PEMBAHASAN
1
2. Osteomyelitis tuberculosis
Timbulnya secara tersembunyi dan cenderung mengenai rongga sendi.
Daerah yang sering kena adalah tulang-tulang panjang dari ekstremitas dan
tulang belakang. Osteomyelitis tuberkulosis dapat menyebabkan
deformitas yang serius (kifosis, skoliosis) berkaitan dengan destruksi dan
perubahan sumbu tulang belakang dari posisi normalnya.
2.1.2 Etiologi
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari
fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi
saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi
ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan
akibat trauma subklinis (tak jelas).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak
(mis. Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung
tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur
terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang
nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang
menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi
kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi
sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani
pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami
nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma
pascaoperasi.
2.1.3 Klasifikasi
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
1. Osteomyelitis Primer : Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui
luka.
2
2. Osteomyelitis Sekunder : Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran
darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas,
genitourinaria furunkel).
Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
a. Steomyelitis akut
1) Nyeri daerah lesi
2) Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
3) Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
4) Pembengkakan lokal
5) Kemerahan
6) Suhu raba hangat
7) Gangguan fungsi
8) Lab = anemia, leukositosis
b. Osteomyelitis kronis
1) Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
2) Gejala-gejala umum tidak ada
3) Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
4) Lab = LED meningkat
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling
sering:
a. Staphylococcus (orang dewasa)
b. Streplococcus (anak-anak)
c. Pneumococcus dan Gonococcus
2.1.4 Insiden
Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian
seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya kasus
ini banyak terjadi laki-laki dengan perbandingan 2 : 1.
2.1.5 Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus,
3
Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten
penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan
pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan
hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4
sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang
sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di
sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk
abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih
sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk
dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses
pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir
keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada
jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum
infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup
pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
4
berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan
pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak,
hangat, nyeri dan nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan
dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat
kurangnya asupan darah.
2.1.8 Pencegahan
Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal
dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak
pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap
lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis
pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang
memadai saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan
5
sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan
insiden infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis.
2.1.9 Penatalaksanaan
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan
dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20
menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi,
Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme
dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu
patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika
intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap
penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi
sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis.
Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk
mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi. Antibiotika yang
paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui
biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat
diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi
antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat
dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi
antibitika dianjurkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen
bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli
bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang
untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal
(saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya
dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
6
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma
dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8
hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan
transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari
jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro
ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan
memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat
dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah
dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan
fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
7
DAFTAR PUSTAKA