KASUS
Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang ke Unit Gawat Darurat dengan keluhan
sesak nafas serta nyeri dada kanan setelah jatuh dari pohon mangga.
RESUME
STEP I
Keluhan pasien:
1. Sesak nafas
2. Nyeri dada kanan
STEP II
Congenital
Infeksi
Another
Tamponade jantung
Emboli paru
Sesak nafas
Neoplasma
Autoimun
Trauma
Hematothorax
Flail chest
Fraktur costa
3
STEP III
1. Emboli Paru
a. Definisi
tetapi bias juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor
atau gelembung udara yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya
menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat
memberikan darah dalam jumlah yang memadai kejaringan paru-paru yang
terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari tetapi bila yang tersumbat
adalah pumbuluh yang sangat besar atau orang memiliki kelainan paru- paru
sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah
kematian paru-paru (Sudoyo,2014).
b. Epidemiologi
pada autopsy saja, jauh lebih kecil daripada angka sebenarnya. Lebih sulit
lagi untuk menentukan angka epidemiologis penyakit ini karena diagnosis
emboli paru antarmoten sulit ditegakkan, walaupun kenyataannya seorang
pasien betul-betul menderita penyakit ini tetapi tidak terdiagnosis
(Sudoyo,2014).
c. Etiologi
Selain hal diatas, thrombosis vena juga lebih mudah terjadi pada
keadaan dengan peningkatan factor V, VIII, fibrinogen abnormal, defisiensi
antitrombin III, menurunnya kadar activator plasminogen pada endotel vena
atau menurunnya pengeluaran activator plasminogen akibat berbagai
rangsangan, defisiensi protein C, difesiensi protein S (Sudoyo,2014).
Abnormalitas koagulasi ini jarang dan tes skrining rutin tidak efektif
dari segi biaya, kecuali untuk pasien yang berusia kurang dari 50 tahun,
pasien dengan riwayat keluarga dengan tromboemboli dan pasien dengan
episode emboli paru berulang tanpa adanya penyebab yang jelas. Resistensi
terhadap protein C teraktivasi, yang disebabkan oleh mutasi gen factor V
(mutasi Leiden), telah diidentifikasi. Resistensi ini dapat terjadi pada 5%
8
d. Patofisiologi
Hanya 10% dari kasus emboli paru yang diikuti infark, hal ini terjadi
karena paru mendapat oksigen melalui 3 cara yaitu :
Pada infark paru, hemoptisis timbul setelah 12 jam terjadi emboli paru
dan sesudah 24 jam daerah infark menjadi terbatas dikelilingi oleh daerah paru
yang sehat karena adanya konsolidasi perdarahan dan atelektasis. Selanjutnya
sel - sel septum intraalveoli akan mengalami nekrosis dengan pembengkakan
9
a. Embolus vena
Sebagian besar berasal dari vena profunda tungkai dan di angkut oleh
sirkulasi vena ke paru, lainnya dari vena pelvis.Emboli paru sebelum masuk
organ ini melewati vena kava, jantung kanan dan baru kemudian ke sirkulasi
paru.Di sini emboli dapat menyumbat arteri dan cabang-cabang utama arteri
pulmonalis dan membentuk embolus pelana dan menimbulkan kematian
mendadak. Emboli kecil akan mengikuti aliran pembuluh yang lebih kecil dan
perifer. Emboli yang menyeberang dari rongga kanan jantung melalui foramen
ovale atau defek septum interventrikulare sisi kiri dan memasuki jantung
bagian kiri disebut emboli paradoks. Efek embolus parubisa tidak nyata,
hemoragi, atau infark, bergantung pada kondisi paru dan kardiovaskular
(Sudoyo,2014).
b. Embolus lemak
Lemak dalam bentuk butir-butir yang berasal dari struktur tubuh yang
banyak mengandung lemak dapat masuk ke dalam peredaran darah.Embolus
terbentuk bila butir lemak menyumbat arteri atau kapiler.Embolus lemak
merupakan penyulit yang khas pada fraktur tulang-tulang panjang seperti
femur dan tibia atau jaringan lemak.Butir-butir lemak di angkut ke paru dan
menyebabkan gangguan pada organ ini.Di sini embolus dapat menimbulkan
kegawatan dan juga kematian.Butir-butir ini bisa juga di filtrasi melalui
sirkulasi paru kedalam aliran darah arteri sistemik dan mencapai berbagai
organ tubuh.Sumbatan pembuluh darah otak paling sering menimbulkan
hemoragi peteki mutipel. Luka bakar kulit, radang tulang atau jaringan lemak,
perlemakan hati akibat gizi buruk atau alkoholisme dapat mengakibatkan
embolus lemak, juga pada wanita dalam masa nifas (Sudoyo,2014).
10
Emboli jenis ini terjadi jika cairan amnion masuk ke dalam sirkulasi
vena rahim ibu hamil yang sedang melahirkan.Embolus cairan amnion dalam
arteri pulmonalis ini mengandung skuama janin, verniks kaseosa, lender dan
lanugo. Pasien yang mengalami embolus cairan amnion akan memperlihatkan
gejala-gejala sesak nafas, syok atau mati mendadak. Pada autopsi di temukan
edema, bendungan paru dan dilatasi jantung kanan mendadak (Sudoyo,2014).
d. Embolus gas
Dalam keadaan tertentu gas atau udara atmosfir dalam jumlah besar
dapat masuk ke dalam sirkulasi sehingga timbul sumbatan bahkan
kematian.Misalnya, ketika timbul robekan pembuluh vena besar yang tidak di
sengaja pada waktu tindakan bedah toraks. Embolus dapat terjadi pada
transfusi darah, cairan intravena karena udara tersedot ke dalam vena setelah
infusan habis (Sudoyo,2014).
e. Embolus aterom
f. Embolus trombosit
Seperti sudah di katakana di atas fragmen atau sel tumor ganas yang
hanyut terbawa aliran darah atau limfe akan menyebarkan tumor ke tempat
lain atau menimbulkan proses metastasis. Inilah yang di sebut dengan embolus
sel tumor. (Sudoyo,2014)
i. Embolus infeksi
1. Embolus besar
a. Tersangkut di arteri pulmonalis besar atau dari percabangan arteri
pulmonali.
b. Dapat menyebabkan kematian seketika
c. Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan gangguan
hemodinamik.
2. Embolus Kecil
a. Tidak menimbulkan gejala klinis pada penderita tanpa kelemahan
kardiovaskuler.
e. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis emboli paru bervariasi, dari yang paling ringan tanpa
gejala (asimtomatik) sampai yang paling berat dengan gejala yang
kompleks.Variasi gambaran klinis emboli pari tergantung pada obstruksi
pembuluh darah, jumlah emboli paru (multiple atau bilateral), ukurannya
13
(kecil, sedang atau massif), lokasi emboli, umur pasien, dan penyakit
kardiopulmonal yang ada (Price, Sylvia.2015).
Selain itu gejala klinis yang timbul merupakan gangguan lebih lanjut
karena adanya obstruksi arteri pulmonalis oleh emboli paru, yaitu timbulnya
gangguan hemodinamik berupa gejalan-gejala akibat vasokonstriksi arteri
pulmonalus dan timbulnya gangguan respirasi berupa gejala-gejala akibat
bronkokonstriksi daerah paru yang terkena emboli paru tadi (Price,
Sylvia.2015).
Bila terdapat nyeri tekan di atas daerah efusi pleura mungkin terdapat
empiema.Apabila terdapat infark paru, dapat ditemukan adanya demam,
leukositosis dan ikterus ringan.Wheezing jarang ditemukan, tetapi pada 15%
kasus dapat ditemukan wheezing. Emboli paru ukuran sedang dapat terjadi
berulang dalam beberapa bulan atau tahun berikutnya, terutama pada pasien
usia lanjut yang harus tirah baring lama (Sudoyo.2014).
Emboli paru ukuran kecil sering luput dari perhatian, karena sumbatan
mengenai cabang-cabang kecil arteri pulmonalis.Baru sesudah sebagian besar
sistem sirkulasi pulmonal tersumbat, mencullah gejalanya (Sudoyo.2014).
15
1. Pleurits
2. Elevasi diafragma daerah yang terkena
3. Tanda-tanda konsolidasi daerah paru yang terkena
Secara umum tanda gan gejala emboli paru adalah sebagai berikut:
Selain itu juga terdapat gejala lainnya yang mungkin ditemukan, diantaranya :
1. Wheezing (bengek)
2. Kulit lembab
3. Kulit berwarna kebiruan
4. Nyeri pinggul
5. Nyeri tungkai (salah satu atau keduanya)
6. Pembengkakan tungkai
7. Tekanan darah rendah
8. Denyut nadi lemah atau tak teraba
9. Pusing
10. Pingsan
11. Berkeringat
12. Cemas
f. Diagnosa
pada pada pasien dengan sesak napas yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya.Nyeri dada pleuritik dengan atau tanpa sesak merupakan salah satu
gejala yang paling sering terjadi.Gejala ini biasanya disebabkan oleh emboli
distal yang menyebabkan iritasi pleura.Keluhan sesak biasanya timbul akibat
emboli lebih ke sentral dan tidak melibatkan pleura (Sudoyo.2014).
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium:
2. Pemeriksaan D-dimer:
18
4. Pemeriksaan Angiogram:
lobus atas jarang terjadi pada penderita berobat jalan, karena aliran
darah saat posisi berdiri lebih terdistribusi ke basal (berbeda dengan
penderita yang harus tirah baring). Defek perfusi yang lebih luas dari
konsolidasi yang tampak pada foto toraks pada daerah yang sama
menyokong ada emboli, defek dengan ukuran sama atau lebih kecil
dari abnormalitas radiologi tidak mendukung kearah emboli
(Sudoyo.2014).
7. Pemeriksaan Elektrokardiografi:
8. Pemeriksaan Ekokardiografi:
g. Penatalaksanaan
tadi, yang dengan sendirinya diberikan atas dasar indikasi khusus sesuai
masalah.Misalnya ada indikasi untuk memberikan obat vasopressor, obat
inotropik, anti aritmia, digitasi dan sebagainya (Davey, Patrick. 2014).
Pengobatan utama terhadap emboli paru atau infark paru yang sampai
sekarang dilakukan adalah pengobatan antikoagulan dengan heparin dan
warfarin serta pengobatan trombolitik (Davey, Patrick. 2014).
a. Pengobatan antikoagulan
Dosis yang diberikan ialah 10-15 mg/kg BB, dengan target sampai
terjadi pemanjangan (lebih dari 15-25%) dari nilai normal waktu protombin
yang maksimum.Pemberian warfarin adalah secara oral. Lama pemberian
warfarin sekitar 3 bulan (12 minggu) terus menerus. Warfarin diberikan terus
pada pasien defisiensi antitrombin III, defisiensi protein C atau S, pasien
dengan antikoagulan lupus atau antikardiolipin (Davey, Patrick. 2014).
b. Pengobatan Trombolitik
Terapi ini sering diindikasikan pada pasien emboli paru massif akut,
thrombosis vena dalam, emboli paru dengan gangguan hemodinamik dan
teradapat penyakit jantung atau paru tetapi belum mengalami perbaikan
dengan terapi heparin.Terapi trombolitik boleh diberikan bila gejala-gejala
yang timbul (emboli paru) kurang dari 7 hari.Selama pengobatan trombolitik
tidak boleh melakukan suntikan intra arteri, intravena atau intramuscular pada
pasien, dan jangan memberikan obat antikoagulan, anti platelet bersama
(Davey, Patrick. 2014).
4. Pengobatan lainnya
menyumbat aliran vena, dapat mencegah emboli yang lebih besar dari 2 mm
dan jarang mengalami thrombosis di filter tersebut (Davey, Patrick. 2014).
h. Pencegahan
2. Flail Chest
sama dengan 3 iga, dan memiliki garis fraktur lebih atau sama dengan 2
tersebut akan bergerak masuk pada saat inspirasi dan bergerak keluar pada
saat ekspirasi.
abdomen,ekstremitas)
2. Pain control
4. Bronchial toilet
5. Fisioterapi agresif
hematotoraks masif.
29
hospitalstay.
3. Fraktur Costa
a. Definisi
b. Patofisiologi
c. Manifestasi Klinis
d. Pemeriksaan Diagnostik
1.Laboratorium
3.Ultrasonography
5.Angiography
6.MRI
dinding toraks.
4. Hematothorax
a. Definisi
Hematothorax adalah adanya darah dalam rongga pleura.Sumber
mungkin darahdari dinding dada, parenkim paru paru, jantung atau
pembuluh darah besar. kondisi diasanya merupakan konsekuensi dari
trauma tumpul atau tajam. Ini juga mungkin merupakan komplikasi dari
beberapa penyakit.
b. Etiologi
Dibagi menjadi dua yaitu :
1. Traumatik
a. Trauma tumpul.
b. Trauma tembus (termasuk iatrogenik)
2. Nontraumatik / spontan
a. Neoplasma.
b. komplikasi antikoagulan.
c. emboli paru dengan infark
d. robekan adesi pleura yang berhubungan dengan pneumotoraks
spontan.
e. Bullous emphysema.
f. Nekrosis akibat infeksi.
g. Tuberculosis.
h. fistula arteri atau vena pulmonal.
i. telangiectasia hemoragik herediter.
j. kelainan vaskular intratoraks nonpulmoner (aneurisma aorta pars
thoraxica, aneurisma arteri mamaria interna).
36
d. Patofisiologi
Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-
paru atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam
seperti pisau atau peluru menembus paru-paru mengakibatkan pecahnya
membran serosa yang melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya
membran ini memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap
sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah seseorang.
e. Manifestasi klinis
Cedera tulang sederhana terdiri dari satu atau beberapa patah tulang rusak
adalah yang paling umum dada cedera tumpul . Hematothorax kecil dapat
berhubungan dengan bahkan satu patah tulang rusuk tetapi sering tetap
diperhatikan selama pemeriksaan fisik dan bahkan setelah dada radiography .
Koleksi kecil seperti jarang membutuhkan pengobatan .
Kompleks dinding dada cedera adalah mereka yang baik 4 / lebih secara
berurutan satu patah tulang rusuk hadir atau memukul dada ada . Jenis cedera ini
terkait dengan tingkat signifikan kerusakan dinding dada dan sering
menghasilkan koleksi besar darah dalam rongga pleura dan gangguan
pernapasan substansial . Paru memar dan pneumotorax yang umumnya terkait
cedera . Mengakibatkan luka luka lecet dari internal interkostal / arteri mamae
dapat menghasilkan ukuran hematothorax signifikan dan hemodinamik
signifikan kompromi . Kapal ini adalah yang paling umum perdarahan terus
menerus sumber dari dada setelah trauma
Delayed hematothorax can accur at some interval after blunt chest trauma.
Dalam kasus tersebut evaluasi awal, termasuk dada radiography , mengngkapkan
temuan dari patah tulang rusuk yang menyertainya tanpa intrathoracic patologi ,
Namun jam untuk hari kemudian , seorang hematothorax terlihat . Mekanisme
diyakini baik pecah terkait trauma dinding dada hematom ke dalam rongga
pleura / perpindahan dari tulang rusuk patah ujungnya dengan interkostalis
akhirnya gangguan terhadap kapal kapal selama gerakan pernapasan atau
batuk .
39
a. Trauma tumpul
b. Trauma tembus
f. Pemeriksaan Diagnostik
g. Komplikasi
1. Kegagalan pernafasan
2. Kematian
3. Fibrosis atau parut dari membran pleura
4. Syok
h. Penatalaksanaan
1. Dipasang Chest tube dan dihubungkan dengan system WSD, hal ini dapat
mempercepat paru mengembang.
2. Apabila dengan pemasangan WSD, darah tetap tidak behenti maka
dipertimbangkan untuk thorakotomi.
3. Pemberian oksigen 2 4 liter/menit, lamanya disesuaikan dengan perubahan
klinis, lebih baik lagi apabila dimonitor dengan analisa gas darah. Usahakan
sampai gas darah penderita normal kembali.
4. Pemberian tranfusi darah : dilihat dari adanya penurunan Hb. Sebagai patokan
dapat dipakai perhitungan sebagai berikut, setiap 250 cc darah (dari penderita
dengan Hb 15 g %) dapat menaikkan g % Hb. Diberikan dengan tetesan
normal kira-kira 20 30 tetes / menit dan dijaga jangan sampai terjadi
gangguan pada fungsi jantung atau menimbulkan gangguan pada jantung.
41
5. Tamponade Jantung
1. Definisi
Tamponade jantung adalah sindrom klinik dimana terjadi penekanan
yang cepat atau lambat terhadap jantung akibat akumulasi cairan, nanah,
darah, bekuan darah, atau gas di perikardium, sebagai akibat adanya efusi,
trauma, atau ruptur jantung.(Dorlan, 2013). Jumlah cairan yang cukup untuk
menimbulkan tamponade jantung adalah 250 cc bila pengumpulan cairan
tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut
berlangsung lambat, karena pericardium mempunyai kesempatan untuk
meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan yang bertambah
tersebut. (Guyton, 2014)
2. Etiologi
42
3. Patofisiologi
Tamponade jantung terjadi bila jumlah efusi perikardium
menyebabkan hambatan serius aliran darah ke jantung (gangguan diastolik
ventrikel).Penyebab tersering adalah neolasma dan uremi. Neoplasma
menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel secara abnormal pada otot jantung,
sehingga terjadi hiperplasia sel yang tidak terkontrol, yang menyebabkan
pembentukan massa (tumor). Hal ini yang dapat mengakibatkan ruang pada
kantong jantung (perikardium) dengan lapisan paling luar jantung
(epikardium) mengalami kebocoran.Uremia juga mengakibatkan temponade
jantung, dimana orang yang mengalami uremia di dalam darahnya terdapat
toksik metabolik yang dapat menyebabkan inflamasi (dalam hal ini inflamasi
terjadi pada perikardium). Selain itu, temponade jantung juga dapat di
sebabkan akibat trauma tumpul / tembus, jika trauma ini mengenai ruang
perikardium akan terjadi perdarahan sehingga darah banyak terkumpul di
ruang perikardium, hal ini mengakibatkan jantung terdesak oleh akumulasi
ciran tersebut. (Sylvia, 2014)
43
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan etiologi terjadinya
tamponade jantung, misalnya pemeriksaan berikut :
a. Peningkatan creatine kinase dan isoenzim pada MI dan trauma jantung.
b. Profil renal dan CBC uremia dan penyakit infeksi yang berkaitan
dengan pericarditis
c. Protrombin time (PT) dan aPTT (activated partial thromboplastin
time) menilai resiko perdarahan selama intervensi misalnya drainase
perikardial. (Sudoyo, 2014)
4. Elektrokardiografi (EKG)
a. Didapatkan PEA (Pulseless Electric Activity), sebelumnya dikenal
sebagai Electromechanical Dissociation, merupakan dimana pada
EKG didapatkan irama sedangkan pada perabaan nadi tidakditemukan
pulsasi. PEA Amplitude gelombang P dan QRS berkurang pada setiap
gelombang berikutnya.
b. PEA dapat ditemukan pada tamponade jantung, tension
pneumothorax, hipovolemia, atau ruptur jantung.
45
5. Echocardiografi
Meskipun echocardiografi menyediakan informasi yang berguna,
tamponade jantung adalah diagnosis klinis. Berikut ini dapat diamati dengan
echocardiografi 2-dimensi :
a. Zona ruang bebas posterior dan anterior ventrikel kiri dan di belakang
atrium kiri : Setelah operasi jantung, suatu pengumpulan cairan lokal
posterior tanpa efusi anterior yang signifikan dapat terjadi dan dapat
membahayakan cardiac output.
b. Kolapsnya diastolic awal dari dinding bebas ventrikel kanan
c. kompresi end diastolic / kolapsnya atrium kanan
d. Plethora vena cava inferior dengan inspirasi minimal atau tidak kolaps
e. Lebih dari 40% peningkatan inspirasi relatif dari sisi kanan aliran
46
STEP IV
1. Identitas Pasien
Nama : Tn.W
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 47 Tahun
Alamat : Cirebon
2. Anamnesis
Keluhan Utama : sesak nafas
Keluhan tambahan : nyeri dada kanan
Riwayat Keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
a. Keadaan umum : Pasien tampak sakit berat
b. Kesadaran/ GCS : Compos Mentis / 15 ( E 4 M 6 V 5)
c. Tanda- tanda vital
a) Tekanan darah : 80/60 mmHg
b) Nadi : 106 x/menit ( kuat,regular)
c) Pernafasan : 36 x/menit
d) Suhu : 36,3oC
e) Bb : 60 kg
f) Tb : 170 cm
g) Kepala : Normochepal, simetris
h) Mata : Conjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-),
edemaPalpebra (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil bulat isokor,
diameter 3 mm
i) Hidung : Nafas cuping hidung (+/+)
j) Mulut : Bibir sianosis (+)
k) Telinga : Simetris, sekret (-), darah (-)
l) Leher : Deviasi trakea kiri (+), pembesaran kelenjar tiroid
(-),
Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
m) Thoraks
1. Paru :
50
4. Diagnosa Banding
a. Hematotoraks
b. Empiema
c. Pneumothoraks
d. Flail Chest
e. Kontusioparu
5. Diagnosa Awal
51
Hematothorax dekstra
6. Tatalaksana Awal
Primary Survey
a. C : Circulation : Lakukan resusitasi cairan
a) Loading RL 1000 cc (20 cc/kgBB) dalam - 1 jam sampai dengan
tekanan darah naik ( maintenance RL/4 jam)
b) Jika tekanan darah masih rendah pasang line ke 2 loading HES
500 cc (maintenance HES/12 jam)
b. A : Airway :-
c. B : Breathing : Oksigen via NRBM ~ 10 lpm
4. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah Rutin
a. HB : 8,2 gr/dl
b. HT : 19,8 %
c. T : 257 x 103/l
d. L : 9,86 x 103/l
2) Hitung Jenis
a. Basophil : 0%
b. Eosinophil : 0%
c. Batang : 3%
d. Segmen : 79%
e. Limfosit : 17%
f. Monosit : 1%
52
3) Kimia Darah
a. SGOT : 25,3 U/l
b. SGPT : 17,1 U/l
c. BUN : 13,4 mg/dl
d. Cr : 0,76 mg/dl
e. Na : 137 mmol/l
f. K : 4,53 mmol/l
g. Cl : 102,1 mmol/l
5. Diagnosis Kerja:
Hemotoraks dextra + closed fraktur costa VIII dextra.
6. Pembahasan
CO O2 CO2
Takikardi
<<
Kulit pucat, dingin, keringat dingin
53
Hemothorax
thoracotomy as outlined by
the ATLS protocol : Blood pleural Minimal collection of blood
effusion >300ml (defined as <300ml)
Chest drainage >1500
ml initial or
>200ml/hari
Analgetictheraphy for pain
Developing cardiac Drainage
tamponade control CXR at 4-6 hours
Chest wall defect and 24 hours
Great vassal injury
Diaphragmatic injury
Cardiac injury Unstable Stable
Foto thoraks