Anda di halaman 1dari 8

2.

2 faktor-faktor resiko

Beberapa faktor resiko diabetes yaitu :

1. Orang yang mempunyai orang tua, saudara perempuan dengan


penyakit diabetes (keturunan) merupakan faktor resiko yang
paling umum yang tidak dapat di ubah, artinya dengan memiliki
riwayat diabetes dalam keluarga maka resiko seseorang untuk
terkena penyakit gula darah ini menjadi lebih tinggi jika
dibandingkan dengan orang lain yang tidak memiliki riwayat
kencing manis dalam keluarganya. Namun dengan meningkatnya
resiko yang dimiliki bukan berarti orang tersebut pasti akan
menderita kencing manis, tentunya factor yang satu ini masih
dapat dikendalikan dengan factor pemicu diabetes lainnya.
2. Gaya hidup
3. Obesitas atau kegemukan
4. Umur lebih dari 45 tahun. Beberapa kelompok etnis atau suku
(khususnya Afrika Amerika, penduduk asli Amerika, Asia,
Kepulauan Pasifik, dan Amerika Hispanik).
5. Gestational diabetes atau melahirkan bayi dengan berat badan
lebih dari 9 pound.
6. Tekanan darah tinggi
7. Tingkat trigliserida (molekul lemak) darah yang tinggi
8. Kadar kolesterol darah yang tinggi
9. Orang dengan aktivitas olahraga yang sangat minim Asosiasi
Diabetes Amerika menganjurkan untuk semua orang dewasa yang
berumur di atas 45 tahun sebaiknya diperiksa terhadap
kemungkinan mengidap penyakit diabetes minimal sekali tiap 3
tahun Orang-orang dengan resiko tinggi sebaiknya diperiksa lebih
sering.
https://dokumen.tips/documents/makalah-dm-562d114aedba4.html
2.3 Terapi
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk
mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Namun,
kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan.
Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka
kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang
menjadi semakin berkurang. Untuk itu diperlukan pemantauan kadar gula
darah secara teratur baik dilakukan secara mandiri dengan alat tes kadar
gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di laboratorium terdekat.

Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga


dan diet. Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan
memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan
berolah raga secara teratur. Namun, sebagian besar penderita merasa
kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang teratur.
Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik
(penurun kadar gula darah) per-oral.

Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat
diobati dengan obat oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga
tidak berhasil maka dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum
(oral = mulut) atau menggunakan insulin. Berikut ini pembagian terapi
farmakologi untuk diabetes, yaitu:

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah
secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif
pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid
dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan
cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan
efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi
pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap
insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda
penyerapan glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral
biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh
raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.
Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun
beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat
hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan
baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.
2. Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin
sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya
dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam
lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian.
Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja
dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan
masalah dalam penentuan dosisnya. Insulin disuntikkan dibawah kulit
ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut.
Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki
kecepatan dan lama kerja yang berbeda:
a. Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan
paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula
dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam
dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali
digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan
setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
b. Insulin kerja sedang
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin
isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak
maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.
Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi
kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari
untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
c. Insulin kerja lambat
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah
dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja
selama 28-36 jam. Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan
selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana.

Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:

a. Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya


b. Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan
menyesuaikan dosisnya
c. Aktivitas harian penderita
d. Kecekatan penderita dalam mempelajari dan
e. Memahami penyakitnya, kestabilan kadar gula darah sepanjang
hari dan dari hari ke hari

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari


sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula
darah yang paling minimal. Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan
menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja
sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika
hendak tidur malam. Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan
menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan
malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang


sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis
insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula
darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan
dalam makanan dan olah raga. Beberapa penderita mengalami resistensi
terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang
dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap
insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga
penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.

Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan


dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang
menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam.

Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak


(sehingga kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga
kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara
mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada
pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.

http://medicastore.com/diabetes/terapi_diabetes_mellitus.php
2.4 pencegahan dan pengendalian penyakit

1. Upaya Pencegahan Primer Diabetes Mellitus


a. Latihan Jasmani
Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih
30 menit) memegang peran penting dalam pencegahan primer
terutama pada DM Tipe 2. Orang yang tidak berolah raga
memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar
glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga.
Manfaat latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain:
Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa
darah dan lipid darah
Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut
glukosa
Membantu menurunkan berat badan
Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri
Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular
Laihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
b. Perencanaan Pola Makan
Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci
sukses manajemen DM. Seluruh penderita harus melakukan diet
dengan pembatasan kalori, terlebih untuk penderita dengan kondisi
kegemukan. Menu dan jumlah kalori yang tepat umumnya dihitung
berdasarkan kondisi individu pasien. Perencanaan makan merupakan
salah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai saat ini tidak ada
satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien,
namun ada standar yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat = 60-70 %, Protein =
10-15 %, dan Lemak = 20-25 %. Jumlah asupan kolesterol perhari
disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan lemak berasal dari sumber
asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated
Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan
jasmani.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau
menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes
penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta
penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan
pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa
gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk
mengembangkan atau memperparah penyakit. Memberikan pengobatan
penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk bersifat stabil dan
dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur eritrosit). Kadar
HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka
waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.19 Jadi walaupun pada saat
pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah
makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah
tetap tidak terkontrol dengan baik.
Pengobatan Segera Intervensi fakmakologik ditambahkan jika
sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makanan dan
latihan jasmani. Dalam pengobatan ada 2 macam obat yang diberikan
yaitu pemberian secara oral atau disebut juga Obat Hipoglikemik Oral
(OHO) dan pemberian secara injeksi yaitu insulin. OHO dibagi menjadi 3
golongan yaitu : pemicu sekresi insulin (Sulfonilurea dan Glinid),
penambah sensitivitas terhadap insulin (Metformin dan Tiazolidindion),
penambah absobsi glukosa (penghambat glukosidase alfa). Selain 2
macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi
kombinasi yaitu dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok
OHO jika dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai. Dapat juga menggunakan kombinasi kombinasi OHO dengan
insulin apabila ada kegagalan pemakaian OHO baik tunggal maupun
kombinasi.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan
akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah
perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan
rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan.
Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan
untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai
penyakit makroangiopati. Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang
baik antara pasien pasien dengan dokter mapupun antara dokter ahli
diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya.
Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien
untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam penyuluhan ini yang perlu
disuluhkan mengenai :
a. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik diabetes
b. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
c. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan
memanfaatkan keadaan hidup dengan komplikasi kronik.

2. pengendalian penyakit (Zulfirman Tanjung10 Februari 2016 08:39)

Ada empat pilar pengendalian penyakit diabetes mellitus.

a. Edukasi, pasien harus tahu bahwa penyakit diabetes tidak dapat


disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dan pengendalian harus
dilakukan seumur hidup atau terus-menerus.

b. Makanan dengan mengurangi konsumsi karbohidrat seperti nasi, dan


mengurangi konsumsi gula.

c. Olahraga, diperlukan untuk membakar kadar gula berlebih yang ada


dalam darah.

d. Obat-obatan, bila kadar gula darah telah turun dengan meminum


obat, tetapi harus tetap konsultasi dengan dokter dan mengatur pola
hidup sehat supaya kadar gula darah tetap terkontrol dengan baik.

Ada tiga macam pula cara mencegah diabetes melitus. Pertama, pencegahan
primer, yakni dengan memberikan edukasi kepada masyarakat yang masih
sehat, memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pola makanan
seimbang.

Kedua, pencegahan sekunder, dilakukan kepada masyarakat yang sudah


terkena penyakit diabetes melitus untuk mencegah timbulnya komplikasi. Dengan
cara memotivasi pasien berobat teratur, dan mengontrol kadar gula darah secara
terus-menerus. Di samping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan
keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan
komplikasi.

Ketiga, pencegahan tersier berupa upaya mencegah komplikasi dan kecacatan.


Pencegahan tersier ini terdiri dari tiga tahap, yakni pencegahan komplikasi
diabetes, dengan cara berobat teratur, pola hidup sehat, supaya kadar gula
darah tetap terkontrol. Kemudian mencegah berlanjutnya komplikasi yang lebih
hebat lagi serta mencegah terjadinya kecacatan yang disebabkan kerusakan
organ hebat. Jadi dengan penatalaksanaan yang benar, mengatur pola hidup
sehat, mengontrol kadar gula darah dengan baik, sehingga pasien bisa sehat
dan diharapkan kemungkinan untuk terjadinya komplikasi akan terhindari.

Anda mungkin juga menyukai