Pembimbing :
dr. Daliman, Sp.OG (K)FM
Disusun Oleh :
Nyimas Eva Fitriani G4A015064
Nur Qisthiyah G4A015065
Meliana Shanti Rizka G4A015097
Bayu Aji Pamungkas G4A016018
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
B. INTRODUCTION
Eklampsia merupakan penyebab penting dari kesakitan dan kematian
maternal, terutama pada negara dengan sarana dan prasarana yang rendah.
Pre-eklampsia dan eklampsia menyebabkan kematian maternal sebanyak
40.000 setiap tahun, di India, 5% kematian maternal disebabkan karena
eklampsia.
Tujuan dari pengobatan ini adalah : mencegah terjadinya kejang, untuk
mengontrol tekanan darah secara adekuat, stabilisasi sistem kardiovaskular,
renal dan status elektrolit. Pemberian MgSO4 selama 24 jam pasca pelahiran
memiliki nilai empirik terbaik, namun masih belum dilakukan penelitian
ilmiah secara tepat. Penurunan durasi pemberian MgSO4 akan memberikan
keuntungan bagi pasien maupun sistem kesehatan. Salah satu penelitian
menunjukan bahwa kejang dapat dicegah dengan hanya memberikan dosis
awal MgSO4, dan kejadian kejang berulang ditemukan sebanyak 3,96% pada
partisipan yang mendapatkan dosis awal MgSO4 dan diantaranya yang
mendapatkan regimen standar (3,51%; nilai signifikan 0,05).
Tujuan penelitian ini untuk melihat efek dari penurunan durasi
pemberian MgSO4 secara intravena dari 24 jam menjadi 12 jam pasca
pelahiran pada ibu dengan kejadian eklampsia.
D. RESULT
Selama masa penelitian, tercatat 5705 kelahiran, dan 223 (3,9%)
diantaranya mengalami eklampsi. Semua pasien yang mengalami eklampsi
dipantau dengan ketat, dan apabila keadaan terus memburuk, pasien akan
dipindahkan ke bagian Intensive Care Unit (ICU). Dari beberapa kasus,
terdapat variasi tekanan darah, dari nilai sistolik sebesar 130 sampai 140
mmHg, namun dari seluruh pasien yang mengalami eklampsi memiliki
proteinuria positif. Kematian maternal akibat dari eklampsi mencapai 15
kasus (6,7%).
Setelah melakukan eksklusi pada 15 pasien yang mengalami komplikasi
eklampsi, terdapat 208 pasien yang masuk dalam kriteria penelitian (Gambar
1), diantaranya 162 (77,9%) mengalami eklampsi antepartum, 7 (3,4%)
mengalami eklampsi intrapartum, dan 39 (18,8%) mengalami eklampsi
postpartum. Diantara semua pasien yang termasuk dalam penelitian, 2 (1,0%)
melakukan Ante Natal Care (ANC), 146 (70,2%) berasal dari latarbelakang
pedesaan, 8 (3,8%) memiliki pengetahuan tinggi, dan 206 (99,0%) tidak
berpendidikan. Beberapa pasien yang dirujuk ke rumah sakit pendidikan
mengalami kejang berulang dan tidak diketahui oleh anggota keluarga yang
lain, namun walaupun seperti itu, setidaknya pasien pernah dilaporkan
mengalami kejang berulang 2 3 kali (data tidak ditampilkan).
Dari 208 pasien penelitian, 132 pasien masuk kedalam kelompok kasus
dan menerima MgSO4 selama 12 jam. Dan 76 pasien masuk kedalam
kelompok kontrol yang menerima terapi konvensional MgSO4 selama 24 jam.
Namun, 10 pasien pada kelompok kontrol mengalami kejang berulang selama
2 jam pertama pengobatan, 6 pasien memberikan respon terapi setelah
diberikan loading dose MgSO4 2 gram kemudian menjalani langkah
pengobatan MgSO4 selama 24 jam, namun 4 pasien sisanya dialihkan menjadi
terapi fenitoin. Empat kasus yang dialihkan pengobatannya, dimasukan dalam
kasus yang gagal dan di eksklusi dari penelitian. Oleh sebab itu, tingkat
kegagalan terapi MgSO4 mencapai 1,9%.
Diantara pasien yang termasuk dalam kriteria inkluasi penelitian, dari
masing masing kelompok memiliki usia sama, paritas sama, dan tinggi fundus
uteri sama (tabel 1). Selain itu, tekanan darah sistolik dan diastolik, serta
albumin saat masuk dan keluar dari rumah sakit memiliki nilai sama pada tiap
kelompok.
Hasil primer didapatkan bahwa, tidak ada kejang berulang setelah
selesai pemberian MgSO4 baik pada kelompok 12 jam atau 24 jam.
Sedangkan hasil sekunder didapatkan, jumlah total MgSO4, durasi kateterisasi
foleym dan durasi pemantauan didapatkan lebih tinggi pada kelompok kontrol
dibandingkan dengan kelompok kasus ( p<0,001 untuk semua) (tabel 2).
Setelah masuk, tidak terdapat pasien yang mengalami komplikasi eklampsi.
Dari 169 persalinan setelah eklampsi, 79 (46,7%) bayi lahir
pervaginam, dan 90 (53,3%) lahir dengan sesio sesarea. Secara keseluruhan,
113 (66,9%) bayi lahir hidup, 31 (18,3%) bayi mati intrauterin, dan 25
(14,8%) bayi mati setelah lahir. APGAR score di ruang ICU dan pemantauan
tidak tercatat.
Pasien pasien yang mengalami persalinan pervaginam memiliki waktu
tinggal di rumah sakit sekitar 5,3 0,8 hari pada kelompok kasus dan 7,5
1,5 hari pada kelompok kontrol (p<0,001). Hal serupa dialami dengan
persalinan dengan seksio sesaria, kelompok kasus pada persalinan sesio
sesarea memiliki waktu tinggal di rumah sakit rata rata 7,7 0,9 hari, dan
kelompok kontrol memiliki waktu lebih lama yaitu 10,5 1,5 hari (p<0,001).
Tidak ada efek toksik MgSO4 yang tercatat pada kedua kelompok.
E. DISCUSSION
Pada penelitian ini, tidak ada kejadian kejang didapatkan setelah infus
MgSO4 baik selama 12 jam atau 24 jam setelah persalinan atau setelah
kejadian kejang terakhir pada wanita dengan eklamsia. Penemuan ini bisa
menjadi sebuah terobosan pada penanganan pasien dengan eklamsia di negara
dengan sumber daya rendah dan kejadian eklamsia tinggi yang menjadi
sebuah peningkatan beban pada sistem kesehatan.
Angka kejadian eklamsia adalah sebesar 3,9% pada penelitian ini, yang
lebih tinggi dari hasil yang didapatkan sebelumnya yaitu 0,7%, 0,8%, dan
3,2%. Angka kejadian eklamsia pada penelitian ini lebih tinggi bisa
disebabkan oleh karena pada daerah pedesaan, pasien biasanya dirujuk
adalam keadaan persalinan dengan komplikasi, yang berefek pada tingginya
angka case fatality rate (6,7%). Perlu dicatat juga bahwa 99% responden
penelitian tidak terdaftar sebelumnya.
Studi ini mendapatkan bahwa rerata durasi monitoring adalah 19,3 4,9
jam pada grup 12 jam jika dibandingkan dengan hasil 31,8 4,7 jam pada
kelompok 24 jam. Penurunan ini akan bermanfaat pada pusat pelayanan
kesehatan tingkat tersier, rumah sakit daerah, dan fasilitas kesehatan primer di
negara dengan keterbatasan sumber daya. Hal ini akan menurunkan beban
sstem kesehatan dan memberikan ikatan batin ibu-bayi yang kuat. Rerata
MgSO4 yang diberikan adalah 23,2 2,8 gram pada kelompok 12 jam
sedangkan pada kelompok 24 jam ditemukan 34,9 3,2 gram. Pada studi
kolaboratif eklamsia, rerata dosis MgSO4 adalah 38 9,7 gram yang serupa
dengan hasil di studi ini pada kelompok 24 jam. Dosis MgSO4 yang lebih
kecil pada kelompok 12 jam akan melindungi pasien dari risiko toksisitas
MgSO4.
1. Definisi
Eklampsia merupakan keadaan kejang pada wanita hamil, yang
timbul secara tiba tiba, bukan disebabkan karena kelainan neurologis lain.
Eklampsia banyak terjadi pada trimester akhir, dan semakin meningkat
pada saat menjelang perlahiran, dengan disertai adanya tanda tanda
preeklampsia sebelumnya (Anderson E, 2015; ). Tanda tanda
preeklampsia terdiri dari mengalami tekanan darah sistolik >140 mmHg
atau diastolik 90 mmHg (diukur dua kali), kenaikan tekanan darah pada
usia kehamilan >20 minggu, proteinuria 30 mg/hari (dipstik 1+), tanda
tanda tersebut hilang setelah 6 minggu postpartum (Uzan et al, 2011).
2. Faktor Risiko
Faktor Risiko yang dapat meningkatkan kejadian eklampsia adalah
sebagai berikut (Uzan et al, 2011):
a. Mengandung pada usia 35 tahun
b. Kehamilan pertama
c. Memiliki riwayat hipertensi kronik
d. Memiliki riwayat sakit ginjal kronik
e. Memiliki riwayat diabetes
f. Obesitas
g. Ras Afrika
h. Kehamilan kembar atau kehamilan mola
i. Memiliki riwayat preeklampsia sebelumnya
3. Patomekanisme
Kejadian eklampsia pada wanita hamil diawali dengan adanya
preeklampsia. Etiopatologi dari preeklampsia ditimbulkan akibat adanya
pajanan vili korionik yang pertama kali, pajanan vili korionik yang
berlebihan seperti pada kehamilan ganda atau mola hidatidosa, memiliki
penyakit ginjal dan cardivaskular, memiliki riwayat hipertensi dalam
kehamilan. Hal tersebut dapat menyebabkan sejumlah kelainan yang
menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah, vasospasme, transudasi
plasma, dan komplikasi iskemik dan trombolitik (Cuningham, 2012).
Invasi trofoblastik yang abnormal dapat menjadi pemicu terjadinya
preeklampsia yang berlanjut menjadi eklampsia apabila tidak ditangani.
Pada implantasi normal, akibat adanya invasi trofoblas endovaskular
maka arteriola uteri spiralis mengalami remodeling ekstensif, sehingga
pembuluh darah dapat melebar. Namun pada keadaan preeklampsia,
terjadi invasi trofoblastik yang inkomplit, akibatnya lapisan trofoblas
hanya meninvasi bagian pembuluh darah desidua, bagian dalam pembuluh
darah miometrium tidak terinvasi oleh trofoblas, sehingga pembuluh
darah tidak dapat melebar, lumen arteriola yang terlalu sempit akan
menyebabkan gangguan aliran darah plasenta (Cuningham, 2012).
Keadaan yang terjadi saat kehamilan normal adalah vili trofoblas
menginvasi bagian dalam dari miometrium sehingga arteri spiralis
kehilangan lapisan endotelium dan didominasi oleh otot serat. Akibat dari
perubahan tersebut maka resistensi arteri spiral menjadi rendah, kurang
dan tidak sensitif terhadap zat vasokonstriksi. Pada keadaan preeklampsia,
terjadi proses tersebut tidak terjadi, akibatnya terjadi peningkatan
resistensi perifer, sangat sensitif terhadap zat vasokonstriktor, kemudian
akan terjadi iskemik plasenta kronik dan stress oksidatif, adanya iskemik
plasenta kronik akan menyebabkan komplikasi pada janin, seperti Intra
Uterin Growth Retriction (IUGR) atau Intra Uterin Fetal Death (IUFD)
(Uzan et al, 2011).
4. Penegakan Diagnosis
Eklampsia merupakan komplikasi akut dari preeklampsia yang
disertai dengan kejang menyeluruh. Eklampsia sama dengan preeklampsia
dapat terjadi anterpartum, intrapartum dan postpartum. Penderita
preeklampsia yang akan mengalami kejang (Eklampsia), umumnya akan
memberikan gejala gejala atau tanda tanda khas, yang disebut dengan
impending eclampsia. Tanda tanda impending eclampsia terdiri dari tanda
tanda preeklampsia berat disertai dengan gejala gejala subjektif seperti
nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah muntah, nyeri epigastrium,
dan adanya kenaikan tekanan darah yang progresif (Prawirohardjo, 2010).
Diagnosis preeklampsia berat dapat ditegakan apabila terdapat
salah satu atau lebih tanda tanda berikut (Prawirohardjo, 2010):
a. Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110
mmHg
b. Proteinuria masif, >5 gr/24 jam
c. Oliguria, produksi urin <500 cc/24 jam
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma
e. Adanya gangguan visus dan serebral, seperti penurunan kesadaran,
nyeri kepala, nyeri kepala, dan pandangan kabur
f. Nyeri epigastrium, atau nyeri kuadran atas abdomen,
g. Edema paru paru
h. Trombositopenia (trombosit <100.00 sel/mm3), atau adanya penurunan
trombosit dengan begitu cepat
i. Gangguan fungsi hepar, adanya peningkatan AST/ALT
j. Terjadinya Intra Uterin Growth Retriction (IUGR)
B. MgSO4
1. Definisi
MgSO4 (magnesium sulfat/sulfat magnesikus) yang digunakan
untuk terapi preeklamsia dan eklamsia adalah senyawa MgSO4.7H20
yang mengandung 8.12 mEq MgSO4 per 1 gram. MgSO4 (MS) adalah
regimen antikejang dan tokolitik yang dipakai pada wanita hamil. MS
parenteral diekskresi melalui ginjal sehingga intoksikasi MgSO4 sangat
jarang jika glomerular filtration rate (GFR) dalam batas normal atau
hanya sedikit menurun. Jika GFR tidak cukup untuk memprediksi fungsi
ginjal, maka perlu dinilai juga kadar kreatitinin serum (Cunningham et al.,
2014).
1) Flushing
2) Hipotensi
3) Mual muntah
4) Kelemahan otot
5) Sedasi
6) Depresi napas