Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI GLAUKOMA

Glaukoma adalah Sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokular.( Barbara C Long, 2000 : 262 )

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik(neoropati optik) yang biasanya
disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. Yang menyebabkan defek
lapang pandang dan hilangnya tajam penglihatan jika lapang pandang sentral terkena.. (Bruce
James. et al , 2006 : 95)

Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta
kerusakan lapang pandang yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak
normal. (Sidarta Ilyas, 2002 : 239)

Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal (N = 15-20mmHg). (Sidarta
Ilyas, 2004 : 135)

Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh peningkatan abnormal tekanan
intraokular ( sampai lebih dari 20 mmHg). (Elizabeth J.Corwin, 2009 : 382)

Glaukoma adalah kelainan yang disebabkan oleh kenaikan tekanan didalam bola mata sehingga
lapang pandangan dan visus mengalami ganggauan secara progresif. (Vera H . Darling, 1996 : 88 ).

2.2 KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI GLAUKOMA

Glukoma diklasifikasikan dalam 2 kelompok sudut terbuka dan sudut tertutup. Pada glaucoma sudut
terbuka, humor aquos mempunyai akses bebas ke jaringan trabekula dan ukuran sudut normal. Pada
glaucoma sudut tertutup iris menutup jaringan trebekula dan membatasi aliran humor aquos keluar
kamera anterior. Kategori ini dibagi lebih lanjut menjadi glaucoma primer (penyebab tak diketahui,
biasanya bilateral dan mungkin diturunkan) dan glaukoma sekunder (penyebab diketahui).

Klasifikasi glaucoma meliputi yang berikut:

I. Glaucoma sudut terbuka

a. Primer

b. Tegangan normal

c. Sekunder

II. Glaucoma tertutup

a. Primer

1. Dengan sumbatan pupil

a. Akut
b. Sub akut

c. Kronik

2. Tanpa sumbatan pupil

b. Sekunder

1. Dengan sumbatan pupil

2. Tanpa sumbatan pupil

III. Glaucoma dengan mekanisme kombinasi

IV. Glaucoma pertumbuhan/kongenital

1. Glaukoma Primer

a. Glaukoma Sudut Terbuka

Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian
dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai
pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan
trabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi.
Glaukoma Sudut terbuka primer ditandai dengan atrofi saraf optikus dan kavitasi mangkuk fisiologis
dan defek lapang pandang yang khas. Glaukoma sudut terbuka, tekanan normal ditandai dengan
adanya perubahan meskipun TIO masih dalam batas parameter normal.

b. Glaukoma Sudut Tertutup

Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke
depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran
schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan
di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan
yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat,dan penglihatan yang
kabur. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan
dan nyeri yang hebat.

Dilatasi pupil dapat terjadi saat berada diruangan gelap atau obat yang menyebabkan dilatasi akut
pupil. Dilatasi bias pula terjadi akibat rasa takut atau nyeri, pencahayaan yang kurang terang, atau
berbagai obat topical atau sistemik (vasokontriktor ,bronkodilator, penenang, anti Parkinson).

Aktifitas seperti membaca yang memerlukan gerakan ensa kedepan dan terapi miosis juga dapat
merupakan factor presipitasi.

2. Glaukoma sekunder

a. Glaukoma sudut terbuka

Peningkatan TIO disebabkan oleh peningkatan tahanan aliran keluar humor akuos melalui jarring-
jaring trabekuler,kanalis schlemm, dan system evissklerar.pori-pori trabekula dapat tersumbat oleh
setiap jenis debri,darah ,pus atau bahan lainnya.peningkatan tahanan tersebut dapat diakibatkan
oleh penggunaan kortikosteroid jangka lama,tumor intra okuler uveitis akibat penyakit seperti
herpes simplek atau herpes zoster,atau penyumbatan jarring-jaring trabekula oleh material
lensa,bahan fispo elastis(digunakan pada pembedahan katarak),darah atau pigmen.pennggian
tekanan vena episklelar akibat keadaan seperti luka bakar kimia,tumor retrobulber,penyakit
teroid,fistula arteriovenosa,jugularis superior vena kava atau sumbatan vena pulmonal juga dapat
mengakibatkan peningkatan TIO.selain itu,glaucoma sudut terbuka dapat terjadi setelah ekstraksi
katarak,implantasi TIO (khususnya lensa kamera anterior,)penguncia sclera,viterktomi,kapsulotomi
posterior,atau trauma.

b. Glaucoma sudut tertutup

Peningkatan tahanan aliran humor akuos disebabkan oleh penyumbatan jaring-jaring trabekula oleh
iris perifer.kondisi ini biasanya disebabkan oleh perubahan aliran humor akuos setelah menderita
penyakit atau pembedahan.keterlibatan anterior terjadi setelah terbentuknya membrane pada
glaucoma pada neuro vaskuler,trauma,aniridia,dan penyakit endotel.penyebab posterior terjadi
pada penyumbatan pupil akibat lensa atau IQL menghambat aliran humor akuos ke kamera anterior.

Berdasarkan lamanya :

1. GLAUKOMA AKUT

a. Definisi

Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat
mendadak sangat tinggi.

b. Etiologi

Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata
depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang
paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.

c. Faktor Predisposisi

Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama
di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/
subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil
dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.

d. Manifestasi klinik

1). Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah, kadang-
kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.

3). Tajam penglihatan sangat menurun.

4). Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.

5). Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.

6). Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.

7). Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang
uvea.

8). Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.


9). Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.

11). Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.

e. Pemeriksaan Penunjang

Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.


Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.

f. Penatalaksanaan

Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan
mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-
500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil
pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.

2. GLAUKOMA KRONIK
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga
terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka
panjang, miopia tinggi dan progresif.

c. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat
namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada
stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan
gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.

d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai
dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan
bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang
menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.

e. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila
lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas
normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.

2.3 MANIFESTASI KLINIK GLAUKOMA

A Glaukoma Primer

1.Glaukoma Sudut Terbuka

a. Mata tampak normal

b. Penderita pun merasa matanya normal


c. Kecuali pada stadium lanjut Lapang pandang sudah sangat sempit

2. Glaukoma Sudut Tertutup

a. Hiperemia silier + konjungtiva mata merah ++

b. Kornea suram visus

c. Halo disekitar cahaya

d. Atrofi iris sekitar pupil reflek pupil

e. Pupil lebar (paralise otot sfingter pupil)

f. Nyeri mata dan sekitarnya

g. Mual, muntah

B. Glukoma Sekunder

a. Pembesaran bola mata

b. Gangguan lapang pandang

c. Nyeri didalam mata

2.4 PATOFISIOLOGI

Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor aquelus oleh badan siliari
dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor aquelus melalui sudut bilik mata depan
juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular
dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti).
Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut.

Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular.
Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran
yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Disebut sudut tertutup karena ruang
anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan
trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan
dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang
mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN

Pemeriksaan tajam penglihatan bukan merupakan pemeriksaan khusus untuk glaukoma.

a. Tonometri

Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat cara tonometri, untuk
mengetahui tekanan intra ocular yaitu :

o Palpasi atau digital dengan jari telunjuk

o Indentasi dengan tonometer schiotz

o Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann


Nonkontak pneumotonometri

Portable electronic applanation (co: Tonopen)

} TIO Normal

Berkisar :10,5 20,5 mmHg

Rata-rata :15,5 + 2,75 mmHg

} TIO Tinggi

> 21 mmHg

} Hipotoni

< 6,5 7 mmHg

Tonomerti Palpasi atau Digital

Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat, sebab cara mengukurnya
dengan perasaan jari telunjuk. Dpat digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain.
Caranya adalah dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh melihat
kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang
keras pindah ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi
kesan perasaan keras. Dilakukan dengann palpasi : dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan
secara bergantian.

Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut :

N : normal

N + 1 : agak tinggi

N + 2 : untuk tekanan yang lebih tinggi

N 1 : lebih rendah dari normal

N 2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya

2. GONIOSKOPI

Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan menggunakan lensa
kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik
mata depan.

3. OFTALMOSKOPI

Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan papil saraf optik, sangat
penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil
saraf optik dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari
ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.

4. PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG


a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih lanjut, karena
dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan di daerah tepi, yang kemudian
meluas ke tengah.

b. Pemeriksaan lapang pandang sentral : mempergunakan tabir Bjerrum, yang meliputi daerah luas
30 derajat. Kerusakan kerusakan dini lapang pandang ditemukan para sentral yang
dinamakan skotoma Bjerrum. (Sidarta Ilyas, 2002 : 242-248)

2.6 PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan glaucoma adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan
mempertahankan penglihatan. Penatalaksanaan bias berbeda bergantung pada klasifikasi penyakit
dan responnya terhadap terapi. Terapi obat, pembedahan laser, pembedahan konvensional dapat
dipergunakan untuk mengontrol kerusakan progresif yang diakibatka oleh glaucoma. (Suddart &
Brunner,2002)

1. Farmakoterapi

Terapi obat merupakan penanganan awal dan utama untuk penanganan glaucoma sudut terbuka
primer. Meskipun program ini dapat diganti, terapi diteruskan seumur hidup. Bila terapi ini gagal
menurunkan TIO dengan adekuat, pilihan berikutnya pada kebanyakan pasien adalah trabekuloplasti
laser dengan pemberian obat tetap dilanjutkan.

Glaucoma sudut tertutup dengan sumbatan pupil biasanya jarang merupakan kegawatan bedah.
Obat digunakan untuk mengurangi TIO sebelum iridektomi laser.

Penanganan glaucoma sekunder ditujukan untuk kondisi yang mendasarinya begitu pula untuk
menurunkan. Misalnya glaucoma yang disebabkan oleh terapi kortikosteroid ditangani dengan
menghentikan pengobatan kortikosteroid. Uveitis dengan glaucoma diterapi dengan bahan anti
inflamasi. Penggunanan obat dilator pupil (midriatikum) merupakan kontraindikasi pada pasien
glaucoma.

Kebanyakan obat mempunyai efek samping, yang biasanya menghilang setelah satu sampai dua
minggu. Namun pada beberapa kasus obat perlu dihentikan karena pasien tidak dapat
mentoleransinya. Efek samping yang biasa terdapat pada pemakaian obat topical adalah pandangan
kabur, pandangan meremang, khususnya menjelang malam dan kesulitan memfokuskan pandangan.
Kadang-kadang frekuens denyut jantung dan respirasi juga terpengaruh.

Obat sistemik dapat menyebabkan rasa kesemutan pada jari dan jari kaki, pusing, kehilangan nafsu
makan, defekasi tidak teratur, dan terkadang terjadi batu ginjal. Pasien harus diberitahu mengenai
kemungkinan efek samping tersebut. Antagonis Beta adrenergic merupakan obat topical yang paling
banyak digunakan karena efektifitasnya pada berbagai macam glaucoma dan tidak menyebabkan
efek samping yang biasa disebabkan oleh obat lain. Antagonis Beta adrenergic menurunkan TIO
dengan menguragi pembentukan humour aquous. Bahan kolinergik topical (missal pilokartin
hidroklorida, 1%-4%, asetilkolin klorida, karbakol) digunakan dalam penanganan glaucoma jangka
pendek dengan penyumbatan pupil akibat efek langsungnya pada resptor parasimpatis iris dan
badan silier. Sebagai akibatnya, sfingter pupil akan berkontriksi, iris mengencang, volume jaringan
irisan pada sudut akan berkurang. Dan iris perifer tertarik menjauhi jarring-jaring trabekula.
Perubahan ini memungkinkan humour aquous mencapai saluran keluar dan akibatnya terjadi
penurunan TIO.
Pada glaucoma sudut terbuka digunakan obat golongan agonis adrenergic topical yang berfungsi
menurunkan IOP dengan meningkatkan aliran keluar humour aquous, memperkuat dilatasi pupil,
menurunkan produksi humour aquous, dan menyebabkan kontriksi pembluh darah konjungtiva.
Contoh bahan perangsang adrenerik adalah epinefrin dan fenileprin hidriklorida. Tetes mata
epinefrin (larutan 0,1%) banyak digunakan untuk menangani glaucoma sudut terbuka. Fenileprin
(1%,2,5%) sering digunakan untuk mendilatasi mata sebelum pemerikasaan fundus ovuli dan
menangani uveitis.

Inhibitor anhydrase karbonat missal asetalzolamid (Diamox) diberikan secara sistemik untuk
menurunkan IOP dengan menurunkan produksi humour aquos. Digunakan untuk menangani
glaucoma sudut terbuka jangka panjang dan menangani glaucoma sudut tertutup jangka pendek dan
glaucoma yang sembuh sendiri, seperti yang terjadi setelah tauma. Juga dibutuhkan setelah
iridektomi untuk mengontrol glaucoma residual. Dapat diberikan secara oral atau intravena selama
serangan akut glaucoma.

Diuretika osmotic. Bahan osmotic oral (gliserol atau intravena) misal manitol dapat menurunkan TIO
dengan meningkatkan osmolaritas plasma dan menarik air dari mata ke dalam pembuluh darah.
Obat hiperosmotik sangan berguna penanganan jangka pendek glaucoma akut. Digunakan untuk
menurunkan TIO preoperative sehingga pembedahan dapat dilakukan dengan tekanan mata yang
lebih normal. Juga dapat menghindari perlunya pembedahan pada glaucoma transien. (Suddart &
Brunner,2002)

2. Bedah Laser

Pembedahan laser untuk memperbaiki aliran humour aquous dan menurunkan TIO dapat
diindikasikan sebagai penanganan primer untuk glaucoma, atau bias juga dipergunakan bila terapi
obat tidak bisa ditoleransi, atau tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat. Laser dapat
digunakan pada berbagai prosedur yang berhubungan dengan penanganan glaucoma. (Suddart &
Brunner,2002)

3. Bedah Konvesional

Prosedur bedah konvesional dilakukan bila teknik laser tidak berhasil atau peralatan laser tidak
tersedia, atau bila pasien tidak cocok untuk dilakukan bedah laser (misal pasien yang tak dapat
duduk diam atau mengikuti perintah). Prosedur filtrasi rutin berhubungan dengan keberhasilan
penurunan TIO pada 80-90% pasien.

Iridektomi perifer atau sektoral dilakukan untuk mengangkat sebagaian iris untuk memungkinkan
aliran humor aqueus dari kamera prosterior ke kamera anterior di indikasikan pada penanganan
glaucoma dengan penyumbatan pupil bila pembedahan laser tidak berhasil atau tidak tersedia.

Trabulectomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran baru melalui sclera.
Dilakukan dengan melakukan diseksi flap ketebalan setengah (half-tickness) sclera dengan engsel di
limbus. Satu sekmen jaringan trabekula diangkat, flap sclera ditutup kembali, dan konjungtiva dijahit
rapat untuk mencegah kebocoran cairan aqueus. Trabulectomi meningkatkan aliran keluar humor
aqueus dengan memintas struktur pengaliran yang alamiah. Ketika cairan mengalir melalui saluran
baru ini, akan terbentuk bleb (gelembung). Dapat diobservasi pada pemeriksaan konjungtiva.
Komplikasi ditengah prosedur filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak normal), hifema
(darah dikamera anterior mata), infeksi kegagalan filtrasi.

Prosedur seton meliputi penggunaan berbagai alat pintasan aqueus sintesis untuk menjaga
kepatenan fistula pengaliran. Tabung terbuka diimplementasikan ke kamera anterior dan
menhubungkan ke mean pengaliran episklera. Alat ini sering digunakan pada TIO tinggi, pada
mereka yang prosedur filtrasi gagal. Kemungkinan komplikasi implant meliputi pembentukan
katarak, hipotoni, diskompensasi kornea, dan erosi alparatus. (Suddart & Brunner,2002)

WOC (WEB OF CAUTION) GLAUKOMA


BAB III

PEMBAHASAN
3.1 PENGKAJIAN

1. Identitas

Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.

Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit putih (dewit,
1998).

Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata.

2 Riwayat Kesehatan

A. Keluhan Utama

Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang pandang dan mata menjadi kabur

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengatakan matanya kabur dan sering menabrak, gangguan saat membaca

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin
(menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma), riwayat
trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM, Arterioscierosis,
Miopia tinggi)

D. Riwayat Penyakit Keluarga

kaji apakah ada kelurga yang menglami penyakit glaucoma sudut terbuka primer.

E. Riwayat Psikososial

Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah berganti
topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena kehilangan penglihatan. (Indriana N.
Istiqomah, 2004)

b. Pemeriksaan Fisik

A. Neurosensori

Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/ tidak jelas), sinar terang dapat menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa
diruang gelap (katarak), tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan
perifer, fotfobia (galukoma akut) bahan kaca mata/ pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.

- Tanda : pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan, peningkatan air mata.
- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmaskop untuk mengetahui adanya cupping
dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan dalampada glaukoma akut primer,
karena anterior dangkal, Aqueus humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.

- Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat menurun secara
signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.

- Pemeriksaan melalui inspeksi, untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan, kornea
keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya (Indriana N. Istiqomah,2004)
B. Nyeri atau kenyamanan

Gejala: ketidaknyamanan ringan atau mata berair ( glaucoma kronis).

Nyeri tiba-tiba atau berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaucoma
akut)

C.Aktivitas

gejala: perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
D. makanan atau cairan

gejala:mual atau muntah

c. Pemeriksaan Penunjang

(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) :
Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi,
atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.

(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak,
karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.

(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)

(4) Pengukuran gonioskopi: Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glaukoma.

(5) Tes Provokatif : digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya
meningkat ringan.

(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.

(7) Darah lengkap, LED : Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.

(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.

(9) Tes Toleransi Glukosa : menentukan adanya DM.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan persepsi sensori : Penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam


penglihatan dan kejelasan penglihatan.

2. Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan prognosis.

3. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular.

4. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang operasi.

5. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, kehilangan vitreus

6. Nyeri yang berhubungan dengan luka pascaoperasi

7. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan


3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Penurunan persepsi sensori : Penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam


penglihatan dan kejelasan penglihatan.

Subyektif :

Menyatakan penglihatan kabur, tidak jelas, penurunan area penglihatan.

Objektif :

- Pemeriksaan lapang pandang menurun.

- Penurunan kemampuan identifikasi lingkungan (benda, orang, tempat)

Tujuan :

Klien melaporkan kemampuan yang lebih untuk proses rangsang penglihatan dan
mengomunikasikan perubahan visual.

Kriteria Hasil :

- Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi penglihatan.

- Klien mengindentifikasi dan menunjukkan pola-pola alternatif untuk meningkatkan penerimaan


rangsang penglihatan

Intervensi Rasional

1. Kaji ketajaman penglihatan klien. 1. Mengidentifikasi kemampuan visual klien.

2. Dekati klien dari sisi yang sehat. 2.Memberikan rangsang sensori, mengurangi
rasa isolasi/terasing.

3. Memberi keakuratan penglihatan dan


3. Identifikasi alternatif untuk optimalisasi
perawatannya.
sumber rangsangan.
4. Meningkatkan kemampuan persepsi sensori.
4. Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi
penglihatan :

- Orientasikan klien terhadap ruang rawat.

- Letakkan alat yang sering digunakan di dekat


klien atau pada sisi mata yang lebih sehat.

- Berikan pencahayaan cukup.

- Letakkan alat ditempat yang tetap.

- Hindari cahaya menyilaukan.

5. Anjurkan penggunaan alternatif rangsang


5. Meningkatkan kemampuan respons terhadap
lingkungan yang dapat diterima : auditorik,
stimulus lingkungan.
taktil.
2.Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan prognosis.

Subyektif :

Klien mengatakan takut tidak akan dapa melihat lagi setelah dilakukan tindakan operasi.

Obyektif :

- Klien terlihat kebingungan dan selalu bertanya perihal tindakan operasi.

- Tingkat konsentrasi klien berkurang.

- Terdapat perubahan pada tanda vital, tekanan darah meningkat.

Tujuan :

Tidak terjadi kecemasan.

Kriteria Hasil :

- Klien mengungkapkan kecemasan berkurang atau hilang.

- Klien berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan.

Intervensi Rasional

1. Kaji derajat kecemasan, faktor yang 1. Umumnya faktor yang menyebabkan


menyebabkan kecemasan, tingkat pengetahuan, kecemasan adalah kurangnya pengetahuan dan
dan ketakutan klien akan penyakit. ancaman aktual terhadap diri. Pada klien
glaukoma, rasa nyeri dan penurunan lapang
pandang menimbulkan ketakutan utama.

2. Orientasikan tentang penyakit yang dialami


2. Meningkatkan pemahaman klien akan
klien, prognosis, dan tahapan perawatan yang
penyakit. Jangan memberikan keamanan palsu
akan dijalani klien.
seperti mengatakan penglihatan akan pulih atau
nyeri akan segera hilang. Gambarkan secara
objektif tahap pengobatan harapan proses
pengobatan, dan orientasi pengobatan masa
berikutnya.

3. Berikan kesempatan pada klien untuk 3. Menimbulkan rasa aman dan perhatian bagi
bertanya dengan penyakitnya. klien.

4. Berikan dukungan psikologis. 4. Dukungan psikologis dapat berupa penguatan


tentang kondisi klien, peran serta aktif klien
dalam perawatan maupun mengorientasikan
bagaimana kondisi penyakit yang sama menimpa
klien yang lain.

5. Terangkan setiap prosedur yang dilakukan


dan jelaskan tahap perawatan yang akan dijalani,
seperti riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, foto 5. Mengurangi rasa ketidaktahuan dan
toraks, EKG, diet, sedasi operasi dll. kecemasan yang terjadi.

6. Bantu klien mengekspresikan kecemasan dan


ketakutan dengan mendengar aktif.

6. Memberi kesempatan klien untuk berbagi


7. Beri informasi tentang penyakit yang dialami perasaan dan pendapat dan menurunkan
oleh klien yang berhubungan dengan kebutaan. ketegangan pikiran.

7. Mengorientasikan pada penyakit dan


kemungkinan realistik sebagai konsekuensi
penyakit dan menunjukan realitas.

3. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular.

Subyektif :

Mengatakan mata tegang. Nyeri hebat, lebih sakit untuk melihat.

Objektif :

- Meringis, menangis menahan nyeri.

- Sering memegangi mata.

Tujuan :

Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.

Kriteria Hasil :

- Klien dapat mengidentifikasi penyebab nyeri.

- Klien menyebutkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan nyeri.

- Klien mampu melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.

Intervensi Rasional

1.Kaji derajat nyeri setiap hari atau sesering 1.Nyeri glaukoma umumnya sangat parah
mungkin, jika diperlukan. terutama pada glaukoma sudut tertutup.

2.Terangkan penyebab nyeri dan faktor/ tindakan 2.Penyebab munculnya nyeri adalah peningkatan
yang dapat memicu nyeri. tekanan intraokular, yang dapat meningkat akibat
dipicu oleh :

- Mengejan (valsalva maneuver)

- Batuk

- Mengangkat benda berat

- Penggunaan kafein (rokok, kopi, teh)


- Gerakan kepala tiba-tiba

- Menunduk/ kepala lebih rendah dari


pinggang

- Tidur pada sisi yang sakit

- Hubungan seks

- Penggunaan obat kortikosteroid.

3. Anjurkan klien untuk menghindari perilaku


yang dapat memprovokasi nyeri. 3.Untuk mencegah peningkatan TIO lebih lanjut.

4. Secara kolaboratif, berikan obat analgetik. 4.Analgetik berfungsi untuk meningkatkan


ambang nyeri. Biasanya analgetik yang diberikan
adalah kelompok narkotik/ sedatif.

5. Ajarkan tindakan distraksi dan relaksasi pada


5. Untuk menurunkan sensasi nyeri dan
klien.
memblokir sensasi nyeri menuju otak. Teknik ini
umumnya efektif saat nyeri tidak sangat
mengganggu klien.

4.Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang operasi.

Subyektif :

- Mengatakan takut dioperasi

- Sering menanyakan tentang operasi

Objektif :

- Perubahan tanda vital peningkatan nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan

- Tampak gelisah, wajah murung, sering melamun

Tujuan :

Tidak terjadi kecemasan

Kriteria Hasil :

- Klien mengungkapkan kecemasan minimal atau hilang.

- Klien berpartisipasi dalam kegiatan persiapan operasi

Intervensi Rasional
1.Jelaskan gambaran kejadian pre- dan pasca 1.Meningkatkan pemahaman tentang gambaran
operasi. Manfaat operasi, dan sikap yang harus operasi untuk menurunkan ansietas.
dilakukan klien selama masa operasi.

2.Jawab pertanyaan khusus tentang


2.Meningkatkan kepercayaan dan kerjasama.
pembedahan. Berikan waktu untuk
Berbagi perasaan membantu menurunkan
mengekspresikan perasaan. Informasikan bahwa
ketegangan. Informasi tentang perbaikan
perbaikan penglihatan tidak terjadi secara
penglihatan bertahap diperlukan untuk antisipasi
langsung, tetapi bertahap sesuai penurunan
depresi atau kekecewaan setelah fase operasi dan
bengkak pada mata dan perbaikan kornea.
memberikan harapan akan hasil operasi.
Perbaikan penglihatan memerlukan waktu 6
bulan atau lebih.

Intervensi Pasca-Operatif

5. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, kehilangan vitreus.

Subyektif :

- Keinginan untuk memegang mata

- Menyatakan nyeri sangat

Obyektif :

- Perilaku tidak terkontrol

- Kecenderungan memegang darah operasi

Tujuan :

Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi

Kriteria Hasil :

- Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera

- Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera

Intervensi Rasional

1.Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan 1.Meningkatkan kerjasama dan pembatasan yang
aktifitas dan pembalutan mata. diperlukan.

2.Tempatkan klien pada tempat tidur yang 2.Istirahat mutlak diberikan 12-24 jam pasca
lebih rendah dan anjurkan untuk membatasi operasi.
pergerakan mendadak/ tiba-tiba serta
menggerakkan kepala berlebih.

3.Bantu aktifitas selama fase istirahat. Ambulasi


dilakukan dengan hati-hati. 3.Mencegah/ menurunkan risiko komplikasi
cedera.
4.Ajarkan klien untuk menghindari tindakan 4.Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan
yang dapat menyebabkan cedera. menimbulkan kerusakan struktur mata pasca
operasi antara lain :

- Mengejan ( valsalva maneuver)

- Menggerakan kepala mendadak

- Membungkuk terlalu lama

- Batuk

5.Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik


5.Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik
mata depan menonjol, nyeri mendadak,
mata depan menonjol, nyeri mendadak, nyeri
hiperemia, serta hipopion mungkan menunjukan
yang tidak berkurang dengan pengobatan, mual
cedera mata pasca operasi.
dan muntah. Dilakukan setiap 6 jam asca
operasi atau seperlunya.

6. Nyeri yang berhubungan dengan luka pascaoperasi

Subyektif :

Mengatakan nyeri/tegang.

Objektif :

Gelisah, kecenderungan memegang daerah mata.

Tujuan :

Nyeri berkurang, hilang, dan terkontrol.

Kriteria hasil :

- Klien mendemonstrasikan teknik penurunan nyeri

- Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.

Intervensi Rasional

1. Kaji derajat nyeri setiap hari. 1. Normalnya, nyeri terjadi dalam waktu kurang
dari 5 hari setelah operasi dan berangsur
menghilang. Nyeri dapat meningkat sebab
peningkatan TIO 2-3 hari pasca operasi. Nyeri
mendadak menunjukan peningkatan TIO masif.

2. Meningkatkan kolaborasi , memberikan rasa


aman untuk peningkatan dukungan psikologis.
2. Anjurkan untuk melaporkan
perkembangan nyeri setiap hari atau segera
saat terjadi peningkatan nyeri mendadak.
3. Anjurkan pada klien untuk tidak 3. Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan
melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat nyeri seperti gerakan tiba-tiba, membungkuk,
memicu nyeri. mengucek mata, batuk, dan mengejan.

4.Mengurangi ketegangan, mengurangi nyeri.

4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. 5.Mengurangi nyeri dengan meningkatan ambang
nyeri.
5. Lakukan tindakan kolaboratif dalam
pemberian analgesik topikal/ sistemik.

7. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan

aktivitas pascaoperasi.

Subyektif :

Mengatakan takut melaukan aktivitas tertentu.

Objektif :

- Tubuh tidak terawat, kotor.

- Pergerakan terbatas, hanya ditempat tidur.

Tujuan:

Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.

Kriteria hasil ;

- Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pememnuhan kebutuhan diri.

- Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahap

Intervensi Rasional

1.Terangkan pentingnya perawatan diri dan 1.Klien dianjurkan untuk istiraht ditempat tidur
pembatasan aktivitas selama fase pascaoperasi pada 2-3 jam peratama pascaoperasi atau 12
jam jika ada komplikasi. Selama fase ini,
bantuan total diperlukn bagi klien.
2.Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan
2.Memenuhi kebutuhan perawatan diri
perawatan diri

3.Secara bertahap, libatkan klien dalam


memenuhi kebutuhan diri 3.Pelibatan klien dalam aktivitas perawatan
dirinya dilakukan bertahap dengan berpedoman
pada prinsip bahwa aktivitas tersebut tidak
memprovokasi peningkatan TIO dan
menyebabkan cedera mata, kontrol klinis
dilakukan dengan menggunakan indikator nyeri
mata pada saat melakukan aktivitas

( Anas Tamsuri, 2010 : 77-86 )


3.4 IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan komponen dari proses asuhan keperawatan adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari intervensi keperawatan. Implementasi yang
dilaksanakan meliputi :

1. Membantu aktivitas klien sehari-hari

2. Mengonsulnya dan memberikan penyuluhan kepada klien dan keluarga

3. Memberi asuhan keperawatan langsung

4. Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf medis lain

(Perry & Potter,2005)

3.5 EVALUASI

Berdasarkan intervensi keperawatan yang telah dibuat maka hasil yang diharapkan adalah :

1. Klien mendapatkan kemampuan yang lebih untuk proses rangsang penglihatan dan
mengomunikasikan perubahan visual.

2. Tidak terjadi kecemasan.

3. Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.

4. Tidak terjadi kecemasan

5. Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi

6. Nyeri berkurang, hilang, dan terkontrol.

7. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.


BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara
bertahap menyebabkan penglihatan pandangan matasemakin lama akan semakin berkurang
sehingga akhirnya mata akan menjadibuta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar
dari bola mataterhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf
mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah
sehingga saraf mata akan mati.

Glaucoma diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan


intra okuler. Penyebab tergantung dari klasifikasi glaucoma itu sendiri tetapi pada umumnya
disebabkan k arena aliran aqueus humor terhambat yang bisa meningkatkan TIO. Tanda dan
gejalanya kornea suram, sakit kepala , nyeri, lapang pandang menurun,dll. Komplikasi dari glaucoma
adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat dilakukan pembedahan dan obat-obatan.

4.2 SARAN

Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang penyakit serta
penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang
diberikan harus menekankan bahwa pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi penglihatan ,
tetapi hanya mempertahankan fungsi penglihatan yang masih ada.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Arsculapiks.

Corwin, Elizabeth J. , Buku saku Patofisiologi, Ed. 3, 2009, Jakarta : EGC.


Darling, Vera H, 1996, Perawatan Mata, Yogyakarta : Yayasan Esentia Medika.

Ilyas, Ramatjandra, Sidarta Ilyas, 1991, Klasifikasi dan Diagnosis Banding Penyakit Mata, 1991,
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Ilyas, Sidarta, 2002, Ilmu Penyakit Mata, Ed. 2, Jakarta : CV. Sagung Seto.

Ilyas, Sidarta, 2004, Ilmu Perawatan Mata, Jakarta : CV. Sagung Seto.

James, Bruce, 2006, Lecture Notes : Oftalmologi, Jakarta : Erlangga.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.

Doungoes, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3,.Jakarta : EGC

Perry & Potter. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Konsep,Prose, dan Praktik Edisi 4. Jakarta
: EGC

Frida Simanjutak. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN GLAUKOMA.(online) http://fridasimanjuntak.wordpress.com/2012/01/13/asuhan-
keperawatan-pada-pasien-dengan-glaukoma/ di akses tanggal 16 Mei 2014 jam 11.00 WIB

Lina Ayu Pramatasari.2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Diagnosa Medis
Glaukoma. (online) http://linaayupramatasari.blogspot.com.tr/2012/05/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan.html/ di akses tanggal 16 Mei 2014 jam 11.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai