakin rendah maka expected return juga
5
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
semakin rendah (Gitosudarmo dan Basri: 263 264). Gitman, et. al. (2015) menyatakan
bahwa beta yang semakin tinggi akan menandakan semakin besar suatu sekuritas dihadapkan
pada risiko sistematik dan semakin tinggi return yang harus ditawarkan bagi investor. Hal ini
sejalan dengan hasil Penelitian Budialim (2013) yang menunjukkan bahwa beta berpengaruh
positif signifikan terhadap return saham perusahaan, peningkatan beta akan meningkatkan
return saham. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang akan diuji adalah:
Metode Penelitian
Penelitian ini tergolong jenis penelitian asosiatif kuantitatif. Variabel prediktor yang
digunakan di dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu variabel yang bersumber dari
kinerja keuangan, current ratio, debt to equity ratio, return on asset. Sementara variabel
prediktor sebagai proksi dari risiko saham adalah beta (). Di sisi lain, variabel dependennya
adalah return saham. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan Real Estate dan
Property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel dalam penelitian ini
menggunakan metode purposive sampling, dengan menggunakan dua kriteria, yaitu: (1)
Perusahaan Property dan Real Estate yang secara konsisten tercatat di Bursa Efek Indonesia
periode 2011 2015 dan (2) mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit
dan tersedia di www.idx.co.id pada Juli 2016. Berdasarkan kriteria tersebut, maka jumlah
perusahaan yang dijadikan sampel adalah sebanyak 32 perusahaan dan menghasilkan 160
data observasi. Pengumpulan data dilakukan dari berbagai sumber. Data variabel CR, DER,
dan ROA diperoleh dari Company Report dan Laporan Keuangan Tahunan perusahaan yang
telah diaudit serta diperoleh melalui www.idx.co.id. Sedangkan untuk data beta dan return
menggunakan data IHSG dan data harga saham individual melalui close price adjusted for
dividends and splits di www.yahoofinance.com, melalui angka tersebut dihitung
menggunakan rumus sehingga diperoleh beta dan return untuk setiap perusahaan.
Tabel di bawah ini menunjukkan definisi operasional masing-masing variabel yang
digunakan di dalam penelitian ini, baik sebagai variabel dependen maupun sebagai variabel
prediktor.
Tabel 1: Operasionalisasi Variabel
Variabel Konsep Variabel Ukuran Skala
Return Saham Capital gain (loss) + yield Rasio
(R) +
Current Ratio Tingkat likuiditas perusahaan Rasio
(CR) dengan membandingkan aset
lancar perusahaan dengan
kewajiban lancar
Debt to Equity Perbandingan utang dengan Rasio
Ratio ekuitas
(DER)
Return on Asset Mengukur kemampuan Rasio
(ROA) perusahaan dalam menghasilkan
laba melalui seluruh dana yang
ditanamkan dalam aset
perusahaan
6
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
Analisis data di dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda
(multiple regression model) sebagai alat analisis utama. Uji signifikansi pengaruh masing-
masing variabel prediktor terhadap variabel dependen menggunakan uji-t (t-test), sementara
pengujian goodness of fit akan menggunakan uji-F (F-test). Pengujian untuk mengukur
besarnya kontribusi variabel prediktor terhadap variasi variabel dependen menggunakan
koefisien determinasi, yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan atau Adjusted R Square.
Secara umum, model regresi linier berganda yang diajukan adalah sebagai berikut.
R = + b1CR + b2DER + b3ROA + b4 + e
Dimana:
R = Return saham
CR = Current ratio
DER = Debt to Equity Ratio
ROA = Return on Asset
= Risiko (beta)
= Konstanta
b1, b2, b3, b4 = Koefisien regresi masing-masing CR, DE, ROA, dan
e = standar error
Analisis data terhadap ke-32 perusahaan sampel penelitian dan menggunakan 5 (lima)
tahun periode data, menghasilkan 160 data untuk masing-masing variabel. Statistik deskriptif
dari data yang dianalisis ditunjukkan pada tabel berikut.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa besaran return terendah adalah -5,70% dan
tertinggi 58,52%, dengan rata-rata sebesar 2,7989% dan standar deviasinya sebesar 6,24610.
Sementara itu, pada variabel current ratio, rasio terendah sebesar 19,51% dan tertinggi 783%.
Nilai rata-rata current ratio adalah 194,86% dan standar deviasinya 1,376. Selanjutnya untuk
7
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
variabel DER, nilai terendah sebesar 7,71%, rata-rata 82,55%, dan nilai tertinggi 285%.
Standar deviasi DER adalah 0,501. Variabel ROA memiliki nilai terendah -10,27%, nilai
tertinggi 31,61%, dengan rata-rata sebesar 5,939% dan standar deviasinya adalah 6,05151.
Variabel terakhir, yaitu beta memiliki nilai terendah sebesar -2,44, sementara nilai
tertingginya adalah 4,81, rata-rata koefisien beta adalah sebesar 1,2007 dan standar deviasi
1,268.
Uji asumsi klasik dilakukan agar data-data yang digunakan di dalam penelitian ini
memenuhi asumsi best linear unbiased estimation (BLUE). Untuk itu, pengujian asumsi
klasik akan meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji
multikolinearitas.
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk memastikan data residual yang terbentuk dari model
regresi memiliki distribusi normal. Gambar berikut menunjukkan hasil uji normalitas.
Mean 1.31e-15
12 Median -0.173658
Maximum 12.03996
Minimum -7.959750
Std. Dev. 4.199148
8
Skewness 0.269033
Kurtosis 2.597393
4
Jarque-Bera 3.010710
Probability 0.221939
0
-8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 12
Sumber: Peneliti (2016), diolah
Pada data di atas dapat dilihat bahwa nilai Jarque-Bera sebesar 3,01 yang artinya lebih
besar dari 0,05 (5%). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara
normal.
Uji Autokolerasi
Uji autokolerasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara faktor
pengganggu satu dengan lainnya. Pengujian autokolerasi dilakukan melalui koefisien Durbin-
Watson.
8
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
Data yang diuji tidak mengalami autokorelasi apabila dU < DW < 4-dU. Berdasarkan
jumlah sampel (n) = 160, variabel bebas (k) = 4, maka dapat diketahui bahwa 1,7930 < 2,206
< 2,207, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diuji terbebas dari adanya
autokorelasi.
Uji Heteroskedastisitas
15
10
15 0
10 -5
-10
5
-5
-10
25 50 75 100 125 150
Melalui pola di atas, dapat dilihat bahwa residualnya tidak membentuk pola tertentu
yang teratur dan data tersebar secara acak di sekitar garis angka 0, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji Multikolinearitas
9
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
Pada tabel di atas terlihat bahwa besaran koefisien korelasi antar variabel bebas
semuanya menunjukan angka sebesar kurang dari 0,8. Dengan demikian dapat disimpulkan
tidak terjadi multikolinearitas.
Berdasarkan hasil analisis pada tabel tersebut, diperoleh persamaan sebagai berikut:
Interpretasi dari persamaan di atas adalah bahwa apabila tidak terdapat variabel CR,
DER, ROA dan beta, maka besarnya return saham adalah -0,788. Selanjutnya--dengan
asumsi variabel lain tidak berubah--perubahan sebesar satu persen pada CR akan
menyebabkan penurunan return saham sebesar 4,3%. Sebaliknya, asumsi variabel lain tidak
berubah, perubahan sebesar satu persen pada masing-masing nilai DER, ROA, dan Beta akan
menyebabkan peningkatan return saham secara berurutan adalah sebesar 224,2%, 18,4%, dan
60,5%.
10
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
Berdasarkan tabel 6 di atas terlihat bahwa besarnya nilai Prob (F-statistic) adalah
sebesar 0,002, dan nilai lebih rendah daripada 5%. Dengan demikian model persamaan
regresi regresi yang diperoleh layak digunakan untuk menjelaskan perubahan return saham
sebagai akibat dari perubahan-perubahan pada Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on
Asset, dan risiko (beta). Meskipun demikian besarnya pengaruh seluruh variabel terhadap
return saham--yang ditunjukkan dengan koefisien Adjusted R-Square--relatif rendah, yaitu
sebesarnya 7,7%.
Mengacu pada hasil analisis pada tabel 5, pengujian hipotesis penelitian dengan
menggunakan uji-t menunjukkan bahwa besaran nilai prob untuk variabel DER dan ROA
lebih rendah dari pada 5%, yaitu sebesar 0,0304 dan 0,0214. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa DER dan ROA memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham.
Hasil yang berbeda terlihat pada variabel CR dan yang menunjukkan nilai prob kedua
masing-masing sebesar 0,9040 dan 0,1261. Nilai prob kedua variabel ini berada di atas 0,05
dan berarti bahwa kedua variabel ini tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
Penelitian ini mengajukan hipotesis kedua bahwa DER berpengaruh negatif signifikan
terhadap harga saham. Hasil penelitian ini menemukan fakta yang berbeda, yaitu DER
berpengaruh positif signifikan terhadap return saham. Pada umumnya, utang merupakan
indikator yang terlihat secara nyata oleh investor. Sebagian investor berasumsi bahwa
penggunaan utang yang tinggi selalu disertai dengan risiko yang meningkat, terutama yang
berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban keuangannya.
Perusahaan yang bernilai tinggi akan cenderung memiliki lebih banyak utang dibandingkan
perusahaan yang bernilai lebih rendah. Cost of debt yang tinggi merupakan penghambat
perusahaan dengan nilai rendah untuk berutang lebih banyak. Bagi perusahaan properti
dengan aset besar, utang tersebut dimanfaatkan di dalam pembiayaan properti, dan sepanjang
dapat secara rutin memberikan cash inflow bagi perusahaan, hal itu tidak dipandang buruk
bagi investor. Kepemilikan aset likuid yang tinggi menjamin kelancaran untuk membayar
biaya utang yang timbul. Selain itu, penggunaan utang yang banyak juga menandakan bahwa
perusahaan memiliki kemampuan membayar kembali bunga utang beserta prinsipalnya.
Data supply dan demand properti (mall) Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan
Bekasi secara konstan menunjukkan peningkatan selama kurun waktu 2011-2015. Statistik
ini sekaligus menjadi indkator bahwa meskipun besaran DER mengalami peningkatan, tetapi
peningkatan tersebut digunakan diinvestasikan kembali menjadi properti. Sepanjang jumlah
permintaan (yang dibuktikan dengan peningkatan tingkat okupansi mall) dapat mengimbangi
supply properti yang tersedia, investor atau calon investor saham perusahaan mengasumsikan
tetap terjadi net cash inflow bagi perusahaan. Dengan demikian, perusahaan memiliki kinerja
yang baik dalam menghasilkan keuntungan dan return saham, serta menambah menambah
kepercayaan investor. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Susilowati (2011) dan
Ismyanti dan Yusniar (2014) yang menunjukkan bahwa DER memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap return saham, namun berbanding terbalik dengan penelitian Hermawan
11
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
(2012) yang menyatakan sebaliknya. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian
Suharli (2005), Ulupui (2007), Melintan (2011), Budialim (2013) yang menyatakan DER
tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis ketiga bahwa ROA berpengaruh positif dan
signifikan terhadap return saham diterima. ROA merupakan rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui seluruh dana yang ditanamkan
dalam aset perusahaan. Semakin tinggi ROA menandakan perusahan cukup baik dalam
mengelola asetnya untuk memperoleh keuntungan. Selanjutnya, semakin tinggi ROA,
kepercayaan investor untuk menanamkan modal pada perusahaan akan meningkat. Hal ini
terjadi karena investor percaya perusahaan dapat memanfaatkan aset dengan baik agar dapat
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan yang semakin tinggi akan
berdampak pada meningkatnya harga saham yang selanjutnya meningkatkan return. Hasil ini
juga didukung oleh hasil penelitian Ulupui (2007) dan Malintan (2011), semakin tinggi ROA
maka kinerja perusahaan dipandang semakin baik oleh investor, perusahaan dapat
memanfaatkan aset yang dimiliki dengan baik sehingga dapat menghasilkan pendapatan.
Sebaliknya, penelitian ini menemukan hasil yang berbeda dibandingkan dengan penelitian
Susilowati dan Turyanto (2011) dan Budialim (2013), yaitu ROA tidak berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
Penelitian ini menemukan bahwa current ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap
return saham dan hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis pertama. Menurut Ross et. al. (2010 :
104), current ratio yang tinggi secara langsung menunjukkan alat likuid perusahaan terlalu
banyak dan sekaligus mengindikasikan bahwa perusahaan tidak efisien dalam menggunakan
uang kas serta aset jangka pendek yang dimiliki. Dengan bahasa yang berbeda, current ratio
yang tinggi adalah indikator adanya idle money. Umumnya, idle money tersebut tidak
menghasilkan uang, yang bisa diartikan managemen perusahaan tidak memanfaatkan aset
yang dimiliki dengan baik.
Gitman et. al. (2015) menyatakan bahwa current ratio yang tinggi memang
menandakan likuiditas yang semakin baik. Namun demikian, patut dipahami bahwa
kebutuhan likuiditas pada setiap industri dan perusahaan berbeda-beda, nilainya sangat
tergantung pada beberapa hal, termasuk antara lain ukuran perusahaan atau pun tingkat
volatilitas bisnis yang dihadapi. Aset likuid yang tinggi tersebut akan lebih baik
didistribusikan kembali ke dalam investasi yang menguntungkan, sehingga dapat
memberikan tingkat pengembalian yang lebih tingi pula. Pada saat memutuskan untuk
investasi, tujuan investor adalah mempertahankan dan meningkatan kesejahteraannya dan ini
hanya dapat diperoleh apabila perusahaan mendapatkan keuntungan. Apabila perusahaan
tidak menunjukkan kinerja yang baik, termasuk tidak bijaksana di dalam memanfaatkan aset
lancar yang dimiliki, kepercayaan investor terhadap perusahaan akan menurun. Dikaitkan
dengan industri yang dijadikan dasar penelitian ini, dapat disebutkan bahwa perusahaan di
sub sektor property dan real estate tidak membutuhkan aset lancar yang besar, oleh karena
itu, aset lancar tersebut seharusnya digunakan untuk diinvestasikan kembali agar lebih
maksimal lagi dalam menghasilkan keuntungan. Hasil penelitian ini didukung oleh Malintan
(2011) dan Budialim (2013), namun tidak sejalan dengan temuan Ulupui (2007) yang
menyatakan bahwa current ratio berpengaruh positif signifikan terhadap return saham.
Hipotesis ke-4 menyatakan bahwa beta berpengaruh positif terhadap return saham.
Gitman, et. al. (2015) menyatakan bahwa beta yang semakin tinggi akan menandakan
semakin besar suatu sekuritas dihadapkan pada risiko sistematik. Semakin tinggi risiko
sistematik yang membayangi suatu sekuritas, maka semakin tinggi pula return yang harus
ditawarkan bagi investor. Penelitian ini menemukan bahwa tidak memiliki pengaruh
terhadap return saham. Hasil serupa sejalan dengan penelitian Suharli (2005), Nugroho dan
Triyonowati (2013), Artaya (2014), serta Septiani dan Suparmi (2014). Di sisi lain, Budialim
12
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
(2013), Ismayanti dan Yusniar (2014), dan Paramitasari (2014) menemukan bahwa
berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham atau penelitian Nugroho dan
Sukhemi (2015) yang menemukan bahwa berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
return saham dan hasil-hasil penelitian ini berbeda dengan temuan di dalam penelitian ini.
Beta adalah menunjukkan risiko. Risiko yang dimaksudkan di sini merupakan risiko
yang tidak dapat dihindarkan, termasuk dengan melalui serangkaian upaya diversifikasi
portofolio karena berkaitan dengan kondisi pasar secara umum. Di dalam penelitian ini,
disinyalir bahwa beta bukan merupakan suatu faktor yang diperhatikan oleh investor dalam
memutuskan untuk berinvestasi. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya semua industri
pasti dihadapkan pada risiko. Oleh karena itu, dianggap bahwa risiko merupakan suatu
kenicayaan. Selain itu, para investor kiranya memandang prospek industri sebagai suatu
faktor yang cukup dominan untuk menentukan pertimbangan investasi. Sepanjang industri
Real Estate dan Property memiliki prospek pertumbuhan yang baik, baik pada sisi supply
maupun dari aspek permintaan, investor akan tetap tertarik untuk menanamkan dana pada
industri ini. Berdasarkan data sales rate dan supply, dalam hal ini diwakili oleh condominium
(apartemen dengan hak milik), sejak 2009 sampai dengan prediksi 2016, diperoleh fakta
bahwa tingkat penjualan (sales rate) apartemen dengan hak milik di Jabodetabek tahun 2011-
2015 cenderung stabil dan mendekati tingkat 100%. Demikian pula data tingkat pra penjualan
(pre-sales rate) yang menunjukkan kondisi yang stabil. Supply condominium cendung
meningkat dari tahun ke tahun, bahkan di tahun 2016 ini diprediksikan meningkat dengan
peningkatan yang cukup tinggi. Selain itu, sepanjang 2011-2015, jumlah proposed supply
terus mengalami peningkatan, dan terakhir, seperti disebutkan pada bagian sebelumnya,
tingkat occupancy mall juga mengalami peningkatan yang tinggi dan konstan. Berbekal
gambaran kondisi yang cukup optimis ini kiranya cukup wajar apabila investor memiliki
image positif terhadap kinerja perusahaan tersebut di dalam mempertahankan tingkat
keuntungan dan membuat investor yakin bahwa menginvestasikan dana mereka pada industri
properti memiliki prospek yang baik, tanpa harus memperhatikan besaran beta perusahaan.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya, berikut adalah kesimpulan yang
dapat diambil, yaitu (1) debt to equity ratio (DER) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham; (2) Return on asset (ROA) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham; dan (3) Current ratio (CR) serta beta () tidak berpengaruh terhadap
return saham perusahaan subsektor property dan real estate pada Bursa Efek Indonesia.
Daftar Pustaka
Ross, Stephen, Westerfield W., Randolph, dan Jaffe, Jeffrey. (2010). Coorporate Finance
9th Edition. New York: The McGraw Hill.
Andansari, Neni Awika. (2016). Pengaruh Return on Equity (ROE), Price Earning Ratio
(PER), Total Asset Turn Over (TATO) dan Price to Book Value (PBV) terhadap
Return Saham (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Sektor Makanan dan
Minuman yang terdaftar di BEI Periode 2008 2014). Journal of Accounting: Vol.
2, No. 2
Artaya, Made, Ida Bagus Anom Purbawangsa, dan Luh Gede Sri Artini. (2014). Pengaruh
Faktor Ekonomi Makro, Risiko Investasi, dan Kinerja Keuangan Terhadap Return
Saham Perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI). E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis:
Universitas Udayana, 3.12.
13
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
Budialim, Giovanni. (2013). Pengaruh Kinerja Keuangan dan Risiko terhadap Return Saham
Perusahaan Sektor Consumer Goods di Bursa Efek Indonesia Periode 2007 2011".
Jurmal Ilmiah Mahasiswa: Universitas Surabaya, Vol. 2 No.1.
Cushman & Wakefield Indonesia Research. (2016).Jakarta Property Market Overview Q2
2016.
14
Belinda Yuniandri Standyarto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Nicodemus Simu Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
Subramanyam. K. R. dan Wild, John J. (2012). Financial Statement Analysis 10th Edition.
New York: The McGraw - Hill.
Suharli, Michell. (2005). Studi Empiris terhadap Dua Faktor yang Mempengaruhi Return
Saham pada Industri Food & Beverages di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi &
Keuangan: Vol. 7, No. 2.
Susilowati, Yeye dan Tri Turyanto. (2011). Reaksi Signal Rasio Profitabilitas dan Rasio
Solvabilitas terhadap Return Saham Perusahaan. Dinamika Keuangan dan
Perbankan, Vol. 3, No. 1.
Ulupui, I G. K. A. (2007). Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas dan
Profitabilitas terhadap Return Saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan Minuman
dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di BEJ). Jurnal Ilmiah Akuntansi dan
Bisnis:Vol. 2, No. 1
www.idx.co.id
www.yahoofinance.com
15
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
ANALISIS STRATEGI BERSAING PASAR KAGET UNTUK
MEMENANGKAN PERSAINGAN
Abstract
The problem companies are becoming increasingly complex and competitive business be
increased very sharply, as a result of changes in the business environment in the era of globalization.
Companies must be able to adapt to the environment in order to survive in the midst of these
conditions. For that management is required to manage the organization in a better and more
professional in controlling the activities of the company. Business "shock market" Cikarang, Jababeka,
Bekasi as a collection of merchants who sell various products to lower middle class should
immediately anticipate and prepare for making new business strategies to survive and thrive in the
future. The study has the purpose of analyzing the external and internal business environment,
identifying, evaluating business strategies and finding alternative strategies for the future that can be
implemented " shock market. External business environment will be analyzed with descriptive
qualitative method involving shared business environment (economic, political, ecological and
technological), Porter's competitive forces, the forces of the trigger and the key success factors.The
results showed that the manager should earnestly follow external analysis results such as politics,
economics and ecology as well as industrial environments (competition among members of the
industry, the threat of new entrants, threat of substitute products, buyer powerful and strong supplier)
Keywords : market shock, the external business environment , the strength of competition Porter
1. Pendahuluan
Perkembangan bisnis di era globalisasi saat ini mengakibatkan kompetisi antar perusahaan
semakin hebat. Tantangan yang dihadapi setiap perusahaan terus bertambah dan kompleks seiring
tuntutan dari dalam maupun luar. Pasar tradisional termasuk pasar kaget kini kian tereduksi oleh
hadirnya pusat perbelanjaan modern di Indonesia paska reformasi 1998 hingga kini.
Eksistensi pasar modern di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Menurut
data yang diperoleh dari Euromonitor (2004), hypermarket merupakan peritel dengan tingkat
pertumbuhan paling tinggi (25%), koperasi (14,2%), minimarket convenience stores (12,5%),
independent grocers (8,5%), dan supermarket (3,5%). Selain mengalami pertumbuhan dari sisi jumlah
dan angka penjualan, peritel modern mengalami pertumbuhan pangsa pasar sebesar 2,4% per tahun
terhadap pasar tradisional. Berdasarkan survey AC Nielsen (2006) menunjukkan bahwa pangsa pasar
dari pasar modern meningkat sebesar 11,8% selama lima tahun terakhir. Jika pangsa pasar dari pasar
modern pada tahun 2001 adalah 24,8% maka pangsa pasar tersebut menjadi 32,4% tahun 2005. Hal ini
berarti bahwa dalam periode 2001 2006, sebanyak 11,8% konsumen ritel Indonesia telah
meninggalkan pasar tradisional dan beralih ke pasar modern.
16
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Persoalan eksistensi pasar tradisional pada era globalisasi sekarang ini memang menarik
disoroti, terlebih peran yang diembannya sebagai bisnis ritel tradisional. Adanya liberalisasi bisnis ritel
tidak terlepas dari liberalisasi ekonomi. Nilai investasi bisnis ritel modern di tahun 2006 sebesar Rp
50,8 triliun dan tahun 2008 meningkat menjadi Rp 58,5 triliun. Hal tersebut berlanjut di tahun 2010
dimana bisnis ritel modern tumbuh 12% dan tahun 2012 diperkirakan ritel modern akan tumbuh 13% -
15%. Kondisi ini tentunya sangat kontras dengan kondisi perekonomian yang dihadapi pasar
tradisional.
Menurut data yang dihimpun dari Kemendag tahun 2011 menyebutkan pasar tradisional
mengalami pertumbuhan minus 8,1% setiap tahunnya. Tingkat profitabilitas pasar tradisional juga
mengalami penyusutan secara masif semenjak ritel mengalami liberalisasi pada tahun 2000. Tercatat
bahwa profitabilitas pasar tradisional di kawasan Jabodetabek pada tahun 2001 mengalami penyusutan
hingga 40% dan pada 2011 lalu pasar tradisional mengalami penyusutan mencapai 60%. Kondisi
serupa juga berlaku di berbagai wilayah Indonesia lainnya yang rata-rata mencapai 70-80% tiap
tahunnya. Oleh karena itulah, sinyalemen bahwa perekonomian nasional tidak berpihak kepada rakyat
memang benar adanya. Matinya pasar tradisional sebagai arena ekonomi mikro bagi rakyat oleh
hadirnya ritel modern yang dikomandoi oleh swasta asing yang berkolaborasi dengan swasta nasional
menandakan bahwa terjadi praktik neokolonialisme dalam konteks perekonomian di Indonesia.
Di kota Jababeka, Cikarang, Bekasi dengan jumlah lebih dari 10 ribu perumahan, merupakan
pasar yang potensial bagi peritel nasional maupun peritel asing. Memang banyaknya jumlah penduduk
merupakan faktor utama berhasil tidaknya pasar ritel. Pasar kaget yang diselenggarakan sejak tahun
2011 dan dilaksanakan setiap akhir minggu dan diberi nama Festival Belanja dan Kuliner Plaza
JB sebagai salah satu pasar ritel simbol perekonomian rakyat. Nilai utilitas atau nilai guna pasar kaget
sangat urgen bagi masyarakat bawah, karena terdapat puluhan ribu orang rakyat kecil (pedagang) yang
menggantungkan biaya hidupnya, sumber penghidupannya. Pasar ini berada di bawah pengelolaan
manajemen PT. Tsann Kuen Property Development Indonesia dan beralamat di Jl. Niaga Raya Kav. 1,
Jababeka Cikarang 17550. Sebagai gambaran, pasar kaget atau pasar festival digelar setiap akhir
minggu di halaman parkir Plaza JB yang diikuti sekitar 151 pedagang internal (tenant) dan pedagang
eksternal. Pedagang internal berasal dari peserta yang setiap harinya membuka kios atau toko di dalam
supermarket Plaza JB, sedangkan pedagang eksternal berasal dari luar yang telah lolos seleksi. Jenis
produk yang dijual dikelompokkan ke dalam kuliner atau makanan serta non kuliner yang berupa
produk asesoris, pakaian, boneka dan sejenisnya.
Supermarket di Cikarang tumbuh dengan pesat dan mengindikasikan munculnya berbagai
masalah di pasar tradisional umumnya dan pasar kaget khususnya. Indikasi ini terlihat ketika konsumen
dan pelanggan berlari meninggalkan pasar kaget dan beralih ke berbagai supermarket. Mengantisipasi
perkembangan beralihnya masyarakat ke supermarket, diperlukan peningkatan tuntutan masyarakat
yang menginginkan pelayanan pasar yang lebih profesional dan sekaligus mengantisipasi
perkembangan atau persaingan perdagangan eceran (retail business) yang semakin tajam dan semakin
ketat di masa yang akan datang, maka dituntut melakukan upaya pembenahan untuk
mengubah/memperbaiki citra (image) pasar kaget yang terkesan negatif untuk kemudian tampil dalam
performa baru menyangkut manajemen/restrukturisasi, sumber daya manusia, sumber dana, kualitas
pelayanan dan kuantitas komoditas yang dijual sesuai dengan tuntutan masyarakat. Ditambah lagi di
bawah manajemen PT. Jababeka juga menyelenggarakan pasar pagi sejak sekitar setahun yang lalu dan
diberi nama Pasar Bersih Cikarang.
Kondisi tersebut mengharuskan pihak manajemen dapat mengelola organisasinya secara lebih
baik dan profesional agar perusahaan (pasar kaget) tetap survival dan tujuan perusahaan yang telah
ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien, mampu mengevaluasi kejadian dan perubahan
17
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
masa lalu dan mampu bereaksi terhadap perubahan yang sedang terjadi saat ini maupun masa yang
akan datang. Pihak manajemen harus introspeksi diri dengan melihat apakah selama ini pedagang telah
memahami keinginan konsumen ataukah belum. Apakah persepsi pedagang selama ini sama dengan
konsumen ataukah tidak mengenai faktor yang dipertimbangkan konsumen untuk berbelanja di pasar
kaget. Selain itu juga perlu diketahui variabel apa yang dipertimbangkan konsumen sehingga
memutuskan berbelanja di supermarket atau cenderung di pasar kaget.
Pasar kaget di dekat pemukiman telah memberikan dampak positif diantaranya mampu
memberikan pelayanan bagi kebutuhan warga; menyediakan kebutuhan sehari-hari, memberikan
peluang usaha, kesempatan kerja serta mendorong pengembangan suatu wilayah, yang pada akhirnya
jika kesejahteraan dan pendapatan ekonomi meningkat akan berpengaruh pada perbaikan kualitas
masyarakat. Khusus pasar festival, penyelenggaraan setiap akhir pekan bertujuan untuk menarik
pembeli dan menambah pelanggan untuk berbelanja di tenda/lapak serta memasuki Plaza JB yang
akhir-akhir ini mulai sepi pengunjung. Hal inilah yang mendasari pemikiran manajemen PT. Tsann
Kuen Property Development Indonesia agar pasar festival harus banyak pengunjung dan dapat
memenangkan persaingan dengan kompetitor lainnya termasuk Pasar Bersih Cikarang dan ritel lainnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah
Analisis Strategi Bersaing Pasar Kaget untuk Memenangkan Persaingan (Studi Kasus Pasar
Festival Belanja dan Kuliner Plaza JB, Jababeka, Cikarang) . Hal-hal yang akan dibahas dalam
tulisan ini adalah strategi manajemen untuk mempertahankan pelanggan serta dapat meningkatkan
jumlah konsumen sehingga pengguna atau penyewa pasar kaget meningkat.
Analisa permasalahan akan dibatasi dalam ruang lingkup sebagai berikut:
a. Lokasi penelitian pasar kaget akan dibatasi di Pasar Festival Belanja dan Kuliner Plaza JB wilayah
kota Jababeka, Cikarang, Bekasi yang diselenggarakan sejak tahun tahun 2011.
b. Pemakaian data internal, antara lain: jumlah pengguna/penyewa, biaya sewa, jenis produk yang
dijual, jumlah pengunjung, jumlah karyawan yang diambil sejak tahun 2011 ke atas. Data
kompetitor akan diambil melalui PT. Jababeka, Tbk dan hanya kompetitor yang masih aktif dan
sehat.
c. Data struktur organisasi, survey kepuasan pelanggan dan observasi langsung di lapangan saat
pasar kaget digelar.
18
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
d. Menghasilkan sistem dan metoda yang lebih baik untuk direkomendasikan ke manajemen agar
pasar kaget dapat bersaing dengan pasar modern sehingga meningkatkan jumlah omzet.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait diantaranya
sebagai berikut:
a. Bagi pihak manajemen, diharapkan penelitian ini dapat memberikan alternatif dalam rangka
perbaikan dan penyempurnaan proses di internal untuk mengoptimalkan jumlah omzet serta
rencana strategi menghadapi pesaing.
b. Memberikan kesempatan besar bagi penulis untuk menambah dan memperluas pengetahuan
dalam penyusunan strategi yang diterapkan di bisnis pasar kaget.
c. Bagi pihak lain, dapat meningkatkan pengetahuan serta wawasan dalam melihat peluang di pasar
dan strategi yang akan dipakai organisasi demi memenangkan persaingan.
3. Tinjauan Pustaka
Ada banyak faktor eksternal yang mempengaruhi pilihan arah dan tindakan suatu perusahaan
dan akhirnya struktur organisasi serta proses internalnya. Faktor-faktor ini yang dinamakan lingkungan
eksternal, dapat dibagi menjadi sub-kategori yang saling berkaitan: faktor-faktor dalam lingkungan
jauh (remote), faktor-faktor dalam lingkungan industri dan faktor-faktor dalam lingkungan operasional.
Secara bersama-sama, faktor-faktor ini merupakan landasan peluang dan ancaman yang dihadapi
perusahaan dalam lingkungan bersaingnya. Lingkungan jauh terdiri dari faktor-faktor yang bersumber
dari luar, seperti: ekonomi, sosial, politik, teknologi dan faktor ekologi.
Faktor ekonomi berkaitan dengan sifat dan arah sistem ekonomi tempat suatu perusahaan
beroperasi. Baik di tingkat nasional maupun internasional, perusahaan harus mempertimbangkan
ketersediaan kredit secara umum, tingkat penghasilan yang dapat dibelanjakan (disposable income),
serta kecenderungan belanja masyarakat (propensity to spend). Suku bunga primer, laju inflasi serta
kecenderungan pertumbuhan PNB merupakan faktor-faktor ekonomi lain yang harus pula
dipertimbangkan. Faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan adalah kepercayaan, nilai,
sikap, opini dan gaya hidup orang-orang di lingkungan eksternal perusahaan, yang berkembang dari
pengaruh kultural, ekologi, demografi, agama, pendidikan dan etnik. Faktor politik berkaitan dengan
19
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
arah dan stabilitas yang menentukan parameter legal dan regulasi yang membatasi operasi perusahaan.
Kendala politik dikenakan atas perusahaan melalui keputusan tentang perdagangan yang adil, undang-
undang antitrust, program perpajakan, ketentuan upah minimum, kebijakan tentang polusi dan
penetapan harga, batas administratif dan banyak lagi tindakan yang dimaksudkan untuk melindungi
pekerja, konsumen, masyarakat umum dan lingkungan. Faktor teknologi dapat mempunyai dampak
segera dan dramatik atas lingkungan perusahaan. Terobosan teknologi dapat membuka pasar dan
produk baru yang canggih atau dapat juga mempersingkat usia fasilitas produksi. Faktor ekologi
dalam tahun 1990-an paling menonjol dalam lingkungan jauh seringkali adalah hubungan timbal balik
antara bisnis dan ekologi. Istilah ekologi mengacu pada hubungan antara manusia dan makhluk hidup
lainnya dengan udara, tanah dan air yang mendukung kehidupan mereka. Ancaman terhadap ekologi
pendukung kehidupan kita yang utamanya disebabkan oleh kegiatan manusia dalam suatu masyarakat
industrial biasanya dinamakan polusi.
Buku dari guru besar Harvard Michael E. Porter Competitive Strategy (strategi bersaing)
mendorong konsep lingkungan industri ke permukaan pemikiran strategi dan perencanaan usaha. Inti
dari buku tersebut adalah Porter menjelaskan 5 kekuatan yang membentuk kompetisi dalam industri.
Kerangka kerja Porter yang didefinisi dengan baik membantu manajer stratejik mengaitkan pengaruh
dari faktor-faktor remote terhadap akibat yang dihasilkan pada lingkungan operasi perusahan.
Menurut Porter, sifat dan tingkat kompetisi dalam suatu industri bergantung pada 5 kekuatan (five
competitive forces), yaitu:
1. Ancaman pendatang baru (The threat of new entrants)
2. Daya tawar pelanggan (The bargaining power of customer)
3. Daya tawar pemasok (The bargaining power of supplier)
4. Ancaman produk atau jasa substitusi (The threat of substitute products or services)
5. Persaingan diantara kontestan yang ada (The jockeying among current contestants atau rivalry
among existing firms)
Untuk menyusun rancangan strategi menghadapi kekuatan-kekuatan ini dan tumbuh, suatu
perusahaan harus memahami bagaimana cara kerja kekuatan-kekuatan tersebut dalam industri dan
bagaimana pengaruh mereka terhadap perusahaan dalam situasi tertentu. Intisari formulasi strategi
adalah menanggulangi persaingan. Tetapi sering sekali kita memandang persaingan terlalu sempit dan
terlalu pesimistik. Tambahan lagi, dalam perjuangan untuk memperoleh bagian pasar (market share),
persaingan tidak hanya terjadi di antara sesama peserta persaingan. Persaingan dalam suatu industri
berakar pada situasi ekonomi yang mendasarinya, dan kekuatan persaingan yang ada tidak hanya
berupa peserta persaingan atau perusahaan yang sudah ada dalam industri tersebut. Pelanggan
(pembeli), pemasok, calon pendatang baru, dan produk substitusi (pengganti) semua merupakan
peserta persaingan yang dapat penting atau aktif bergantung pada industrinya. Kekuatan gabungan
dari faktor-faktor ini menentukan potensi laba suatu industri. Persaingan dalam industri dapat tajam
seperti ban, kaleng logam dan baja, yang para anggotanya tidak menikmati ROI tinggi, atau sedang-
sedang saja seperti dalam industri jasa dan peralatan perminyakan, minuman ringan dan kebutuhan
kamar mandi, yang para anggotanya masih berpeluang menikmati laba sangat tinggi.
20
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
mempunyai pengaruh paling besar dengan berbagai macam perubahan dalam struktur industri dan
lingkungan persaingan. Beberapa kekuatan pemicu berasal dari lingkungan makro perusahaan dan
beberapa berasal dari dalam industri dan lingkungan persaingan (Thompson & Strickland III, 2005).
21
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
c. Pembeli pasar tradisional biasanya menguasai dan mengenal pasar tersebut utamanya masalah
harga, karena bila tidak tahu, harga komoditas bisa dua atau tiga kali lipat.
Definisi pasar kaget tidak dapat ditemukan dalam peraturan perundangan sehingga secara
implisit dapat dinyatakan bahwa pemerintah belum menganggap perlu pengawasan dan pengelolaan
jenis pasar tersebut. Sementara itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasar kaget adalah pasar
sesaat yang terjadi ketika terdapat sebuah keramaian atau perayaan. Namun bagi masyarakat Jababeka,
Cikarang, sebutan pasar kaget adalah satu jenis pasar tradisional dengan kegiatan pasar yang sifatnya
sementara dengan wadah berjualan yang tersedia tidak permanen atau semi permanen dan aktivitasnya
hanya untuk hari Sabtu sore dan Minggu pagi.
Bervariasinya kegiatan yang terjadi dalam pasar serta peran pasar yang penting dalam suatu
kota, mengakibatkan pasar membutuhkan lahan dan tempat yang strategis di kota tersebut. Pasar
merupakan salah satu komponen pelayanan dari suatu kota, daerah dan wilayah tertentu sehingga akan
mengakibatkan kaitan dan pengaruh antar unsur penunjang kegiatan perekonomian kota. Sebuah pasar
yang letaknya strategis akan lebih menjamin kelancaran penjualannya daripada yang letaknya di tempat
yang kurang strategis. Faktor-faktor keramaian lalu lintas, kemungkinan sebagai tempat pemberhentian
orang untuk berbelanja, keadaan penduduk di lingkungan tersebut, keadaan perparkiran kendaraan dan
lain-lain merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi sebuah pasar.
Lokasi dimana pasar itu dibangun akan sangat mempengaruhi minat masyarakat untuk
mengunjungi pasar tersebut. Faktor penting yang harus menjadi pertimbangan adalah wilayah
perdagangan yang membatasi suatu kota. Pasar sebaiknya dibangun pada wilayah perdagangan yang
ramai dan luas. Pasar yang dibangun pada tempat yang tidak ada aktivitas perdagangan sangat sulit
diharapkan akan dikunjungi oleh masyarakat. Jarak antara masyarakat yang diperkirakan akan
berkunjung sebaiknya juga tidak terlalu jauh dan untuk mencapainya tersedia cukup fasilitas
transportasi atau aksesibilitas yang lancar. Beberapa hal yang menjadi jarak yang jauh dirasakan
menjadi lebih dekat yaitu adanya jalan dan transportasi, kemudahan untuk parkir, kelengkapan dan
kualitas barang-barang yang dijual dan kemudahan untuk mencapai lokasi (tidak macet misalnya).
Jumlah penduduk, pendapatan perkapita, distribusi pendapatan, aglomerasi dan kebijakan
pemerintah sangat berpengaruh dalam penentuan lokasi suatu kegiatan (Marsudi Djojodipuro, 1992).
Suatu daerah yang memiliki jumlah penduduk banyak merupakan pasar yang perlu dipertimbangkan.
22
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
khususnya di sekitar pasar akan menjadi bertambah kumuh, jalan semakin macet dan semrawut,
saluran drainase mampet, sampah bertambah, jalanan becek dan bau tak sedap.
2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Terhadap Kesuksesan Usaha Jasa
(Studi Pada Usaha Jasa Mikro-Kecil di Sekitar Kampus Undip Pleburan), Azizah Pratiwi, 2010.
Hasil penelitiannya sebagai berikut : Pemilihan lokasi usaha yang memperhatikan variabel
kedekatan dengan infrastruktur, kedekatan dengan lingkungan bisnis dan biaya lokasi terbukti
memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kesuksesan usaha jasa berskala mikro
kecil yang berada di sekitar kampus Undip, Pleburan, Semarang.
4. Metode Penelitian
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang
diperlukan (Moh. Nazir, 1988 : 2011). Dalam penelitian ini metode pengumpulan data adalah dengan
cara pengamatan langsung, melakukan wawancara, dan juga menggunakan daftar pertanyaan yang
sering disebutkan secara umum dengan nama kuesioner. Pengamatan data dengan observasi langsung
atau dengan pengamatan langsung dilakukan dengan cara melihat langsung dan mengamati lokasi
kegiatan usaha yang berada di lapangan.
a. Studi pustaka
Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari berbagai sumber pustaka seperti buku-
buku teks, literatur, jurnal, surat kabar dan makalah yang terkait dengan masalah penelitian
sebagai bahan yang akan digunakan dalam penulisan.
b. Studi lapangan
Pengumpulan data dilakukan melalui:
1). Mengamati dan mewawancara (interview) para pejabat pengambil keputusan serta pelaksana
di lapangan berupa gambaran atau uraian mengenai strategi yang diterapkan pihak manajemen
pasar kaget.
2). Meninjau dan mengamati proses transaksi para penjual dan pembeli untuk memastikan tawar
menawar harga dan jumlah maupun kualitas produk yang ada
a. Data primer
Data primer dikumpulkan melalui survei primer yang dilakukan melalui pengamatan dan
pengukuran langsung (observasi) di lokasi pasar festival dan penyebaran kuesioner kepada
pedagang dan pengunjung. Adapun teknik pengumpulan data primer terbagi atas beberapa cara,
di antaranya adalah pengamatan visual seluruh lokasi dan aktivitas pasar festival. Teknik kedua
yaitu melalui rekaman visual, cara ini bertujuan untuk merekam kondisi aktual dengan
mengambil gambar menggunakan foto dalam upaya merekam data-data kondisi lapangan.
Teknik ketiga yaitu melalui wawancara, teknik ini mencoba menggali lebih dalam mengenai
tanggapan pihak manajemen, pedagang dan pengunjung untuk memperkuat analisa yang
dilakukan. Teknik terakhir yaitu melalui kuesioner, teknik ini dilakukan untuk memperoleh
informasi permasalahan dan potensi wilayah halaman parkir Plaza JB saat ini serta untuk
menggali aspirasi dan preferensi pedagang terhadap perkembangan pasar festival. Dengan
23
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
demikian diharapkan bahwa studi ini dapat dilakukan dengan menggunakan kompilasi data yang
didapatkan dari instansi terkait dan masukan dari masyarakat setempat sehingga data yang
diperoleh secara keseluruhan menjadi lebih akurat.
b. Data sekunder
Sumber data dapat digolongkan menjadi sumber informasi internal (organisasional) dan
eksternal. Sumber internal merupakan data yang berasal dari database manajemen pasar kaget
baik yang berbentuk laporan jumlah lapak, jenis produk, struktur organisasi dan kebijakan
perusahaan, denah lokasi, jumlah pedagang dan catatan lainnya yang relevan. Sedangkan data
eksternal berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), Website Jababeka, PT. Nielsen Indonesia,
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag) serta data dari buku yang diterbitkan
oleh Pemda Kabupaten Bekasi.
Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling, dalam hal ini semua
responden mendapat kesempatan yang sama untuk diambil sampel. Jumlah sampel ditentukan dengan
menggunakan rumus Taro Yamane, sebagai berikut :
N Dimana :
n = ---------------- n = jumlah sample
2
Nd + 1 N = jumlah populasi
d = level signifikansi yang diinginkan
Berdasarkan rumus tersebut, dapat diperoleh rincian jumlah sampel sebagai berikut :
a. Sampel pedagang
Dengan jumlah populasi sebesar 151 pedagang dan menggunakan level signifikansi sebesar 10%,
maka diperoleh jumlah sampel sebesar :
n = 151 / (151 x (0,1 x 0,1)) + 1
n = 151 / 2,51
n = 60,16
b. Sampel pengunjung
Jumlah populasi pengunjung didapat dari data parkir mobil dan motor selama pasar diselenggarakan
dan hasil wawancara dengan petugas keamanan sekitar 4000 orang serta menggunakan level
signifikansi sebesar 10%, diperoleh jumlah sampel sebesar :
n = 4000 / (4000 x (0,1 x 0,1)) + 1
n = 4000 / 41
n = 97,56
24
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.4. Metoda Analisa Data
Metoda analisa yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis pendekatan, yaitu
:
a. Metode kuantitatif, digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam
preferensi masyarakat terhadap perkembangan pasar kaget. Metode ini menggunakan data
numeric sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan analisis.
b. Metode deskriptif kualitatif, yaitu membandingkan teori-teori tentang stratejik manajemen
dengan praktek yang sedang diterapkan oleh manajemen untuk menentukan sampai sejauh
mana kesenjangan atau kelemahan dan kelebihan strategi organisasi. Apabila terjadi kelemahan
atau kesenjangan akan diidentifikasi serta dicari penyebabnya kemudian diberikan pemecahan
untuk perbaikan sistem dan prosedur penetapan strategi organisasi yang diteliti.
Dalam identitas responden ini terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan dan etnis atau suku
asal. Hasil keseluruhan dari data responden ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Menurut data jenis kelamin yang didapat selama melakukan survei dengan pemberian
kuesioner terhadap 90 pedagang di pasar festival Plaza JB, menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki
lebih banyak dibanding perempuan dalam melakukan usaha atau berdagang. Hal ini terbukti bahwa
prosentase laki-laki sebesar 61,11% atau 55 orang dan prosentase perempuan sebesar 38,88% atau 35
orang dari total sampel yang diambil. Laki-laki yang merupakan tulang punggung keluarga kelihatan
bekerja keras dengan berwiraswasta dengan membuka usaha di setiap akhir minggu. Berdasarkan dari
usia selama melakukan survei terbukti bahwa pedagang yang berada di usia 15 < 25 tahun sebesar
10%, usia 25 < 35 tahun sebesar 43,33%, usia 35 <45 tahun sebesar 41,11% dan usia 45 tahun
sebesar 5,55%. Hal ini menunjukkan bahwa usia yang berdagang di pasar festival lebih banyak usia
produktif dan terlihat masih dalam taraf belajar untuk mencari peluang usaha. Ditinjau dari segi
pendidikan menggambarkan bahwa lulusan SMA/SMK sangat dominan dengan prosentase 67,77%,
25
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
diikuti lulusan SMP sebesar 14,44%, Diploma 7,77%, Sarjana 5,55%, SD 3,33% dan S2 sebesar
1,11%. Angka ini memperlihatkan bahwa berdagang di pasar festival tidak menuntut pendidikan yang
tinggi namun diperlukan keberanian. Berdasarkan etnis/asal suku menunjukkan bahwa suku Jawa
masih paling tinggi sebesar 40%, diikuti Sunda 25,55%, Sumatera 22,22% dan lain-lain 12,22%. Suku
Jawa masih banyak di daerah Cikarang terbukti dari hasil survei tersebut. Sedangkan maksud dari suku
lain-lain adalah Lombok, Betawi, Kalimantan dan beberapa suku lainnya.
Dalam kategori ini dibagi ke dalam lama waktu usaha, jumlah karyawan, komoditas usaha,
waktu usaha, besar keuntungan per hari dan biaya sewa tempat per bulan. Ringkasan data tersebut
ditunjukkan di bawah ini :
90 90 90
Total 90 (100%) 90 (100%) 90 (100%)
(100%) (100%) (100%)
Catatan : Isi nomor jawaban sesuai daftar pertanyaan
Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2013
Berlandaskan data di atas dapat dianalisa bahwa lama waktu usaha sebagian besar pedagang
masih di bawah satu tahun yang ditunjukkan dengan prosentase sebesar 31,11%, sedangkan pedagang
lainnya telah melakukan usahanya di atas satu tahun seiring sejak dibukanya pasar festival sejak 2011.
Menurut kategori jumlah karyawan menggambarkan bahwa selama melakukan usaha, para pedagang
cenderung melakukan usaha sendiri dengan prosentase hasil survei sebesar 36,67%, diikuti usaha
dengan memiliki karyawan sebagai rekan kerjanya sebanyak 1 sampai 3 orang dengan prosentase
32,22% dan lainnya memiliki karyawan di atas 3 orang dengan prosentase yang kecil. Berdasarkan
jenis komoditas usahanya, paling banyak para pedagang berjualan pakaian dengan prosentase 45,55%
diikuti kuliner 21,11%, diikuti berbagai jenis usaha lain dan asesories. Waktu usaha para pedagang
rata-rata dibuka jam 06.00 pagi sampai 12.00 siang. Sedangkan menurut besar keuntungan per hari
menjelaskan bahwa rata-rata pendapatan setiap usaha antara Rp 100.000,- sampai Rp 400.000,-,
digambarkan pada tabel di atas dengan prosentase berkisar 26,66% dan 27,77% selanjutnya pendapatan
mereka di bawah Rp 100.000,- atau lebih dari Rp 550.000,- per harinya. Biaya sewa per bulan yang
26
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
harus ditanggung pedagang berada di harga Rp 150.000,- sampai Rp 250.000,- per bulannya.
Sedangkan lainnya lebih murah karena mendapat dispensasi dari manajemen.
90 90 90 90 90 90
Total 90 (100%)
(100%) (100%) (100%) (100%) (100%) (100%)
Catatan : Isi nomor jawaban sesuai daftar pertanyaan
Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2013
Berdasarkan tabel di atas memperlihatkan bahwa pedagang merasa puas dengan beberapa
fasilitas yang disediakan oleh manajemen pasar festival seperti: kondisi jalan yang baik, ketersediaan
lahan parkir, kondisi persampahan, luas lapak yang memadai serta kondisi keamanan yang baik. Ada
dua hal yang harus diperbaiki oleh pihak manajemen yaitu ketersediaan listrik dan air karena menurut
data di atas, pedagang masih belum puas.
27
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
5.4. Alasan Memilih Lokasi
90 90 90 90
Total 90 (100%) 90 (100%) 90 (100%)
(100%) (100%) (100%) (100%)
Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2013
Tabel di atas menggambarkan bahwa kriteria pedagang dalam memilih lokasi dikarenakan
pasar festival dekat dengan sarana transportasi, biaya transportasi yang murah, jumlah pembeli yang
banyak, lokasi tidak jauh dari rumah dan tersedianya kelengkapan peralatan. Sedangkan satu hal yang
dikeluhkan pedagang karena banyak penjual dengan komoditas barang sama sehingga banyak pesaing.
Sarana transportasi merupakan preferensi utama bagi pedagang dalam pemilihan lokasi. Plaza
JB yang terletak di wilayah dekat jalan utama dan perlintasan bagi angkutan kota, bus, kendaraan
pribadi serta kendaraan bermotor memudahkan pedagang dalam distribusi dan pengangkutan barang
dagangannya. Dalam survei diperoleh angka 66,67% menunjukkan bahwa responden setuju bahwa
sarana transportasi sebagai alasan pemilihan pasar festival sebagai tempat berdagang.
Biaya transportasi murah adalah dasar pedagang untuk pemilihan lokasi. Di samping akses
jalan yang mudah, murahnya biaya transportasi baik menggunakan angkutan umum maupun kendaraan
pribadi juga menjadi pertimbangan pedagang. Responden menyatakan setuju dengan biaya transportasi
murah yang dinyatakan dengan prosentase sebesar 64,44% atau sekitar 58 dari 90 pedagang.
Harga sewa tempat masih dirasakan memberatkan bagi sebagian pedagang. Alasan ini
tidaklah berlebihan jika dibandingkan dengan pendapatan pedagang selama berjualan per bulannya.
Responden menyatakan dengan merasa tidak setuju 33,33% dan biasa atau cukup 33,34%. Sedangkan
pedagang menganggap sewa tempat masih murah jika dibandingkan dengan larisnya dagangan dan
tingginya omset yang didapatkan, angka ini ditunjukkan dengan prosentase sebesar 32,22%.
Jumlah pembeli banyak dijadikan alasan pedagang lebih tertarik memilih pasar festival
sebagai tempat berjualan. Hasil observasi menunjukkan bahwa jumlah pengunjung tidak kurang dari
28
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4000 orang per minggu, berasal dari sekitar perumahan dan pemukiman penduduk. Data ini diperkuat
melalui penjelasan petugas parkir dan petugas keamanan yang selalu berada di lapangan. Responden
setuju dengan jumlah ini dan ditunjukkan dengan prosentase sebesar 64,44%.
Pedagang tidak setuju dengan pernyataan jumlah pesaing sedikit, kenyataan ini diperlihatkan
dengan angka tidak setuju sebesar 41,11%, diikuti dengan menjawab biasa sebesar 17,77%. Banyak
pedagang yang menjual barang dengan jenis sama seperti pakaian, asesoris, mainan, dompet dan lain-
lain. Namun di antara pedagang tidak mengeluh dengan banyaknya pesaing terutama bagian kuliner
atau makanan, terbukti semua makanan hampir dipastikan habis sebelum jam 12.00 WIB. Ungkapan
ini dibuktikan dengan prosentase sebesar 38,88%.
Lokasi pasar tidak jauh dari rumah sebagai alasan utama sebagian pedagang. Banyak
pedagang berasal dari lingkungan perumahan atau daerah pemukiman setempat. Angka ini ditunjukkan
dengan prosentase setuju sebesar 53,33%, meskipun beberapa pedagang tidak berasal daerah setempat
atau dirasakan jauh dari tempat tinggal. Perasaan ini dituangkan dalam angka sebesar 24,44% dan
diikuti tanggapan biasa sebesar 24,44%.
Tersedianya kelengkapan peralatan juga menjadi salah satu alasan berdagang di tempat ini.
Tersedianya lapak, tenda, terpal, tempat sampah dan kelengkapan lainnya memberikan kontribusi
untuk menarik sejumlah pedagang. Kenyataan ini ditunjukkan dengan prosentase setuju dan sangat
setuju sebesar 35,55% dan 43,33%.
Analisis dan penilaian lingkungan (environment assessment) pasar festival Plaza JB lebih rumit
harus menilai beberapa lingkungan secara bersamaan. Sekumpulan faktor-faktor lingkungan eksternal,
lingkungan industri, kekuatan pemicu dan faktor kunci keberhasilan mempengaruhi pemilihan arah dan
tindakan suatu perusahaan, akhirnya berdampak pada struktur organisasi dan proses internalnya.
Akurasi analisis metoda kuantitatif dan kualitatif dalam peramalan masih diperdebatkan dan
kebanyakan riset masih memenangkan model kuantitatif, tetapi perbedaan hasil yang diperoleh kedua
metoda ini seringkali tipis saja. Beberapa model analisis yang dipakai untuk meramal faktor-faktor di
atas adalah analisis SWOT. Secara keseluruhan analisis ini menyoroti peranan sentral bahwa
identifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan berperan dalam pencarian strategi yang
efektif oleh perusahaan. Peluang dan ancaman eksternal secara sistematis dibandingkan dengan
kekuatan dan kelemahan internal dalam pendekatan yang terstruktur. Walaupun analisis SWOT
menyoroti peranan dari analisis internal dalam mengidentifikasi strategi-strategi yang sehat, analisis
SWOT tidak menjelaskan bagaimana pengelola mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-
kelemahan internal.
Ada beberapa faktor eksternal yang saling berinteraksi antara satu dengan lainnya sehingga
mempengaruhi proses atau operasi keputusan strategi suatu pasar. Analisis dan diagnosis lingkungan
eksternal memberikan waktu kepada para penyusun strategi untuk mengantisipasi kesempatan-
kesempatan dan merencanakan tanggapan atau reaksi terhadap lingkungan tersebut.
Faktor-faktor yang bersumber dari luar seperti: ekonomi, politik, ekologi dan teknologi
biasanya tidak berhubungan dengan situasi operasional perusahaan. Lingkungan ini memberikan
kesempatan-kesempatan, ancaman-ancaman dan kendala bagi perusahaan, akan tetapi jarang suatu
perusahaan tunggal mempunyai pengaruh timbal balik yang berarti.
29
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Glueck menyatakan bahwa keadaan ekonomi pada saat sekarang dan dalam masa depan dapat
mempengaruhi nasib baik dan strategi perusahaan. Berbagai faktor ekonomi yang spesifik harus
dianalisis perusahaan meliputi: tingkat siklus bisnis, trend inflasi atau deflasi harga barang dan jasa,
kebijakan moneter, tarip bunga dan devaluasi atau revaluasi serta kebijakan perpajakan. Setiap elemen
faktor ekonomi tersebut dapat membantu atau merintangi pencapaian tujuan dan kesuksesan atau
kegagalan perusahaan (Supriyono, 1993, Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis).
Faktor-faktor politik menentukan parameter legal dan regulasi yang membatasi operasional
pasar tradisional maupun ritel dalam merumuskan strategi. Salah satu isu politik yang hangat pada
masyarakat konsumen adalah perlindungan konsumen, ketenagakerjaan, perlindungan dan pelestarian
lingkungan hidup serta peraturan-peraturan pemerintah. Undang-undang tenaga kerja dianggap oleh
dunia usaha pada umumnya sangat berpihak kepada pekerja tidak segera diubah pemerintah. Titik
lemah materi undang-undang tersebut masih sering dipakai sebagai celah Serikat Pekerja dalam
memenuhi tuntutan hak karyawan daripada melaksanakan kewajiban semestinya. Ketentuan upah
minimum yang harus dinaikkan setiap tahun merupakan beban tersendiri bagi perusahaan karena tidak
diikuti peningkatan etos kerja beberapa karyawan. Kelonggaran peraturan bagi buruh untuk
mengajukan protes dan demonstrasi turut serta melengkapi hambatan kemajuan perusahaan.
Ancaman terhadap ekologi yang utama disebabkan oleh kegiatan manusia dalam suatu
masyarakat industrial biasa dinamakan polusi. Sebagai penyebab utama polusi ekologis, bisnis sekarang
memikul tanggung jawab untuk meniadakan hasil samping limbah atau sampah dan membersihkan
kembali lingkungan yang telah tercemar.
Sifat dan derajat persaingan dalam suatu industri bergantung pada lima kekuatan atau faktor, yaitu:
ancaman pendatang baru, ancaman produk pengganti atau substitusi (jika ada), daya tawar-menawar
pembeli (pelanggan), daya tawar-menawar pemasok dan pertarungan di antara para anggota industri
(peserta persaingan). Tindakan untuk menyusun rancangan strategi menghadapi kekuatan-kekuatan yang
tumbuh, suatu perusahaan harus memahami bagaimana cara kerja kekuatan-kekuatan tersebut dalam
industri dan bagaimana pengaruh mereka terhadap perusahaan dalam situasi tertentu (Thompson &
Strickland III, 2005).
30
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
5.7.1. Ancaman pendatang baru
Munculnya pasar-pasar tradisional dan pasar festival yang baru mengakibatkan jumlah
pelanggan semakin berkurang. Hal ini diakibatkan karena banyaknya perumahan-perumahan baru yang
menyelenggarakan pasar kaget di internal perumahan maupun di sekitar kawasan.
Dengan menetapkan batas harga tertinggi (ceiling price), produk substitusi membatasi potensi
suatu industri. Jika industri tidak mampu meningkatkan kualitas produk atau mendiferensiasikannya,
laba dan pertumbuhan industri dapat terancam. Semakin atraktif saling tukar harga-kinerja yang
dijanjikan produk substitusi, makin berat tekanan yang dialami potensi laba industri.
Di tengah-tengah maraknya pasar ritel seperti Alfamart dan Indomart yang memberikan jenis
produk sejenis dengan harga yang relatif sama akan membuat ancaman bagi pasar festival Plaza JB.
Posisi pembeli atau pelanggan akan kuat apabila membeli dalam jumlah besar dan mengingat
komponen yang dibeli sangat penting dan biaya yang dikeluarkan tinggi maka pelanggan sangat selektif
dalam memilih pemasok. Pembeli pasar festival memiliki daya tawar yang tinggi sebab banyak
penjual menyediakan jenis produk yang sejenis sehingga kesempatan memilih dan menawar barang
lebih kuat serta mulai bermunculannya pasar tradisional di sekitarnya.
Berkenaan dengan jumlah pasar yang semakin banyak mengakibatkan penjual memiliki daya
tawar yang cukup untuk memilih apakah akan berjualan di pasar festival Plaza JB atau tidak.
Persaingan di kalangan pasar festival sangat besar karena letak dan jarak dengan rirel maupun
pasar tradisional lainnya tidak terlalu jauh.
31
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
6.1. Kesimpulan
a. Pedagang yang berada di pasar festival lebih didominasi jenis kelamin laki-laki, usia produktif,
berasal dari lulusan SMA/SMK, lebih banyak dari suku Jawa.
b. Waktu usaha sebagian besar pedagang masih di bawah satu tahun, dengan jumlah karyawan
rata-rata 1 3 tahun. Berdasarkan jenis komoditas usahanya, paling banyak para pedagang
berjualan pakaian diikuti kuliner, diikuti berbagai jenis usaha lain dan asesories. Waktu usaha
para pedagang rata-rata dibuka jam 06.00 pagi sampai 12.00 siang. Sedangkan menurut besar
keuntungan per hari menjelaskan bahwa rata-rata pendapatan setiap usaha antara Rp 100.000,-
sampai Rp 400.000,-, dan selanjutnya pendapatan mereka di bawah Rp 100.000,- atau lebih dari
Rp 550.000,- per harinya. Biaya sewa per bulan yang harus ditanggung pedagang berada di
harga Rp 150.000,- sampai Rp 250.000,- per bulannya. Sedangkan lainnya lebih murah karena
mendapat dispensasi dari manajemen.
32
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
c. Pedagang merasa puas dengan beberapa fasilitas yang disediakan oleh manajemen pasar festival
seperti: kondisi jalan yang baik, ketersediaan lahan parkir, kondisi persampahan, luas lapak yang
memadai serta kondisi keamanan yang baik, sedangkan ketersediaan listrik dan air harus
diperbaiki manajemen. Kriteria pedagang dalam memilih lokasi dikarenakan pasar festival
dekat dengan sarana transportasi, biaya transportasi yang murah, jumlah pembeli yang banyak,
lokasi tidak jauh dari rumah dan tersedianya kelengkapan peralatan. Sedangkan satu hal yang
dikeluhkan pedagang karena banyak penjual dengan komoditas barang sama sehingga banyak
pesaing.
Daftar Pustaka
Amin Widjaja Tunggal, 1994, Manajemen Stratejik, Edisi Pertama, Harvarindo, Jakarta Barat
Brigham, Daves, 2004, Intermediate Financial Management, 8th Edition, South-Western, Thomson
Corporation, United States of America
Collis, Montgomery, 2005, Corporate Strategy, 2nd Edition, McGraw-Hill Companies, Inc., New
York
Cooper & Schindler, 2003, Business Research Method, 8th Edition, McGraw-Hill Companies, Inc.,
New York
Hax & Majluf, Strategic Management: An Integrative Perspective, Prentice-Hall., Englewood, New
Jersey 07632
Heizer, Render, 2004, Operations Management, 7th Edition, Pearson Education, Inc., Upper Saddle
River, New Jersey Kim, Mauborgne, 2005, Blue Ocean Strategy, HBSP, Boston
McAfee, 2002, Competitive Solution: The Strategiess Toolkit, Princeton University Press
Octavianto, Fredy, 2005, Evaluasi Aplikasi Perencanaan Strategik Dalam Proses Perencanaan
Program Investasi PT. Thames PAM Jaya, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada:
Tesis (tidak dipublikasikan)
Supriyono, 1993, Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta
Supriyono, 1993, Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta
Thompson, Strickland III, Gamble, 2005, Crafting and Executing Strategy, 14th Edition, McGraw-Hill
Companies, Inc., New York
33
Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Anaconda Bangkara Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Yukl, 2006, Leadership in Organizations, 6th Edition, Pearson Education, Inc., Upper Saddle River,
New Jersey, 07458
Prilia Aristianti (2012), Fenomena Pasar Modern dan Pasar Tradisional, Analisis Jurnal
Noor Kholis, Alifah Ratnawati, Sitty Yuwalliatin (2011), Pengembangan Pasar Tradisional Berbasis
Perilaku Konsumen,
Wicak (2010), Keberadaan dan Perkembangan Pasar Kaget Rawajati Jakarta, Program PascaSarjana,
Undip, Semarang
34
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
PERAN SELF EFFICACY DALAM MENINGKATKAN KINERJA
KOPERASI INDONESIA
Iriani Ismail
iriani.ismail@yahoo.com
Universitas Trunojoyo Madura
Abstrak
Meningkatkan kinerja sumber daya manusia (karyawan) bukanlah suatu hal yang
mudah karena kinerja mempunyai konsep yang beraneka ragam dan dapat dianalisa dari
berbagai sudut pandang serta dipengaruhi oleh berbagai faktor. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui seberapa besar peran self efficacy yang terdiri dari; magnitude,
generality, strength terhadap kinerja Perkoperasian di Indonesia di tengah sengitnya
persaingan bisnis. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kuantitatif dengan teknik wawancara dan penyebaran kuesioner pada
semua responden terpilih pengurus Koperasi. Analisis ini bertujuan untuk mendukung
pengetahuan sebaran magnitude, generality, strength pada pengurus Koperasi-koperasi di
Bangkalan yang menjadi obyek penelitian. Populasi yang berjumlah 75 Koperasi tersebar di
seluruh Kabupaten Bangkalan yang terdiri dari 18 kecamatan. Hasil penelitian melalui
teknik analisis Regresi Linear Berganda menemukan pengaruh terbesar self efficacy terhadap
kinerja perkoperasian adalah magnitude, kemudian generality dan strength.
Iriani Ismail
iriani.ismail@yahoo.com
Universitas Trunojoyo Madura
Abstract
Improving the performance of human resources (employees) is not an easy thing because the
performance has so many concept and can be analyzed from different view points and are
influenced by various factors.
The purpose of this study was to determine the self efficacy are summarized in the magnitude,
generality, and strength. The analytical method used in this research is descriptive
quantitative method with interview techniques and questionnaires on all respondents. This
analysis aimed to determine the distribution of self efficacy at Cooperation management in
Bangkalan that the object of this study. Population of 75 Coperations in all of the Bangkalan
districts, are 18 districts. Those are the respondents in this study. The results find and identify
just only the self efficacy as well as competencies that a capital o f Sustainable Cooperation
living, start from magnitude, generality, at last strength.
35
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Pendahuluan
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui besarnya pengaruh variabel self efficacy yang terdiri dari magnitude,
generality, strength terhadap kinerja perkoperasian
2. Untuk mengetahui pengaruh variabel magnitude terhadap kinerja perkoperasian
3. Untuk mengetahui pengaruh variabel generality terhadap kinerja perkoperasian
4. Untuk mengetahui variabel pengaruh strengh terhadap kinerja perkoperasian
36
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Kajian Pustaka
Menurut Bandura (1997) ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi self-
efficacy, yaitu:
37
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Bandura yang menyatakan bahwa pengalaman sebelumnya merupakan sumber yang
paling potensial.
Menurut Bandura (1997) persuasi verbal berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat
keyakinan atas kemampuan yang dimiliki individu dalam mencapai tujuan. Individu
dengan keyakinan secara verbal bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menguasai
tugas-tugas yang diberikan cenderung berusaha secara maksimal dan
mempertahankannya. Keyakinan yang berkenaan dengan efikasi diri adalah sesuatu yang
dipelajari (Ivancevich, dkk, 2007). Karenanya, keberhasilan persuasif secara verbal akan
dapat memberikan dampak positif pada individu yaitu meningkatkan rasa percaya
mereka dalam menghasilkan prestasi.
Informasi kemampuan individu sebagian besar didapatkan dari somatik yang diteruskan
ke ranah fisiologis dan afektif. Indikator somatik individu sangat relevan dalam
kesehatan fisik, fungsi kesehatan, dan coping dengan stres. Treatment yang
menghilangkan reaksi emosional melalui pengalaman keberhasilan dapat meningkatkan
keyakinan keberhasilan dengan memperbaiki perilaku yang sesuai pada kinerja.
Stres dapat mengurangi self-efficacy pada diri individu. Apabila tingkat stres individu
rendah maka self-efficacy akan tinggi, sebaliknya apabila stres tinggi maka self-efficacy
pada individu rendah. Ada empat hal dalam meningkatkan keyakinan efikasi yaitu
dengan meningkatkan status fisik, mengurangi tingkat stres, kecenderungan emosi
negatif, dan memperhatikan kesehatan tubuh.
38
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
8. Visualize success
9. Limit stress
Dimensi Self-Efficacy
b. Generality
Self-efficacy juga berbeda pada generalisasi artinya individu menilai keyakinan mereka
berfungsi di berbagai kegiatan tertentu. Generalisasi memiliki perbedaan dimensi yang
bervariasi yaitu:
Penilaian ini terkait pada aktivitas dan konteks situasi yang mengungkapkan pola dan
tingkatan umum dari keyakinan orang terhadap keberhasilan mereka.
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan.
Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self efficacy pada aktivitas yang luas, atau
terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan self efficacy yang tinggi akan
mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu
39
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
yang memiliki self efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang
diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas.
c. Strength
Keyakinan diri yang lemah disebabkan tidak didukung oleh pengalaman, sedangkan
orang-orang yang memiliki keyakinan yang kuat, mereka akan bertahan dengan usaha
mereka meskipun ada banyak kesulitan atau hambatan. Individu tersebut tidak akan
kalah oleh kesulitan, karena kekuatan pada self-efficacy tidak selalu berhubungan
terhadap pilihan tingkah laku.
Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan
individu terhadap keyakinannya. Sel efficacy menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Self
efficacy menjadi dasar melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan
sekalipun.
Individu dengan tingkat kekuatan tinggi akan memiliki keyakinan yang kuat akan
kompetensi diri sehingga tidak mudah menyerah atau frustasi dalam menghadapi
rintangan dan memiliki kecenderungan untuk berhasil lebih besar dari pada individu
dengan kekuatan yang rendah.
Alwisol (2004) mengatakan bahwa efikasi adalah persepsi mengenai seberapa bagus
diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa
diri memiliki kemampuan tindakan yang diharapkan. Efikasi adalah penilaian diri, apakah
dapat melakukan tindakan, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan.
Kreitner dan Kinicki (2004) juga mendefinisikan bahwa self efficacy sebagai a
persons belief about his or her chances of successfully accomplishing a specific task. Self
efficacy dapat dikatakan sebagai faktor personal yang membedakan setiap individu.
Karenanya, perubahan self efficacy dapat menyebabkan perubahan perilaku terutama dalam
penyelesaian tugas dan tujuan. Self efficacy mengarah pada keyakinan individu bahwa
dirinya dapat melakukan tindakan yang dikehendaki oleh situasi tertentu dengan berhasil.
Dikaakan pula bahwa self efficacy merupakan keyakinan seseorang tentang kemampuannya
mengatasi berbagai situasi. Efficacy berarti keefektifan, memiliki kekuatan untuk
memperoleh akibat yang diinginkan.
Penilaian kemampuan sangat penting bagi individu, individu yang menilai terlalu
tinggi kemampuannya bila melakukan kegiatan yang dapat diraih akibatnya ia mengalami
kesulitan untuk menurunkan kredibilitasnya dan menderita kegagalan. Sebaliknya individu
yang menilai terlalu rendah kemampuannya akan membatasi dirinya dari pengalaman yang
menguntungkan, untuk itu individu harus memperoleh pengetahuan diri berkenaan dengan
kemampuan, kecakapan fisik, dan keterampilan untuk mengatasi situasi-situasi tertentu.
Definisi lebih luas dan lebih tepat untuk perilaku organisasi positif diberikan oleh
Stajkovic dan Luthans dalam Luthans (2005) yang mengatakan bahwa efikasi diri mengacu
pada keyakinan individu mengenai kemampuannya untuk memobilisasi motivasi, sumber
daya kognitif, dan tindakan yang diperlukan agar berhasil melaksanakan tugas dalam konteks
tertentu.
Bandura (1997) mengatakan bahwa self efficacy mengatur fungsi manusia melalui 4
proses utama, yaitu :
40
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
a. Proses kognitif
Self efficacy mempengaruhi proses berpikir yang dapat meningkatkan atau mengurangi
performansi dan bisa muncul dalam berbagai bentuk, antara lain :
1. Konstruksi Kognitif
Sebagian besar tindakan pada awalnya dibentuk dalam pikiran. Konstruksi kognitif
tersebut kemudian hadir sebagai penuntun tindakan. Keyakinan orang akan self
efficacy, akan mempengaruhi bagaimana mereka menafsirkan situasi dan tipe-tipe
skenario pengantisipasi dan memvisualisasikan masa depan yang mereka gagas. Orang
dengan self efficacy yang tinggi akan memandang situasi yang dihadapi sebagai
sesuatu yang menghadirkan kesempatan-kesempatan yang dapat dicapai. Mereka
memvisualisasikan skenario kesuksesan yang dapat memberi arahan positif bagi
kinerja mereka. Orang yang menganggap dirinya tidak mampu akan menafsirkan
situasi yang tidak pasti sebagai sesuatu yang beresiko dan mereka akan
cenderung memvisualisasikan kegagalan. Memvisualisasikan kesuksesan akan
meningkatkan kinerja. Sementara membayangkan kegagalan akan menurunkan kinerja.
2. Inferential thinking
Fungsi utama berpikir adalah orang mampu untuk memprediksi hasil dari berbagai
tindakan yang berbeda dan untuk menciptakan kontrol terhadap hal-hal yang
mempengaruhi kehidupannya. Keterampilan-keterampilan dalam problem solving
memerlukan pemrosesan kognitif dari berbagai informasi yang kompleks, ambigu
dan tidak pasti, secara efektif. Fakta bahwa faktor-faktor prediktif yang sama
mungkin memiliki prediktor yang berbeda menciptakan suatu ketidakpastian. Self
efficacy yang tinggi diperlukan dalam menghadapi berbagai ketidakpastian.
b. Proses Motivasional
Kemampuan untuk memotivasi diri dan melakukan tindakan yang memiliki tujuan
berdasarkan pada aktivitas kognitif. Orang memotivasi dirinya dan membimbing tindakannya
melalui pemikirannya. Mereka membentuk keyakinan bahwa diri mereka bisa dan
mengantisipasi berbagai kemungkinan outcome positif dan negatif, dan mereka
menetapkan tujuan dan merencanakan tindakan yang dibuat untuk merealisasikan nilai-
nilai yang ingin diraih di masa depan dan menolak hal-hal yang tidak diinginkan.
c. Proses Afektif
Keyakinan seseorang mengenai kemampuannya dipengaruhi seberapa banyak tekanan yang
dialami ketika menghadapi situasi-situasi yang mengancam. Reaksi-reaksi emosional
tersebut dapat mempengaruhi tindakan baik langsung maupun tidak langsung melalui
pengubahan jalan pikiran. Individu yang memiliki self efficacy rendah cenderung
mempercayai bahwa sesuatu itu lebih berat dari pada kenyataanya. Hal ini menimbulkan
perasaan stress dan pandangan yang sempit terhadap bagaimana pemecahan terbaik dari
masalah. Sebaliknya, individu dengan self efficacy tinggi memusatkan perhatian dan
usaha mereka kepada kebutuhan situasi, serta meningkatkan usaha ketika dihadapkan pada
rintangan. Orang yang percaya bahwa dirinya dapat mengatasi situasi yang mengancam,
menunjukkan kemampuan. Oleh karena itu tidak merasa cemas atau terganggu oleh
ancaman-ancaman yang dihadapinya. Sedangkan orang yang mengancam akan
mengalami kecemasan yang tinggi.
d. Proses Seleksi
Dengan menyeleksi lingkungan, orang mempunyai kekuasaan akan menjadi apa.
Pilihan-pilihannya dipengaruhi oleh keyakinan akan kemampuan personalnya. Orang
akan menolak aktivitas-aktivitas dan lingkungan-lingkungan yang mereka yakini
41
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
melebihi kemampuan mereka, tetapi siap untuk melakukan aktivitas dan memilih lingkungan
sosial yang mereka nilai dapat mereka atasi. Semakin tinggi penerimaan self
efficacy, semakin menantang aktivitas yang mereka pilih.
Self efficacy akan mempengaruhi tindakan yang dipilih oleh individu, seberapa
besar usaha yang dilakukan, seberapa lama kegigihannya dalam menghadapi rintangan-
rintangan dan kegagalan, seberapa besar depresi dan stress yang dialami dalam proses strategi
penanggulangan masalah (coping) dengan tuntutan lingkungan, serta tingkat prestasi yang
dicapai. Sejumlah penelitian menemukan bahwa self efficacy merupakan variabel yang dapat
mempengaruhi kinerja secara langsung dan memiliki hubungan yang kuat (Arsanti, 2009).
Beberapa penelitian yang dilakukan secara berbeda baik secara strategi ataupun metodologi,
menunjukkan bahwa self efficacy dapat meningkatkan kinerja (Bandura & Locke. 2003).
Selanjutnya dikatakan bahwa hasil meta analisis yang dilakukan terhadap hubungan kausal
antara self-efficacy, penetapan tujuan, dan kinerja, menunjukkan bahwa self efficacy
berkontribusi secara signifikan terhadap motivasi dan kinerja. Efficacy tidak hanya dapat
memprediksi fungsi dalam keperilakuan diantara individu pada tingkat efficacy yang berbeda-
beda, tetapi juga perubahan fungsi di dalam diri individu dari waktu ke waktu. Wigfield dan
Eccles (1990) menemukan bahwa efficacy mempunyai pengaruh yang independent terhadap
kinerja. Stajkovic & Luthans (1998) juga mengatakan terdapat hubungan yang signifikan
antara self-efficacy dan kinerja.
Penelitian yang dilakukan Arsanti (2009) menemukan bahwa self efficacy
berhubungan positif secara signifikan terhadap kinerja. Karenanya, self efficacy yang tinggi
akan meningkatkan kinerja individu.
Hasil atau temuan yang sama juga terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh
Warsito (2004) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausal positif signifikan antara
self efficacy dengan prestasi akademik (r = 0,472). Hasil selanjutnya juga menemukan bahwa
self efficacy berhubungan kausal baik secara langsung (r5 = 0,222), maupun secara tak
langsung (r5 = 0,154), dengan prestasi akademik. Karena hubungan kausal langsung lebih
kuat dari pada tak langsung, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi akademik lebih
dipengaruhi secara langsung oleh self efficacy.
Terdapat beberapa saran yang diajukan oleh Baron dan Greenberg dalam Fakhrudin
(2008) untuk meningkatkan self efficacy para karyawan. Saran tersebut adalah sebagai berikut:
42
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Pengertian Kinerja
b. Otoritas (wewenang)
Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi
formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk
melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono, 1999).
Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dalam
organisasi tersebut.
c. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku (Prawirosentono, 1999).
Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati
perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk
merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
43
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Karakteristik Kinerja Karyawan
Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut (Mangkunegara,
2002:68):
Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada enam indikator, yaitu
(Robbins, 2006):
1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah
unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang
dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan
waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
4. Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang,
teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit
dalam penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat
menjalankan fungsi kerjanya.
6. Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen
kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.
Dari berbagai pengertian di atas, self efficacy bersinggungan atau berkaitan dengan
faktor kualitas dan kemandirian.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai seberapa besar
pengaruh self efficacy terhadap kinerja perkoperasian di Bangkalan. Maka dari itu metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Ini berarti, selain
memberikan gambaran sepintas, penelitian ini juga mempergunakan alat analisis statistik
Dari konsep yang diajukan dalam skripsi ini terdiri dari dua variabel, yaitu terdiri atas
variabel bebas (independent) dan variabel terikat/tidak bebas (dependent). Berdasarkan kajian
logis, maka konsep yang diukur dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut :
44
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
b) Variabel tidak bebas/terikat (dependent) adalah kinerja (Y)
Model Penelitian
Generality/tingkat Kinerja
keluasan
Strength/tingkat
kemantapan
Penelitian ini melibatkan 75 koperasi aktif termasuk koperasi wanita (Kopwan) yang
tersebar di 18 kecamatan, kabupaten Bangkalan, Madura. Koperasi aktif disini ditunjukkan
oleh rutinitas melakukan laporan tahunan melalui RAT (Rapat Anggota Tahunan) selama 3
tahun berturut-turut. Data diperoleh dari Dinas Koperasi UMKM Bangkalan.
Teknik Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil ujinya
menemukan signifikansi pengaruh ketiga variabel dalam self efficacy, yang terdiri dari
variabel Magnitude, variabel Generality, dan variabel Strength terhadap variabel kinerja
perkoperasian.
Penelitian ini diawali dengan pra survei di Dinas Koperasi UMKM Bangkalan,
dilanjutkan kemudian ke lapangan disertai dengan pemberian kuesioner pada semua pelaku
Koperasi tersebut. Banyaknya/jumlah koperasi yang terpilih sebagai responden di kecamatan-
kecamatan di Bangkalan seperti berikut.
45
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
13 Konang 4
14 Kokop 4
15 Modung 4
16 Galis 4
17 Labang 4
18 Sepulu 4
Jumlah 75
Berdasarkan Tabel di atas maka persamaan regresi yang dihasilkan pada penelitian ini adalah:
Setiap item kuesioner pada variabel dinyatakan valid apabila koefisien korelasinya
lebih dari 0,3 (Sugiyono, 2005). Analisis hasil uji validitas dapat dilihat pada tabel berikut.
46
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Variabel Magnitude (X1)
Item
Korelasi (r) r Tabel Keterangan
Pernyataan
X1.1 0,535 0,227 Valid
X1.2 0,376 0,227 Valid
X1.3 0,623 0,227 Valid
X1.4 0,383 0,227 Valid
Variabel magnitude (X1) terdiri dari 4 item pernyataan. Korelasi setiap item
pernyataan memiliki nilai r hitung > r tabel. Sehingga berdasarkan uji validitas menunjukkan
bahwa pada semua item pernyataan pada variabel magnitude (X1) dinyatakan valid dan dapat
dijadikan sebagai instrumen penelitan.
Variabel Generality (X2) terdiri dari 4 item pernyataan. Korelasi setiap item
pernyataan memiliki nilai r hitung > r tabel. Sehingga berdasarkan uji validitas menunjukkan
bahwa pada semua item pernyataan pada variabel Generality (X2) dinyatakan valid dan dapat
dijadikan sebagai instrumen penelitan.
Variabel strength (X3) terdiri dari 4 item pernyataan. Korelasi setiap item pernyataan
memiliki nilai r hitung > r tabel. Sehingga berdasarkan uji validitas menunjukkan bahwa pada
semua item pernyataan pada variabel strength (X3) dinyatakan valid dan dapat dijadikan
sebagai instrumen penelitan.
47
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Variabel kinerja koperasi madura (Y) terdiri dari 4 item pernyataan. Korelasi setiap
item pernyataan memiliki nilai r hitung > r tabel. Sehingga berdasarkan uji validitas
menunjukkan bahwa pada semua item pernyataan pada variabel kinerja koperasi madura (Y)
dinyatakan valid dan dapat dijadikan sebagai instrumen penelitan.
Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa nilai Cronbachs alpha dari variabel (X1),
(X2), (X3), dan (Y) lebih dari 0,6 sehingga dapat disimpulkan reliabel, yang berarti bahwa
kuesioner dapat digunakan dalam penelitian.
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan dalam tabel, maka seluruh item
kuesioner pada variabel self efficacy (X) dan variabel kinerja (Y) dinyatakan reliabel karena
koefisien Alpha Cronbach-nya () lebih dari 0,6.
Daftar inventarisasi masalah Koperasi dan UMKM menunjukkan beberapa
permasalahan baik pada Koperasi maupun UMKM. Permasalahan Koperasi dari tahun ke
tahun terasa makin banyak khususnya pada sisi sumber daya manusia pelaku Koperasi.
Temuan riset ini menunjukkan bahwa magnitude atau keyakinan atas kemampuan diri dalam
melaksanakan tingkat kesulitan tugas dalam perkoperasian memberikan pengaruh dominan
pada kinerja perkoperasian. Ini diindikasikan oleh kecerdasan/kecerdikan, tenaga/usaha,
produktivitas, regulasi diri. Keadaan ini didukung oleh hasil inventarisasi permasalahan
Koperasi oleh Kementerian Negara Koperasi & UKM Republik Indonesia (2009) yang
menemukan hal-hal antara lain sebagai berikut.
48
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Kenyataan di lapangan, sebagian besar sumber daya manusia institusi perkoperasian
memang sangat rendah. Banyak masyarakat menganggap remeh kehidupan berkoperasi,
sehingga menjalankan roda kehidupan koperasi dengan seadanya. Jangankan melakukan
kreativitas/inovasi dalam pengelolaan perkoperasiaan, menjalankan dengan penuh tanggung
jawab dan maksimal mengelolanya belum banyak ditemukan. Layak ditemukan dalam
inventarisasi permasalahan koperasi Indonesia, karena di lapangan memang seperti itu
adanya. Apalagi pendirian Koperasi yang diawali dengan pemberian pinjaman lunak, banyak
dari koperasi-koperasi tersebut gulung tikar setelah memperolehnya. Keadaan seperti ini
menunjukkan bahwa pendiriannya hanya sekedar untuk memperoleh pinjaman.
Daftar Pustaka
Amstrong, Mischael, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan
Haryanto. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Arsanti, Tutuk Ari. 2009. Hubungan Antara Penetapan Tujuan dan Self Efficacy Terhadap
Kinerja. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Jember Jurnal Bisnis dan Ekonomi. 16(2). 97-
110. ISSN : 1412-3126
Bandura, Albert & Locke, Edwin. A. 2003. Negative Self-Efficacy and Goal Effects
Revisited. Journal of Applied Psychology. Vol. 88, No. 1, 87-99.
Bandura, A & Jourden FJ. 1991. Self Regulatory Mechanisms Governing Social Comparism
Effects on Complex Decision Making. Journal of Personality and Social Psychology,
60, 941-951.
Bandura, A. 1997. Self Efficacy: The Excercise of Control. USA: WH Freeman and
Company.
49
Iriani Ismail Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Daftar Hasil Inventarisasi Masalah Koperasi dan UMKM, 2009. Kementrian Koperasi dan
UKM RI. Jakarta
Dessler, Gary. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Terjemahan, Jakarta: PT.
Prenhallindo
Fakhrudin, M. 2008. Program Percepatan Belajar sebagai Salah Satu Inovasi Labschool
Dalam Memberikan Layanan Belajar Bagi Sisw Cerdas Istimewa. Jakarta.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi Keempat,
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Mangkunegara, Anwar Prabu . 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Meece JL, Wigfield A & Eccles JS. 1990. Predictors of Matc Anxciety & Its Influence on
Young Adolescents Course Enrollment Intentions & Performance in Mathematics.
Journal of Educational Psychology, 82, 60-70.
Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen Sumber
Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
Rivai, Vethzal & Basri. 2005. Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk Menilai
Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Robbins, Stephen P., 2006. Perilaku Organisasi, PT Indeks, Kelompok Gramedia, Jakarta.
Schunk, DH. 1991. Self Efficacy& Academic Motivation. Education Psychologist, 26, 207-
231.
Stajkovic, Alexander. D & Luthans, Fred. 1997. Social Cognitive Theory and Self Efficacy:
Going Beyond Traditional and Behavioral Approach. Field report. Organization
Dynamics. Elsevier Science Publishing Company, Inc.
50
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS
KARYAWAN PADA PT PKS SEUMANTOH
KABUPATEN ACEH TAMIANG
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas karyawan pada PT PKS Seumantoh Kabupaten Aceh Tamiang. Subjek
penelitian ini adalah karyawan yang menjadi sampel dari PKS Seumantoh yang berjumlah
100 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner atau angket yang disusun
dengan model skala Likert. Metode analisis data menggunakan SPSS versi 17.0 dengan
analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa hipotesis pertama yang
menyatakan bahan baku berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas, hipotesis
kedua menyatakan insentif berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas,
hipotesis ketiga menyatakan kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
produktivitas, hipotesis keempat menyatakan mesin berpengaruh positif dan signifikan
terhadap produktivitas. Dan hipotesis kelima yang menyatakan bahan baku, insentif,
kompensasi, dan mesin secara simultan atau bersama-sama berpengaruh positif dan
signifikan terhadap produktivitas karyawan pada PT PKS Seumantoh Kabupaten Aceh
Tamiang.
51
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
I. Pendahuluan
52
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
1.1. Perumusan Masalah
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar Faktor-faktor
yang mempengaruhi produktivitas karyawan meliputi ( Bahan Baku, Insentif, Kompensasi,
dan Mesin) pada PT.PKS Seumantoh Kabupaten Aceh Tamiang.
2.1. Produktivitas
Render dan Heizer (2008:14) menyatakan produktivitas adalah suatu kemajuan dan
perubahan yang perbandingannya naik antara jumlah sumber daya yang dipakai (output),
Pengurangan masukan (input) pada keluaran (hasil tetap) atau penambahan pada hasil
sementara masukan tetap adalah menunjukkan kemajuan produktivitas. Selanjutnya, Ahyari
(2007:9) produktivitas merupakan perbandingan yang senyatanya dengan hasil kegiatan yang
seharusnya dengan perhitungan angka dan nilai produktivitas akan berkisar antara 0,00
sampai 1,00 atau 0% sampai dengan 100% bila dinyatakan dengan persentase. Mathis dan
Jackson (2008:82) menyatakan, produktivitas adalah ukuran kuantitas kualitas pekerjaan
yang dilakukan dengan mempertimbangkan biaya sumber daya yang digunakan untuk
mengerjakan pekerjaan tersebut.
Ahyari (2007:129) pola produktivitas sebagai salah satu fungsi manajemen sesuai
dengan kegiatan masa yang akan datang. Ada beberapa syarat dalam perencanaan produksi
yaitu:
1. Bahan baku tersebut harus dapat diproduksi atau dibuat sesuai dengan waktu
pemesanan.
53
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
2. Produk tersebut harus dapat dikerjakan dengan mesin olahan.
3. Produk tersebut harus sesuai atau dapat memenuhi keinginan pembeli sesuai ramalan
baik harga, kuantitas, kualitas dan waktu yang dibutuhkan.
Selanjutnya, Handoko (2009:131) menyatakan di dalam pembuatan keputusan
perencanaan produksi sebagai berikut:
a. Kebutuhan Modal;
b. Kondisi Pasar;
c. Tenaga Kerja;
d. Bahan Mentah;
f. Tehnologi; dan
g. Keterampilan Manajemen.
54
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
2.4. Usaha Peningkatan Produktivitas
Menurut Mathis dan Jackson (2008:84) ada beberapa langkah didalam meningkatkan
produktivitas kerja yaitu sebagai berikut:
1. Sumber luar (Outsource) adalah mengadakan kontrak dengan pihak lain untuk melakukan
aktivitas yang sebelumnya dikerjakan oleh tenaga ahli dari organisasi tersebut.
2. Membuat para tenaga kerja lebih efesien dengan peralatan modal.
3. Penggantian tenaga kerja dengan peralatan meliputi beberapa pekerjaan tidak dapat
dikerjakan dengan baik oleh manusia yang membutuhkan pemikiran sulit secara fisik dan
lain-lain.
4. Menolong tenaga kerja bekerja lebih baik dengan menggantikan metode dan peraturan
lama yang tertinggal zaman atau mencari cara yang lebih baik untuk melatih orang untuk
bekerja lebih efesien.
5. Merancang kembali pekerjaan dengan merancang ulang untuk membuatnya lebih cepat,
lebih mudah dan mungkin lebih memberi kebaikan bagi tenaga kerja.
1. Pekerjaan itu sendiri (Work it self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan
tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing.
2. Atasan (supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya.
3. Teman sekerja (workers), merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara
pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun berbeda
jenis pekerjaannya.
4. Promosi (promotion), merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
5. Gaji/upah (Pay), merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap
layak atau tidak.
55
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
1. Kinerja
2. Hasil dari kemampuan
3. Usaha kerja
4. Dukungan
5. Motivasi
6. Insentif
7. Rancangan pekerjaan
8. Dukungan organisasi
9. Pelatihan
10.Peralatan yang disediakan
11.Harapan.
56
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
2.7. Kerangka Konseptual
Bahan Baku
(X1)
Insentif
(X2)
Produktivitas
(Y)
Kompensasi
(X3)
Mesin
(X4)
2.8. Hipotesis
Adapun hipotesis atau dugaan sementara yang dapat ditarik adalah: Bahan Baku,
Insentif, Kompensasi dan Mesin berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas
karyawan pada PT.PKS Seumantoh Kabupaten Aceh Tamiang.
Penelitian ini dilakukan pada PT PKS Seumantoh, dengan alamat Jln Medan Banda
Aceh Desa Upah, dengan objek penelitian adalah produktivitas kerja. Dengan demikian
bahwa penelitian ini berkosentrasi pada mata kuliah Manajemen operasional, dengan waktu
penelitian bulan April s/d Juni 2014.
1. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dan
observasi untuk mendapatkan data yang relevan.
2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui buku-buku dan
karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
57
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT.PKS Seumantoh yang berjumlah
200 karyawan. Penelitian menggunakan sampel random sampling yaitu pengambilan secara
acak sederhana dan bersifat non probability. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 100
orang, dengan menggunakan rumus Slovin (Riduwan,2005).
N = - N -
1+Ne2
n = sampel
N = populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang
masih ditolerir atau diinginkan misal 10 %.
200
n=
1 + 200(0,10)2
n = 99,50 atau 100
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikumpul dengan cara sebagai berikut.
58
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3.5 Metode Analisis Data
1. Analisis kualitatif, merupakan metode analisa data yang akan diuraikan sedemikian
rupa dan didukung oleh pendapat ahli sebagai landasan teoritis
2. Metode kuantitatif, merupakan metode yang dilakukan dengan analisis data yang bersifat
angka yang diperoleh dari hasil penelitian untuk melihat makna hubungan antara bahan
baku, insentif, kompensasi dan mesin digunakan rumus regresi linear berganda menurut
Sugiono (2004:78):
Keterangan:
P = Produktivitas karyawan
= Konstanta
b = Koefisien Variabel X
BB = Bahan Baku
I = Insentif
K = Kompensasi
M = Mesin
e = Error Term
59
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Untuk pengujian hipotesis digunakan :
60
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3. Kompensasi adalah imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan.
4. Mesin adalah komponen dalam pendukung pengolahan proses produksi bahan baku
menjadi bahan jadi.
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
61
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
dipengaruhi oleh Bahan Baku, Insentif, Kompensasi dan Mesin adalah sebesar 3,505
satuan.
b. Koefisien untuk regresi Bahan Baku adalah sebesar 0,453, artinya jika Bahan Baku
meningkat satu satuan akan berpengaruh terhadap Produktivitas sebesar 0,453 satuan.
c. Pada koefisien regresi untuk Insentif adalah sebesar 1,320, artinya jika Insentif
meningkat satu satuan maka akan berpengaruh terhadap Produktivitas sebesar 1,320
satuan.
d. Pada koefisien regresi untuk Kompensasi adalah sebesar 0,592, artinya jika Kompensasi
meningkat satu satuan maka akan berpengaruh terhadap Produktivitas sebesar 0,592
satuan.
e. Pada koefisien regresi untuk Mesin adalah sebesar 0,194, artinya jika Mesin meningkat
satu satuan maka akan berpengaruh terhadap Produktivitas sebesar 0,194 satuan.
Unstandardize Standardized
d Coefficients Coefficients
Std.
Model B Error Beta t Sig.
62
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Unstandardize Standardized
d Coefficients Coefficients
Std.
Model B Error Beta t Sig.
63
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.3. Hasil Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 3. Hasil Uji Determinasi (R2)
Change Statistics
Std. R
Adjust Error Squa Sig. Durb
R ed R of the re F F in-
Mod Squa Squar Estim Chan Chang df df Chan Wats
el R re e ate ge e 1 2 ge on
Dari Tabel 3 di atas terlihat bahwa nilai R square sebesar 0,893 atau 89 % yang
artinya variabel Bahan Baku, Insentif, Kompensasi dan Mesin terhadap Produktivitas
mempengaruhi variabel sebesar 89 % dan sisanya dijelaskan oleh variabel yang tidak
termasuk dalam penelitian ini.
4.4. Pembahasan
Dari hasil analisis data yang telah dilakukan maka hipotesis pertama menyatakan
bahwa Bahan Baku (X1) mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas (Y) diterima.
Hasil uji parsial menunjukan bahwa koefesien regresi sebesar 0,453. Dengan adanya
pengaruh yang positif ini, berarti bahwa antara bahan baku dan produktivitas menunjukan
hubungan yang searah. Hasil pengujian signifikansi menunjukan bahwa variabel bahan baku
(X1) terdapat nilai sig t sebesar 0,000 yang berarti p value < 0,05 dengan demikian hipotesis
dapat diterima.
64
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Hipotesis kedua menyatakan antara insentif (X2) mempunyai pengaruh positif
terhadap produktivitas (Y). Hasil uji regresi parsial menunjukan bahwa koefesien
menunjukan regresi sebesar 1,320. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti antara
insentif dan produktivitas menunjukan hubungan yang searah. Hasil pengujian signifikansi
menunjukan bahwa variabel insentif (X2) terdapat nilai sig t sebesar 0,000 yang berarti p
value < 0,05 dengan demikian hipotesis dapat diterima.
Hipotesis ketiga menyatakan antara kompensasi (X3) mempunyai pengaruh positif
terhadap produktivitas (Y). Hasil uji regresi parsial menunjukan bahwa koefesien regresi
sebesar 0,592. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti bahwa antara kompensasi
dan produktivitas menunjukan hubungan yang searah. Hasil pengujian signifikasi
menunjukan bahwa variabel kompensasi (X3) terdapat nilai sig t sebesar 0,001 yang berarti p
value < 0,05 dengan demikian hipotesis dapat diterima.
Hipotesis keempat menyatakan antara mesin (X4) mempunyai pengaruh positif
terhadap produktivitas (Y). Hasil uji regresi parsial menunjukan bahwa koefesien regresi
sebesar 0,067. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti bahwa antara mesin dan
produktivitas menunjukan hubungan yang searah. Hasil pengujian signifikansi menunjukan
bahwa variabel mesin (X4) terdapat nilai sig t sebesar 0,029 yang berarti p value < 0,05
dengan demikian hipotesis diterima.
Hipotesis kelima menyatakan bahan baku (X1), insentif (X2), kompensasi (X3), mesin
(X4) secara simultan mempunyai pengaruh yang positif terhadap produktivitas (Y). Hasil uji
regresi ganda menunjukan bahwa koefesien F hitung sebesar 198.112. Dengan adanya
pengaruh yang positif ini, berarti antara bahan baku, insentif, kompensasi, mesin secara
simultan dan produktivitas menunjukan hubungan yang searah. Hasil pengujian signifikansi
menunjukan bahwa secara simultan variabel independen terdapat nilai sig F sebesar 0,000
yang berarti p value < 0,05 dengan demikian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa
variabel bahan baku, insentif, kompensasi, mesin secara simultan berpengaruh positif
terhadap produktivitas.
V. Kesimpulan
1. Variabel bahan baku, insentif, kompensasi dan mesin secara parsial berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Produktivitas pada PT. PKS Seumantoh.
2. Variabel bahan baku, insentif, kompensasi dan mesin secara simultan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Produktivitas pada PT. PKS Seumantoh.
65
Tengku Putri Lindung Bulan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Daftar Pustaka
Lalu, Sumayang. 2009. Dasar-dasar Manajemen Produksi Operasi. Penerbit Salemba Empat.
Jakarta.
Mathis, Robert L. dan Jackson. John H. 2008. Motivasi Didalam Perkembangan Sumber
Daya Manusia. Salemba Empat. Jakarta.
Render B dan Heizer B. 2008. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Penerbit Salemba Empat.
Jakarta.
66
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Dyah Sawitri1
dyahsawitri19@yahoo.com
Martaleni2
martaleni@yahoo.com
Ayu Bulan Febry K D3
adefeby@hotmail.com
Abstract
67
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Pendahuluan
Masalah tingginya kemiskinan menjadi beban berat bagi masyarakat dan pemerintah,
termasuk di Indonesia. Hasil survei sosial ekonomi nasional pada September 2013
menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia yaitu 28,55 juta jiwa, khusus jumlah
penduduk miskin Provinsi Jawa Timur mencapai angka 4,86 juta. Sebanyak 1,62 juta dari
angka itu merupakan penduduk miskin perkotaan, sisanya penduduk di pedesaan
(http://www.bps.go.id, 2013).
Kemiskinan ini tidak hanya berpengaruh pada fisik, tetapi juga berpengaruh secara
mental/psikologi (Videback, 2008). Beban psikologi yang berlarut-larut, tentunya dapat
berdampak menyebabkan timbulnya masalah gangguan jiwa pada seseorang.
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2013), diketahui jumlah
penderita gangguan jiwa di Jawa Timur sekitar 3.382.807 jiwa dengan rincian penderita
gangguan jiwa berat; 106.548 jiwa dan gangguan mental emosional 3.276.359 jiwa.
Tingginya kasus gangguan jiwa di masyarakat ini juga ditunjukkan dengan semakin
meningkatnya kunjungan pasien rawat jalan yang berobat ke Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang dalam kurun 5 tahun terakhir ini, yaitu pada tahun 2010 sebesar
14.731 pasien, tahun 2011 jumlah pasien mengalami penurunan menjadi 13.891 pasien dan
tahun 2012 terjadi kenaikan kunjungan pasien menjadi 14.700 pasien. Kemudian terus
meningkat, tahun 2013 sebanyak 15.855 pasien,dan di tahun 2014 sebanyak 18.449 pasien.
Konsep marketing mix dalam dunia bisnis dan layanan jasa sangat menarik untuk
dipelajari, karena konsep tersebut, dapat memberikan arah yang lebih baik dalam hal
bagaimana cara perusahaan atau organisasi termasuk Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang pun untuk memasarkan produk atau jasa yang dimilikinya.
Hal yang melatarbelakangi penelitian dilakukan di rawat jalan di klinik kesehatan
jiwa yaitu: Pertama; Berdasarkan laporan akuntabilitas kinerja Rumah Sakit Jiwa Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang tahun 2014, target tahunan yang ditetapkan rumah sakit
untuk kunjungan rawat jalan di klinik kesehatan jiwa adalah peningkatan 10% jumlah
kunjungan dari jumlah kunjungan klinik kesehatan jiwa tahun sebelumnya dan dengan target
nilai pertumbuhan produktivitas rata-rata kunjungan rawat jalan per hari sebesar 2%. Untuk
tahun 2014, nilai pertumbuhan produktivitas rata-rata kunjungan rawat jalan per hari hanya
tercapai 1,34%. Harapannya untuk tahun-tahun berikutnya, dapat tercapai target yang
diharapkan. Kedua; Selama sepuluh tahun terakhir ini belum pernah dilakukan penelitian
tentang pengaruh marketing mix terhadap kunjungan pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang, padahal kualitas pelayanan selalu dijaga dan promosi
cukup gencar dilakukan oleh Instalasi PKRS (Promosi Kesehatan Rumah Sakit) dan
Hukormas untuk mensiasati persaingan pasar dalam hal pelayanan kesehatan.
Melihat kondisi tersebut, maka penting dilakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang untuk mengevaluasi apakah program-program pemasaran
atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan marketing mix sudah efektif atau belum. Selain
itu hasil penelitian dapat dijadikan masukan agar rumah sakit mempunyai strategi pemasaran
yang tepat.
Harapannya dapat meningkatkan mutu pelayanan sehingga memuaskan konsumen
yang pada akhirnya jumlah kunjungan konsumen meningkat dan loyal kepada Rumah Sakit
Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) berpengaruh signifikan
dan positif terhadap kepuasan konsumen?
68
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
2. Apakah marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) dan kepuasan
berpengaruh signifikan dan positif terhadap loyalitas konsumen?
3. Apakah marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) berpengaruh positif
terhadap loyalitas konsumen melalui kepuasan?
Tinjauan Teoritis
Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan,
mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola
hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku
kepentingannya.
Menurut Tjiptono (2014:41) untuk menjalankan pemasaran jasa diperlukan marketing
mix, Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan
pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. Alat-alat
tersebut dapat digunakan untuk menyusun strategi jangka panjang dan juga untuk merancang
program taktik jangka pendek.
Ada 8 unsur bauran pemasaran (marketing mix) dari sektor jasa yaitu; Product, Price,
Promotion, Place, People, Physical evidence, Process, dan Customer service (Tjiptono,
2014).
Rumah sakit salah bentuk institusi jasa mempunyai ciri-ciri yaitu tidak berwujud,
merupakan aktivitas pelayanan antara tenaga medis dan non medis dengan pelanggan, tidak
ada kepemilikan, konsumsi bersamaan dengan produksi. Perbedaan yang paling mendasar
antara pemasaran rumah sakit dengan pemasaran jasa pada umumnya yaitu; (1) produknya
berupa pelayanan yang hanya dapat menjanjikan usaha, bukan menjadi hasil, (2) pasien
hanya akan menggunakan pelayanan bila diperlukan, walaupun sekarang ini ia tertarik, (3)
tidak selamanya tarif berperan penting dalam pemilihan, terutama pada kasus dalam keadaan
darurat, (4) pelayanan hanya dapat dirasakan pada saat digunakan, dan tidak dapat dicoba
secara leluasa, dan (5) fakta akan lebih jelas pengaruhnya daripada hanya pembicaraan belaka
(Sabarguna, 2004).
Kepuasan Konsumen
Keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pada akhirnya akan
bermuara pada nilai yang akan diberikan oleh konsumen mengenai kepuasan yang dirasakan.
Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah konsumen
melakukan atau menikmati sesuatu. Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya
(Kotler dan Keller, 2012).
Menurut Tjiptono (2007) variabel yang mempengaruhi kepuasan konsumen adalah
strategi produk, harga, promosi, lokasi, pelayanan karyawan, fasilitas, dan suasana yang
merupakan atribut-atribut perusahaan.
69
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Loyalitas Konsumen
Kerangka Konseptual
Hipotesis
H1: Terdapat pengaruh signifikan dan positif marketing mix (produk, promosi, tempat, orang,
proses) terhadap kepuasan konsumen
H2: Terdapat pengaruh signifikan dan positif marketing mix (produk, promosi, tempat, orang,
proses) dan kepuasan terhadap loyalitas konsumen
H3: Terdapat pengaruh positif marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses)
terhadap loyalitas konsumen melalui kepuasan.
Metodologi Penelitian
Desain Penelitian
Penelitian dilakukan di klinik kesehatan jiwa Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang. Jenis penelitian yang dilakukan adalah tingkat eksplanasi (level of
explanation). Jenis penelitian ini dipilih agar dapat dibangun suatu hasil analisa yang dapat
berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala atau hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat.
70
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Teknik sampel yang digunakan dalam penentuan sampel adalah random sampling.
Populasi yang digunakan adalah keluarga pasien yang menemani berobat dari tahun 2010-
2014 yaitu berjumlah 77.626 orang. Sdangkan jumlah sampel penelitian sebanyak 100 orang,
dengan rincian yang mulai berobat tahun 2010 sebanyak 19 orang, tahun 2011 sebanyak 18
orang, tahun 2012 sebanyak 20 orang, tahun 2013 sebanyak 20 orang, dan tahun 2014
sebanyak 24 orang.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diambil langsung dari responden,
diperoleh dari skor kuesioner yang berupa variabel-variabel produk, promosi, tempat, orang,
proses, kepuasan,dan loyalitas. Selain itu juga menggunakan data sekunder sebagai data
pendukung dalam penelitian yang diperoleh dari data rekam medis rumah sakit berupa data
kunjungan rawat jalan klinik kesehatan jiwa. Pengumpulan data penelitian menggunakan
instrumen kuesioner.
Setelah seluruh data terkumpul, selanjutnya metode analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis deskriptif dan teknik analisis statistik inferensial yaitu analisis jalur
path. Perhitungan dalam analisis data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan
Program SPSS 20.0 for Windows.
Deskripsi Responden
Hasil penelitian menunjukkan dari 100 orang responden, sebagian besar yaitu 68
orang memiliki jenis kelamin laki-laki, berusia 31-36 tahun yaitu sebanyak 20 orang, 37
orang mempunyai pendidikan SMA, 55 orang pekerjaannya swasta, 71 orang mempunyai
pendapatan kurang dari Rp.1.500.000,00, dan 75 orang menggunakan JKN untuk berobat.
Nilai rata-rata keseluruhan indikator pada variabel-variabel penelitian adalah sebagai
berikut: Variabel produk sebesar 3,95, variabel promosi sebesar 4,04, variabel tempat sebesar
4,03, variabel orang sebesar 3,98, variabel proses sebesar 4,04, variabel kepuasan sebesar
4,10, dan variabel loyalitas sebesar 4,09. Semuanya termasuk kategori baik. Nilai rata-rata
keseluruhan indikator pada variabel kepuasan tertinggi dibanding variabel lainnya, sehingga
dapat dijelaskan bahwa keluarga pasien menilai kepuasan yang dirasakan memiliki kontribusi
tertinggi dalam menentukan loyalitas. Temuan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.
71
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Tabel 1
Deskripsi Rata-Rata Keseluruhan Indikator untuk Variabel Produk, Promosi, Tempat,
Orang, Proses, Kepuasan, dan Loyalitas
72
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Tabel 2
Hasil Koefisien Jalur-Persamaan Struktural 1
73
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
d) Hasil statistik uji t pada variabel orang (X4) diperoleh nilai koefisien beta () sebesar
0,346, artinya bahwa variabel orang mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan
konsumen. Apabila kompetensi dan sikap petugas dalam melayani konsumen
ditingkatkan maka konsumen akan semakin puas dengan asumsi bahwa variabel bebas
lainnya konstan.
e) Hasil statistik uji t pada variabel proses (X5) diperoleh nilai koefisien beta () sebesar
0,421, artinya variabel proses mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.
Apabila proses pelayanan di rumah sakit ditingkatkan maka konsumen akan semakin puas
dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan.
a) Hasil uji t pada variabel produk (X1) diperoleh nilai koefisien beta () sebesar 0,055,
artinya variabel produk mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen.
Apabila maka produk layanan ditingkatkan maka konsumen akan semakin loyal dengan
asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan.
b) Hasil uji t pada variabel promosi (X2) diperoleh nilai koefisien beta () sebesar 0,244,
artinya variabel promosi mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen.
Apabila semakin sering promosi dilakukan dengan menggunakan berbagai bentuk promosi
74
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
yang efektif maka konsumen akan semakin loyal dengan asumsi bahwa variabel bebas
lainnya konstan.
c) Hasil uji t pada variabel tempat (X3) diperoleh nilai koefisien beta () sebesar 0,257,
artinya variabel produk mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen.
Apabila semakin mudah akses terhadap layanan jasa dan kondisi tempat layanan
ditingkatkan maka konsumen akan semakin loyal dengan asumsi bahwa variabel bebas
lainnya konstan.
d) Hasil uji t pada variabel orang (X4) diperoleh nilai koefisien beta () sebesar 0,232,
artinya variabel orang mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen.
Apabilakompetensi dan sikap petugas dalam melayani konsumen ditingkatkan maka
konsumen akan semakin loyal dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan.
e) Hasil uji t pada variabel proses (X5) diperoleh nilai koefisien beta () sebesar 0,115,
artinya variabel proses mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Apabila
proses pelayanan di rumah sakit ditingkatkan maka konsumen akan semakin loyal dengan
asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan.
f) Hasil uji t pada variabel kepuasan (Y) diperoleh nilai koefisien beta () sebesar 0,101,
artinya variabel kepuasan mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen.
Apabila kepuasan konsumen ditingkatkan maka konsumen akan semakin loyal dengan
asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan.
Dari hasil perhitungan analisis path dari persamaan struktural 1 dan persamaan
struktural 2 maka dapat digambarkan model Path (diagram jalur) sebagai berikut :
Untuk mengetahui berapa besar pengaruh secara tidak langsung produk, promosi,
tempat, orang, dan proses terhadap loyalitas konsumen melalui kepuasan, maka harus
dihitung pengaruh langsung atau DE (Direct Effect), pengaruh tidak langsung atau IE
(Indirect Effect), dan pengaruh total atau TE (Total Effect) yang disajikan pada tabel 4.
75
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Tabel 4
Rangkuman Dekomposisi dari Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak
Langsung, dan Pengaruh Total Tentang Pengaruh Produk (X1), Promosi (X2), Tempat
(X3), Orang (X4), dan Proses (X5) terhadap Loyalitas Konsumen (Z) melalui Kepuasan
(Y)
Pengaruh Kausal
Pengaruh Pengaruh Pengaruh Tidak langsung Pengaruh Total
Variabel Langsung Melalui Y
X1 terhadap Y 0,219 0,219
X1 terhadap Z 0,055 (0,219 x 0,101) = 0,022 (0,055 + 0,022) = 0,077
X2 terhadap Y 0,174 0,174
X2 terhadap Z 0,244 (0,174 x 0,101) = 0,017 (0,244 + 0,017) = 0,261
X3 terhadap Y 0,210 0,210
X3 terhadap Z 0,257 (0,210 x 0,101 ) = 0,021 (0,257 + 0,021) = 0,278
X4 terhadap Y 0,346 0,346
X4 terhadap Z 0,232 (0,346 x 0,101) = 0,035 (0,232+ 0,034) = 0,267
X5 terhadap Y 0,421 0,421
X5 terhadap Z 0,115 (0,421 x 0,101) = 0,042 (0,115 + 0,042) = 0,157
Y terhadap Z 0,101 0,101
Sumber : Data Primer diolah, Tahun 2015
76
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
yang didapat dari model tersebut adalah 0,261. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengaruh
yang terbesar adalah pengaruh total orang terhadap loyalitas konsumen yaitu 0,267.
5. Pengaruh proses terhadap loyalitas konsumen
Temuan penelitian menunjukkan proses berpengaruh secara positif terhadap
loyalitas konsumen. Besarnya pengaruh langsung proses terhadap loyalitas adalah 0,421,
sedangkan pengaruh tidak langsung melalui kepuasan adalah sebesar 0,042. Adapun
pengaruh total yang didapat dari model tersebut adalah 0,157. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa pengaruh yang terbesar adalah pengaruh total proses terhadap loyalitas konsumen
yaitu 0,157.
Dari tabel 5 dapat dilihat secara lengkap hasil pengujian hipotesis penelitian.
Tabel 5
Hasil Pengujian Hipotesis Dalam Inner Model (Structural Model)
77
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
2
Proses Loyalitas + 0,002 Sig Kepuasan + 0,042 Positif
0,11 *
5
Kepuasan Loyalitas + 0,003 Sig
0,10 *
1
Sumber : Data Primer diolah, Tahun 2015
Keterangan : Tanda * menyatakan signifikan pada taraf 5%
Pembahasan
78
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
yang dilakukan Putra dan Eka (2013), Soegoto (2011), dan Soedijati (2011) yang menyatakan
bahwa variabel tempat berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa orang berpengaruh signifikan dan positif
terhadap kepuasan konsumen. Variabel orang ini dinilai dari bagaimana semua petugas
bekerja profesional, informasi diberikan dengan tepat dan jelas oleh petugas, penampilan
petugas, dan sikap petugas, ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan kepuasan
konsumen. Jika dilihat kembali tanggapan responden, penampilan petugas yang bersih dan
rapi memberikan kontribusi terbesar pada kepuasan dan loyalitas konsumen. Namun
tanggapan responden yang kurang puas terhadap indikator petugas bekerja secara profesional
dan sikap petugas dalam melayani konsumen perlu diperhatikan karena nilainya tertinggi
pada kedua indikator ini. Hal ini bisa menjadi faktor kendala untuk membuat pelanggan puas
yang tentunya akan berdampak juga pada loyalitas konsumen, sehingga pihak manajemen
rumah sakit perlu mengadakan pelatihan, pemberian motivasi, dan pengawasan terhadap
kinerja petugas (dokter, perawat, petugas apotek, kasir, petugas pendaftaran). Temuan
penelitian ini, diperkuat oleh pernyataan Lupiyoadi (2008), yang menyatakan bahwa dalam
hubungannya pemasaran jasa, maka orang yang berfungsi sebagai service provider sangat
mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Keputusan dalam orang ini berarti berhubungan
dengan seleksi, pelatihan, dan motivasi sumber daya manusia.
Proses yang indikatornya meliputi pelayanan yang tepat waktu, urutan nomor antrian
tepat, lamanya waktu tunggu pemeriksaan dokter, dan lamanya waktu tunggu layanan obat,
ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan kepuasan konsumen. Jika dilihat
kembali tanggapan responden, sebagian besar responden memberikan tanggapan setuju
bahwa lamanya waktu tunggu pemeriksaan dokter sesuai standar layanan yaitu maksimal 40
menit. Hal memberikan kontribusi pada kepuasan konsumen. Namun tanggapan responden
yang kurang puas terhadap ketepatan waktu pelayanan juga cukup tinggi. Hal ini bisa
menjadi faktor kendala untuk membuat pelanggan puas yang tentunya akan berdampak juga
pada loyalitas konsumen, sehingga pihak manajemen rumah sakit perlu mengadakan
melakukan pengawasan dan evaluasi rutin untuk ketepatan waktu layanan. Temuan penelitian
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sani (2014), Ahmad et al. (2013), dan Soedijati
(2011) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa proses berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap kepuasan.
Pengaruh Marketing Mix (Produk, Promosi, Tempat, Orang, Proses) dan Kepuasan
terhadap Loyalitas Konsumen.
79
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
tersedia brosur, informasi layanan melalui telepon, website rumah sakit mudah diakses,
manfaat penyuluhan kesehatan, dan kegiatan sosial yang dilakukan rumah sakit, ternyata
mempunyai peran penting dalam mewujudkan loyalitas konsumen. Temuan penelitian ini,
diperkuat oleh pernyataan Tjiptono (2014), kunci pokok dalam setiap program promosi
loyalitas yang dilakukan rumah sakit adalah upaya menjalin relasi jangka panjang dengan
konsumen. Asumsinya bahwa relasi yang kokoh dan saling menguntungkan antara rumah
sakit dan konsumen dapat membangun pembelian jasa ulang dan menciptakan loyalitas
pelanggan.
Tempat dilihat dari kemudahan lokasi klinik kesehatan jiwa, kenyamanan ruang
periksa, ruang tunggu, dan ruang tindakan, tersedia fasilitas penunjang, kebersihan toilet, dan
tersedianya tempat parkir ternyata mempunyai peran penting dalam mewujudkan loyalitas
konsumen sehingga perlu adanya optimalisasi tempat yang layak untuk digunakan oleh para
konsumen. Tempat merupakan saluran distribusi yang berarti segala kegiatan atau
keseluruhan aktivitas dapat dirasakan serta memuaskan para konsumen sebagai pemakai
akhir. Temuan penelitian menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan
Putra dan Eka (2013), Owomoyela et al. (2013), dan Muala (2012) yang menyatakan bahwa
ada pengaruh signifikan secara parsial variabel tempat terhadap loyalitas.
Penilaian orang yang dilihat dari bagaimana semua petugas bekerja profesional,
informasi diberikan dengan tepat dan jelas oleh petugas, penampilan petugas, dan sikap
petugas ternyata mempunyai peran penting dalam mewujudkan loyalitas konsumen. Hasil ini
didukung teori yang menyatakan bahwa pasien merasakan layanan petugas tenaga kesehatan
yang memadai, cekatan dengan tampilan yang rapi, sopan, ramah tamah, cepat tanggap akan
meningkatkan kenyamanan dalam menjalani perawatan di rumah sakit yang akan membuat
pasien menjadi loyal untuk memanfaatkan layanan jasa rumah sakit (Boulter et al., 2000).
Temuan penelitian membuktikan bahwa proses berpengaruh signifikan dan positif
terhadap loyalitas konsumen. Hasil ini dapat diartikan bahwa proses layanan rumah sakit
yang dirasakan langsung oleh konsumen dapat meningkatkan loyalitasnya terhadap rumah
sakit. Proses yang indikatornya meliputi ketepatan waktu pelayanan, urutan nomor antrian
tepat, lamanya waktu tunggu pemeriksaan dokter, dan lamanya waktu tunggu layanan obat,
ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan loyalitas konsumen. Temuan penelitian
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Ade dan Putra (2013), Permana (2014), Soedijati
(2011) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa proses berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap loyalitas.
Temuan penelitian menyatakan bahwa kepuasan berpengaruh signifikan dan positif
terhadap loyalitas konsumen. Hasil ini dapat diartikan bahwa kepuasan konsumen dapat
meningkatkan loyalitasnya terhadap rumah sakit. Semakin tinggi kepuasan konsumen maka
akan semakin tinggi tingkat loyalitas konsumen. Jika dilihat kembali tanggapan responden,
rata-rata skor jawaban responden terhadap kepuasan baik untuk produk, promosi, tempat,
orang, maupun proses menunjukkan kategori baik. Tentunya ini akan berdampak terhadap
meningkatnya loyalitas konsumen. Kepuasan pelanggan merupakan indikator kesuksesan di
bisnis di masa depan yang mengukur kecenderungan reaksi konsumen apakah tetap loyal atau
tidak terhadap perusahaan di masa yang akan datang (Tjiptono, 2014).
80
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Hal ini bisa terjadi karena kepuasan konsumen diperhatikan oleh pihak manajemen
rumah sakit dengan meningkatkan kualitas produk layanan yang sudah ada sehingga
konsumen puas dan jika perlu menambah produk-produk layanan baru sehingga konsumen
bisa memanfaatkannya. Ini menyebabkan loyalitas konsumen semakin meningkat. Jika
dilihat kembali tanggapan responden tentang produk layanan rumah sakit, indikator produk
yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen adalah layanan
pemeriksaan penunjang 24 jam (apotek, laboratorium, dan radiologi). Indikator pelayanan
penunjang pemeriksaan 24 jam ini pun dianggap telah baik oleh responden dan menempati
rata-rata skor tertinggi dibanding indikator lainnya. Tanggapan setuju responden yang tinggi
terhadap produk layanan ini, karena konsumen merasa mudah memanfaatkan jasa
pemeriksaan masalah gangguan jiwa termasuk jasa apotek, laboratorium, dan radiologi untuk
pemeriksaan penunjang saat mereka membutuhkannya. Mereka tidak perlu pergi ke tempat
lain untuk melakukan pemeriksaan penunjang sehingga konsumen merasa puas dan loyal.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa promosi berpengaruh secara positif terhadap
loyalitas konsumen melalui kepuasan. Hal ini terjadi karena kepuasan konsumen diperhatikan
oleh pihak manajemen rumah sakit dengan meningkatkan promosi yang sudah dilakukan
selama ini, misalnya dengan menambah luas jangkauan area promosi yang semula hanya
sekitar Malang, sekarang se-Jawa Timur, bahkan nasional. Promosi yang dilakukan tidak
semata-mata untuk kepentingan meningkatkan angka kunjungan konsumen ke rumah sakit,
tetapi juga memperhatikan manfaat dan aspek sosial nya untuk konsumen. Visi rumah sakit
adalah ingin menjadi rumah sakit rujukan nasional psikogeriatri tahun 2019. Kedepannya
untuk mencapai skala nasional, menggunakan media promosi yang tepat untuk promosi
dengan jangkauan yang lebih jauh misalnya dengan media televisi, siaran radio, media cetak
skala nasional, dan internet sehingga sehingga loyalitas konsumen pun akan semakin
meningkat. Program promosi yang bisa meningkatkan loyalitas konsumen dikenal dengan
istilah program promosi loyalitas (Tjiptono, 2014). Kedepannya rumah sakit juga bisa
menerapkan ini untuk menjalin relasi antara rumah sakit dengan konsumen, dengan cara
memberikan semacam penghargaan khusus seperti bonus, diskon, voucher, dan hadiah yang
dikaitkan dengan kepatuhan kontrol rutin teratur agar konsumen tetap loyal pada rumah sakit.
Diantara variabel marketing mix yang diteliti, ternyata tempat memiliki nilai terbesar
untuk pengaruh langsung terhadap loyalitas dan total pengaruh. Hal ini terjadi karena
kepuasan konsumen diperhatikan oleh pihak manajemen rumah sakit dengan meningkatkan
kualitas tempat seperti penambahan sarana prasarana, menjaga kebersihan, kenyamanan, dan
keamanan. Pihak manajemen rumah sakit juga memikirkan kemudahan akses bagi konsumen
untuk berobat ke klinik kesehatan jiwa, ini ditunjukkan dengan klinik kesehatan jiwa pernah
pindah lokasi, ruangan-ruangannya diperluas, dan letak ruangan ditata sedemikian rupa
sehingga akses dari tempat pendaftaran ke ruang periksa, ruang tindakan, apotek, dan kasir
berdekatan sehingga memudahkan konsumen saat berobat. Diharapkan konsumen lebih
merasa nyaman dan puas dengan tempat sehingga loyalitas konsumen tidak menurun, justru
semakin meningkat.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa orang berpengaruh positif terhadap
loyalitas konsumen melalui kepuasan. Hal ini bisa terjadi karena kepuasan konsumen
diperhatikan oleh pihak rumah sakit dengan meningkatkan kinerja pegawai baik dengan
pelatihan-pelatihan, penghargaan kepada pegawai, bahkan pemberian remunerasi (insentif).
Proses berpengaruh positif terhadap loyalitas melalui kepuasan, ini terjadi karena
kepuasan konsumen diperhatikan oleh pihak rumah sakit dengan meningkatkan proses
layanan yang sudah ada dalam hal ketepatan jadual pelayanan, ketepatan nomor antrian,
waktu tunggu pemeriksaan dokter, dan waktu tunggu layanan obat sehingga konsumen
merasa puas. Dampaknya, loyalitas konsumen pun akan semakin meningkat. Pengobatan
81
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
pasien dengan gangguan jiwa tidak seperti pengobatan untuk penyakit fisik. Butuh waktu
bertahun-tahun untuk rutin kontrol setiap bulannya, sehingga ini tidak hanya bisa
menyebabkan kejenuhan bagi pasien saja, tetapi juga bagi keluarga yang mengantar. Untuk
itu apabila rumah sakit tidak memperhatikan kepuasan konsumen dengan melakukan strategi
marketing mix termasuk proses, maka kepuasan konsumen bisa menurun dan akhirnya juga
akan berdampak terhadap penurunan loyalitas. Temuan penelitian ini, didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Putra dan Eka (2013) dengan judul pengaruh bauran
pemasaran jasa terhadap kepuasan dan loyalitas nasabah PT. Pegadaian (Persero) cabang
Mengwi, Badung, Bali yang menyatakan bahwa proses memiliki pengaruh signifikan
terhadap kepuasan dan loyalitas.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut : (1) Terdapat pengaruh signifikan dan positif marketing mix (produk,
promosi, tempat, orang, proses) terhadap kepuasan konsumen. (2) Terdapat pengaruh
signifikan dan positif marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) dan kepuasan
terhadap kepuasan konsumen. (3) Terdapat pengaruh positif marketing mix (produk,
promosi, tempat, orang, proses) terhadap loyalitas melalui kepuasan konsumen.
Saran
Berdasarkan temuan penelitian yang diperoleh, disarankan kepada pihak manajemen
Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang agar memperlebar ruang tunggu
pasien di klinik jiwa dan apotek serta penambahan kursi karena kapasitas ruang tunggu masih
kurang untuk menampung banyaknya pasien rawat jalan klinik kesehatan jiwa. Selain itu
temuan penelitian menunjukkan jumlah dokter spesialis kesehatan jiwa (Psikiater) masih
kurang. Disarankan pada bagian SDM untuk telaah kebutuhan SDM khususnya Psikiater.
Jika setelah ditelaah didapatkan hasil perlu penambahan SDM Psikiater, maka bisa dilakukan
dengan cara m embuka peluang bagi dokter umum untuk melanjutkan sekolah ke kedokteran
spesialis kesehatan jiwa (Psikiatri) dan merekrut tenaga kontrak dokter spesialis kesehatan
jiwa Dengan demikian diharapkan konsumen semakin loyal karena konsumen puas dengan
pelayanan yang ada di rumah sakit.
Daftar Pustaka
Ahmad et al. (2013). The impact of marketing mix strategy on hospitals performance
measured by patient satisfaction: an empirical investigation on Jeddah private sector
hospital senior managers perspective. International Journal of Marketing Studies,
5(6), pp.210-227.
Alma, Buchari. (2007). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: CV.
Alfabeta.
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi Revisi VI. Jakarta:
PT. Rineka Jakarta.
82
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Badan Pusat Statistik. (2013). Jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin dan
garis kemiskinan, 1970-2013. From http://www.bps.go.id, Retrieved Januari 20, 2015.
. (201 0). Penduduk Indonesia menurut provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan
2010. http://www.bps.go.id, Retrieved Januari 20, 2015.
Boulter et al., (2000). The effects of physical surrounding and employee responses. Journal of
Marketing, April, pp.69-82.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2013). Prevalensi gangguan jiwa berat dan
prevalensi gangguan mental emosional di Jawa Timur.
Farida. (2012). Pengaruh strategi pemasaran produk tabungan terhadap loyalitas nasabah
pada PT. bank Sulselbar. Skripsi, Program Pasca Sarjana, Universitas Muslim
Indonesia, Makasar.
Foster. (2010). Pengaruh kinerja bauran pemasaran jasa terhadap loyalitas penabung, survei
di bank central asia cabang soekarno hatta Bandung. Ejournal, 18(1), hlm. 1-21.
j .(2007). Ekonometrika dasar. Cetakan Kelima. Alih Bahasa Sumarno Zain. Jakarta:
Erlangga.
Gultom dkk. (2014). Pengaruh bauran pemasaran jasa dan kualitas pelayanan terhadap
kepuasan mahasiswa program studi manajemen fakultas ekonomi universitas
muhammadiyah Sumatera Utara. Jurnal Manajemen & Bisnis, 14(1), hlm. 21-33.
Haryati dan Hastuti. (2010). Pengaruh kualitas pelayanan dan bauran pemasaran terhadap
loyalitas nasabah dengan kepuasan konsumen sebagai variabel intervening. Jurnal
Manajemen Bisnis, 16(2), hlm.1-8.
Imam, G. (2011). Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 19. Semarang:
Penerbit Universitas Diponegoro.
Kristiana , E. (2011). Pengaruh bauran pemasaran (marketing mix) terhadap keputusan jasa
pada RS Baptis Kediri. Tesis. Malang. Program Sarjana MM, Uniga Malang.
Kotler & Keller. (2012). Marketing management Edisi 14, Global Edition.Pearson Prentice
Hall.
Kotler & Amstrong. (2008). Manajemen pemasaran . Jilid I, Edisi 13. Jakarta: Prehalindo.
83
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Kurniasih, Indah Dwi. (2012). Pengaruh harga dan kualitas pelayanan terhadap loyalitas
pelanggan melalui variabel kepuasan (studi pada bengkel ahass0002 astra motor
siliwangi Semarang. Jurnal Administrasi Bisnis, 1(1).
Lubis dkk. (2014). Pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan dengan
kepuasan pelanggan sebagai variabel intervening pada bengkel service yamaha
sentaral motor Siteba Padang. Ejurnal Bung Hatta, 5(2), pp. 1-13. Retrieved September
14, 2015 from http://ejurnal.bunghatta.ac.id/
index.php?journal=JFEK&page=article&op=view&path[]=3619
Lupiyoadi, Rambat. (2008). Manajemen pemasaran jasa. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Muala, Ayed. (2012). Assesing the relationship between marketing mix and loyality through
tourist satisfaction in Jordan curative tourism. American Academic & Scholarly
Research Journal, 4(2).
Owomoyela et al. (2013). Investigasing the impact of marketing mix elemants on consumer
loyality : an emprical study on Nigerian Breweries PLC. Interdisciplinary Journal of
Contemporary Research in Business, 4(11), pp.485-496.
Permana, Indra S. (2014). Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Loyalitas Pasien di Rumah
sakit Umum Daerah (RSUD) Majenang. Retrieved September 14, 2015, from
http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t36529.pdf
Putra dan Eka. (2013). Pengaruh Bauran Pemasaran Jasa Terhadap Kepuasan dan Loyalitas
Nasabah PT. Pegadaian (PERSERO) Cabang Mengwi, Badung, Bali. pp 938-955.
Retrieved September 14, 2015, from http://www.e-jurnal.com /2013/12/pengaruh-
bauran-pemasaran-jasa-terhadap.html
Riduwan dan Engkos Achmad. (2013). Cara Menggunakan dan Memaknai Path Analysis
(Analisis Jalur). Cetakan Kelima. Bandung: Alfabeta.
RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. (2015). Medical records RSJ Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang.
84
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Sani, Andi. (2014). Pengaruh Bauran Pemasan Terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Islam Faisal Makassar. Retrieved September 14, 2015, from
pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/ f135091f7ae06ad1f9778b58b428c0ee.pdf
Sekaran, U. (2006). Metode penelitian untuk bisnis I. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba
Empat.
Singgih. (2004). Gambaran faktor-faktor beban kemiskinan dan stres kejiwaan pasca rawat
inap pengguna kartu sehat di wilayah kerja RSJ Daerah Provinsi Jambi. Retrieved
Januari 20, 2015, from, http://www.eprints.unidp.ac.id. Vol/8305/1/2057.pdf.
Soegoto, Dedi. (2011). Pengaruh Kinerja Bauran Pemasaran Jasa dan Keunggulan Position
terhadap Kepuasan Penumpang dan Implikasinya pada kepercayaan Penumpang
Pesawat Perusahaan Penerbangan Rute Jakarta-Surabaya. Majalah Ilmiah
UNIKOM, 8(1), hal. 49-58.
Sudjana. (2005). Metode statisitika. Edisi keenam. Bandung: Penerbit Tarsito Bandung.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D.. Cetakan Ke-
17. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Suprananto (2002). Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikkan pangsa pasar.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Soedijati, Elizabeth Koes. (2011). Pengaruh Bauran Pemasaran Perguruan Tinggi Terhadap
Kepuasan dan Dampaknya kepada Loyalitas Mahasiswa Pada Tiga PTS Terkemuka
di Kota Bandung. Bina Ekonomi Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi Unpar, 15(2), hal:
94-106. Retrieved September 14, 2015,from
http://journal.unpar.ac.id/index.php/BinaEkonomi/ article/ view/ 717/701.
85
Dyah Sawitri Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Martaleni Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Ayu Bulan Febry K D
Usman, H & Purnomo, S. (2002). Pengantar statistika. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Bumi
Aksara.
Videback, S. L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Widjaya, Amin. (2005). Tanya jawab : perilaku konsumen dan pemasaran strategi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Yazid. (2003). Pemasaran jasa: konsep dan implementasi. Edisi Kedua. Yogyakarta:
Penerbit Ekonisia Fakultas ekonomi UII.
86
Aftoni Sutanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
STRATEGI MENINGKATKAN MUTU PRODUK UNTUK MEMASUKI
PASAR INTERNASIONAL:
(Studi Pada Batik Tulis Klasik Kampung Giriloyo, Imogiri, Bantul)
Aftoni Sutanto
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan
Email: aftoni@uad.ac.id
Abstract
The purpose of this study to formulate international business strategies classical batik
in Kampung Giriloyo, Imogiri to enter the international market. Methods This study used a
qualitative approach with descriptive research. Selection of informants is the snowball
method approach. In connection with the problems faced by classical batik artisans to
improve the quality of products and markets its products in the international market, there
are several strategies to overcome them. Improving product quality through the process of
writing to the storage batik cloth batik perfect. Development of classical batik not only by
producers but also must be supported by all stakeholders. Support is expected to come from
the relevant agencies with policies to encourage the development of classical batik artisans.
Support e-commerce facilitation of college related to the development of the international
business strategy for a classical batik artisans acceleration phase transformation of
traditional batik artisans towards modernization phase of the business.
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk merumuskan strategi bisnis internasional batik tulis klasik
di Kampung Giriloyo, Imogiri, Bantul untuk memasuki pasar internasional. Metode
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Pemilihan informan dilakukan dengan pendekatan metode snowball. Berkaitan dengan
permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin batik tulis klasik untuk meningkatkan mutu
produk dan memasarkan produknya di pasar internasional, ada beberapa strategi untuk
mengatasinya.
Meningkatkan mutu produk melalui proses penulisan batik sampai penyimpanan kain
batik yang sempurna. Pengembangan batik tulis klasik tidak hanya oleh pengrajin saja, tetapi
juga harus didukung oleh stakeholder. Dukungan diharapkan datang dari instansi terkait
dengan kebijakan untuk mendorong pengembangan pengrajin batik tulis klasik. Dukungan
pendampingan e-commerce dari perguruan tinggi terkait pengembangan strategi bisnis
internasional bagi pengrajin batik tulis klasik merupakan percepatan tranformasi pengrajin
batik dari fase tradisional menuju fase modernisasi bisnis.
87
Aftoni Sutanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
1. Pendahuluan
Batik merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang adi luhung sebagai kerajinan
tradisional turun-temurun yang kaya akan nilai-nilai budaya. Setiap motif batik tulis memiliki
nilai dan makna yang menggambarkan kehidupan sehari-hari. Pesan yang dituliskan dalam
motif batik bukan hanya sekadar sebuah karya seni, melainkan juga merupakan karya seni
yang mempunyai nilai-nilai filosofis yang sangat mendalam dan menempati kedudukan yang
penting dalam masyarakat. Warisan budaya batik membutuhkan kreativitas, keterampilan,
ketelatenan, dengan pola atau motif yang beragam, seperti batik tradisional yang dibuat
berdasarkan pakem dan memiliki makna tertentu, batik kontemporer yang merupakan produk
inovasi, serta batik futuristik yang merupakan wujud berbagai kreasi busana berbahan batik.
Batik terbagi atas dua golongan besar, yaitu batik pedalaman dan batik pesisiran.
Berdasarkan motif dan warnanya, batik pedalaman atau batik klasik motifnya mengandung
filosofi kebudayaan Jawa yang sangat kental dan memiliki warna yang bersifat natural,
seperti warna coklat, putih, dan biru. Jenis batik ini berkembang di daerah Yogyakarta dan
Surakarta atau Solo. Adapun batik pesisiran banyak dipengaruhi oleh kebudayaan luar,
seperti Cina, India, dan Arab, motifnya lebih 10 ekspresif dan bebas dengan warna yang lebih
terang dan berani. Jenis batik ini berkembang di daerah pesisir pulau Jawa, seperti Cirebon,
Pekalongan, dan Madura.
Dahulu, batik tidak terlepas dari kehidupan feodal dengan berbagai simbol-simbol
dalam kehidupan. Kini, batik merupakan sebuah hasil karya seni budaya yang mengalami
perkembangan yang pesat, batik bahkan memasuki kehidupan masyarakat yang luas sehingga
warisan tradisional tersebut menjadi keharusan untuk dimiliki atau dipakai (Normaladewi,
2014). Meluasnya konsumen batik mendorong pengusaha batik untuk dapat memproduksi
batik dengan berbagai tingkat kualitas dan harga.
Antariksa (2012). Kepala Sub Bidang Industri Kerajinan dan Sandang Kementerian
Perindustrian dan Perdagangan (Kemenperindag), Dulles Sihombing, mengatakan jumlah
unit usaha batik meningkat pesat sejak 2005. Berdasarkan data yang tercata di
Kemenperindag ada sekitar 21.600 unit usaha batik di Indonesia. Jika dibandingkan dengan
data 2011, unit usaha meningkat hingga 18.000 unit usaha. Pada 2011, jumlah unit usaha
batik tercatat sebanyak 39.600. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan mengatakan
pertumbuhan batik selama lima tahun terakhir menggembirakan.
Perkembangan batik yang sangat luas serta menggambarkan ciri khas budaya
Indonesia tersebut, maka batik bisa diakui oleh United Nationals Educational Scientific and
Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia. Badan PBB
untuk pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya (UNESCO) mengkukuhkan batik sebagai
sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009. Sejak saat itulah,
pada tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik di Indonesia.
Pengakuan yang sangat kuat dari United Nationals Educational Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) pada tanggal 2 Oktober 2009, merupakan peluang yang sangat
bagus untuk mendorong para pengusaha batik di Indonesia dalam memasarkan produk batik
ke pasar internasional. Pangsa pasar internasional sangat menjanjiakan bagi kemajuan dan
kemakmuran rakyat Indonesia.
Namun sangat disayangkan bahwa sampai saat ini penjualan batik sangat dominan
disekitar wilayah Indonesia hanya untuk melayani konsumen lokal dalam negeri saja.
Sedangkan penjualan ke pasar internasional masih sangat terbatas dan sebagian kecil saja
yang menjual ke pasar internasional. Dengan demikian, perumusan strategi bisnis menjadi
penting dan mendasek untuk dikaji dan diteiliti lebih mendalam guna memasuki pasar
internasional. Perumusan strategi ini juga sangat penting untuk menjaga dan melestarikan
batik sebagai warisan budaya bangsa yang memiliki nilai-nilai budaya adi luhung bagi bangsa
88
Aftoni Sutanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Indonesia. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menggali dan menganalisis secara mendalam
mengenai perumusan strategi bisnis dalam peningkatan mutu produk untuk memasuki pasar
internasional bagi pengrajin batik tulis klasik kampung Giriloyo.
2. Tinjauan Pustaka
Batik adalah kerajinan karya seni rupa pada kain yang memiliki nilai seni tinggi yang
turun-temurun telah menjadi bagian dari budaya Indonesia. Kerajinan membatik adalah
proses penulisan gambar atau ragam hias pada kain dengan pewarnaan rintang yang
menggunakan lilin batik sebagai perintang warna (Wijaya, 2012). Batik berasal dari bahasa
jawa yaitu mbatik yang berasal dari dua kata, yaitu amba yang artinya lebar, luas, kain.
Kemudian kata titik yang berarti titik atau matik (kata kerja membuat batik) yang berarti
menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang luas atau lebar
(Wulandari, 2011:4).
Keunikan motif serta corak yang dihasilkan dari batik-batik berbagai daerah
merupakan kekuatan yang sangat luar biasa, khususnya bagi kekayaan seni budaya Indonesia.
Belum ada di negara manapun yang memiliki kekayaan desain motif batik seperti yang di
miliki oleh bangsa Indonesia. (Sarinastiti, 2011)
Proses membuat batik membutuhkan kreativitas, keterampilan, ketelatenan, dengan
pola atau motif yang beragam, seperti batik tradisional yang dibuat berdasarkan pakem dan
memiliki makna tertentu, batik kontemporer yang merupakan produk inovasi, serta batik
futuristik yang merupakan wujud berbagai kreasi busana berbahan batik (Normaladewi,
2014).
1. Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan
ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal,
penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif, dan pemilihan
strategi tertentu untuk mencapai tujuan.
2. Penerapan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan,
membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga
strategi-strategi yang telah dirumuskan dapat dijalankan. Penerapan strategi mencakup
pengembangan budaya yang suportif pada strategi, penciptaan struktur organisasional
yang efektif, pengerahan ulang upaya-upaya pemasaran, penyiapan anggaran,
pengembangan serta pemanfaatan sistem informasi, dan pengaitan kompensasi karyawan
dengan kinerja organisasi. Menerapkan strategi berarti memobilisasi karyawan dan
manajer untuk melaksanakan strategi yang telah dirumuskan. Penerapan strategi
merupakan tahap yang paling sulit karena membutuhkan disiplin, komitmen, dan
89
Aftoni Sutanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
pengorbanan personal. Penerapan strategi yang berhasil bergantung pada kemampuan
manajer untuk memotivasi karyawan yang lebih merupakan seni daripada pengetahuan.
3. Penilaian strategi adalah tahap terakhir dalam manajemen strategis. Manajer harus tahu
kapan ketika strategi tertentu tidak berjalan dengan baik. Semua strategi terbuka untuk
dimodifikasi di masa yang akan datang karena berbagai faktor eksternal dan internal
terus-menerus berubah. Tiga aktivitas penilaian strategi yang mendasar, yaitu (1)
peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan bagi strategi
saat ini, (2) pengukuran kinerja, dan (3) pengambilan langkah korektif. Penilaian strategi
diperlukan karena apa yang berhasil saat ini tidak selalu berhasil nanti.
Proses manajemen strategi dapat digambarkan sebagai pendekatan yang objektif,
logis, dan sistematik untuk membuat keputusan besar dalam organisasi. Inovasi yang
dibutuhkan adalah kemampuan wirausahaan dalam menambahkan nilai guna atau nilai
manfaat terhadap suatu produk dan menjaga mutu produk dengan memperhatikan marked
oriented atau apa yang sedang laku di pasaran. Dengan bertambahnya nilai guna atau manfaat
pada sebuah produk, daya jual produk tersebut juga meningkat di mata konsumen (Buchari,
Alma: 2000; Arif:2007 dalam Normaladewi: 2014).
90
Aftoni Sutanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3. Metode Penelitian
Analisis data dilakukan setelah semua data yang terkumpul dianggap memenuhi
kecukupan data. Analisis data kualitatif bersifat deduktif, yaitu analisis berdasarkan data yang
diperoleh. Teknis analisis yang digunakan adalah analisis model interaktif yang terdiri dari
tiga komponen analisis yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Reduksi data yaitu proses pemilihan data, menyederhanakan data penting yang
dibutuhkan dari lapangan, dan menyisihkan data yang kurang penting yang muncul dari
catatang di lapangan (Sugiyono, 2010:338). Data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pemngumpulan data
selanjutnya dan mencari data tersebut jika suatu saat diperlukan.
Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan. setelah
data direduksi, selanjutnya adalah menyajikan data tersebut. Dalam penelitian kualitatif,
penyajian data yang biasa dilakukan adalah dangen teks yang bersifat naratif atau uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya (Sugiyono, 2010:341). Sehingga
memudahkan pembaca memahami fenomena yang sedang terjadi dan merencanakan apa
yang selanjutnya akan dikerjakan berdasarkan data tersebut.
Penyajian data berasal dari hasil reduksi dan hasil selama penelitian berlangsung atau
selama proses pengmpulan data agar tidak ada data penting yang tertinggal. Demikian dalam
verivikasi data juga memerlukan validitas data tersebut kembali ke proses pemgumpulan
data.
Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara yang mendalam dengan informan
baik pemilik usaha maupun pengrajin batik tulis mengenai strategi bisnis internasional.
Sedagkan data yang lainnya diperoleh dari artikel yang tersaji di media massa baik elektronik
maupun cetak. Selama proses pengumpulan data ini, peneliti mereduksi data, memilih
informasi yang dibutuhkan terkait dengan strategi bisnis internasional batik tulis.
Selanjutnya peneliti menarik kesimpulan atau verivikasi terhadap penyajian data
mulai dari proses pengumpulan data sampai pada data dari hasil reduksi yang dilakukan.
Proses verivikasi dilakukan selama proses ketiga kegiatan lainnya, yaitu pengumpulan data,
penyajian data, dan reduksi data merupakan hasil akhir yang didapatkan oleh peneliti.
91
Aftoni Sutanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Pengecekan keabsahan data atau validitas data adalah suatu ukuran yang menunjukan
tingkat kehandalan suatu alat ukur. Penelitian ini menggunakan teknik keabsahan data dengan
triangulasi.
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai
cara dan waktu (Sugiyono, 2010:369). Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Peneliti melakukan pengecekan informasi yang
diperoleh dengan menanyakan hal yang sama kepada beberapa orang yang dianggap paham
mnegenai stratgei bisnis internasional batik tulis yang diteliti.
Kampung Giriloyo Imogiri terletak sekitar 20 kilometer ke arah selatan dari pusat
kota Yogyakarta. Daerah Giriloyo berjarak sekitar 1-2 kilometer dari areal makam raja-raja
Mataram, Keraton Yogyakarta, serta makam para seniman agung. Wilayah geografis Giriloyo
berbukit-bukit dengan jalan sempit serta turunan dan tanjakan yang tajam. Giriloyo masuk ke
dalam wilayah Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri. Desa ini terdiri atas 16 dusun, 95 rukun
tetangga dan 5.600 kepala keluarga atau sekitar 16.000 jiwa.
Batik Giriloyo mulai berdiri sejak jaman pemerintahan Sultan Agung dari kerajaan
Mataram. Pada tahun 1654, Sultan Agung memerintahkan daerah perbukitan Imogiri
menjadi areal makam para raja. Sehingga, para abdi dalem kraton pun harus ada yang
menjaga daerah tersebut. Selain menjaga makam, para abdi dalem tersebut juga membatik
untuk keperluan kraton. Sampai saat ini, generasi penerus para abdi dalem kraton ini terus
membatik untuk melestarikan budaya bangsa.
Pada tahun 2006 terjadi bencana alam yaitu gempa yang sangat besar sehingga
menghancurkan wilayah ini. Tiap pengrajin mengalami kerugian sampai puluhan juta rupiah
akibat rumah ambruk dan hilangnya peralatan batik. Namun demikian, para perajin mendapat
bantuan kain dan peralatan dari Pemerintah Daerah Bantul dan beberapa Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM). Pada tahun 2007-2008, Dukungan dari Pemerintah Daerah juga mengalir
dalam bentuk perbaikan sarana transportasi jalan. LSM membantu membuatkan Gazebo,
sebuah areal mirip lapangan sebagai tempat pameran dan pelatihan membatik di Giriloyo.
Sampai saat ini jumlah kelompok pengrajin batik di Giriloyo ada banyak, seperti yang
disampaikan informan disini sekarang ada 13 kelompok pengrajin batik. Sehingga bisnis
batik di Giriloyo sangat terkenal di tingkat nasional bahkan di tingkat internasional.
Situs penelitian ini menggunakan batik tulis klasik Bima Sakti. Proses produksi batik
tulis klasik Bima Sakti ini merupakan bisnis keluarga yang sudah turun-temurun beberapa
generasi. Sedangkan penggunaan nama Bima Sakti baru dimulai sejak tahun 1982. Alasan
pemilihan situs Bima Sakti ini karena Bima Sakti memenuhi kriteria penelitian yaitu batik
tulis klasik yang terkendala dalam pemasaran internasional. Batik tulis klasik Bima Sakti
berkomitmen mempertahankan warisan nilai-nilai budaya jawa yang sudah lama digelutinya.
Motif dan kualitas batik juga dipertahankan sehingga tidak menghilangkan nilai filosofi yang
melekat dalam motif batik. Seperti yang disampaikan oleh informan yang berkomitmen
terhadap wasiat dari Bapak Lurah (Alm)Ti besok kamu tetap mempertahankan batik kuno,
sebab kalau tidak kamu pertahankan dan kamu hanya ikut-ikutan batik yang lainnya, nanti
batik kuno kahawatir hilang. Hal inilah yang membedakan antara produk batik tulis klasik
yang dihasilkan oleh Bima Sakti dengan produk batik tulis yang dihasilkan oleh pengrajin
lainnya.
Selain produk batik yang berbeda dengan pengrajin lainnya, rumah yang berbentuk
Joglo juga merupakan pembeda dengan pengrajin lainnya. Rumah Joglo ini juga
dipertahankan karena merupakan warisan jawa yang memiliki nilai filosofi budaya jawa yang
92
Aftoni Sutanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
sangat tinggi. Hal ini juga sesuai dengan yang disampaikan informan yang komit terhadap
wasiat dari Bapak Lurah (Alm) Rumah mu ini juga tidak usah dirubah, yang buat rumah
bagus biar anak-anakmu, kamu mempertahankan seperti ini saja, nanti kalau ada turis yang
datang malah heran dan kagum. Dengan demikian upaya mempertahankan rumah joglo
juga menjadi komitmen kelompok pengrajin batik tulis Bima Sakti ini.
93
Aftoni Sutanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
pewarnaannya. Hal ini akan menjadikan kain batik bisa bertahan dan bahkan bisa
meningkatkan mutu produk kain batik dalam waktu yang dangat lama.
Selama ini penjualan batik tulis klasik tidak dipasarkan di pasar dalam negeri. Karena
selain harganya paling tinggi diantara pengrajin yang ada, motifnya juga khusus batik tulis
klasik yang dipertahankan dari motif turun-temurun dari keraton. Selama ini batik tulis klasik
Bima Sakti hanya melakukan penjualan kepada pembeli yang datang langsung ke lokasi
pengrajin batik tulis klasik. Ada beberapa pembeli lokal yang sudah mengetahui batik tulis
klasik dan akan melakukan pembelian secara langsung, maka pembeli lokal tersebut bisa
datang langsung lokasi pengrajin batik tulis. Tetapi tidak sedikit pembeli lokal yang tidak jadi
membeli batik tulis motif klasik karena harganya paling tinggi diantara kelompok batik yang
ada di Giriloyo. Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan Dari sekian banyak
kelompok pengrajin batik yang harganya paling mahal adalah di sini.
Namun demikian motif ini sangat digemari oleh konsumen dari luar negeri. Para
pembeli dari manca negara yang datang langsung ke lokasi pengrajin untuk membeli batik
tulis klasik. Pembeli dari manca negara yang datang langsung ke lokasi seperti dari Austria,
Kanada, Amerika, Jerman, Australia, Jepang dan lain-lain. Namun setelah terjadi bom Jakarta
dan bom Bali maka pembeli dari luar negeri mulai berkurang sangat drastis karena ada
larangan wisata ke Indonesia. Namun demikian, Sampai saat masih ada satu pembeli loyal,
yaitu pembeli dari Jerman yang bernama Brigitta sudah sejak tahun 1999. Seperti yang
dismpaikan oleh informan, Tetapi yang pasti dari Jerman. Selalu melakukan pesanan
secara rutin, misal pesan tahun sekarang akan diambil tahun depan. Kemudian pada saat
mengambil pesanan, pembeli tersebut malakukan pesanan lagi untuk diambil tahun
berikutnya. Biasanya pembeli dari Jerman ini setahun sekali sekitar bulan Maret April
setiap tahunnya.
Permasalahan yang dihadapi pengrajin batik tulis klasik saat ini adalah kendala
memasarkan batik tulis klasik ke pasar internasional pasca bom Jakarta dan bom Bali.
Keterbatasan pengetahun pengrajin batik mengenai sistem informasi yang dintegrasikan
dengan strategi pemasaran menjadi kendala dalam memasarkan batik ke pasar internasional.
Dalah hal ini, peran perguruan tinggi menjadi sangat strategis untuk memberikan
pendampingan fokus pada upaya memasarkan batik tulis klasik di pasar internasional yang
dikemas dalam strategi e-commerce. Perumusan strategi ini merupakan percepatan
tranformasi pengrajin batik dari fase tradisional menuju fase modernisasi bisnis internasional.
94
Aftoni Sutanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
untuk memudahkan semua user sistem informasi dalam proses bisnis ini. Pengembangan
model aplikasi ini dapat di benchmark oleh pengrajin batik tulis di seluruh pelosok nusantara
untuk percepatan tranformasi dari bisnis tradional menuju bisnis batik yang modern.
Hasil yang bisa dimanfaatkan dari data base katalog ini selain untuk mempermudah
proses transaksi bisnis batik tulis ke pasar internasional, data base katalog batik juga bisa
dimanfaatkan memberikan informasi yang valid kepada pemerintah daerah atas kinerja
pengrajin batik tulis bermotif klasik untuk meningkatkan strategi bisnis internasional.
Sehingga nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang memiliki filosofi yang sangat tinggi bisa
terjamin kelestariannya.
5. Kesimpulan
Hasil dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perumusan strategi bisnis
batik tulis klasik harus dimulai dengan peningkatan mutu produk kain batik baik mulai dari
proses penulisan batik pada kain bagian depan dan pada kain bagian belakang. Sehingga hasil
mutu produk jauh lebih baik. Selanjutnya adalah proses penyimpanan dan penyajian kepada
calon konsumen yang akan membeli produk kain batiknya.
Selanjutnya dalam perumusan strategi bagi UMKM harus didukung oleh stakeholders,
antara lain keberadaan intansi pemerintah yang memiliki peran strategis untuk mendorong
perkembangan batik tulis klasik untuk menjual produknya ke pasar internasional.
Implementasi kebijakan antara lain 1) pelatihan dan pemberdayaan tenaga pengrajin dalam
pengembangan kualitas batik tulis bermotif kalsik. 2) dukungan pemerintah dalam
revitaslisasi teknologi dan perlatan yang lebih modern. 3) pemberian kridit yang mudah dan
dengan prosedur yang sederhana. Kemudian peran perguruan tinggi menjadi sangat strategis
untuk memberikan pendampingan fokus pada upaya memasarkan batik tulis klasik di pasar
internasional yang dikemas dalam strategi e-commerce. Perumusan strategi ini merupakan
percepatan tranformasi pengrajin batik dari fase tradisional menuju fase modernisasi bisnis
internasional.
95
Aftoni Sutanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Daftar Pustaka
David, Fred, R. 2011. Manajemen Strategis Konsep. Buku 1 Edisi 12. Editor Palupi Wuriati.
Salemba Empat. Jakarta.
Normaladewi, Andi. 2014. Peran lingkungan industri dan fenomena inovasi dalam
pengembangan usaha kecil menengah batik. Studi pada batik tulis Raden Wijaya Batu
dan Batik tulis Celaket Malang. Tesis tidak dipublikasikan. Malang
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D.
Alfabeta. Bandung.
Wijaya, Ekaprana. 2012. Adaptasi motif batik semarang pada industri kaos sebagai upaya
menggalakkan industri kreatif berbasis budaya lokal, arsip mawapres UDINUS 2012,
Semarang.
Wulandari, Ari, 2011. Batik Nusantara: Filosofi, cara pembuatan dan industri batik. ANDI,
Yogyakarta.
96
Rosiwarna Anwar Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Fenny Chintya Debby Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
THE COMPARATIVE OF CORPORATE PERFORMANCE ANALYSIS BETWEEN
PRE AND POST MERGERS & ACQUISITIONS COMPANIES
IN THE INDONESIA MANUFACTURING INDUSTRIES
LISTED ON THE STOCK EXCHANGE IN 2007-2012
Abstract
This study aims to analyze the performance of companies doing mergers and
acquisitions that proxies by Return on Capital Employed (ROCE), Return on Equity (ROE),
Operating Profit Margin (OPM), Net Profit Margin (NPM), EPS (Earnings Per Share), PER
(Price Earning Ratio). This study uses the sample based on 90 companies in Indonesia
manufacturing industries for the period from 2007 to 2012. Hypothesis testing is done by
using the paired t test. We had documented the results of the study findings of the
performance of the company which showed the distinction between two conditions, pre
mergers and acquisitions when compared with post mergers and acquisitions of companies.
However, many out of the results are not statistically significant.
97
Rosiwarna Anwar Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Fenny Chintya Debby Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Introduction
In Indonesia, mergers and acquisitions (M&A) has been conducted since many years
ago. The M&A activities has shown in various industries which driven by changes in
economic conditions. The change in economic conditions that experienced by businesses,
make corporate management must think how to survive and develop their business with
different business strategies in both short term and long term. Amongst other things, the
reason companies opt to arrange M&A, due to expectation to the increase of market share,
diversification, or increase the vertical integration of existing operational activities, etc.
M&A has been used as one of the effective business strategy for corporate
restructuring as a tool in the business world since 1897. M&A activity first took place during
the period 1897 to 1904, at that time mostly occurred in horizontal merger, usually the
companies involved are in the same industry, between the acquirer (the bidders) and the
company being acquired (target). Merger at that time did not go well, due to the failure of the
company in achieving the goals of efficiency, lack of legal regulations governing mergers, as
well as poor economic growth accompanied by stock market value (Ross, 2009).
Whereas in Indonesia M&A activity started in the early 90s, the first transaction was
PT Jakarta International Hotels Development through the purchase of 100% shares of PT
Danayasa Arthatama in 1990 (Tirthayatra, 2005). M&A also occurred in 1999, at the time of
the crisis in Indonesia resulted in a lot of things happening, including the bankruptcy of four
state-owned banks, Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor
Impor (Exim), and the dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). The economic crisis
forced the government to merge these four banks, and became one and new entity resulted the
merger, namely Bank Mandiri, Bank Mandiri has had been through difficult times in the first
three years after the merger, but then the bank can show good performances (Winarti, 2010).
In fact, mostly M&A activities have had failed to improve performance, to
accomplish the expected strategies, and achieve financial objectives that have been set prior
to the merger. Another fact concomitantly revealed by several investigators including
Cartwright and Cooper (1993), analyses the failure rate of M&A has shown relatively high
ranging between 50% to 70%. And the failure of the company to achieve the expected
financial goals is one of common failure in M&A (Chatterjee, et.al, 1992), and according to
Schweiger, et.al (1993) the failure of the company since they had increased its share price
after the merger and acquisition, then (Rossane, 2012) mention on failure in M&A activity
may lead to some loss of funds that have been invested and not redeemable and lose
shareholders wealth.
We adopted several previous studies, the difference is on the selecting independent
variables used, periodic time, and locus. This research, we proposed as the first attempt
before we compare further to the non-merger companies in terms of the financial ratios
performances. From these considerations, the authors had conducted research in 2015 with
the title "Comparative Analysis of Corporate Performance Between Pre and Post M&A
Companies in the Manufacturing Industries listed in the Indonesia Stock Exchange 2007-
2012".:
Literature review
Corporate Value
According to Brigham and Gapensi (2006), the value of the company is very
important because of the higher value of the company will be followed by higher prosperity
98
Rosiwarna Anwar Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Fenny Chintya Debby Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
shareholders (Hermuningsih, 2013). The value of the company, and the level of stock prices
is directly proportional, where the higher the stock price the higher the value of the company.
In PSAK (Indonesia Accounting Standard) No. 22 defined that the merger as a form
of union of two or more separate companies into one economic entity as a company, merges
with another company, or acquire control over the assets and operations of another company.
Merger is the complete absorption of one company by another, wherein the acquiring firm
retains its identity and the acquired firm ceases to exist as a separate entity.
After the classification of the objectives of a company M&A, there are several
motives a company M&A, namely as economic motives, and non-economic motives, as
follows (Ross, 2009): (1) The economic motive related to the essence of the company's goal
to improve the value of the company or to maximize shareholder wealth. In this study several
financial ratios as objective measurement are being analyzed, such as: ROCE (Return On
Capital Employed), ROE (Return On Equity), OPM (Operating Profit Margin), NPM (Net
Profit Margin), EPS (Earning Per Share), PER (Price Earning Ratio). Several M&A
economic reasons are: To obtain a source of raw materials, production facilities, technology,
network marketing, or market share invaluable (Subramanyam, 2009), To ensure the financial
resources or access to financial resources, Strengthen management, Improve operating
efficiency, Encourage diversification, Accelerate entry into the market, Achieve economies
of scale, Obtain tax benefits, and Synergies, (2) The non-economic motive, sometimes M&A
activity is not only for the sake of economic interests of the company, but also for non-
economic motives such as prestige and ambition of the management company or the owner of
the company.
Another study conducted by Alamsyah (2002) on oil company M&A, get the result
that after the M&A of the company has increased to several financial ratios include the profit
margin, ROE, ROCE, EPS, and operating income.
In addition other studies conducted by Aruna and Nirmala (2013) in the journal Post
Merger acquiring financial performances of selected IT companies in India; they say that two
of the three IT companies in careful business shown not produce a positive difference in the
profitability of the company after the merger. Two of the three companies showed no
significant difference for ROCE of IT company after the merger than before M&A. For OPM
and NPM ratio of one in three IT companies have significant difference after the merger,
according Azhagaiah and Sathishkumar (2014) in the journal Impact of M&A on Operating
Performance that the influence of gross earnings, liquidity, leverage, cost of utilization,
growth, operating leverage and ROE towards company M&A in India.
Payamta (2004) examined the effect of M&A on the performance of the
manufacturing company 2 years before and 2 years after M&A are proxied by financial ratios
and stock returns. In that study produced a fact which shows a decline in performance for the
periods before and after M&A both in terms of stock returns and financial ratios, but the
values are not statistically significant.
Subsequent research conducted by Saviera (2012 performed the analysis of M&A of
companies non-financial, 3 years prior to the merger and three years after the merger; in a
study with approximated by financial ratios and Tobin's q ratio. The research results show
that the activity mergers and acquisitions did not generate synergies for the company, also
99
Rosiwarna Anwar Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Fenny Chintya Debby Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
shown the decrease of the net profit margin and ROE, but the decrease was not significant,
meaning that M&A made by the company does not affect the value of net profit margin and
ROE. Besides of all financial ratios resulted, only debt equity ratio has decreased
significantly.
Rossane (2012) conducted a study to analyze the effect of M&A on the financial
performance and the method of Economic Value Added (EVA) in manufacturing companies
using financial ratios parameters. By using EVA as an indicator of the success of
management in managing financial resources owned, this study also tested the performance
of the post-acquisition between the acquisition of non-conglomerates and conglomerates. In
this study showed that the company experienced changes after M&A with results of an
increase in the ROE, EPS, and the net profit margin of the company. In addition there is a
significant change after M&A of EVA, ROE, total asset turnover. But among conglomerates
and non-conglomerate, the results are significant differences in current ratio, quick ratio, and
debt to equity.
Another study conducted by Prima (2010) to see the impact of M&A of non-financial
companies. This impact is measured using financial ratios change between before and after
mergers and acquisitions. The final conclusion is that the financial ratios that undergo
significant changes as a result of M&A is the profit margin and return on assets were
decreased after M&A. Also similar study conducted by Turang (2010) with a different study
period. This study measures the financial performance of companies are working capital,
operating profit, earnings per share, ROE, DER. And the results of the study showed that
there were no significant differences in financial performance in the period before and after
the M&A activity is executed. Only variable, that is, operating profit shows a significant
difference in the fifth year after the merger and acquisition process executed.
Research Hypothesis
Research Methods
Before After
Financial
Performance
-2 -1 +1 +2
Profitability
Non Merger
corporate Company
value
Research Result
Before examining paired test towards research objects, each data variable must be
tested to knowing whether disbruted normally. This is important in order when to test using
parametric, in these instances paired t-test and independent sample t test. We use
Kolmogorov-Smirnov test.
Sig ROCE > 0,05, and also the others: ROE, OPM, NPM, EPS, and PER have
resulted similar resultswhich are > 0.05 as shown table below. Based on K-S test all varibles
on this research, we can summarize normal distribution.
The results shown where:
Hypothesis testing:
1. H0,1 : ROCE not signigicant difference whereas H1.1 : ROE signigicant difference
2. H0,2 : ROE not signigicant difference whereas H1.2 : ROE signigicant difference
3. H0,3 : OPM not signigicant difference whereas H1.3 : OPM signigicant difference
4. H0,4 : NPM not signigicant difference whereas H1.4 : NPM signigicant difference
5. H05 : EPS not signigicant difference whereas H1.5 : EPS signigicant difference
6. H0,6 : PER not signigicant difference whereas H1.6 : PER signigicant difference
To test comparison pertaining before and after merger, we use Paired t- Test using
confidence interval of 95% since the 6 (six) ratio) in questions are normally distributed.
From the above test results, only the variable earning per share is experiencing
significant difference, while return on capital employed, return on equity, operating profit
margin, net profit margin, the price earnings ratio are not experiencing significant difference
We can summarize the significancies mean between two values as explained below:
102
Rosiwarna Anwar Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Fenny Chintya Debby Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
ROCE increasing after merger, meaning there is an indication that value added
resulted after merger, but not significance difference. This is not proven where merger
incapable of returning capital invested.
ROE increasing after merger, meaning there is an indication that value added resulted
after merger, but not significance difference. This is not proven where merger
incapable of giving positively impact toward operating efficiency which in turn profit
to sharehoders.
OPM increasing after merger, meaning there is an indication that value added resulted
after merger, but not significance difference. This is not proven where merger
incapable of giving impact toward more competitive which keeping low cost telative
to sales.
NPM increasing after merger, meaning there is an indication that value added
resulted after merger, but not significance difference. This is not proven where merger
incapable of positively impact toward operating efficiency which in turn showing the
companies incapable of using its assets operations management efficiently.
EPS increasing after merger, meaning there is an indication that value added resulted
after merger, but not significance difference. This is proven where merger capable of
positively impact toward sharehoders prosperity which in turn profit to sharehoders.
However this result can not be generalized, due to companies profit do not show
significance differences and higher if compared to before merger. Hence, we assumed
this happened because of possibly buying back shares outstanding by the company.
This seen where the EPS ratio increasing, whereas the companys shares seemingly
low but net profit still equal amount.
PER decreasing after merger, meaning there is an indication that investors have not
expected overwhelming result after merger. This is not proven where merger
incapable of positively impact toward corporates growth in the near future
Discussion
These results indicate that there was no significant difference in the performance of a
public manufacturing company as measured by the financial ratios for the two years before
and two years after the M&A, they are approximated that of six financial ratios are analyzed
in this study only shows earnings per share results significant difference for these two periods
before and after the M&A. This gives an indication that the purpose of M&A is not
economically achieved. Possibilities that may occur in this case are the non-economic reasons
being more taken into consideration in undertaking companies in M&A activities, such as
preventing the bankruptcy of the target company and the possibility of other non-economic
reasons.
Based on the observations of many authors of various numbers of financial ratios
examined, there were found that the average financial ratios show that the performance of
companies after M&A are not better than companies that of before M&A. Allegedly, this was
due to the integration of pre planning M&A is not running properly and is unable to provide
synergies in companies that after M&A, this resulted in an average performance of those
companies are still below the average of companies that before conducingt M&A. The reason
a company motives to do M&A one of which is to achieve synergies. In addition to M&A by
company as a strategy is in order to maintain the company's business, whereas M&A as one
reason to get out of the financial problems facing by company.
As it has been explained previously that there are two objectives of the company do
M&A, firstly economic objectives which is an increase of corporate profitability and the
103
Rosiwarna Anwar Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Fenny Chintya Debby Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
welfare of shareholders. But other than economic motives, company has also other motives in
doing M&A, and one among others of which is a non-economic motives that rescue target
company from bankruptcy, reducing the number of competitors in the industry, the market
leader, and wants to enter the market. This connotes to do further research interest further in
merger and acquisition, especially myself interest to continue this research with still related
comparison among companies of doing and not doing merger.
Conclusion
Based on research related to analysis of the company's performance before and after
M&A, in companies listed on the Stock Exchange Stock Exchange Indonesia) in the period 1
January 2007 up to December 31, 2012 obtained the following results:
1. Based on the results of hypothesis testing carried out showed that there were no
differences between the financial performance shown by the return on capital
employed and return on equity in manufacturing companies before and after the
merger which do not have a statistically significant difference when being compared.
Although in this study about an increase in return on capital employed, this is in line
with research conducted by Aruna and Nirmala (2013) but did not differ significantly.
And the ratio of return on equity in this study did not have a significant difference for
the 2 years before and 2 years after M&A, the results in line with the research
conducted by Payamta (2004).
2. Based on the results of hypothesis testing carried out has showed that there was no
difference between the profitability of companies that indicated by margin of
operating profit and net profit margin in manufacturing companies before and after
the merger. These show that the ratio of operating profit and net profit margin prior to
the M&A do not have a statistically significant difference when compared with after
M&A, this is in line with the results of research conducted by Payamta (2004).
3. Based on the results of hypothesis testing carried out showed that there was no
difference in the rate of return on investment enterprise shown by the earnings per
share and price earnings ratio in the period before and after M&A. Although, in this
study results that the EPS has a statistically significant difference. However, this
result can not be generalized in comparison of pre and after merger, with the
assumption that after merger the corporate possibly buy back the stocks. The increase
of EPS due to outstanding shares decrease could lead an increasing EPS, and would
impact PER decrease; this conclusion confirm the study by Putri (2004}, stock
buyback causing the corporate seen under-price with equal amount of net profit
inherently.
104
Rosiwarna Anwar Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Fenny Chintya Debby Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Table
Comparison Summary of Corporate Performance of
Two Years average Pre-merger and two years average After-merger
Ratio Comparison of Corporates Performances Summaries Significancy
ROCE Pre-merger & Acq.< After-merger & Acq. Increasing After- Not
merger & Acq. Significant
ROE Pre-merger & Acq.< After-merger & Acq. Increasing After- Not
merger & Acq. Significant
OPM Pre-merger & Acq.< After-merger & Acq. Increasing After- Not
merger & Acq. Significant
NPM Pre-merger & Acq.< After-merger & Acq. Increasing After- Not
merger & Acq. Significant
EPS Pre-merger & Acq.< After-merger & Acq. Increasing After- Significant
merger & Acq.
PER Pre-merger & Acq.> After-merger & Acq. Decreasing Not
After-merger & Significant
Acq.
Based on the table above, we conclude that within two years period post-merger
shown no changes in corporate financial performances generally.From the test result above
only earning pershare experiencing significant difference, whereas return on capital
employed, return on equity, operating profit margin, net profit margin, and price earning ratio
are not showing significant differences. If we take closer look in the comparison table, there
were found companies had been experiencing changes in financial ratio position after-merger
and acquisition. However, many samples among manufacturing companies had been
experiencing changes but not significant statistically.
It can be concluded that the performance of companies listed on the Stock Exchange
which had done M&A in the year 2007-2012 showed no significant performance
improvements seen from a financial standpoint because of an increase in profitability, but the
magnitude is not significantly increase. The purpose of a company is not just about
improving the profitability of the company, but on the other hand, it also wants the
enhancement of wealth of shareholders primarily. By increasing profits which enjoyed by
shareholders, automatically the value of the stock will rise and this may increase the value of
the company (Senior Business, 2012).
105
Rosiwarna Anwar Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Fenny Chintya Debby Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Daftar Pustaka
106
Rosiwarna Anwar Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Fenny Chintya Debby Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Payamta, (2004). Analisis Pengaruh Keutusan Merger dan Akuisisi Terhadap Perubahan
Kinerja Perusahaan Publik Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV. 238-261.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 57 tahun 2010.
Prakarsa, G. (2009). Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Konerja Keuangan
Pada Perusahaan Go Public Non-Bank Di Indonesia Periode 2000-2006. Depok:
Program Studi Manajemen Universitas Indonesia.
Prima, R. (2010). Perubahan Kinerja Perusahaan Terbuka Non-Finansial Akibat Merger dan
Akuisisi. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Putri, I. M. (2004). Analisis Kinerja Perusahaan Merger dan Akuisisi yang Diproksikan
dengan Rasio Keuangan Pada Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2002. Depok:
Program Studi Manajemen Universitas Indonesia.
Rahman, M., Lambkin, M. (2015). Creating or Destroying Value Through Merger and
Acquitions: A Marketing Perspective. Industrial Marketing Management. 1-12.
Ross, S. A., Westerfield, R. W., & Jordan, B. D. (2009). Pengantar Keuangan Perusahaan
(Ali Akbar Yulianto, Rafika Yuniasih, & Christine, Penerjemah). Jakarta: Salemba
Empat.
Rossane, M. (2012). Analisis pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Kinerja Keuangan
dan dengan Metode Economic Value Added (EVA) Pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar Di BEI Pada Periode 2004-2008. Depok: Program Studi Manajemen
Universitas Indonesia.
Santosa, S. (2014). Statistik Non Parametrik : Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta:
Elex Media Komputindo.
Santosa, S. (2014). Statistik Parametrik : Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Sari, K. A. (2008). Analisa Perbedaan Kinerja Jangka Panjang Antara Perusahaan yang
Melakukan Merger dan Akuisisi dan Perusahaan yang Tidak Melakukan Merger dan
Akuisisi. Depok: Program Studi Akuntansi Universitas Indonesia.
Saviera, G. A. (2012). Analisis Merger dan Akuisisi Perusahaan Non Keuangan yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2000-2008. Depok: Program Studi
Manajemen Universitas Indonesia.
Sekaran, U., & Bougie, R. (2006). Research Methods For Business : A Skill-Building
Approach (4th ed.). United States of America : John Wiley & Sons, Inc.
107
Sinha, N., Kaushik, K. O., Chaudhary, T. (2010). Measuring Post Merger and Aquisition
Performance: An Investigating of Select Financial Sector Organizations in India.
International Journal of Economics and Finance. Vol. 2. No.4.
Subramanyam, K.R, & Wild, J. J (2009). Financial Statement Analysis. New York: McGraw-
Hill.
Turang, J.S. M. (2010) Analisis Dampak Merger dan Akuisisi Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan Go Public Non Finansial Di Indonesia Periode 2000-2003. Salemba:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Walsh, C. (2004). Key Management Ratio (3rd ed). (Shalahuddin Haikal, Penerjemah).
Jakarta: Erlangga.
Weston, J. F & Weaver, S. C. (2001). Merger and Acquisitions. United Stated of America:
McGraw-Hill.
Winarto, W., W. (2014). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews (edisi 3).
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Wiranti, R. (2010). Merger dan Akuisisi: Sebuah Perjalanan ke Masa Lalu. Jakarta, 18-20.
http://www.idx.co.id
http://www.ksei.com
http://kbbi.web.id
108
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
PERAN HUMAN CAPITAL PENGRAJIN SEPATU SEBAGAI DAYA SAING
DALAM RANGKA MENINGKATKAN TURIS DI JAWA BARAT
(KAJIAN PADA SENTRA CIBADUYUT JAWA BARAT)
Joeliaty
joeliaty@yahoo.co.id
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PADJADJARAN
Abstrak
Industri kreatif adalah salah satu industri yang memiliki daya tarik wisata mancanegara
(wisman) untuk berkunjung ke Indonesia. Kawasan sentra industri sepatu Cibaduyut merupakan
salah satu sentra kawasan industri kreatif yang berada di daerah kota Bandung Jawa Barat.
Sentra Cibaduyut menawarkan produk handmade yang punya keunikan, originalitas dan awet,
yang sangat di sukai di pasaran international. Ini cukup potensial menarik wisata mancanegara
untuk dapat mengunjungi sentra Cibaduyut, baik untuk cindramata ataupun menjadi komonditi
ekspor. Oleh karena itu dalam rangka memenuhi kebutuhan wisman tersebut dibutuhkan adanya
keterampilan khusus dari para pengrajin sepatu . Saat ini tantangan yang terbesar adalah belum
adanya regenerasi dalam bidang keterampilan pembuatan sepatu sebagai daya saing. Pengrajin
yang memiliki keterampilan cenderung untuk beralih profesi. Selain itu tantangan dari segi
pemasaran ditandai dengan membanjirnya produk sepatu impor dengan harga lebih murah ,tetapi
kualitas kalah dengan hasil lokal produk hand made Cibaduyut. Untuk memperkuat reputasi dan
citra tersebut, maka dibutuhkan, sumber daya manusia (human capital ) yang unggul , memiliki
kompetensi dalam menghadapi tantangan yang ada. Dalam penelitian ini akan diungkap seberapa
jauh peran dari human capital pengrajin sepatu sentra sepatu Cibaduyut sebagai daya saing yang
akan menarik wisman di Jawa Barat. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah
metode deskriptif untuk mengungkap tentang peran human capital apasaja yang dapat
meningkatkan wisman . Yang didukung dengan data primer melalui questioner yang akan
dibagikan pada semua pengrajin sepatu sebagai responden yang telah ditentukan berdasarkan
random sampling. Hasil penelitian mengungkap bahwa peran human capital pengrajin sepatu
adalah harus sebagai agen perubahan, atau sebagai pengrajin sepatu dituntut untuk semakin
mampu mengidenfifikasi perubahan-perubahan lingkungannya dan mempu merespon perubahan
tersebut.
Kata kunci : Human Capital, Daya Saing ,Wisman
109
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
I. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang Penelitian
110
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
tanggal 26 Mei 2015] yang merupakan pemilik merk sepatu Onnassis, menyatakan bahwa
Wisman yang datang ke sini rata-rata tidak menentu, dalam sebulan 1 sampai 5 wisman,
biasanya datang dari eropa seperti Belanda, Jerman, selain itu ada yang dari Amerika, mereka
biasanya membuat memesan lebih dari satu pasang dan untuk di jual lagi di Negaranya.
Pembuatan sepatu disini bisa custom sesuai dengan permintaan pelanggan dan menyediakan
size/ukuran untuk sepatu yang besar.
Sentra Cibaduyut menawarkan produk handmadeyang punya keunikan, originalitas dan
awet, yang sangat di sukai di pasaran international. Ini cukup potensial menarik wisman untuk
dapat mengunjungi sentra Cibaduyut, baik untuk cindramata ataupun menjadi komonditi ekspor.
Beberapa tantangan yang di hadapi sentra Cibaduyut agar memiliki daya saing dan dapat
meningkatkan kunjungan wisatawan belanja ke sentra industri sepatu Cibaduyut adalah sebagai
berikut : (1). Regenerasi keterampilan menjadi salah satu tantangan bagi sentra sepatu
cibaduyut. Persoalan ini harus dihadapi bersamaan dengan sulitnya bertahan di tengah bersaing
produk pasaran. Berdasarkan wawancara [pada tanggal 28 Mei 2015] dengan Bapak Alex
Kepala UPT BPP IKM Persepatuan Cibaduyut Berdasarkan dan dengan E. Aries Haryadi
pemilik merk sepatu Nakerschu , mengatakan bahwa ,beberapa tahun silam, mencari pekerja
tambahan bukan hal yang sulit. Sejumlah tetangganya memiliki keterampilan untuk membuat
alas kaki. Namun saat ini, jumlah terus berkurang. Pengrajin yang memiliki keterampilan
cenderung untuk beralih profesi. Atau kalaupun masih bergelut di produksi alas kaki, pengrajin
akan pindah ke industri berskala pabrik. Ditengarai, ini berkaitan dengan pendapatan yang lebih
menjanjikan. Saat bekerja di pabrik, pendapatan cenderung lebih terjamin. Penggunaan teknologi
membuat keterampilan utama yang dibutuhkan bukan kemampuan membuat sepatu, melainkan
kemampuan menggunakan mesin. Sementara saat bekerja di industri rumah tangga, bisa jadi
pendapatan yang diterima perajin tidak menentu. (2).Membanjirnya produk impor, selain dari
sisi produksi, tantangan juga datang dari sisi pemasaran yang dibanjiri oleh produk impor. Saat
ini, produk alas kaki yang dipajang di ratusan gerai sepanjang jalan Cibaduyut Raya tidak hanya
buatan sentra lokal, tapi juga produk luar, baik dari sentra industry alas kaki lain di Indonesia,
maupun produk serupa impor dari Tiongkok. [PR Online 7 Maret 2012, diakses 30 Mei 2015].Ini
diperkuat dari hasil wawancara keberapa pengrajin salah satunya Desy [pada tanggal 26 Mei
2015] yang merupakan pemilik merk sepatu Onnassis, menyatakan bahwa Produk sepatu
Cibaduyut dalam persaingannya sudah mulai kalah bersaing dikarenakan membanjiri produk
impor yang harganya lebih murah tetapi kualitasnya kalah dengan produk handmade Cibaduyut.
Hasil penelitian Ghea Utariani S dan Reza Anshari N (2013) mendapat temuan bahwa
hambatan pengerajin sentra sepatu Cibaduyut tidak memiliki kepercayaan diri untuk merk asli
pengrajin, dikarenakan citra merek lokal masih kurang mendapatkan kepercayaan pelanggan
khususnya seperti desain, dan kualitas. Untuk memperkuat reputasi dan citra tersebut, maka
dibutuhkan, sumber daya manusia yang unggul (competitive advantage resource base
value),memiliki kompetensi dalam menghadapi tantangan yang ada. faktor yang paling
berkontribusi dalam penciptaan dan pemeliharaan keunggulan organisasi adalah sumber daya
manusia/human capital (Berger ; 2008 dalam Joeliaty ; 2012 :2).
Selain itu diperkuat dari hasil penelitian Joeliaty (2014) mendapatkan temuan bahwa
kompentensi pengrajin sepatu Cibaduyut dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA)adalah pengetahuan yaitu sebesar 80,2% dituntut lebih agar dapat minimal bertahan
dalam persaingan. Pengetahuan pengrajin modal penentu human capital dan sumberdaya tidak
berwujud perusahaan dalam mengelola keunggulan bersaing (Djurica, Maca et al 2014 : 555)
111
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Beberapa penelitian tentang pengrajin sepatu dalam meningkatkan keunggulan daya
saing di sentra industri Cibaduyut. Seputar branding Cibaduyut seperti yang dilakukan oleh
(Ghea Utariani S dan Reza Anshari N : 2013), kebijakan pemerintah terkait dengan pola
pesebaran tujuan wisata (Tantie Kostantia dkk ; 2014 :1141) dan pengembangan daerah wisata
(Yulia Widarti : 2015 : 551).Namun masih jarang penelitian yang dilakukan terkait dengan peran
human capital dalam upaya meningkatkan keunggulan bersaing (competitive advantage resource
base value) pengrajin sentra industri Cibaduyut. Lebih dalam lagi penelitian mengenai human
capital yang dibutuhkan dalam meningkatkan keunggulan bersaing, upaya menarik wisman
berkunjung ke sentra industri Cibaduyut.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah,
bagaimana peran dari human capital pengrajin sepatu di sentra sepatu Cibaduyut Jawa Barat
dapat menjadi daya saing dalam rangka meningkatkan jumlah wisman Jawa Barat.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran peran human capital pengrajin
sepatu sebagai daya saing pada sentra sepatu Cibaduyut Jawa Barat, dalam rangka
meningkatkan kunjungan wisman.
1.4.Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang akan melihat bagaimana gambaran kondisi
peran human capital sebagai daya saing pengrajin sepatu sentra industri Cibaduyut yang akan
memberikan kontribusi pada peningkatan jumlah wisman ke Jawa Barat . Dan mengetahui
kondisi keadaan pengrajin sepatu sentra Cibaduyut apakah masih dapat bersaing dengan kondisi
saat ini.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode survey explanotary
dikarenakan untuk mengetahui gambaran umum variable, ditindaklanjuti dengan metode
deskritif (Istijanto, 2006 :20) dan verivikatif dengan menggunakan analisis faktor yang dibantu
dengan software SPSS 22.for windows. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengelompokan
analisis pemetaan dimensi-dimensi yang membentuk peran human capital pengrajin . .Dalam
penelitian ini juga dijaring dengan jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh
melalui questioner terhadap 81 orang pengrajin sepatu dan data sekunder .Permasalahan yang
kompleks tidak dapat diisolasikan ke dalam variabel, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian
dari kesatuan atau keutuhan. Hal inilah yang menyebabkan peneliti menggunakan metode
kualitatif dan kuantitatif, mengingat pada penelitian ini peneliti akan berhubungan dengan
sebuah organisasi, dan tentu saja berurusan dengan individu dan masyarakat.Adapun teknik
pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi pustaka.
II.Tinjauan Pustaka
Target 20 juta wisman pada tahun 2019 ke Indonesia, merupakan tantangan bukan hanya
pemerintahaan saat ini saja. Melainkan ini menjadi tantangan bersama para stackholder, dengan
meningkatkan kunjungan wisman ke Indonesia. Tentunya akan mempunyai implikasi yang
112
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
signifikan terhadapa devisa negara dan tentunya multipier effect, bagi warga sekitar daerah
wisata. Sentra Industi Cibaduyut Jawa Barat merupakan salah satu tujuan wisata belanja, dalam
penelitian ini peneliti memetakan masalah yang terkait dengan peran human capital khususnya
kekurangan regenerasi baru pengrajin sepatu. Ada pengaruh positif human capital terhadap
keunggulan bersaing Emily Auw (2009:30) hal ini di perkuat dengan hasil penelitian oleh
(Variyam & Kraybill, 1993;Emily Auw, 2009:30) . Perusahaan yang memiliki human capital
tinggi cenderung lebih baik dalam meningkatkan kemampuan perusahaan.
Dengan diberlakukannya MEA para pengrajin sepatu di Cibaduyut diharapkan dapat bersiap dan
berani bersaing dengan produk dari negara lain. Salah satu akibat dari kerjasama ekonomi yang
lebih terbuka bagi kegiatan industry adalah masuknya produk luar ke dalam pasar lokal. Saat ini
produk-produk Cina sudah memasuki pasar Indonesia yang menimbulkan persaingan dengan
produk lokal. Dengan sistem produksi massal Cina menggunakan alat produksi yang canggih
sehingga memilki kapasitas produksi yang besar dan mampu menekan harga produk lebih murah
(Sebayang, 2012).
Tantangan tersebut juga dialami oleh industri sepatu Cibaduyut. Sebagai salah satu
sentra utama industri sepatu di Indonesia, Cibaduyut merupakan salah satu elemen penting yang
dapat memicu pertumbuhan lokal. Produk sepatu Cibaduyut harus mampu bersaing dengan
produk-produk luar dalam persaingan global.Para pengrajin sepatu di Cibaduyut perlu dibenahi
dan dibekali keterampilan hingga mereka mampu menghadapi pasar bebas MEA 2015, salah
satunya melalui pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini human capital sangat
berperan , sehingga para pengrajin sepatu dapat meningkatkan pengetahuan yang mereka miliki
agar produk yang mereka hasilkan bisa memiliki daya saing baik secara kualitas, desain,
kemasan dan harga yang kompetitif, yang akan menarik para wisman.
Human capital sebagai intangible capital yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yang
memegang peran strategis dalam upaya daya mendongkrak daya saing perusahaan, berikut
peneliti sarikan beberapa definisi human capital.Human capital adalah sebuah konsep yang
terdiri dari pendidikan, pengalaman, dan keterampilan pada titik waktu tertentu (Boxall &
Steeneveld, 1999) dalam Emily Auw (26 : 2009). Menurut Castanias & Helfat (1991) dalam
Emily Auw (26 : 2009), pengertian human capital adalah variasi dalam kemampuan karyawan
perketerampilan akan menentukan hasil dari keunggulan kompetitif. Sebuah pandangan tersebut
didukung oleh Peteraf & Barney (2003), perusahaan yang memiliki karyawan dengan kemahiran
lebih khusus-industri perusahaan akan memiliki keuntungan. Sedangkan human capital menurut
Baron dan Amstrong (2007 :6) adalah pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan kapasitas
untuk mengembangkan dan berinovasi dimiliki oleh orang-orang dalam suatu organisasi dan
dibutuhkan, sumber daya manusia yang unggul (competitive advantage resource base
value).Berkaitan dengan human capital, Ulrich (1997) dalam Joeliaty (2014 : 6) mengatakan,
ada empat peran human capital guna membangun organisasi yang kuat, yaitu: (1) management of
strategy human resources (berperan sebagai mitra dalam penentuan strategi perusahaan), (2)
management of transformation and change (menjadi agen perubahan dan transformasi
organisasi), (3) management of firm infrastructure (ahli dalam proses administrasi), dan (4)
management of employee contribution (bermain pada wilayah kontribusi dan menjadi
pemenang). Masing-masing peran mempunyai spesifikasi tersendiri. Melalui berbagai peran
tersebut akan meningkatkan daya saing suatu organisasi.
Peran human capital merupakan faktor utama sebagai daya saing bagi para pengrajin
sepatu Cibaduyut dalam rangka meningkatkan wisata mancanegara. Human capital merupakan
penggerak kearah kesuksesan sehingga memiliki daya saing , karena melalui peran human
113
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
capital maka para pengrajin sepatu akan memiliki kompetensi yang sesuai bidangnya dengan
menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang baik dan diminati oleh konsumen dalam dan
luar negeri.Dengan adanya peran dari human capital tersebut diharapkan dapat mendorong
terciptanya inovasi baik secara kelompok atau individu guna mendukung pertumbuhan usaha dan
meningkatkan daya saing yang akan membantu core business activities berjalan lebih efektif
sehingga memberikan nilai utilitas optimal bagi pengrajin, konsumen, dan stakeholder.
3.1.Profil Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pengrajin sepatu di Cibaduyut yang berjumlah 81
orang. Adapun karakteristik responden yang dapat disajikan dalam penelitian ini meliputi
beberapa aspek, yaitu: jenis kelamin, usia, pendidikan formal terakhir, masa kerja, serta status
perkawinan responden. Untuk lebih jelasnya mengenai aspek-aspek karakteristik responden
tesebut, dapat dilihat dalam penjelasan dibawa ini :
Pengrajin sepatu dari segi usia, mayoritas termasuk kedalam usia produktif yakni
berkisar antara 31-40 tahun sebanyak 39 orang (48%). Artinya dalam usia tersebut merupakan
masa-masanya bagi para pengrajin menyenangi bidang-bidang pekerjaan yang cukup menantang
dalam mengaplikasikan idealismenya.Namun demikian, yang harus diwaspadai adalah usia yang
sudah tidak lagi muda, dimana terdapat 11 orang (20,88%) berada pada kelompok umur diatas 50
tahun yang relatif sudah tidak produktif lagi untuk pekerjaan teknis. Selain itu, perlu juga
diperhatikan kelompok usia 41 - 50, dimana dalam kurun waktu 5 sampai dengan 10 tahun
kedepan akan memasuki usia tidak produktif. Kondisi ini tentunya menuntut untuk dapat
melakukan pengelolaan kesehatan dengan baik untuk mengantisipasi penurunan produktivitas
dimasa yang akan datang.
Karakteristik dari segi pendidikan, menggambarkan tingkat pendidikan para pengrajin
sepatu diadalah tingkat pendidikan SMA sebanyak 31orang (38%),kemudian urutan kedua
dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 19 orang (23%), selanjutnya SMP sebanyak16 orang
(20%), sedangkan responden yang bependidikan Sarjana sebanyak 11 orang (14%) dan Diploma
(D1/D3/D4)berjumlah sebanyak 4 orang (5%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar tingkat pendidikan para pengrajin sepatu di Cibaduyut adalah SMA, sudah
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, agar dapat meningkatkan
kredibiltas dan kemampuan dalam pengetahuan dan pelayanan yang profesional dan berkualitas,
para pengrajin masih dapat meningkatkan tingkat pendidikannya untuk dapat menuntut ilmu dan
pengetahuan lebih giat baik formal maupun informal.
Dri segi masa kerja, rata-rata masa kerja para pengrajin sepatu di Cibaduyut, antara 6 - 10
tahun sebanyak 29 orang (36%). Artinya mereka memiliki kemampuan dan pengalaman yang
cukup, sehingga mereka layak diberikan kesempatan lebih untuk dapat meningkatkan
kariernya.Namun bukan tidak mungkin, dengan masa kerja yang terlalu lama tersebut timbul rasa
jenuh pada diri pengrajin, sehingga dapat menyebabkan turunnya kinerja.
Sedangkan karakteristik pengrajin dari segi status perkawinan, sebagian besar para
pengrajin sepatu di Cibaduyut berstatus menikah yaitu sebanyak 69 orang (85%). Hal ini juga
perlu mendapat perhatian para pengrajin sepatu di Cibaduyut,karena beban kebutuhan hidup
114
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
mereka tentunya akan lebih besar dibandingkan dengan pengrajin yang belum menikah,sehinga
perlu dorongan dan pertimbangan dalam hal kesejahteraan finansialnya.
3.2.Gambaran Peran Human Capital Pengrajin Sepatu Di Sentra Sepatu Cibaduyut Jawa
Barat
Berdasarkan pendapat Dave Ulrich ,(1997) ,bahwa peran Human Capital, terdiri dari
empat dimensi yaitu Mitra Strategik, Ahli Administratif, Infrastruktur dan Agen Perubahan. Dari
Dimensi mitra strategik terdiri empat indikator yaitu arsitektur organisasional, audit
organisasional, identifikasi metode & renovasi arsitektur organisasional, inisiatif dalam
menyusun prioritas. Dimensi Ahli Admistraktif terdiri dari empat indikator yaitu staffing,
rewarding, training, dan penilaian. Dimensi infrastruktur terdiri dari lima indikator proses
operasional, komitmen, kontribusi, loyalitas, dan kemampuan sdm / kinerja. Terakhir dimensi
agen perubahan terdiri dari empat indikator yaitu menangkap perubahan, mengkapitalisasi
perubahan, inisiatif perubahan dan strategi sdm masa depan. Untuk lebih jelasnya terlihat di
Tabel 3.1.1tentang peran human capital pengrajin sebagai mitra srtategis, sebagai berikut
Tabel 3.1.
Peran Human Capital Pengrajin Sepatu Sebagai Mitra Strategis
28 38 11 4 0 81
Identifikasi 7.
Metode dan 34,6% 40,9% 13,6% 4,9% 0% 100%
Renovasi
14 46 15 5 1 81
Arsitektur 8.
Organisasional 17,3% 56,8% 18,5% 6,2% 1,2% 100%
Inisiatif dalam 9. 25 42 10 4 0 81
115
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Menyusun 30,9% 51,9% 12,3% 4,9% 0% 100%
Prioritas
9 45 19 8 0 81
10.
11,1% 55,6% 23,5% 9,9% 0% 100%
116
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Dari tabel 3.2 di atas, dapat dilihat bahwa pada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut
mampu menganalisa kebutuhan jumlah pengrajin,hal ini terliat bahwa 29.6% responden sangat
setuju. Ini mengindikasikan bahwa parapengusaha sepatu di Cibaduyut dapat memenuhi
kebutuhan sumber daya manusianya, terutama pada pemenuhan kebutuhan tenaga pengrajin
sepatu di Cibaduyut. Selain itu pada umumnya pengusaha sepatu cibaduyut, mampu merancang
dan mengembangkan kemampuan pengrajin sepatu dengan efisien. Bahwa 18,5% responden
sangat setuju, selanjutnya sebesar 60,5% responden setuju, 16% responden ragu-ragu, tidak
setuju 4,9% dan terakhir 0% sangat tidak setuju. Ini mengindikasikan bahwa para pengrajin
sepatu Cibaduyut dapat bekerja sesuai rancangan para pengusaha, dapat mengembangkan
kemampuannya dan sudah bekerja secara efisien . Dan pada umumnya pengusaha sepatu
cibaduyut memberikan promosi/ kenaikan pangkat (kenaikan gaji dll) kepada pengrajin sepatu
yang berprestrasi.Itu terliat bahwa sebesar 45,7% responden setuju. Selain itu juga pada
umumnya pengusaha sepatu cibaduyut memberikan demosi/ penurunan pangkat (pengurangan
gaji dll) kepada pengrajin sepatu yang berkinerja buruk. Itu terliat bahwa , sebesar 39,5%
responden setuju.
Berikut peran Human Capital Pengrajin sebagai Infrastruktur ,akan terlihat dalam Tabel
3.3 sebagai berikut :
Tabel 3.3
Peran Human Capital Pengrajin Sebagai Infrastruktur
Dari tabel 3.3 di atas, menunjukkan bahwa sebesar 53,1% responden setuju, mayoritas
proses operasional pembuatan sepatu oleh para pengrajin sepatu di Cibaduyut sudah bekerja
dengan efisien, hal ini membuat pihak pengusaha sepatu untung dalam efisiensi proses
operasional pembuatan sepatu. Sedangkan pengrajin yang melakukan pembuatan sepatu dengan
menggunakan teknologi terbaru ,sebanyak 25,9 % setuju,tetapi sebanyak 40,7% tidak setujuk
setuju. Ini mengindikasikan bahwa teknologi belum menyentuh sebagian besar para pengrajin
sepatu Cibaduyut dalam proses operasional pembuatan sepatu, sebagian besar masih
menggunakan alat tradisional. Selain itu bahwa sebanyak 53,1 % mengatakan setuju bahwa
produktifitas pengrajin sepatu sudah baik.Begitu juga sebesar 44,4 % setuju tentang pengrajin
yang bersungguh-sungguh dalam bekerja , serta memiliki komitmen yang tinggi dalam
menjalankan profesinya .Dan pada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut memiliki tinggat
pendidikan yang baik dalam menjalankan profesinya, sebesar 35,8% responden setuju.
Disamping itu sebanyak 42% setuju bahwa ,paada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut dapat
memberikan saran kepada pengusaha sepatu cibaduyut dalam proses pembuatan sepatu demi
perbaikan terus menerus. Selain itu sebanyak 44,4 % setuju bahwa pada umumnya pengrajin
sepatu cibaduyut memiliki loyalitas yang tinggi pada satu pengusaha sepatu. Dan pada umumnya
pengrajin sepatu cibaduyut memiliki kinerja yang baik, sebesar 59,3% responden setuju. Selain
itu pada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut memiliki keahlian yang baik dalam pembuatan
sepatu, bahwa sebesar 60,5% responden setuju.Serta mayoritas pengrajin sepatu di Cibaduyut
memiliki kapabilitas dan kemampuan dalam pembuatan sepatu,sebanyak 60,5 % setuju. Serta
pada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut memiliki kecepatan yang baik dalam pembuatan
sepatu, sebesar 50,6% responden setuju,
Tabel .3.4
Peran Human Capital Pengrajin Sebagai Agen Perubahan
118
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Masa Depan 34,6% 56,8% 6,2% 2,5% 0% 100%
21 50 9 1 0 81
40
25,9% 61,7% 11,1% 1,2% 0% 100%
22 49 7 3 0 81
41
27,2% 60,5% 8,6% 3,7% 0% 100%
25 42 12 2 0 81
42
30,9% 51,9% 14,8% 2,5% 0% 100%
Dari table 3.4 di atas, dapat dilihat bahwa sebesar 61,7% responden setuju, para
pengrajin sepatu di Cibaduyut dapat dengan leluasa menyampaikan pendapatnya dan ide dalam
proses pembuatan sepatu.Selanjutnya sebesar 54,3% responden setuju, bahwa tingkat kerjasama
di antara para pengrajin sepatu di Cibaduyut sangat baik dan tidak ada masalah, para pengrajin
pun dapat menciptakan suasana usaha yang kondusif dalam bekerja dan solid dalam tim. Selain
itu sebesar 53,1% responden setuju, bahwa para pengrajin sepatu di Cibaduyut sangat fleksibel
dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis persepatuan dan dapat mengikuti dengan baik
perubahan itu. Dan sebesar 54,3% responden setuju bahwa para pengrajin sepatu di Cibaduyut
sangat cakap dalam memanfaatkan teknologi dan strategi dari perubahan lingkungan bisnis
sepatu. Sedangkan sebesar 54,3% responden setuju, bahwa pengrajin sepatu Cibaduyut memiliki
pemahaman tugas dan pekerjaannya dengan baik.Berikutnya sebesar 59,3% responden setuju,
bahwa budaya kerja di antara para pengrajin sepatu di Cibaduyut sangat kondusif dan baik.
Adapun untuk memahami gambaran human capital pengrajin secara keseluruhan dapat
terlihat pada Tabel 3.5 berikut :
Tabel 3.5
Human Capital Para Pengrajin Sepatu di Cibaduyut
SKOR
SKOR FREKUENSI PRESENTASE
KUMULATIF
1 35 1,02% 35
119
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Gambar 3.1
Interval Variabel Human Capital Pengrajin sepatu di Cibaduyut
Berdasarkan gambar 3.1 yang berisi interval variabel human capital pengrajin sepatu di
Cibaduyut, total skor kumulatif organisasi pembelajaran pada pada para pengrajin sepatu di
Cibaduyut adalah 12966 dan tergolong dalam interval tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa
secara human capital pengrajin sepatu di Cibaduyut adalah tinggi.Artinya bahwa para pengrajin
sepatu memiliki kemampuan untuk berdaya saing dalam meningkatkan wisman Jawa Barat.
Pada penelitian ini ingin menganalisis dimensi-dimensi peran Human Capital pada
Pengrajin sepatu dikawasan wisata belanja sepatu Cibaduyut. Dengan analisis faktor, akan
didapatkan berapa jumlah faktor yang terbentuk dan pengelompokan dimensi-dimensi pada
faktor yang tepat. Pengelompokan pada faktor yang tepat akan mempermudah analisis
selanjutnya yaitu pemetaan dimensi-dimensi yang membentuk peran Human Capital Pengrajin
sepatu.Proses untuk analisis faktor ini digunakan bantuan software SPSS 22.0for Windows.
1. Korelasi antar variabel Independen. Besar korelasi atau korelasi antar independen
variabel harus cukup kuat, misalnya di atas 0,5.
2. Korelasi Parsial. Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap
tetap variabel yang lain, justru harus kecil. Pada SPSS deteksi terhadap korelasi parsial
diberikan lewat pilihan Anti-Image Correlation.
3. Pengujian seluruh matriks korelasi (korelasi antar variabel), yang diukur dengan besaran
Bartlett Test of Sphericity atau Measure Sampling Adequacy (MSA). Pengujian ini
mengharuskan adanya korelasi yang signifikan di antara paling sedikit beberapa variabel.
120
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3.3.1.1 Uji Asumsi Analisis Faktor Korelasi antar variabel Independen
Pengujian asumsi 1 korelasi anta Varibel Independen, seperti pada tabel 3.6 dibawah ini,
Tabel 3.6
Tabel 3.6
Dapat dilihat pada table 3.6 nilai MSA pada tabel di atas ditunjukkan pada baris Anti
Image Correlation dengan tanda "a". Misal Mitra Strategik nilai MSA = 0,731, Ahli
Administratif nilai MSA = 0,580, Infrastruktur nilai MSA = 0,734, dan terakhir Agen
Perubahannilai MSA =0,672. Ini berarti semua dimensi memenuhi persyaratan dikarenakan
nilai MSA >0,5
121
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3.3.1.2 Uji Asumsi Analisis FaktorPengujian Seluruh Matriks Korelasi
Pada uji asumsi analis faktor pengujian seluruh matriks korelasi Pengujian, dapat dilihat
pada table 3.7 , dibawah ini
Tabel 3.7
Dari table 3.7, diatas semua dimensi yang di uji dilihat dari kolom extraction >0,5 ini
berarti terdapat 3 dimensi yang memenuhi persyaratan communalities, yaitu:Mitra Strategik,
Infrastruktur, Agen Perubahan.Sedangkan dimensi Ahli Administratif berada di bawah angka 0,5
yang berarti tidak memenuhi persyaratan. Setelah melalui persyaratanketiga asumsi tersebut
berarti data yang ada memenuhi prasyarat untuk dianalisis lebih lanjut, dengan menggunakan
analisis faktor.
Pada table 3.7 dapat dilihat menunjukkan seberapa besar sebuah dimensi dapat
menjelaskan faktor. Seperti Mitra Strategik sebesar 0,748, artinya dimensi ini dapat
menjelaskan faktor sebesar 74,8%. Dimensi Ahli Administratifsebesar 0,175, artinya dimensi
ini menjelaskan faktor sebesar 17,5%. Dimensi Infrastruktursebesar 0,764, artinya dimensi ini
menjelaskan faktor sebesar 76,4%, dan terakhir dimensi Agen Perubahan sebesar 0,772,
artinya variabel ini menjelaskan faktor sebesar 77,2%. Dari keempatdimensi tersebut dimensi
Agen Perubahan yang paling tinggi yaitu sebesar 77,2%,yang menjelaskan factor peran
Human Capital sebagai agen perubahan. Dengan di temukan faktor terbesar peran Human
Capital ini salah satu upaya menghadapi persaingan yang semakin ketat di tingkat global ,
pengrajin dituntut untuk memiliki daya adaptasi dan daya tahan serta kemampuan melakukan
perubahan arah yang cepat yang terfokus pada pengembangan wisata dilihat dari sisi pengrajin
agar meningkatkan ketertarikan turis melakukan kunjungan wisata.
Penentuan banyak faktor dapat dilihat pada tabel 3.8. Total Variance Explained di
bawah ini berguna untuk menentukan berapakah faktor yang mungkin dapat dibentuk.
122
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 3.8
Berdasarkan table 3.8 di atas, lihat kolom "Component" yang menunjukkan bahwa ada
4dimensi yang dapat mewakili variabel. Perhatikan kolom "Initial Eigenvalues" yang dengan
SPSS 22.0 kita tentukan nilainya 1 (satu). Varians bisa diterangkan oleh dimensi 1 adalah
2.459/4 x 100% = 61,475%. Dengan demikian, karena nilai Eigenvalues yang ditetapkan 1, maka
nilai Total yang akan diambil adalah yang > 1 yaitu component 1. Faktor yang paling dominan
membentuk Human Capital yaitu sebesar 61,472%, ini tergolong cukup tinggi. Agar dapat
menjawab tantangan meningkatkan kunjungan wisata dengan mendongkrak kulitas Human
Capital.
3.3.3 Factor Loading
Setelah kita mengetahui bahwa faktor maksimal yang bisa terbentuk adalah 1 faktor,
selanjutnya kita melakukan penentuan masing-masing dimensi pada fatkor tersebut. Cara
menentukan tersebut adalah dengan melihat tabel 3.9 Component Matrix seperti di bawah ini:
Tabel 3.9
Tabel 3.9. Di atas menunjukkan seberapa besar sebuah variabel berkorelasi dengan faktor
yang akan dibentuk. Pada dimensi Mitra Strategik berkorelasi sebesar 0,865. : Dimensi Ahli
123
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Administratif berkorelasi sebesar 0,418. : Dimensi Infrastruktur berkorelasi sebesar 0,874.
Sedangkan Dimensi Agen Perubahan berkorelasi sebesar 0,878
VI. Simpulan dan Saran
4.1. Simpulan
3.2 Saran
Berdasarkan simpulan penelitian, peneliti memberikan saran, agar peran human capital
pengrajin sepatu Cibaduyut dapat meningkatkan kunjungan wisman mancanegara sebagai
berikut :
1. Dimensi mitra strategik dalam peran human capital yang sudah baik seperti inisiatif
perubahan dan strategi SDM masa depan agar terus dijaga dan terus di tingkatkan dengan
a. Saat ini pengrajin sepatu Cibaduyut pada umumnya memiliki pemahaman tugas
dan pekerjaannya dengan baik, ini walaupun sudah baik perlu terus di tingkatkan
dengan cara memberikan informasi update perkembangan teknik pembuatan
sepatu, pemasaran dan hal lain yang terkait dengan industry atau bisnis
persepatuan.
124
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
b. Saat ini pengrajin sepatu Cibaduyut pada umumnya memiliki keinginan dan
upaya dalam meningkatkan produktivitas sudah baik, ini walaupun sudah baik
harus diimbangi terserapnya produksi sepatu hasil pengarajin sepatu Cibaduyut
dapat terus diterima pasar.
2. Dimensi ahli administratif yang kurang baik seperti training dan penilaian
a. Saat ini pengusaha pengrajin sepatu Cibaduyut pada umumnya kurang kurang
memberikan perhatian lebih dengan memberikan pendidikan dan pelatihan untuk
pengrajin sepatu, oleh karena itu peneliti mensarankan para pengusaha agar
memberikan perhatian lebih dalam pemberikan pelatihan persepatuan khsususnya
pelatihan tekniknik pembuatan sepatu yang berkuliatas, teknik pengemasan dan
tekik pemasaran yang baik agar ini dikemudian hari tidak lagi menjadi titik
lemah. Dan diharpkan stockholeder mampu memberikan kontribusi atau pelatihan
lebih terhadap pelatian pengrajin sepatu Cibaduyut.
b. Saat ini pada umunya pengusaha sepatu cibaduyut tidak memberikan demosi/
penurunan pangkat (pengurangan gaji dll) kepada pengrajin sepatu yang
berkinerja buruk, kepada pengrajin sepatu yang berkinerja dibawah standar,
peneliti mensarankan agar menjadikan perhatian lebih sehingga yang berkinerja
diwah strandar diberikan demosi demosi/ penurunan pangkat (pengurangan gaji
dll) agar jelas penghargaan dan hukumanya, sehingga dapat meningkatkan kinerja
dan lebih bersifat objektif terkait dengan penilaian kinerja pengrajin sepatu
Cibaduyut.
Daftar Pustaka
Anissa Ciptagustia. 2014. Pengaruh Manajemen Bakat Terhadap Pembentukan Kemampuan
Khas Serta Implikasinya Pada Keunggulan Bersaing (Survei Pada PerusahaanFurniture
Rotan Anggota ASMINDO Cirebon). Tesis Unpad Bandung.
Amstrong, Michael. 2006. A Handbook of Human Resources Management Practice. 10th Edition.
Kogan Page. London and Philadelphia. p.391.
Baron, A., & Armstrong, M. 2007. Human Capital Management: Achieving added value
through people. London: Kogan page.
Barney, J.B dan Delwyn N. Clark. 2007. Resourced Based TheoryCreating and
SustainingCompetitive Advantage. Oxford University Press. UK. p. 52.
Carmeli, Abraham. 2004. Asseing Core Intangible Resources. European Management Journal
Vol.22, No.1, p.121.
Djurica, Maja, Nina, Maja and Janicic, Radmila. 2014.Building Competitive AdvantageThrough
Human Capital.The Clute Institute International Academic Conference. Munich,
Germany 2014.
125
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Emily Auw. 2009. Human Capital, Capabilities & Competitive Advantage.International Review
of Business Research Papers Vol. 5 No. 5 September 2009 Pp. 25-36.
Firer, S. & Mitchell, S.W. 2003. Intellectual capital and traditional measures ofcorporate
performance, Journal of Intellectual Capital. vol. 4(3), pp. 348-60
Ghea Utariani S dan Reza Anshari N. 2013.Barriers in Adopting Original Brand Manufacturing
Practice among Indonesias Footwear SME. Proceedings of 4th Asia-Pacific Business
Research Conference 30 September - 1 October 2013, Bay view Hotel, Singapore, ISBN:
978-1-922069-31-3.
Istijanto. 2006. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Joeliaty. 2012.Pengaruh Modal Intelektual Dan Manajemen Pengetahuan Terhadap
Keunggulan Bersaing Dan Dampaknya Terhadap Kinerja Program Studi( Suatu Kajian
Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Bandung). Desertasi Unpad Bandung.
Joeliaty. 2014. Analisis Faktor Kompetensi Pengrajin Sebagai Daya SaingDalam Menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) (Kajian Pada Sentra Sepatu Cibaduyut). Konfrensi
Forum Manajemen Indonesia ke 6 Medan.
Millmore. Mike, Philip Lewis, Mark Saunders, Adrian Thornhill, Trevor Morrow. 2007.
Strategic Human Resources Management Contemporary Issues. Pearson education
Limited. England. P.6.
Mudrajat Kuncoro. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Erlangga.
Nazir. 2005. Metode penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.
Newber, Scot L. 2007. Empirical Research on The Resources Based View of The Firm: An
Assessment And Suggestions For Future Research. Strategic Management Journal, 28. P.
123.
Peteraf, M.A. & Barney, J.B. 2003. Unravelling the resource-based tangle,Managerial and
Decision Economics, vol. 24, pp. 309-323
Ratna Kusumawati. 2010. Pengaruh Karakteristik Pimpinan Dan Inovasi Produk Baru Terhadap
Kinerja Perusahaan Untuk Mencapai Keunggulan Bersaing Berkelanjutan. AKSES:
Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 54 5 No. 9, April 2010. P.56-58.
Raymond A.Noe, Jhon R. Hollenbek, Barry Gerhart, Patrick M.Wright. 2010. Manajemen
Sumber Daya Manusia Mencapai Keunggulan Bersaing. Buku 1. Salemba Empat. P. 4-
5.
126
Joeliaty Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Siddiqui, Faryal. 2012. Human Capital Management: An EmergingHuman Resource
Management Practice. International Journal of Learning & DevelopmentISSN 2164-
40632012, Vol. 2, No. 1
Tantie Koestantia, Wiendu Nuryanti, Nindyo Suwarno, Budi Prayitno dan Devi Femina. 2014.
The Distribution Pattern of Creative Industries and the Spatial System of Tourist
Destinations in Indonesia: The Case of Bandung. International Journal of Architecture
and Design, ISSN:2051-5820, Vol.25, Issue.2.
Tontowi Jauhari. 2012 Perspektif human capital Sebagai pilihan perubahan. Jurnal Bina al-
Ummah, Volume VII, Nomor 1, Januari 2012.
Yan Megawandi. 2013. Koordinasi Antar Organisasi Dalam Pembangunan Pariwisata Di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Desertasi. Unpad Bandung.
Joeliaty, Hilmiana, Adhi Prapaskah Hartadi dan Erman Sumirat. 2014. Kualifikasi Human
Capital Dalam Rangka Mengembangkan Kesempatan Kerja Masyarakatlokal Di Proyek
Geohermal Cibuni Jawa Barat. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Unpad
Bandung
127
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
RANCANG BANGUN PENCATATAN PENGELUARAN BIAYA DAN PELAPORAN
ANGGARAN BIAYA KARYAWAN MARKETING AND ADMISSION UNIVERSITAS
CIPUTRA BERBASIS BLACKBERRY
Abstrak
128
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
1. Pendahuluan
2.1 Blackberry
Blackberry adalah sebuah smartphone yang diproduksi dan diperkenalkan pada tahun
1999 oleh perusahaan RIM (Research in Motion). Fitur fitur yang dimiliki oleh smartphone
adalah fitur yang dapat digunakan untuk memaksimalkan dalam bekerja, seperti push email
129
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
secara real time. Push email secara real time sangat penting untuk menerima email tepat
waktu, mengirim email dengan cepat sehingga client tidak perlu menunggu balasan yang lama.
Dengan fitur push email secara real time , fitur tersebut menarik perhatian bagi pengusaha-
pengusaha yang memiliki mobilitas yang tinggi. Selain fitur push email , aplikasi Blackberry
Messenger juga salah satu yang membuat orang menggunakan smartphone ini. Kedua fitur yang
ditawarkan tersebut membuat beberapa perusahaan mengharuskan anggota atau karyawan dari
perusahaan tersebut menggunakan smartphone ini untuk mempermudah hubungan komunikasi
baik antar sesama karyawan maupu juga karyawan dengan client perusahaan.
2.2 Anggaran
Setiap perusahaan baik perusahaan barang atau jasa bahkan industri memiliki sebuah
anggaran untuk menjamin kelangsungan dalam hal keuangan mereka. Anggaran berisi rencana-
rencana perusahaan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan operasi
perusahaan dan hasil aktual dari operasi tersebut dibandingkan dengan anggaran untuk
mengendalikan jalannya operasi dan menjamin penggunaan sumber daya seoptimal
mungkin , di mana hasil dari pengendalian ini akan digunakan untuk perencanaan anggaran
periode berikutnya. Menurut kamus besar bahasa indonesia, anggaran memiliki 4 arti, perkiraan,
perhitungan , taksiran mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yang diharapkan untuk periode
yang akan datang, dan rencana penjatahan sumber daya yang dinyatakan dengan angka.
s2.3 SQLite
Sqlite merupakan sebuah library database yang bersifat mandiri , tidak menggunakan
server , dan tidak memerlukan pengaturan. Sifat mandiri dari SQLite mengartikan bahwa
SQLite ini membutuhkan hanya sedikit dukungan dari library eksternal atau dari sistem operasi.
Selain itu, tidak menggunakan server berarti SQLite dapat melakukan perinta Write dan Read
langsung ke file database tanpa perlu melalui penengah proses server. Serta tidak memerlukan
pengaturan yang berarti bahwa SQLite ini tidak perlu melakukan installasi terlebih dahulu.
Pada gambar 3.1 menunjukkan hubungan antar entiti di dalam database. Untuk tabel
budget , berisi periode dan total serta id_budget. Tabel budget merupakan tabel yang diisi
terlebih dahulu , dan menjadi kunci apakah tabel lainnya dapat diakses atau tidak. Untuk
melihat apakah database telah dibuat, user dapat mengecek apakah tabel budget memiliki
inputan atau tidak. Jika tidak, berarti program tidak dapat berjalan. Setelah tabel budget tidak
kosong, user dapat membuat inputan untuk tabel pos di mana terbagi menjadi 2 pos secara
default yaitu pos Road Show dan pos Pameran / Site Promotion / Event. Barulah setelah itu
, user dapat membuat event baru. Event baru tersebut harus memilih anggaran biaya pos
mana yang akan dipakai. Setelah event dibuat, user memilih member yang akan ikut dalam
event atau perjalanan dinas tersebut. Bila user tersebut belum pernah mengkuti event , ketua
130
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
perjalanan dinas dapat membuat member baru. Setelah semua telah diinputkan, maka user dapat
memulai menggunakan fitur utama dari aplikasi ini yaitu mencatat pengeluaran anggaran biaya
yang dilakukan.
131
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3.2 Use Case Diagram
Pada gambar 3.1 menunjukkan hal yang bisa dilakukan oleh admin dalam sistem ini.
Admin memiliki fitur login dan logout, create budget dan create pos. Semua fitur ini dibuat di
website berbasis PHP. Dengan adanya fitu ini, admin dapat membuat anggaran biaya tahunan
baru dan menetapkan jumlah anggaran biaya pada masing-masing pos yang akhirnya akan
digunakan dalams setiap perjalanan dinas.
Pada gambar 3.2 menunjukkan beberapa fitur yang dapat digunakan dalam aplikasi
BlackBerry ini. User dapat membuat sebuah acara baru , yang berisi tanggal, kota, jenis pos yang
akan dipakai serta jumlah anggaran biaya untuk perjalanan dinas tersebut. Setelah membuat
sebuah acara baru, user diharuskan untuk memilih anggota siapa saja yang akan ikut dalam acara
atau perjalanan dinas tersebut. Setelah semuanya telah diisi , user sudah dapat mulai
menggunakan aplikasi ini untuk mencatat setiap pengeluaran yang dilakukan. Jika ada
kesalahan pada pemasukkan pengeluaran, user dapat mengubah bahkan menghapus
pengeluaran tersebut. Setelah semuanya telah dicatat, user dapat meng-settle yang berfungsi
untuk membuat sebuah laporan PJK yang siap di print.
132
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.1 Implementasi
Blackberry Bold 9780 akan digunakan sebagai perangkat untuk menjalankan aplikasi
ini. Blackberry Bold 9780 memiliki Operating System versi 6.0.666, dengan Memorry
Card sebesar 2GB. Blackberry Bold 9780 juga dilengkapi modul Wi-Fi yang dapat
membantu dalam mempercepat Sync secara online.
Aplikasi ini membutuhkan sebuah web server yang digunakan untuk menyimpan data
secara online melalui fitur Sync yang ada. Web server memakai teknologi PHP yang memiliki
method untuk meng-insert dan meng-update database yang sudah ada.
4.1.3 Database
4.1.3.1 MySQL
Untuk menyimpan data di web server, digunakan MySQL yang merupakan database
open source.
133
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.1.3.2 SQLite
Aplikasi ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman JAVA Micro Edition, dan
juga IDE dari Blackberry. Selain itu, bahasa pemrograman PHP digunakan untuk membuat web
server.
Tampilan pada halaman login ditunjukkan seperti pada gambar 4.1 dan pengujian
skenario ditunjukkan pada tabel 4.1
134
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4.1 : skenario login
Fitur # 1
Nama Fitur Login
Tujuan Untuk keamanan penggunaan aplikasi
Peran Ketua Perjalanan Dinas
Pengguna
Tampilan pada halaman create new event ditunjukkan seperti pada gambar 4.2 dan
pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.2
135
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4.2 : skenario create new event
Fitur # 2
Nama Fitur Create New Event
Tujuan Membuat Event Baru
Peran Ketua Perjalanan Dinas
Pengguna
Step Expected Met
Result Expectations
1) memasukkan User berhasil Success user
nama event, memilih membuat berhasil membuat event
pos, memasukkan kateogori event baru baru yang akan
wilayah, memasukkan yang akan dimasukkan ke database,
jumlah anggaran untuk disimpan di user melanjutkan ke
event tersebut database halaman berikutnya.
Failed user tidak
berhasil membuat dan
memasukkan
2) user menekan event baru di dalam
tombol next database,user
tidak dapat
melanjutkkan ke
halaman berikutnya.
Tampilan pada halaman choose member ditunjukkan seperti pada gambar 4.3 dan
pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.3
136
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4.3 : skenario choose member
Fitur # 3
Nama Fitur Create Member Join Event
Tujuan Menginputkan member yang ikut
dalam perjalanan dinas
Peran Ketua Perjalanan Dinas
Pengguna
Step Expected Met
Result Expectations
1) user User Success user
memilih berhasil berhasil memasukkan data
dengan cara men-centang memasukkan member siapa saja
nama member yang data ke yang ikut dan
ikut dalam perjalanan dinas database tanggal dimulai serta
berakhir event tersebut
ke dalam database.
Failed user tidak berhasil
2) user membuat dan memasukkan
menekan tombol next , user data member siapa saja
mengisi tanggal mulai dan yang ikut dan tanggal
berakhir event, kemudian dimulai serta berakhir event
user menekan tombol next tersebut ke dalam database.
Tampilan pada halaman create new expense ditunjukkan seperti pada gambar 4.4 dan
pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.4
137
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Fitur # 4
Nama Fitur Create New Expense
Tujuan Membuat Pengeluaran Baru
Peran Ketua Perjalanan Dinas
Pengguna
Step Expected Met
Result Expectations
1) memilih user berhasil Success user
menu option add new membuat berhasil membuat
expense di halaman list pengeluaran pengeluaran baru dan
expense baru dan disimpan dalam database
2) user data tersebut Failed user tidak
memasukkan nama disimpan berhasil membuat
acara, jumlah pengeluaran, dalam pengeluaran baru dan data
jenis database. tidak disimpan dalam
pengeluaran dan tanggal database.
pengeluaran
3) user menekan tombol
add
Tampilan pada halaman edit expense ditunjukkan seperti pada gambar 4.5 dan
pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.5
138
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4.5 : skenario edit expense
Fitur # 5
Nama Fitur Edit Expense
Tujuan Merubah Pengeluaran yang telah
dibuat
Peran Ketua Perjalanan Dinas
Pengguna
Step Expected Met
Result Expectations
1) user memilih User Success user
pengeluaran yang berhasil berhasil melakukan
akan dirubah pada melakukan perubahan data baik
daftar pengeluaran perubahan di halaman list
pada pengeluaran maupun
2) user menekan
pengeluaran di database
tombol menu Blackberry
yang
dan memilih update Failed user tidak
telah dibuat
3) user merubah data sebelumnya berhasil melakukan
yang sudah tersimpan di perubahan data baik
database lalu menekan di halaman list
tombol update pengeluaran maupun
di database
Tampilan pada halaman delete expense ditunjukkan seperti pada gambar 4.6 dan
pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.6
139
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4.6 : skenario delete expense
Fitur # 6
Nama Fitur Delete Expense
Tujuan Menghapus Pengeluaran yang telah
dibuat
Peran Ketua Perjalanan Dinas
Pengguna
Step Expected Met
Result Expectations
1) user memilih User berhasil Success user
pengeluaran yang menghapus data berhasil melakukan
akan dirubah pada baik di list penghapusan
daftar pengelua pengeluaran pengeluaran di list
dan juga di pengeluaran dan di
database database
2) user menekan Failed user
tombol menu Blackber tidak berhasil
melakuka
Tampilan pada halaman settle ditunjukkan seperti pada gambar 4.7 dan pengujian
skenario ditunjukkan pada tabel 4.7
140
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4.7 : skenario settle
Fitur # 7
Nama Fitur Settle
Tujuan Membuat PJK berupa file PDF
Peran Ketua Perjalanan Dinas
Pengguna
Step Expected Met
Result Expectations
1) user User berhasil Success user
mengarahkan ke arah membuat berhasil membuat sebuah
tab settle sebuah file file PJK dalam bentuk pdf
pdf yang siap yang dikirimkan di alamat
2) user untuk di print email yang telah diisi
memasukkan
alamat email Failed user tidak berhasil
membuat sebuah file PJK
3) user menekan dalam bentuk pdf yang
tombol settle dikirimkan di alamat email
yang telah diisi
Tampilan pada halaman sync ditunjukkan seperti pada gambar 4.8 dan pengujian
skenario ditunjukkan pada tabel 4.8
141
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4.8 : skenario sync
Fitur # 8
Nama Fitur Sync
Tujuan Melakukan Backup untuk mencegah
kehilangan data
Peran Ketua Perjalanan Dinas
Pengguna
Step Expected Met
Result Expectations
1) user User berhasil Success user
menekan melakukan berhasil
tombol menu sinkronisasi antara melakukan
Blackberry data yang ada di sinkronisasi
2) user memilih dan SQLite dengan Failed user
menekan menu item data yang ada tidak berhasil
Sync di MySQL melakukan
3) user menekan sinkronisasi
tombol settle
Untuk mengetahui kepuasan anggota MNA dalam menggunakan aplikasi yang telah dibuat ini.
142
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.5.4 Panduan Wawancara Pengujian
143
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
144
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3 Ketua Perjalanan Dinas departemen
MNA: Sangat tepat dan memudahkan karena
apa yang harus diisi sangat sedikit dan jelas.
Administrator departemen MNA:
Data yang harus diisi memang sesuai
dengan apa yang harus ada di PJK.
Sekertaris departemen MNA :
Efisien dan efektif dalam memasukkan
sebuah pengeluaran , terlebih dapat diubah ketika ada
salah pemasukkan data yang salah.
Ketua Departemen MNA:
Sesuai dengan apa yang diminta
sebelumnya.
4 Ketua Perjalanan Dinas departemen
MNA:
Sangat sesuai dengan format yang
diminta.
Administrator departemen MNA: Sangat sesuai
dengan format yang diharuskan
Sekertaris departemen MNA :
Format PJK yang dihasilkan sangat baik
, terlebih lagi dokumen tersebut siap untuk di print
Ketua Departemen MNA:
Sangat bagus dan sesuai.
5 Penutup
5.1 Kesimpulan
Dari hasil perancangan dan pembuatan aplikasi Blackberry ini, bisa disimpulkan bahwa
aplikasi ini bisa membantu dalam pembuatan PJK dengan requirement dasar pembuatan PJK
yang diminta oleh pihak departemen Marketing and Admission(MNA).
5.2 Saran
Beberapa saran dalam pengembangan lebih lanjut untuk aplikasi ini yaitu :
145
Ivan Sebastian Tjandra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Daftar Pustaka
2009. Anggaran Dan Fungsi Manajemen. [book auth.] Rudianto. Akuntansi Manajemen. s.l. :
Grasindo, 2009.
David Hunter, Jeff Rafter, Fawcett, Eric Van Der Vlist, Danny Ayers, John Duckett, Andrew
Watt, Linda McKinnon. 2007. Beginning, XML 4th Edition. Canada : Wiley
Publishing, Inc, 2007.
David Hunter, Jeff Rafter, Joe Fawcett, Eric Van Der Vlist, Danny Ayers, Jon Duckett,
Andrew Watt, Linda McKinnon. 2011. Beginning XML 4th Edition. Chicago : Wrox,
2011.
Don Gosselin, Diana Kokoska, Robert Easterbrooks. 2010. PHP Programming With PHP.
Boston : Course Technology, 2010.
Dra. Justine T. Sirait, M.B.A.-T. 2002. Anggaran Sebagai Alat Bantu Manajemen. Jakarta :
Grasindo, 2002.
Kofler, Michael. 2005. The Definitive Guide To MySQL 5. America : O'reilly, 2005.
Rasty, Elliotte Harrold. 2003. Processing XML With Java. Boston : Addison Wekley, 2003.
146
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
ANALISIS STANDAR BELANJA UNTUK PENYUSUNAN
RKA-APBD KEGIATAN PENYEDIAAN BAHAN BACAAN
(Studi pada SKPD di Pemerintah Kabupaten Lumajang Tahun 2015)
Meilinda Trisilia,S.Si.,M.Si.
Universitas Ma Chung
meilinda.trisilia@machung.ac.id
Abstrak
1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
Menurut Kumorotomo (2007), terdapat 2 (dua) hal penting dalam sistem manajemen
keuangan yaitu sistem perencanaan dan sistem penganggaran. Sistem manajemen keuangan
akan digunakan oleh pemerintah daerah dalam melakukan penganggaran. Pada dasarnya
penganggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan lanjutan dari anggaran
yang berasal dari pemerintah pusat yaitu dari rencana pembangunan jangka panjang
pemerintah pusat (RPJPPP). Dalam implementasinya ada penyesuaian terutama berkaitan
dengan penetapan beban kerja dan biaya dalam anggaran karena setiap daerah memiliki
standar yang berbeda, hal ini bergantung pada kondisi ekonomi, sosial dan budaya suatu
daerah. Gambaran dari uraian di atas akan terlihat dalam Gambar 2.1
148
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Menurut Widjaja (2003), sebagai suatu sistem, perencanaan anggaran negara telah
mengalami banyak perkembangan dan perubahan sesuai dengan dinamika manajemen sektor
publik dan tuntutan yang muncul di masyarakat, sehingga saat ini berkembang sistem
anggaran berbasis kinerja. Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/
program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Dalam
konteks daerah, konsep kinerja harus dianggap sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan
bersifat relatif atau dapat diperbandingkan baik terhadap waktu maupun terhadap daerah atau
SKPD lain.
Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan
pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.
Anggaran sektor publik adalah rencana kegiatan dan keuangan periodik (biasanya dalam
periode tahunan) yang berisi program dan kegiatan dan jumlah dana yang diperoleh
(penerimaan/pendapatan) dan dibutuhkan (pengeluaran/belanja) dalam rangka mencapai
tujuan organisasi publik. Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja, memiliki
beberapa prinsip yang harus diikuti, prinsip tersebut meliputi: 1) Alokasi anggaran harus
berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented); 2) Fleksibilitas pengelolaan
anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager
149
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
manages); 3) Money Follow Function, Function Followed by Structure.
Penyusunan anggaran berdasarkan kinerja pada dasarnya sudah dilakukan sejak
Pemerintah Daerah mengajukan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS) harus ditentukan secara tegas berdasarkan hasil dan output-nya.
Namun, penyusunan anggaran berdasarkan kinerja akan terlihat secara operasional pada
setiap SKPD yang mengajukan RKA-SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah).
a. Pendapatan daerah,
b. Belanja daerah, dan
c. Pembiayaan daerah.
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum
daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Pajak daerah;
b. Retribusi daerah;
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. Lain-lain PAD yang sah.
150
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Pendapatan dana perimbangan meliputi:
Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain
PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan
yang ditetapkan pemerintah. Lain-lain pendapatan yang dimaksud di situ adalah pendapatan
yang ditetapkan pemerintah seperti dana bagi hasil pajak dari propinsi ke kabupaten/kota dan
dana ekonomi khusus.
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang
mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun
anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah
dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
propinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang
ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja daerah diklasifikasikan menurut
organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut
organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah. Organisasi
pemerintahan daerah yang dimaksud seperti DPRD, kepala daerah dan wakil kepala daerah,
sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas, kecamatan, lembaga teknis daerah dan kelurahan.
Menurut Mulyadi (2007), Analisis Standar Belanja (ASB) adalah standar yang
digunakan untuk menganalisis kewajaran beban kerja atau biaya setiap program atau kegiatan
yang akan dilaksanakan oleh suatu satuan kerja dalam satu tahun anggaran.
Menururt Bastian (2006), ASB memiliki peran yang penting dalam berbagai tahap
pengelolaan keuangan daerah, yaitu tahap perencanaan, penganggaran dan tahap
pengawasan/pemeriksaan.
151
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
b. Tahap Penganggaran Keuangan Daerah
ASB digunakan pada saat proses penganggaran Keuangan Daerah, yaitu pada saat
penentuan plafon anggaran sementara dan penyusunan rencana kerja anggaran. ASB
digunakan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi usulan
program, kegiatan, dan anggaran setiap satuan kerja dengan cara menganalisis antara
kewajaran beban kerja dan biaya usulan program atau kegiatan bersangkutan.
c. Tahap Pengawasan/Pemeriksaan
Pada tahap pengawasan/pemeriksaan, para pengawas/pemeriksa dapat menggunakan ASB
untuk menentukan batasan mengenai pemborosan dari suatu kegiatan.
Salah satu metode estimasi yang digunakan untuk menentukan perilaku cost adalah
regresi. Metode ini menganggap bahwa hubungan antara cost dan volume of activity
berbentuk garis lurus/linier (Y = a + bX), dimana Y merupakan variabel tak bebas
(dependent) dan X merupakan variabel bebas (independent).
Analisis regresi adalah analisis tentang studi ketergantungan satu variabel, variabel tak
bebas, pada satu atau lebih variabel lain, variabel yang menjelaskan (explanatory varaiables),
dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata
(populasi) variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam
pengambilan sampel berulang) variabel yang menjelaskan. Dalam proses pendugaan
parameter regresi yaitu intercept (fixed cost) dan slope (average varbiable cost) dapat
menggunakan metode kuadrat terkecil MKT (ordinary least squares OLS). Menurut Draper
dan Smith (1992), bilamana analisis regresi hanya melibatkan satu variabel tak bebas dan
beberapa (lebih dari satu) variabel bebas dan bentuk hubungannya linier, maka disebut regresi
linier berganda.
152
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Dimana Y adalah variabel tak bebas (dependent), X adalah variabel bebas
(independent), dan adalah residual. Indeks i menunjukkan observasi ke i, sedangkan indeks
k pada variabel bebas adalah untuk mengidentifikasi variabel yang bersangkutan. Jumlah dari
variabel penjelas adalah k.
Penduga dari intersept dan slope dari model tersebut, biasanya dilambangkan dengan
bi dapat diperoleh dengan OLS. Dalam proses pendugaan parameter model regresi berganda
dapat menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square OLS). Metode OLS dalah
metode yang meminimumkan jumlah kuadrat residual. Dimana residual merupakan selisih
antara nilai peubah respon amatan dengan nilai peubah respon hasil prediksi model regresi
yang diperoleh. Teori ekonomi pada umumnya menyatakan bahwa perubahan dari satu
variabel bisa dijelaskan oleh perubahan beberapa (lebih dari satu) variabel lainnya.
Prinsip dasar dari metode kuadrat terkecil biasa adalah meminimumkan jumlah
kuadrat residual, yaitu meminimumkan ().
Y X Y X Y Y 2 XY XX
2
t (2)
t 1
2XY 2XX 0 (3)
(4)
(XX) = XY dan = (XX)-1 XY
Penerapan metode kuadrat terkecil biasa merupakan cara pertama yang paling
mungkin untuk dilakukan. Jika asumsi-asumsi dari regresi linier klasik terpenuhi, maka
penduga metode kuadrat terkecil biasa akan mempunyai sifat BLUE (Best Linear Unbiased
Estimator), yaitu tak bias dan mempunyai varian minimum dibandingkan dengan penduga tak
bias lainnya.
3. Metode Penelitian
Penyusunan ASB ini menggunakan data sekunder berupa data Rencana Kerja
Anggaran (RKA) Pemerintah Kabupaten Lumajang Tahun 2015 yang diperoleh dari Dinas
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD).
Sebelum pembentukan model ASB terlebih dahulu dibentuk Cluster untuk setiap kegiatan
yang telah dipilih menjadi kegiatan yang dibuatkan model ASB. Pembentukan Cluster
dimaksudkan agar anggaran yang direncanakan disesuaikan dengan tingkatan SKPD. Secara
umum terdapat enam Cluster, yaitu:
Cluster 1 terdiri dari Badan, Dinas, Inspektorat, Sekret DPRD, Bidang pada Dinas
Pendidikan
Cluster 2 terdiri dari Kantor-Kantor dan Satpol PP
Cluster 3 terdiri dari Bagian-bagian pada Sekretariat Daerah
Cluster 4 terdiri dari Kecamatan
153
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Cluster 5 terdiri dari Kelurahan
Cluster 6 terdiri dari Unit Kerja Bidang Kesehatan
Tidak semua Cluster dapat dibuatkan model ASB karena terdapat Cluster tertentu
yang memang tidak melaksanakan kegiatan tersebut dan/atau Cluster tersebut tidak
menjabarkan cost driver secara rinci.
Dalam tahap pembentukan model ASB digunakan analisis regresi dengan metode
pendekatan Ordinary Least Square (OLS) sebagai metode pendugaan parameter belanja
tetap (fixed cost) dan belanja variabel (variable cost). Dalam penyusunan ASB ini, variabel
tidak bebas yang digunakan adalah total biaya/pagu anggaran dari suatu kegiatan,
sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah cost driver dari kegiatan tersebut. Alokasi
belanja setiap Cluster pada kegiatan yang dimodelkan ASB berbeda-beda berdasarkan
kebutuhan inti yang diperlukan kegiatan tersebut. Perhitungan presentase rata-rata, batas
bawah dan batas atas dari alokasi belanja menggunakan rumus sebagai berikut:
standar deviasi
Rata rata alokasi dana
banyaknya kegiatan
B. bawah % = % (6)
Total rata rata alokasi dana
standar deviasi
Rata rata alokasi dana +
banyaknya kegiatan
B. atas % = % (7)
Total rata rata alokasi dana
1. Tahap I, merupakan proses pengumpulan data RKA dari seluruh SKPD menjadi
suatu database kegiatan.
2. Tahap II, merupakan proses pengelompokan database kegiatan menjadi beberapa
kegiatan yang memiliki kemiripan pola kegiatan dan bobot kerja yang setara.
3. Tahap III, merupakan proses pembentukan model ASB dari Cluster yang ada pada
kegiatan yang disetarakan.
Berdasarkan hasil rekapitulasi data Rencana Kerja Anggaran (RKA) dari 105 SKPD
(organisasi) di Pemerintah Kabupaten Lumajang Tahun 2015 terdapat 2.930 kegiatan yang
direncanakan. Dari 2.930 kegiatan tersebut, diperoleh 85 kelompok kegiatan yang memiliki
kemiripan pola kegiatan dan bobot kerja yang sepadan. Berdasarkan 85 kelompok kegiatan
tersebut, ditetapkan 14 kelompok kegiatan yang dapat dibuatkan model Analisis Standar
Belanja (ASB). Secara umum jumlah maksimum cluster yang dapat terbentuk adalah 6
cluster dan minimal hanya terdapat 1 cluster untuk satu kegiatan yang di-ASB-kan.
154
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.2 Analisis Tahap I : Penyusunan Database
Dalam penyusunan ASB tahap I diperoleh 2.930 rencana kegiatan yang berasal dari
105 SKPD (organisasi) Pemerintah Kabupaten Lumajang Tahun 2015. Dari database
tersebut, di setiap SKPD (organisasi) terdapat informasi mengenai nama kegiatan yang
diusulkan, keluaran kegiatan berupa tolok ukur kinerja, dan total pagu anggaran kegiatan.
Berdasarkan database rencana kegiatan pada penyusunan ASB Tahap I, dilakukan analisis
deskripsi terhadap variabel total pagu anggaran rencana kegiatan yang terdiri dari rata-rata
nilai pagu anggaran, nilai minimum dan nilai maksimum rata-rata pagu anggaran.
Pada tahap III dilakukan pembentukan model ASB dengan menggunakan analisis
regresi dengan pendekatan metode kuadrat terkecil (MKT) dalam proses pendugaan
parameter belanja tetap (fixed cost) dan belanja variabel (variable cost). Variabel bebas yang
digunakan untuk pemodelan ASB adalah cost driver sedangkan variabel tak bebasnya
adalah pagu anggaran kegiatan.
Dalam penyusunan ASB kegiatan Pemerintah Kabupaten Lumajang dari 85
kelompok kegiatan yang memilki kemiripan pola kegiatan dan bobot kerja yang sepadan,
dipilih 14 kelompok kegiatan yang di-ASB-kan. Dasar pertimbangannya adalah karena 14
kelompok kegiatan tersebut dianggap tipikal ada di setiap SKPD. Dalam setiap kegiatan
dibentuk cluster berdasarkan kesetaraan tingkatan SKPD, agar model ASB yang didapat
setara. Maksimal terdapat 6 cluster dan minimal terdapat 1 cluster pada setiap
kegiatan. Hal ini dikarenakan tidak semua cluster melakukan kegiatan tersebut.
Selanjutnya dilakukan pendokumentasian/ perumusan ASB dari tahap-tahap
sebelumnya. Berikut adalah hasil dalam pembentukan model ASB-01 untuk jenis kegiatan
Penyediaan Bahan Bacaan dapat dilihat pada tabel berikut :
155
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4.1. Model ASB-01 Penyediaan Bahan Bacaan
Pengendali Pengendali
Pengendali
Belanja Belanja
Cluster Belanja Formula ASB
Tetap (Fixed Variabel
(Cost driver)
Cost) (Variable Cost)
Jumlah Rp 759.000+ (Rp 73.208 x
1 Rp 759.000 Rp 73.208
Bahan Jumlah Bacaan)
Bacaan Rp 525.000+ (Rp 106.250 x
2 Rp 525.000 Rp 106.250
(Eksemplar) Jumlah Bacaan)
dalam Durasi Rp 5.679.057 + (Rp 67.210
3 Satu Tahun Rp 5.679.057 Rp 67.210 x Jumlah Bacaan)
Deskripsi:
156
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.4.2 Kelayakan Model ASB
Pada proses pembentukan model ASB didapatkan informasi mengenai kelayakan
model. Model layak ketika nilai variabel cost (B1) signifikan (p-value < = 0,05) dan model
tidak layak ketika nilai variabel cost (B1) tidak signifikan (p-value > = 0,05). Berapa pun
nilai N (jumlah data), jika sudah signifikan maka model dianggap layak digunakan. Hanya
saja kebaikan model masih bergantung pula pada nilai R-square. Nilai R-square yang rendah
menunjukkan bahwa model ASB kurang dapat menggambarkan keragaman data.
Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa model ASB yang layak digunakan adalah
model ASB Cluster 1.Model ASB yang telah dibuat dapat membantu dalam menentukan
Total Belanja suatu rencana kegiatan. Penggunaan Model ASB dapat dilakukan dengan
beberapa tahapan. Tahapan-tahapan dalam menggunakan model ASB adalah sebagai berikut:
1. Misalkan akan dilakukan kegiatan Penyediaan Bahan Bacaan yang dilakukan oleh Dinas
Pendidikan. Dengan jumlah bacaan sebanyak 61 eksemplar dalam waktu satu tahun.
Dalam hal ini 61 eksemplar dalam waktu 1 tahun merupakan cost driver yang digunakan.
2. Menentukan maksimum total belanja untuk kegiatan tersebut berdasarkan rumus yang ada.
Dengan menggunakan model ASB di atas, maka total belanja akan dihitung sebagai
berikut :
Total Belanja = Rp 759.000+ (Rp 73.208 x Jumlah Bacaan x Jumlah Tahun)
Total Belanja = Rp 759.000+ (Rp 73.208 x 61 x 1)
= Rp 759.000+ Rp 4.465.688
= Rp 5.224.688
Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa maksimum total belanja untuk kegiatan tersebut
sebesar Rp 5.224.688
3. Alokasikan Total Belanja tersebut ke komponen-komponen belanjanya sesuai dengan
persentase yang telah ditentukan (misalnya menggunakan rata-rata), yaitu:
157
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Penyusunan ASB untuk
setiap kegiatan sebenarnya dapat dilakukan dengan menghitung ulang beban kerja dan biaya
setiap kegiatan berdasarkan keluarannya. Bila terdapat kegiatan yang memiliki keluaran
dan cost driver yang sama maka dapat digolongkan ke dalam satu golongan kegiatan dengan
jumlah anggaran yang relatif sama besar (adil).
Penggunaan analisis regresi untuk memodelkan anggaran belanja merupakan suatu
pendekatan yang cukup praktis, efektif dan efisien. Tujuan menggunakan analisis regresi
dalam penyusunan ASB adalah untuk menentukan kewajaran dari nilai belanja
dibandingkan dengan beban kerja dari suatu kegiatan. Memodelkan ASB dengan analisis
regresi dapat menghasilkan model yang wajar, apabila kegiatan-kegiatan yang anggaran
belanjanya tidak wajar tidak diikutsertakan (adanya outlier), sehingga model regresi
memiliki ketepatan tinggi dalam memprediksi total belanja setiap kegiatan.
Implementasi Analisis Standar Belanja (ASB) merupakan salah satu upaya
meminimalkan permasalahan anggaran setiap kegiatan SKPD. Melalui ASB dapat ditentukan
patokan standar, sehingga nilai anggaran atau total belanja kegiatan tidak berlebihan atau
dapat diukur. Rekomendasi dari kajian ini antara lain:
Daftar Pustaka
Draper, N.R. and H. Smith. 1992. Applied Regression Analysis.Second Edition, John Wiley
and Sons, Inc. New York.
Mulyadi, 2007. Activity Based Cost System: Sistem Informasi Biaya Untuk Pemberdayaan
Karyawan, Pengurangan dan Penentuan Secara Akurat Kos Produk dan
Jasa.Yogyakarta : BPFE Universitas Gadjah Mada.
Yani, A. 2009. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia.
Jakarta : Rajawali Pers.
158
Anggaran Belanja : 128
ASB : 147, 148, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158
Bahan Baku : 51, 52, 53, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65
Batik classic : 87
Batik tulis klasik : 87, 89, 91, 92, 93, 94, 95
Beta : 1, 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14
BlackBerry : 128, 129, 130, 132, 133, 134, 139, 142, 145, 146
Corporate Performance : 97, 98, 101, 102, 105
Current Ratio : 1, 2, 3, 4, 6, 7, 11, 12, 13, 14
Daya Saing : 109, 111, 112, 113, 114, 120, 124, 126
Debt to Equity Ratio : 1, 2, 4, 6, 7, 11, 14
Financial Ratios : 97, 98, 99, 100, 101, 103
Generality : 35, 36, 39, 44, 45, 46, 47, 49,
Giriloyo : 87, 89, 91, 92, 93, 94, 95
Human Capital : 109, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 122, 123, 124, 125, 126, 127
Insentif : 51, 52, 53, 54, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65
International markets : 87
Keuangan : 128, 129, 130
Kinerja : 35, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50
Kompensasi : 51, 52, 53, 54, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65
laporan anggaran biaya : 128
Loyality : 67. 84
Magnitude : 35, 36, 39, 44, 45, 46, 47, 48, 49
market shock : 16
Marketing and Admission : 128, 129, 145
Marketing mix : 67, 68, 69, 70, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84
Mergers & Acquisitions : 97, 98, 99, 100, 101, 106,
Mesin : 51, 52, 53, 54, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65
MNA : 128, 129, 142, 144, 145
model regresi : 147, 152, 153, 158
Ordinary Least Square (OLS) : 147, 152, 153. 154
pasar internasional : 87, 88, 89, 91, 94, 95
pencatatan pengeluaran : 128
Personal : 128
Produktivitas : 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65
Return on Asset : 1, 2, 5, 6, 7, 11, 13, 14
Return saham : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 14, 15
RKA-APBD : 147
Satisfaction : 67, 82, 83, 84, 85,
self efficacy : 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 46, 48, 49, 50
Strength : 35, 36, 40, 44, 45, 46, 47, 48, 49
the external business environment : 16
the strength of competition Porter : 16
Wisman : 109, 110, 111, 112, 113, 120, 124, 127
Belinda Yuniandri Standyarto, Nicodemus Simu 1
KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DAN RISIKO SAHAM SSERTA DAMPAKNYA
TERHADAP RETURN SAHAM
Iriani Ismail 35
PERAN SELF EFFICACY DALAM MENINGKATKAN KINERJA KOPERASI INDONESIA
Aftoni Sutanto 87
STRATEGI MENINGKATKAN MUTU PRODUK UNTUK MEMASUKI PASAR INTERNASIONAL
(STUDI PADA BATIK TULIS KLASIK KAMPUNG GIRILOYO, IMOGIRI, BANTUL)
Joeliaty 109
PERAN HUMAN CAPITAL PENGRAJIN SEPATU SEBAGAI DAYA SAING DALAM RANGKA
MENINGKATKAN TURIS DI JAWA BARAT (KAJIAN PADA SENTRA CIBADUYUT JAWA BARAT)