Anda di halaman 1dari 6

TUGAS FARMASI SOSIAL

Atasi penggunaan Antibiotik yang tidak bijak dengan Program


Pencegahan Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA)

DISUSUN OLEH

ADE FAZLIANA MANTIKA


G701 15 173

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNUVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
A. KASUS

Penggunaan antibiotik yang tidak bijak

B. URAIAN KASUS

Antibiotik merupakan obat yang berfungsi menghambat pertumbuhan atau


membunuh mikroorganisme. Penggunaannya dimaksudkan sebagai
pencegahan dan penanganan terhadap infeksi mikroba. Penemuan dan
pengembangan antibiotik ini berdampak terhadap penurunan angka kesakitan
dan kematian akibat infeksi. Hal ini merupakan suatu kemajuan yang besar di
bidang kesehatan. Akan tetapi, setelah empat tahun semenjak perusahaan
farmasi mulai memproduksi penisilin secara masal, ditemukan beberapa
bakteri yang tahan terhadap antibiotik tersebut, yang pertama kali ditemukan
adalah Staphylococcus aureus. Penemuan-penemuan lain yang serupa
menunjukkan resistensi antibiotik merupakan masalah yang berkembang dan
lingkupnya global. Penggunaan antibiotik yang kurang bijak, baik di luar
maupun dalam lingkup pelayanan kesehatan memegang peranan penting
dalam resistensi antibiotik.
Di negara berkembang, masyarakat dapat dengan mudah membeli
antibiotik tanpa resep dari dokter. Banyak pasien tidak meminum antibiotik
yang telah diresepkan sampai habis karena sudah merasa sembuh, tingkat
kepatuhan yang rendah terkait frekuensi pemakaian obat dan pasien dengan
sengaja meminum antibiotik dengan dosis lebih rendah dari yang sudah
diresepkan juga mempengaruhi peningkatan resistensi antibiotik. Peresepan
antibiotik yang kurang bijak sering dilakukan oleh dokter. Resistensi
antibiotik menimbulkan infeksi mikroorganisme yang tidak dapat diobati
dengan antibiotik biasa, berakibat perlunya digunakan antibiotik jenis baru
dengan spektrum lebih luas. Infeksi mikroorganisme yang tidak dapat diobati
berakibat pada peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Penggunaan
antibiotik jenis yang lebih baru juga meningkatkan biaya perawatan yang
harus dibayar oleh pasien. Akibat lainnya adalah perubahan ekologi infeksi
rumah sakit serta efek toksik yang tinggi. Kecepatan penemuan jenis
antibiotik baru yang lebih lambat daripada kecepatan timbulnya resistensi
menimbulkan kekhawatiran bahwa suatu saat tidak lagi tersedia antibiotik
yang masih peka untuk infeksi oleh bakteri resisten.
Upaya untuk mengurangi resistensi antibiotik ada dua macam, yaitu
promosi penggunaan antibiotik secara bijak dan pencegahan penyebaran
mikroorganisme resisten. Pencegahan resistensi antibiotik menjadi tanggung
jawab setiap pekerja kesehatan.

C. MODEL PERILAKU KESEHATAN

Model Suchman
Yang terpenting dalam model suchman adalah menyangkut pola sosial dari
perilaku sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan
melakukan perawatan medis. Pendekatan yang digunakannya berkisar pada
adanya 4 unsur yang merupakan faktor utama dalam perilaku sakit, yaitu:
(1) perilaku itu sendiri
(2) sekuensinya
(3) tempat atau ruang lingkup
(4) variasi perilaku selama tahap-tahap perawatan medis.
Arti keempat unsur tersebut dapat dikembangkan 5 konsep dasar yang
berguna dalam menganalisi perilaku sakit, yaitu:
(1) Mencari pertolongan medis dari berbagai sumber atau pemberi layanan
(2) Fragmentasi perawatan medis di saat orang menerima pelayanan dari
berbagai unit, tetapi pada lokasi yang sama
(3) Menangguhkan (procastination) atau menangguhkan upaya mencari
pertolongan meskipun gejala sudah diasakan
(4) Melakukan pengobatan sendiri (self medication)
(5) Membatalkan atau menghentikan pengobatan (discontuniti).
D. PENCEGAHAN

Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dilakukan dengan beberapa


langkah sebagai berikut (Kepmenkes RI, 2011):
a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan
antibiotik secara bijak.
b. Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang
c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidanginfeksi.
d. Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim
(teamwork).
e. Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik secara
bijak yang bersifat multi disiplin.
f. Memantau penggunaan antibiotik secara intensif dan berkesinambungan.
g. Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara lebih
rincidi tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
dan masyarakat.

Peran Apoteker Dalam Kegiatan Edukasi


Apoteker berperan dalam memberikan edukasi dan informasi tentang
pengendalian resistensi antibiotik serta pencegahan dan pengendalian infeksi
kepada tenaga kesehatan, pasien dan keluarga pasien. Kegiatan edukasi yang
disertai dengan sosialisasi tentang kebijakan dan prosedur restriksi antibiotik.
Kegiatan-kegiatan edukasi yang dapat dilakukan meliputi:
a. Penyelenggaraan seminar dan lokakarya, penerbitan buletin dan forum
edukasi lain kepada tenaga kesehatan tentang: antiseptik dan desinfektan,
teknik aseptik dan prosedurnya serta metode sterilisasi.
b. Pemberian edukasi dan konseling pada pasien rawat inap, rawat jalan,
perawatan di rumah (home pharmacy care) dan keluarga pasien/pelaku
rawat (care giver) mengenai:
Kepatuhan dalam menggunakan antibiotik yang diresepkan,
Penyimpanan antibiotik,
Prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi (sebagai contoh:
pembuangan limbah medis)
c. Pemberian edukasi bagi masyarakat umum dalam meningkatkan kesadaran
terhadap pengendalian penyebaran penyakit infeksi melalui:
Mendorong penggunaan antibiotik yang bijak,
Mempermudah akses imunisasi untuk anak-anak dan dewasa,
Mempromosikan teknik cuci tangan yang benar.

E. PENGOBATAN

Pola Pemberian Antimikroba


Antibiotik dapat diberikan berdasarkan beberapa pola tertentu, antara lain :
direktif, kalkulatif, interventif, omnisprektif dan profilaktif.
1. Pada terapi antibiotik direktif, kuman penyebab infeksi sudah diketahui
dan kepekaan terhadap antibiotik sudah ditentukan, sehingga dapat
dipilih obat antibiotik efektif dengan spektrum sempit. Kesulitan yang
akan dihadapi adalah tersedianya fasilitas pemeriksaan mikrobiologis
yang cepat dan tepat.
2. Terapi antibiotik kalkulatif memberikan obat secara best guess. Dalam
hal ini, pemilihan harus didasarkan pada antibiotik yang diduga akan
ampuh terhadap mikroba yang sedang menyebabkan infeksi pada
jaringan atau organ yang dikeluhkan. Penilaian keadaan klinis yang tepat
dan kemungkinan kuman penyebab sangat penting dalam penerapan
terapi antibiotik kalkulatif.
3. Pada infeksi tertentu metoda penggunaan antibiotik harus selalu
berpedoman pada sebuah protokol pemberian antibiotik dan dapat
menambah kelompok obat antibiotik lainnya. Bila respon yang didapat
tidak memuaskan, maka protokol-protokol ini akan menyesuaikan
dengan perkembangan dan pengalaman terkini tentang penggunaan
berbagai jenis antibiotik baru. Cara pengobatan ini dikenal sebagai terapi
antimikrobial interventif.
4. Terapi antibiotik omnispektrif diberikan bila hendak dijangkau spektrum
antibiotik seluas-luasnya dan dapat diberikan secara empirik. Beberapa
keadaan yang membutuhkan terapi ini yaitu infeksi pada leukemia, luka
bakar, peritonitis dan syok septik.
5. Sebagai terapi profilaksis, obat antibiotik dapat digunakan untuk
mencegah infeksi baru pada seseorang atau untuk mencegah kekambuhan
dan terutama digunakan untuk mencegah komplikasi-komplikasi serius
pada waktu dilakukan tindakan pembedahan.

F. METODE PROMOSI KESEHATAN

Indonesia berpartisipasi secara aktif dalam upaya tersebut dalam bentuk


Program Pencegahan Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA). Sebagai
langkah nyata perwujudan program di atas, Rumah Sakit melakukan
kampanye Pilot Project-PPRA (PP-PPRA). Kampanye PP-PPRA di
antaranya meliputi kegiatan sosialisasi penggunaan antibiotik secara bijak,
pelatihan dokter dan perawat dan penyusunan pedoman penggunaan
antibiotik dari tenaga kesehatan seperti apoteker.

Anda mungkin juga menyukai