Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HEPATIS

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT


1. DEFINISI
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Price &
Wilson, 2006).
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel
hati. Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik, dan dapat
menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap (Smeltzer & Bare, 2002).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Diyono,2013)

Jadi, serosis hepatis adalah sekelompok penyakit hati kronik yang


mengakibatkan kerusakan sel hati dan sel tersebut diagntikan oleh jaringan
parut sehingga terjadi penurunan jumlah jaringan hati normal. Peningkatan
jaringan parut tersebut menimbulkan distorsi struktur hati normal, sehingga
terjadi gangguan aliran darah melalui hati dan terjadi gangguan fungsi hati.
2. ETIOLOGI

Penyebab sirosis belum teridentifikasi jelas, meskipun hubungan


antara sirosis dan minum alkhol berlebihan telah ditetapkan dengan baik.
Negara-negara dengan insidensi sirosis tertinggi memiliki konsumsi alcohol
per kapita terbesar. Kecenderungan keluarga dengan predisposisi genetic,
juga hipersensitivitas terhadap alcohol, tampak pada sirosis alkoholik
(McPhee & Ganong, 2010).
Menurut (Kowalak, 2011), sirosis hati dapat terjadi karenan berbagai
macam penyakit. Tipe klinis sirosis berikut ini mencerminkan etiooginya
yang bergam:
a. Penyakit hepatoseluler. Kelompok ini meliputi gangguan berikut :
Sirosis pasca nekrotik terdapat pada 10% hingga 30% pasien sirosis
dan berasal dari berbagai tipe hepatis (seperti hepatis virus tipe A, B,
C, D) atau terjasi karena intoksikasi
Sirosis Laennec yagn juga dinamakan sirosis portal, sirosis
nutrisional, atau sirosis alcoholic merupakan tipe yang paling sering
ditemukan dan terutama disebabkan oleh hepatitis C serta
alkoholisme. Kerusakan hati terjadi karena malnutrisi (khususnya
kekurangan protein dari makanan) dan kebiasaan minum alcohol yang
menahun. Jaringan fibrosis terbentuk di daerah porta dan di sekitar
vena sentralis
Penyakit autoimun, sesperti sarkoidosis atau penyakit usus
inflamatorik, yang kronis dapat menyebabkan sirosis hepatis
b. Penyakit kolestalik. Kelompok ini meliputi penyakit pada percabangan
bilier (sirosis bilier terjadi karena penyakit pada saluran empedu yang
menekan aliran empedu) dan kolangitis sklerosis
c. Penyakit metabolic. Kelompok ini meliputi gangguan seperti penyakit
Wilson, alfa, -antitripsin, dan hemokromatosis (sirosis pigmen)
d. Tipe sirosi lain. Tip sirosis hepatis yang meliputi sindrom Budd-Chiari
(nyeri epigastrium, pembesaran hati, dan asites akibat obstruksi vena
hepatika) sirosis jantung dan sirosis kriptogenik. Sirosis jantung
merupakan penyakit yang langka; kerusakan hai terjadikarena gagal
jantung kanan. Kriptogenik berarti sirosis dengan etiologi yang tidak
diketahui.

3. PATOFISIOLOGI
Sirosis hepatis atau jaringan parut pada hepar dibagi menjadi tiga
jenis yaitu sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), sirosis pasca-
necrotik, dan sirosis bilier.
Sirosis laennec (alkoholik, nutrisi onal) merupakan penyakit yang
ditandai dengan nekrosis yang melibatkan sel-sel hati. Sel-sel hati yang
dihancurkan itu secara berangsur-berangsur digantikan oleh jaringan parut,
sehingga jumlah jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang
masih berfungsi. Faktor utama penyebab sirosis Laennec yaitu konsumsi
minuman beralkohol yang berlebihan sehingga terjadinya perlemakan hati
dan konsekuensi yang ditimbulkannya, namun defisiensi gizi dengan
penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan hati.
Sirosis pasca-nekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada
jaringan hati, yang sebelumnya memiliki riwayat hepatitis virus dan juga
bisa diakibatkan oleh intoksikasi yang pernah diketahui dengan bahan
kimia industri, racun, ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral,
metil dopa arseni dan karbon tetraklorida.
Sirosis biliaris yang paling sering disebabkan oleh obstruksi biliaris
pasca epatik. Statis empedu yang menyebabkan penumpukan empedu di
dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati dan terbentuknya fibrosa di
tepi lobulus. Hati akan membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna
kehijauan akan mengakibatkan ikterus, pruritus dan malabsorpsi.
Pada awalnya hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh
lemak hati akan menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi, nyeri pada abdomen, sedangkan konsentrasi
albumin plasma menurun yang menyebabkan predisposisi untuk terjadinya
edema. Produksi aldesteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi
natrium serta air dan ekskresi kalium. Terjadinya hipertensi portal di
sebabkan adanya peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas
nilai normal yaitu 6 sampai 12 cmH2O. Mekanisme primer penyebab
hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah
melalui hati dan juga terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus.
Tekanan balik pada sistem portal menyebabkan splenomegali dan asites.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intra peritoneal yang
mengandung sedikit protein. Faktor yang menyebabkan terjadinya asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta)
dan penurunan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia.
Perdarahan pada saluran cerna yang paling sering dan paling
berbahaya pada sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang
merupakan penyebab dari sepertinya kematian. Penyebab yang lain
perdarahan pada tukak lambung dan duodenum yang cenderung akibat
masa protombin yang memanjang dan trombositopenia. Perdarahan
saluran cerna merupakan salah satu faktor yang mempercepat terjadinya
ensefalopati hepatik.
Ensefalopati terjadi bila amonia dan zat-zat toksik lain masuk dalam
sirkulasi sistemik. Sumber amonia yang terjadi akibat pemecahan protein
oleh bakteri pada saluran cerna. Ensefalopati hepatik yang ditandai oleh
kekacauan mental, tremor otot, dan flapping tremor yang juga disebut
sebagai asteriksis. Perubahan mental yang terjadi diawali dengan adanya
perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang dapat berlanjut
hingga kematian.
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan
beratnya kerusakan yang terjadi daripada etiologinya. Didapatkan tanda dan
gejala sebagai berikut:
1. Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual,
muntah, dan diare.
2. Demam, berat badan turun, lekas lelah.
3. Asites, hidrotoraks, dan edema.
4. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
5. Hepatomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila
secara klinis didapati adanya demam, ikterus, dan asites. Dimana demam
bukan oleh sebab-sebab lain, dikatakan sirosis dalam keadaan aktif. Hati-
hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
6. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding abdomen
dan toraks, kaput medusa, wasir, dan varises esofagus.
7. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme, yaitu:
a. Impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya rambut aksila, dan
pubis.
b. Amenore, hiperpigmentasi areola mammae.
c. Spider nevi dan eritema, serta hiperpigmentasi. (Mansjoer, 2001; Price
& Wilson, 2006).
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:
1. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang
dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit
yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan
pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba
berbenjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang
kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-
organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati.
Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka
aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal
dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang
kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan
dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan
semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare.
Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.

Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan


menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru
kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen
yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan
distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung
dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan
yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur
dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup
observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari
traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami
hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur
varises pada lambung dan esofagus.
1. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena
hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan
gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat
dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai
sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang
buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan
untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental
dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup
perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu
serta tempat, dan pola bicara.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIGNOSTIK

1. Pemeriksaan Laboratorium:
a. Albumin serum cenderung menurun.
b. Kadar globulin serum meningkat.
c. AST (SGOT) dan ALT (SGPT) meningkat.
d. Amonia serum meningkat.
e. Hb rendah, kolesterol rendah.
f. Pemeriksaan CHE (kolinesterase): Kadar kolinesterase serum dapat
menurun.
g. Glukosa darah meningkat.
h. Defisiensi Vitamin A, B12, C, K, asm folat, dan mungkin besi.
2. Pemeriksaan Diagnostik:
a. USG: terlihat pinggir hati, permukaan, pembesaran, homogenitas,
asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran
saluran empedu.
b. Pemeriksaan pemindai CT, MRI dan pemindai radioisotop hati
memberikan informasi tentang besar hati dan aliran darah hepatih serta
obstruksi aliran tersebut. (Baughman & Hackley, 2000; Smeltzer &
Bare, 2002).

6. PENATALAKSANAAN
a. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan
kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori dan
protein, lemak secukupnya.
b. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :

o Alkohol dan obat-obat lain dianjutkan menghentikan penggunaannya


Alkohol akan mengurangi pemasukan protein kedalam tubuh. Dengan
diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-
90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba
dengan pemberian D. Penicilamine dan Colchicine.
o Hemokromatosis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/terapi kelasi
(desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500 cc
selama setahun.
o Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid
c. Therapi terhadap komplikasi yang timbul
1) Untuk asites
Diberikan diet rendah garam 0,5 gr/hari + total cairan 1,5 lt/hari.
Spironolakton (diuretik bekerja pada tubulus distal) dimulai dengan
dosis awal 4 x 25 mg/hari, dinaikkan sampai total dosis 800 mg sehari,
efek optimal terjadi setelah pemberian 3 hari. Idealnya pengurangan
berat badan dengan pemberian diuretik ini adalah 1 kg/hari. Bila perlu
dikombinasikan dengan furosemid (bekerja pada tubulus proksimal).
2) Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja)
Lakukan pemasangan UB tube untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari saluran sama, disamping melakukan
aspirasi cairan lambung yang berisi darah, untuk mengetahui
apakah perdarahan sudah berhenti/masih berlangsung
Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi
diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian
IVFD dengan pemberian dextrosa/salin dan transfusi darah
secukupnya
Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500 cc cairan DS % atau
salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3x
Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan perdarahan
serius
Dapat dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan endoskopi kalau
ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises
Untuk mencegah rebleeding dapat diberikan propanolol
3) Untuk ensefalopati
Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada
hipokalemia
Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet
sesuai
Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan
pada varises
Klisma untuk mengurangi absorbsi bahan nitrogen
Pemberian :- duphalac 2 x 2 sendok makan
- neomisin per oral untuk sterilisasi usus
- antibiotik campisilin/sefalosporin pada keadaan
infeksi sistemik
Transplantasi hati
4) Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti sefotaksim 29/85 IV amoksisilin,
aminoglikosida
5) Sindrom hepatorenal/refnopati hepatik
Keseimbangan cairan dan garam diatur dengan ketat
Atasi infeksi dengan pemberian antibiotik

7. KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
a. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan
berbahaya pada chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises
esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau
hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang
keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah
bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung
dan tukak duodeni.
b. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat
rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma
hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran
penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma
hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan
fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan
dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma
hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung,
tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi
terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
c. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih
besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada
mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa,
dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan
d. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama
pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang
akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple
e. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi,
termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang
sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis,
bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun
septikemi.
b. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang dipakai,
pekerjaan, penghasilan dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama
o Anoreksia akibat perubahan citarasa terhadap makanan tertentu
o Mual dan mutah akibat respons inflamasi dan efek sistemik
inflamasi hati
o Diare akibat malabsorbsi
o Nyeri tumpul abdomen akibat inflamasi hati
2) Riwayat kesehatan terdahulu
Kemungkinan yang muncul pada riwayat kesehatan terdahulu
pada pasien dengan sirosis hepatis Sebelumnya menderita penyakit
Hepatitis Virus dan Kolangitis.
3) Riwayat penyakit keluarga
Di keluarga pasien ada yang pernah mengidap penyakit sirosis
hepatis, penyakit keturunan seperi DM, Hipertensi, dll.

c. Pemeriksaan sekunder (11 fungsional Gordon)


a) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Menggambarkan persepsi klien, penanganan kesehatan dan
kesejahteraan, Arti sehat dan sakit bagi pasien, Pengetahuan status
kesehatan pasien saat ini, Perlindungan terhadap kesehatan :
kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan, pengobatan yang sudah
dilakukan, Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan.
b) Pola nutrisi
- Mengkaji intake makanan dan cairan klien.
- Mengkaji gambaran komposisi makan.
- Mengkaji nafsu makan, dan factor-faktor yang mempengaruhi
nafsu makan.
- Mangkaji makanan kesukaan, pantangan atau alergi yang ada.
- Mengkaji apakah menggunakan suplemen makanan.
- Mengkaji apakah menggunakan obat diet tertentu.
- Mengkaji perubahan berat badan yang terjadi.
- Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,
kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan,
terjadi distensi abdominal, penurunan bising usus.
- Biasanya klien dengan vertiogo mengalami penurunan nafsu makan
karena terjadinya mual dan muntah, sehingga berat badannya juga
menurun.

c) Eliminasi
- Mengkaji pola miksi yang meliputi: frekuensi, warna, dan bau.
- Apakah ada masalah dalam pengeluaran urine.
- Mengkaji apakah menggunakan alat bantu untuk berkemih.
- Mengkaji pola defekasi yang meliputi: frekuensi, warna,dan
karakteristiknya.
- Apakah menggunakan alat bantu untuk defekasi.
- Mengkaji pengeluaran melalui IWL .
- kaji adanya riwayat ISK kronis; Obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Penurunan haluan urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar saat
BAK.Keinginan/dorongan ingin berkemih terus, oliguria,
henaturia, piuri atau perubahan pola berkemih.

d) Aktivitas/latihan
- Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan
apakah pasien terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas, misalnya
karena penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medula
spinalis.
- klien dengan vertigo akan merasa kesulitan untuk melakukan
aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis serta
merasa mudah lelah, susah beristirahat karena nyeri kepala

e) Tidur dan Istirahat


- Mengkaji pola tidur klien yang meliputi lama waktu tidur, dan
keefektifan.
- Mengkaji apakah mempunyai kebiasaan sebelum tidur.
- Menanyakan apakah mengalami kesulitan dalam tidur.
- Mengkaji kebiasaan jam berapa tidur dan bangun klien.
- Biasanya tidur klien terganggu karena penyakit yang dideritanya.
- Biasanya klien dengan vertigo akan mengalami gangguan istirahat
tidur karena adanya nyeri kepala yang hebat

f) Kognitif dan Persepsi


- Mengkaji kemampuan membaca, menulis dan mendengar klien.
- Menanyakan pada klien atau keluarga apakah mengalami kesulitan
dalam mendengar.
- Mengkaji apakah klien menggunakan alat bantu lihat atau dengar.
- Mengkaji apakah ada keluhan pusing atau sebagainya.

g) Persepsi Diri- Konsep Diri


- Mengkaji bagaimana gambaran diri klien.
- Mengkaji apakah sakit yang ia alami mengubah gambaran diri klien.
- Hal-hal apa saja yang membebani pikiran klien.
- Mengkaji apakah klien sering merasa cemas, depresi, dan takut.
- Biasanya klien merasa cemas dan takut jika penyakitnya tidak bisa
disembuhkan.

h) Peran Hubungan
- Mengkaji pekerjaan klien.
- Apakah hubungan yang dijalin klien dengan rekan kerja, keluarga
dan lingkungan sekitar berjalan dengan baik.
- Apa yang menjadi peran klien dalam keluarga.
- Mengkaji bagaimana penyelesaian konflik dalam keluarga.
- Mengkaji bagaimana keadaan ekomoni klien.
- Apakah dalam lingkungan klien mengikuti kegiatan social.
- Biasanya klien dengan CHF merasa terganggu dalam melaksanaan
tugas dan peran tersebut karena penyakitnya sekarang.

i) Seksualitas dan Reproduksi


- Mengkaji bagaimana hubungan klien dengan pasangan.
- Mengkaji apakah klien menggunakan alat bantu atau alat pelindung
saat melakukan hubungan seks.
- Mengkaji apakah terdapat kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan
seks.
- Biasanya pada wanita, siklus menstruasinya tidak teratur, karena
terjadinya perdarahan.

j) Koping Toleransi Stress


- Mengkaji apa yang menjadi visi klien kedepan.
- Mengkaji apakah klien biasa mendapatkan apa yang diinginkannya.
- Mengkaji sejauh mana klien harus berusaha untuk mendaptkan apa
yang diinginkan.
- Mengkaji bagaimana penanganan klien tentang stress yang mungkin
ia hadapi.

k) Nilai- Kepercayaan
- Mengkaji agama klien.
- Sejauh mana ia taat pada agama yang ia anut.
- Mengkaji sejauh mana agama/ nilai yang ia percayai mempengaruhi
kehidupannya.
- Mengkaji apakah agama atau nilai kepercayaan merupakan hal yang
penting dalam kehidupan klien.
d. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Dikaji mengenai tingkat kesadaran.
Tingkat kesadaran:
Compos mentis
Samnolen
Stupor
Apatis
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu

c) Pemeriksaan head to toe


1. Kepala : bentuk kepala, adanya pembengkakkan atau tidak, adanya
lesi atau tidak, warna rambut, bentuk rambut, bersih atau tidak.
2. Wajah : adanya muka memerah atau tidak, adanya berjerawat dan
berminyak atau tidak.
3. Mata : simetris kiri dan kanan, tidak ada kotoran, Konjungtiva:
Anemis, Sklera ikterik, Pupil Tidak dilatasi (isokor).
4. Hidung : simetris kiri dan kanan, Sekret tidak ada, tidak ada polip,
tidak ada pernafasan cuping hidung.
5. Mulut : Membran mukosa pucat, bibir kering.
6. Telinga: simetris kiri dan kanan,lubang telinga ada, tidak ada
serumen.
7. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis
distensi, tidak ada pemberngkakkan kelenjer getah bening.
8. Thorak
a. Paru paru
Inspeksi : Tidak terlihat retraksi intercosta hidung,
pergerakan dada simetris atau tidak.
Palpasi : adanya terdapat nyeri tekan atau tidak
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Tidak ada suara tambahan

b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4 5
midclavicula
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Irama teratur
9. Abdomen
a. Inspeksi : Tidak simetris, dan edema, striae
b. Palpasi : Nyeri tekan
Palpasi ringan : Ada nyeri tekan pada lumbalis kanan
Palpasi dalam : Pada kuadran kanan atas (RUQ), hati
teraba terjadi hepartomegali, asites
Turgor kulit : kembali 2 detik (dehidrasi ringan)
c. Perkusi : shifting dulness
d. Auskultasi : adanya Bising usus
10. Ekstremitas : adanya keterbatasan dalam beraktivitas atau tidak,
adanya kekakuan, adanya nyeri atau tidak pada seluruh bagian
ekstremitas.
11. Integument : Turgor kulit jelek, kulit kekuningan, terdapat bulu
halus.
12. Genitalia : genetalia lengkap, bersih tidak ada gangguan.
Tidak terpasang kateter, BAK dan BAB lancar.

2. PERUMUSAN DIAGNOSA NANDA, NOC, NIC

No NANDA NOC NIC


1. Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari Nutritional status Nutritional Management
tubuh berhubungan Nutritional status : food and
- Kaji adanya alergi makanan
dengan intake yang fluid - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tidak adekuat Intake menentukan jumlah kalori dan
sekuder terhadap Nutritional status : nutrient nutrisi yang dibutuuhkan pasien
anoreksia intake - Anjurkan pasien untuk
Weight control meningakatkan protein dan vitamin
Criteria hasil c
Adanya peningkatan berat
- Monitor jumlah nutrisi dan
badan sesuai dengan tujuan kandungan kalori
Berat badan ideal sesuai
- Berikan informasi tentang
dengan tinggi badan kebutuhan nutrisi
Mempu mengidentifikasi Nutritional Monitoring
kenutuhan nutrisi - Monitor adanya penurunan berat
Tidak ada tanda-tanda badan
malnutrisi - Monitoring lingkungan selama
Menunjukkan peningkatan makan
fungsi pengecapan dari
- Monitoring kulit kering dan
menelan perubahan pigmentasi
Tidak terjadi penurunan
- Monitor turgor kulit
berat badan yang berarti - Monitor mual dan muntah
2. Kelebihan volume NOC NIC
cairan berhubungan Elekcttrolit and acid base Fluid management
dengan hipertensi balance - Pertahankan catatan intake dan
portal sekunder Fluid balance output yang akurat
terhadap sirosis Hydration - Monitor hasi Hb yang sesuai
hepatis Criteria hasil dengan retensi cairan (BUN, Hmt,
Terbebas dari edema, efusi osmolaritas urin)
anaskara - Monitor status hemodinamik
Bunyi nafas berish, tidak ada termasuk CVP, MAP, PAP,dan
dyspneu/ortopneu PCWP
Terbebas dari distensi vena
- Kaji lokasi dan luas edema
jugularis, refleks
- Monitor status nutrisi
hepatojogular (+) - Kolaborasi pemberian diuretic
Memelihara tekanan vena sesuai intruksi
sentral, tekanan kapiler
- Kolaborasi dokter jika tanda cairan
paru, output jantung dan berlebihan muncul memburuk
vital sign dalam batas Fluid monitoring
normal - Tentukian riwayat jumlah dan tipe
Terbebas dari kelelahan, intake cairan dan eliminasi
kecemasan atau
- Monitor berar badan
kebingungan
Menjelaskan indicator
kelebihan cairan
3 Nyeri akut NOC NIC
berhubungan Pain level Pain management
dengan inflamasi Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara
akut Confort level komperhensif termasuk lokasi,
Criteria hasil karakteristik, durasi, frekuensi,
Mampu mengontrol nyeri kualitas dan factor presipitasi
(tahu penyebab nyeri,
- Observasi reaksi non verbal dari
mampu menggunakan ketidaknyamanan
tehnik nonfarmakologi
- Control lingkungan yang dapat
untuk mengurangi nyeri, mempengaruhi nyeri seperti suhu
mencari bantuan) ruangan, pencahayaan dan
Melaporkan bahwa nyeri kebisingan
berkurang dengan
- Kaji tipe nyeri dan sumber nyeri
menggunakan manajemen untuk menentukan intervensi
nyeri - Ajarkan teknik nonfarmakologi
Mampu mengenali nyeri
- Berikan analgetik untuk
(skala, intensita, frekuensi mengurangi nyeri
dan tanda nyeri) Analgesic administration
Menyatakan rasa nyaman
- Cek instruksi dokter tentang jenis
setelah nyeri berkurang obat, dosisi dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
4 Intoleransi aktivitas NOC NIC
berhubungan Energy conservation Activity terapi
dengan kelelahan Activity tolerance - Kolaborasikan denfan tenaga
Self care : ADLs rehabilitasi medic dalam
Criteria hasil merencakanakan program terapi
Berpartisipasi dalam yang tepat
aktivitas fisik tanpa disertai
- Bentu klien untuk mengidentifikasi
peningaktan tekanan darah, aktivitas yang mempu dilakukan
nadi dan RR - Bantu untuk memilih aktivitas
Mampu melakukan aktivitas konsisten yang sesuai dengan
sehari-dari (ADLs) secara kemampuan fisik, psikologi dan
mandiri social
Tanda-tanda vital normal - Bantu untuk mengidentifikasi
Energy psikomotor aktivitas yang disukai monitor
Level kelemahan respon fisik, emosi, social dan
Mampu berpindah : dengan spiritual
atau tanpa bantuan alat
Status kardipulmunari
adekuat
Sirkulasi status baik
Status respirasi : pertukaran
gas dan ventilasi adekuat
6. Resiko NOC NIC
ketidakseimbangan Fluid balance Fluid Management
elektrolit Hydration - Pertahankan catatan intake dan
berhubungan Nutritional status : food and output yang akurat
dengan fluid - Monitor status hidrasi
peningkatan Intake - Kolaborasikan pemberian cairan
peristaltic usus Criteria hasil IV
Mempertahankan urine,
- Kolaborasikan dengan dokter jika
output sesuai dengan usia tanda cairan berlebihan muncul
dan BB, BJ urine normal, memburuk
HT normal Hypoventilasi management
Tekanan darah, nadi, suhu
- Monitor status cairan termsuk
tubuh dalam batas normal intake dan output
Tidak ada tanda-tanda
- Monitor berat badan
dehidrasi
Elastisitas turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang
berlebihan
DAFTAR PUSTAKA
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mansjoer,A,dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. jilid1 edisi III. Jakarta :
FKUI.
McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2010). Patofisiologi Penyakit : Pengantar
Menuju Kedokteran Klinis. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Price, S. A., Wilson, & Carty, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Wilkinson, Judith.M. 2006.
Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai