Anda di halaman 1dari 77

i

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PEMULIAAN TERNAK

Disusun oleh :

Nama NPM

1. Rizky Nur Faidzan 200110150154

2. Fatmah Nur Anggraini 200110150156

3. Muhammad Fulqi Labib 200110150159

4. Muhammad Izzuddin 200110150295

Kelompok : 6 Kelas : F

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2017

i
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum Pemuliaan Ternak.

Penyusunan laporan praktikum ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pemuliaan Ternak.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Jan Alex Siwi, DES. selaku

dosen mata kuliah Pemulian Ternak, serta berbagai pihak yang telah membantu

dalam menyelesaikan makalah ini. Penyusunan laporan praktikum ini jauh dari

kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun sebagai bahan pembelajaran agar penulis dapat lebih baik lagi.

Sumedang, Juni 2017

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul .......................................................................................... i

Kata Pengantar ........................................................................................... ii

Daftar Isi ..................................................................................................... iii

Praktikum 1 : Analisis Deskripsi Populasi

1. Pendahuluan ...................................................................................... 1

2. Tujuan Praktikum ............................................................................. 2

3. Tinjauan Kepustakaan ...................................................................... 2

4. Metode Praktikum ............................................................................ 6

5. Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 7

6. Kesimpulan ....................................................................................... 11

7. Daftar Pustaka ................................................................................... 12

Praktikum 2 : Pendugaan Nilai Ripitabilitas

1. Pendahuluan .................................................................................... 13

2. Tujuan Praktikum ........................................................................... 13

3. Tinjauan Kepustakaan .................................................................... 13

4. Metode Praktikum ................................................................................ 16

5. Hasil dan Pembahasan .................................................................... 17

6. Kesimpulan ..................................................................................... 20

7. Daftar Pustaka ................................................................................. 21


iv

Praktikum 3 : Pendugaan Nilai Heritabilitas dengan Pola Regresi

1. Pendahuluan .................................................................................... 23

2. Tujuan Praktikum ........................................................................... 24

3. Tinjauan Pustaka ...................................................................................24

4. Metode Praktikum ................................................................................26

5. Hasil dan Pembahasan .................................................................... 27

6. Kesimpulan ..................................................................................... 30

7. Daftar Pustaka ....................................................................................... 31

Praktikum 4 : Pendugaan Nilai Ripitabilitas Pola Half-Sib dengan

Analisis Ragam

1. Pendahuluan .................................................................................... 32

2. Tujuan Praktikum ........................................................................... 32

3. Tinjauan Kepustakaan .................................................................... 32

4. Metode Praktikum .......................................................................... 35

5. Hasil dan Pembahasan .................................................................... 35

6. Kesimpulan ...................................................................................... 39

7. Daftar Pustaka ................................................................................. 40

Praktikum 5 : Renking Ternak Berdasarkan Indeks

1. Pendahuluan .................................................................................... 41

2. Tujuan Praktikum ........................................................................... 42

3. Tinjauan Kepustakaan .................................................................... 42

4. Metode Praktikum .......................................................................... 48

5. Hasil dan Pembahasan .................................................................... 49

6. Kesimpulan ..................................................................................... 51

7. Daftar Pustaka ................................................................................. 52


v

Praktikum 6 : Simulasi Respon Seleksi

1. Pendahuluan .................................................................................... 53

2. Tujuan Praktikum ........................................................................... 54

3. Tinjauan Kepustakaan .................................................................... 54

4. Metode Praktikum .................................................................................58

5. Hasil dan Pembahasan .................................................................... 59

6. Kesimpulan ..................................................................................... 70

7. Daftar Pustaka ................................................................................. 71


1

PRAKTIKUM KE 1

ANALISIS DESKRIPSI POPULASI

1.1 Pendahuluan

Proses kegiatan pemuliaan ternak dimulai dari identifikasi, karakterisasi dan

pengumpulan informasi serta menganalisis secara dekriptif terhadap populasi.

Populasi adalah sekelompok individu dalam satu spesies yang menempati suatu

habitat yang menggunakan sumber daya dengan cara yang sama dan dipengaruhi

oleh faktor-faktor alam.

Populasi ternak pada suatu wilayah merupakan gambaran langsung

keberadaan suatu ternak. Populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu,

masuknya sekelompok spesies ke dalam wilayah tertentu, tingkat kelahiran,

pengeluaran spesies dari wilayah dan tingkat kematian.

Populasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu populasi alamiah yang merupakan

sekelompok individu dalam satu spesies yang menempati wilayah tertentu karena

alasan kimia, yaitu kondisi geografis yang mendukung kecukupan nutrisi dan daya

dukung wilayah untuk perkembangan spesies. Dan populasi buatan yang

merupakan populasi yang sengaja dibuat manusia dengan perlakuan dan lingkungan

yang ditentukan untuk kepenting tertentu, seperti bisnis.

Populasi dasar merupakan populasi yang secara umum belum dilakukan

intervensi atas spesies yang terkandung di dalamnya. Dalam pemuliaan, populasi

dasar perlu dianalisis secara deskriptif menggunakan analisis statistika. Dalam

pemuliaan ternak, kita tidak akan mampu mengenal pengaruh dari gen-gen satu

persatu. Oleh karena itu perhatian dan minat kita tertuju pada genetika dipandang

dari segi populasi, terutama frekuensi gen dengan efek yang diiginkan.
2

1.2 Tujuan Praktikum

1) Untuk mengetahui analisis deskriptif terhadap populasi dasar.

2) Untuk mengetahui data populasi dasar tersebut terdistribusi normal atau tidak.

3) Untuk mengetahui ukuran tedensi pusat atau ukuran pemusatan.

4) Untuk mengetahui ukuran penyebaran untuk menggambarkan keragaman

atau variasi tiap individu terhadap tedensi pusatnya.

5) Untuk mengetahui gambaran keragaman suatu sifat yang diukur dari populasi
dasar.

1.3 Tinjauan Kepustakaan

Populasi ternak dalam suatu wilayah merupakan gambaran langsung

keberadaan suatu ternak (Warwick dkk, 1994). Namun secara umum pandangan

tentang populasi depengaruhi oleh beberapa factor, yaitu factor imigrasi yaitu

masuknya sekelompok spesies kedalam wilayah tertentu, tingkat kelahiran,

pengeluaran spesies dari wilayah dan tingkat kematian.

Populasi dasar merupakan populasi yang secara umum belum dilakukan

intervensi atas spesies yang terkandung didalamnya. (Warwick dkk ,1994).

Populasi alamiah merupakan sekelompok individu dalam satu spesies yang

menempati wilayah tertentu karena alasan alamiah. Sedangkan, populasi buatan

merupakan populasi yang sengaja dibuat manusia dengan perlakuan dan lingkungan

yang ditentukan untuk kepentingan tertentu

Analisis deskriptif adalah merupakan bentuk analisis data penelitian untuk

menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sample. Analisa deskriptif

ini dilakukan dengan pengujian hipotesis deskriptif. Hasil analisisnya adalah

apakah hipotesis penelitian dapat digeneralisasikan atautidak. Statistik deskriptif


3

atau statistic deduktif adalah bagian dari statisticmempelajari cara pengumpulan

data dan penyajian data sehingga mudadipahami. Dengan kata statistic deskriptif

berfungsi menerangkan keadaan,gejala, atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada

statistic deskriptif (jika ada) hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada.

1.3.1 Didasarkan pada ruang lingkup bahasannya statistik deskriptif

mencakup:

1) Distribusi frekuensi beserta bagian-bagiannya seperti :

a. Grafik distibusi (histogram, poligon frekuensi, dan ogif)

b. Ukuran nilai pusat (rata-rata, median, modus, kuartil dan sebagainya)

c. Ukuran dispersi (jangkauan, simpangan rata-rata, variasi, simpangan baku,

dan sebagianya)

d. Kemencengan dan keruncingan kurva.

2) Angka indeks.

3) Times series/deret waktu atau berkala.

4) Korelasi dan regresi sederhana.

1.3.2 Analisis Deskripsi Terhadap Populasi Dasar

Deskriptif terhadap populasi meliputi :

1) Ukuran tendensi pusat atau ukuran pemusatan, merupakan gambaran populasi

yang dalam populasi panmaxima diduga menyebar normal.

a. Nilai maksimum yaitu nilai terbesar dalam data

b. Nilai minimum yaitu nilai terkecil dalam data

c. Rata-rata Hitung
4

Rata-rata ini hanya bisa dihitung untuk data dengan skala pengukuran

paling sedikit interval. Jika ada n data maka rata-rata hitung didefinisikan

sebagai berikut:

Untuk populasi

(Asep Anang,dkk 2012)

2) Ukuran Penyebaran untuk menggambarkan keragaman atau variasi tiap

individu terhadap tendensi pusatnya. Semakin beragam suatu populasi maka

penerapan seleksi smakin efektif. Meliputi :

a. Ragam (S2) untuk Sampel dan 2 untuk populasi

(Asep Anang,dkk 2012)

b. Simpangan Baku

Simpangan baku atau standar deviasi merupakan gambaran nilai

penyimpangan dari tiap individu terhadap rata-ratanya.

(Asep Anang,dkk 2012)

c. Koefisien Keragaman
5

Koefisien keragaman atau koefisien variasi. Merupakan gambaran

keragaman suatu sifat yang diukur, digunakan untuk membandingkan

sifat-sifat yang diukur dengan satuan yang berbeda. Koefisien keragaman

lebih mudah dihitung sebagai presentase dari rata-rata.

(Asep Anang,dkk 2012)

3) Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi adalah nilai yang menunjukan kuat/ tidaknya hubungan

linier antar dua variabel. Koefisien korelasi biasa dilambangkan dengan huruf

r dimana nilai r dapat bervariasi dari -1 sampai +1. nilai r yang mendekati -1

atau +1 menunjukan hubungan yang kuat antara dua variabel tersebut dan

nilai r yang mendekati 0 mengindikasikan lemahnya hubungan antara dua

variabel tersebut.

(Sarwono, 2006)

4) Koefisien Regresi

Dalam garis besarnya analisis statistic perlu dilakukan karena asalan sebagai

berikut :

1. Adanya variasi atau perbedaan di antara populasi dan sample yang

dipelajari.
6

2. Data yang dibutuhkan atau yang ada tidak sempurna.

3. Tak mungkin dan tak efisien untuk mengumpulkan data dalam jumlah

besar dengan harapan dapat menarik kesimpulan bebas dari kesalahan.

4. Statistic merupakan cara yang rasional dan cocok untuk membuat

kesimpulan-kesimpulan secara deduktif.

Deskripsi populasi menyangkut sifat-sifat kuantitatif yang dalam populasi

panmixia diduga menyebar normal, seperti berat lahir anak domba, nilai pemulian

untuk karakteristik berat sapihan domba, tinggi dan berat sapi potong umur tertentu,

data produksi harian per laktasi kelompok sapi perah dan lain-lain.

1.3.3 Ciri Populasi Efektif Untuk Tindakan Seleksi

Populasi secara deskriptif analisis menmiliki gambaran untuk dapat

dilakukan seleksi secara efektif apabila memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:

1) Data terdistribusi normal, sifat distribusi normal antara lain

a. Nilai mean=modus=median atau mendekati

b. Grafiknya simetris terhadap x = (Asep Anang, dkk 2012)

c. Modus tercapai pada = 0,3989(Asep Anang, dkk 2012)

2) Ragam besar

3) Rentang data dari rata-rata besar

4) Koefisien keragaman besar (biasanya diatas 10% data sudah tidak seragam)

1.4 Metode Praktikum

1) Setiap kelompok mendapatkan satu set data. Tentukan nilai minimum, nilai

maksimum, rata-rata, ragam, peragam, standard deviasi, koefisien variasi,

koefisien korelasi, koefisien regresi.


7

2) Membuat kesimpulan dari hasil analisis

3) Menulis laporan sementara dalam kertas folio


8

1.5 Hasil dan Pembahasan

1.5.1 Hasil Pengamatan

Tinggi pundak Lingkar dada


No (x-)(y-) (x-)2 (y-)2
(cm) (x) (cm) (y)

1 216,0 339,2 111,23 39,94 309,76

2 206,4 312,0 31,48 10,75 92,16

3 211,2 324,8 4,86 2,31 10,24

4 209,6 320,0 0,12 0,0064 2,56

5 208,0 328,0 -10,75 2,82 40,96


6 206,4 310,4 36,73 10,75 125,44

7 200,0 312,0 92,92 93,70 92,16

8 208,0 310,4 18,81 2,82 125,44

9 216,0 331,2 60,67 39,94 92,16

10 214,4 328,0 30,20 22,27 40,96

Jumlah 2096,8 3216,0 376,27 225,30 931,84

Rata-
209,68 321,60 37,627 22,53 93,184
rata

Parameter X Y

n: 10 10

Minimum 200,0 310,4

Maksimum 216,0 339,2

Ragam Sampel 25,03 103,5

Rata-rata 209,68 321,60

Standar Deviasi 5,002 10,173


9

41,80
Peragam

Korelasi 0,82

Regresi 1,67

1.5.2 Pembahasan

Untuk mengetahui beberapa nilai maka dilakukan beberapa perhitungan.

Diketahui tinggi pundak dan lingkar dada 10 ekor sapi sebagai sampel dari suatu

populasi. Pertama diperoleh data maksimum dan minimum, nilai maksimum dari

tinggi pundak sebesar 216,0 cm dan nilai terkecil 200,0 cm, sedangkan nilai

maksimum dan minimum dari lingkar dada masing-masing adalah 339,2 dan 310,4

cm.

Kedua, mencari rataan tinggi pundak dan lingkar dada sapi dari sampel

tersebut. Diperoleh data rata-rataa tinggi pundak sebesar 209,68 cm dan rata-rata

lingkar dada 321,60 cm. Hasil tersebut didapat dengan menggunakan rumus :

Nilai rataan tinggi pundak adalah


2096,8
= = 209,68 cm
10

dan nilai rataan lingkar dada adalah


3216.0
= = 321,60 cm
10

Ketiga, untuk mengetahui keragaman data dari suatu populasi dilakukan

perhitungan ragam. Dengan menggunakan rumus :


10

( )
2 =
1

Diperoleh nilai ragam tinggi pundak adalah


225,3
2 = 25,03
9

dan nilai ragam lingkar dada adalah


931,84
2 = 103,5
9

Keempat adalah menghitung standard deviasi atau simpangan baku untuk

mengetahui gambaran nilai penyimpangan dari tiap individu terhadap rata-rata.

Nilai standard deviasi ini merupakan akar dari ragam, sehingga dengan

menggunakan rumus :

= 2

Nilai standard deviasi untuk tinggi pundak adalah

= 25,03 = 5,002

Dan nilai standard deviasi untuk lingkar dada adalah

= 103,5 = 10,173

Kelima, melakukan analisis peragam untuk mengetahui variasi dari kovarian-

kovarian parameter yang diukur. Analisis peragam ini menggunakan kedua nilai

tinggi pundak dan lingkar dada, dengan menggunakan rumus :

( )( )
(, ) =
1

Diperoleh nilai peragam sebesar


376,27
(, ) = = 41,80
9
11

Kemudian menghitung koefisien variasi gambaran keragaman dengan satuan

persen. Dengan menggunakan rumus :


= 100%

Diperoleh koefisien variasi tinggi pundak adalah

25,03
= 100% = 11,93%
209,68

Dan koefisien variasi lingkar dada adalah

103,5
= 100% = 32,24%
321,0

Selanjutnya adalah menghitung koefisien korelasi untuk mengetahui

kekuatan hubungan linear antara tinggi pundak dan lingkar dada. Dengan

menggunakan rumus :
(, )
=

Maka didapat nilai koefisien korelasi tinggi pundak dan lingkar dada adalah sebesar
41,80
= = 0,82
(5,002) (10,173)

Berdasarkan hasil perhitungan hubungan antara tinggi pundak dan lingkar dada

kuat karena nilainya mendekati +1.

Terakhir adalah menghitung koefisien regresi tinggi pundak dan lingkar dada

dengan menggunakan rumus :

(, )
=
2

Maka diperoleh nilai koefisien regresi tinggi pundak sebesar

41,80
= = 1,67
25,03
12

KESIMPULAN

Dari data hasil penghitungan pada saat praktikum, didapatkan hasil penghitungan

sebagai berikut :

1) Nilai maksimum dan minimum tinggi pundak 216,0 dan 200,0 cm, sedangkan

lingkar dada yaitu 339,2 dan 310,4 cm.

2) Rata-rata tinggi pundak 209,68 cm dan lingkar dada 321,60 cm

3) Ragam sampel tinggi pundak pada sampel tersebut adalah 25,03 sedangkan

ragam sampel lingkar dada adalah 103,5. Lingkar dada lebih bervariasi

dibandingkan tinggi pundak

4) Standard deviasi dari tinggi pundak adalah 5,002 cm dan lingkar dada

10,173 cm

5) Nilai peragam tinggi pundak dan lingkar dada adalah 41,80

6) Koefisien variasi masing-masing tinggi pundak dan lingkar dada adalah

11,93% dan 32,24%

7) Koefisien korelasi tinggi pundak dan lingkar dada adalah 0,82. Artinya

hubungan antara tinggi pundak dan lingkar dada adalah kuat

8) Koefisien regresi tinggi pundak dan lingkar dada masing-masing adalah

1,67.
13
14

DAFTAR PUSTAKA

Anang, Asep. 2012. Dasar Statistika Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas

Padjadjaran, Bandung.

E. J. Warwick, dkk. 1987. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha

Ilmu, Yogyakarta
15

II

PRAKTIKUM KE 2

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS

2.1 Pendahuluan

Peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan melalui perbaikan mutu

pakan dan program pemuliaan melalui seleksi dan persilangan. Perbaikan mutu

pakan dan manajemen dapat meningkatkan produktivitas, tapi tidak

meningkatkan mutu genetik Perbaikan tersebut sering kali bersifat sementara

dan tidak diwariskan pada turunannya. Perkawinan silang dapat meningkatkan

produktivitas dan mutu genetik, namun membutuhkan biaya besar dan harus

dilakukan secara bijak dan terarah, karena dapat mengancam kemurniaan ternak

asli. Perbaikan mutu genetik biasanya bersifat permanen dan dapat diwariskan

dari generasi ke generasi berikutnya.

Ripitabilitas atau daya ulang, merupakan suatu konsep dasar untuk

mengetahui daya ulang terhadap sifat-sifat yang muncul beberapa kali selama

hidup dari ternak, misalnya seperti produksi susu, produksi telur, tebal kerabang

telur, berat telur, produksi wol, jumlah anak sekelahiran, jarak beranak, bobot

lahir, bobot sapih, dan sebagainya

2.2 Tujuan Praktikum

Guna menduga nilai ripitabilitas dan standar error produksi susu Test day dari

8 ekor sapi betina FH.

2.3 Tinjauan Kepustakaan

Ripitabilitas merupakan korelasi penotipik pada waktu yang berbeda dari

individuindividu dan dapat digunakan untuk mengestimasi penotipik yang sama


16

dari individu dalam kelompoknya pada masa yang akan datang. Jika nilai

ripitabilitas tinggi dalam suatu sifat, menandakan individu-individu cenderung

untuk mengulangi penotipik yang serupa dari sifat tersebut pada periode berikutnya

(Hardjosubroto, 1994).

Konsep ripitabilitas hampir sama dengan konsep korelasi fenotip, dalam

analisis statistik adalah bentuk korelasi antar catatan (Dalton, 1980). Bedannya

dengan korelasi merupakan hubungan dengan keeratan dalam sifat yang sama

ataupun sifat yang berlainan. Sedangkan ripitabilitas dikatakan bagaimana seekor

hewan akan mengulang sifat yang sama selama hidupnya. Dua konteks ini hampir

sama, demikian pula kadang-kadang ripitabilitas sering diasumsikan sama dengan

heritabilitas, padahal heritabilitas merupakan kemampuan bagaimana suatu sifat

akan diturunkan terhadap generasi yang akan datang.

Ripitabilitas atau repeatability berasal dari kata repeat yang berarti

pengulangan dan ability yang berarti kemampuan. Dengan demikian ripitabilitas

berarti kemampuan seekor individu atau kelompok ternak untuk mengulang

produksi selama hidupnya, atau merupakan sebuah ukuran kekuatan hubungan

antara ukuran yang berulang-ulang suatu sifat dalam populasi (Rice. dkk, 1957).

Menurut Warwick, dkk. (1990), ripitabilitas merupakan bagian dari ragam

total suatu populasi yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan antar individu yang

bersifat permanen. Oleh karena itu, ripitabilitas meliputi semua pengaruh genetik

ditambah dengan pengaruh lingkungan yang bersifat permanen. Pengaruh

lingkungan permanen adalah semua pengaruh yang bukan bersifat genetik tetapi

berpengaruh terhadap produktivitas seekor hewan selama hidupnya.

Menurut Hardjosubroto (1994), setiap hasil kerjasama antara faktor genetik

dan lingkungan akan tercermin pada setiap hasil pengamatan produksi. Apabila
17

pengamatan dilakukan berulang kali maka hasil pengamatan pada lingkungan

pertama berbeda terhadap hasil pengamatan pada lingkungan kedua. Demikian pula

dengan pengamatan pada lingkungan kedua tidak sama dengan lingkungan

berikutnya. Lebih lanjut Hardjosubroto (1994) menjelaskan bahwa sifat dengan

nilai ripitabilitas tinggi menunjukkan kecenderungan dari hewan-hewan yang

memunyai kinerja yang tinggi pada suatu sifat yang diukur pada tahap awal

hidupnya atau memunyai nilai lebih tinggi daripada rata-rata dalam pengukuran

berikutnya dari sifat yang sama atau sebaliknya.

Ripitabilitas merupakan suatu pengukuran kesamaan antara pengukuran suatu

sifat yang diukur berkali-kali pada ternak yang sama selama ternak tersebut hidup

(Noor, 2010). Menurut Mc Dowell (1972) menyatakan bahwa ripitabilitas adalah

suatu fraksi dari ragam penotifik yang disebabkan oleh adanya perbedaan yang

tetapdari individu-individu. Besarnya nilai ripitabilitas berkisar antara 0 dan 1 dan

selalu lebih besar atau sama dengan nilai heritabilitas karena nilai ripitabilitas

dipengaruhi oleh lingkungan permanen (r h2).

Secara statistik ripitabilitas merupakan korelasi atau kemiripan antara catatan,

atau ripitabilitas merupakan bagian dari ragam fenotip yang disebabkan oleh

perbedaan antar individu yang bersifat permanen. Oleh sebab itu, ripitabilitas

meliputi semua pengaruh genetic ditambah pengaruh factor lingkungan permanen.

Lingkungan permanen adalah semua pengaruh yang bukan bersifat genetik tetapi

mempengaruhi produktivitas seekor hewan selama hidupnya (Rice. dkk, 1957).

Setiap hasil pengamatan produksi menggambarkan hasil kerja sama antara

faktor genetik dan faktor lingkungan. Apabila pengamatan dilakukan berulang kali

maka hasil pengamata npada lingkungan yang pertama akan berbeda dengan

lingkungan ke dua dan lingkungan pada pengamatan kedua tidak samadengan


18

lingkungan pada pengamatan berikutnya. Sejauh mana hubungan antara produksi

pertama dengan produksi yang berikutnya pada individu tersebut inilah yang

disebut angka pengulangan (ripitabilitas) (Warwick. dkk, 1979).

Konsep ripitabilitas (r) digunakan untuk mempelajari bagian ragam total

suatu sifat pada suatu populasi yang disebabkan oleh keragaman antar individu

yang bersifat permanen pada periode produksi yang berbeda (Kurnianto, 2009).

Menurut Dakhlan dan Sulastri (2002), nilai ripitabilitas berguna dalam analisis

pendugaan angka pewarisan yang dihitung berdasarkan rerata beberapa kali

pencatatan dibandingkan dengan pendugaan yang hanya dikerjakan dengan satu

kali pencatatan saja. Nilai ripitabilitas dapat diestimasi dengan menggunakan dua

metode yaitu:

1. korelasi antar kelas (interclass correlation), apabila hanya ada dua ukuran

atau catatan pada setiap individu;

2. korelasi dalam kelas (intraclass correlation), apabila ada lebih dari dua

pengukuran tiap individu. Korelasi dalam kelas merupakan ukuran korelasi

keseluruhan antara semua pasangan yang dimungkinkan. Korelasi ini sama

dengan rata-rata kemungkinan korelasi antar-kelas (Warwick, dkk., 1990).

Menurut Hardjosubroto (1994), nilai ripitabilitas dapat digolongkan menjadi

tiga kategori yaitu rendah apabila nilainya 0,00--0,20; sedang apabila nilainya 0,20-

-0,40; tinggi apabila nilainya lebih dari 0,4.

2.4 Metode Praktikum

Metode simulasi dengan data-data yang ada kemudian diolah menjadi

gambaran umum kondisi suatu peternakan sebenarnya. Analisis ripitabilitas

menggunakan model analisis statistik.


19

2.5 Hasil dan Pembahasan

2.5.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil 3 kali pencatatan produksi susu sapi FH

Sapi
Catatan Total
1 2 3 4 5 6 7 8

1 13.36 13.02 13.02 12.36 12.02 12.02 11.35 10.69

2 13.36 14.36 14.69 12.69 13.02 12.02 12.69 12.02

3 14.03 14.03 13.02 13.02 13.36 12.02 12.36 12.36

40.75 41.41 40.73 38.07 38.40 36.06 36.40 35.07 306.89

x2 553.82 572.56 554.83 483.31 492.49 433.44 442.62 411.51 3944.58

n = 8; K = 3; N = 24
()2 (306.89)2 94181,47
1. FK = = = = 3924.22
24 24

2. JK Total = Total x2 FK = 3944.58 3924.22 = 20.36


()2
3. JKW = - FK

(40.75)2 (41.41)2 (35.07)2
=( + ++ ) 3924.22
3 3 3

= 3937.75 3924.22 = 13.53

4. JKE = JK Total JKW

= 20.36 13.53 = 6.83

Tabel 2. Sidik Ragam

Sumber
db JK KT Komponen
Keragaman

Antar Individu (W) 7 13.53 1.9328 = 2 + k


2

Dalam Individu (E) 16 6.83 0.4268 = 2

Total 23 20.36
20

5. 2 = 0.4268
2 2 1.93280.4268
6. = = = 0.502
3
2
0.502
7. r = 2 + 2 = = 0.5404
0.502 + 0.4268
2(1)2 [1+(1)] 2(10.5404)2 [1+(31)0.5404]
8. S.E(r) = = = 0.1445
(1)(1) 3(31)(81)

2.5.2 Pembahasan

Pendugaan ripitabilitas mengacu pada keterampilan sifat yang sama pada waktu

yang berbeda dalam masa hidup dari individu yang sama. Perbandingan yang

dilakukan adalah produksi susu sapi betina Fries Holland dengan jumlah delapan

ekor untuk diambil susunya sebanyak tiga kali. Perbedaan data antar sapi FH

tersebut diduga merupakan dampak dari seleksi yang dilakukan. Menurut Rice dkk,

(1957) ripitabilitas berarti kemampuan seekor individu atau kelompok ternak untuk

mengulang produksi selama hidupnya atau ripitabilitas merupakan sebuah ukuran

kekuatan hubungan antara ukuran yang berulang-ulang suatu sifat dalam populasi.

Jadi, ripitabilitas digunakan dalam seleksi untuk performan yang akan dating dari

individu yang sama.

Menurut Warwick (1990), nilai ripitabilitas dapat diestimasi dengan

menggunakan dua metode, yaitu korelasi antar kelas, apabila hanya ada dua ukuran

atau catatan pada setiap individu, dan korelasi dalam kelas, apabila ada lebih dari

dua pengukuran tiap individu. Jadi, jika dilihat dari tabel data ini bisa disimpulkan

nilai ripitabilitas ditentukan dengan metode korelasi dalam kelas (intraclass

correlation), karena dilakukan tiga kali pencatatan tiap individu atau lebih dari dua

kali pencatatan tiap individunya. Cara perhitungannya dengan menggunakan

analisis ragam.
21

Besarnya nilai ripitabilitas berkisar antara 0 sampai 1 dan selalu lebih besar atau

sama dengan nilai heretabilitas karena nilai ripitabilitas dipengaruhi oleh

lingkungan permanen (r h). Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai

ripitabilitas yang diperoleh adalah 0.5404 dan standar errornya 0.1445. Hal ini

menunjukan bahwa sebesar 54% produksi susu saat ini dapat diulang pada produksi

susu laktasi berikutnya atau suatu sifat mempunyai peluang besar untuk selalu

diulang pada periode produksi berikutnya. Pencatatan produksi susu ini termasuk

ke dalam kategori tinggi. Sesuai dengan pernyataan Noor (2010), bahwa dugaan

nilai ripitabilitas terbagi ke dalam 3 kategori, yaitu 0,0-0,2 (rendah), 0,2-0,4

(sedang, dan , < 0,4 (tinggi).

Ternyata nilai ripitabilitas pada pencatatan ini lebih besar jika dibandingkan

dengan beberapa hasil penelitian di Indonesia, seperti yang dilaporkan oleh

Novienara (2015) dalam penelitian yang dilakukan di BPT-HMT Baturadden

mendapatkan nilai ripitabilitas sebesar 0,40; Risma Prayulistiana (2013) di dalam

Morristina K.S.P (2017) di PT. Naksatra Kejora Rawaseneng Temanggung sebesar

0,40; serta Hera Prahanisa (2011) di dalam Morristina K.S.P (2017) dalam

penelitiannya yang dilakukan di PT. Taurus Diary Farm Sukabumi mendapatkan

nilai ripitabilitas sebesar 0,15.

Terdapatnya perbedaan nilai ripitabilitas produksi susu sapi betina FH dapat

disebabkan oleh kondisi peternakan yang berbeda, perbedaan jumlah catatan,

metode yang digunakan, tatalaksana serta waktu dan tempat penelitian yang

berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Aditya dkk, (2015) yang menyatakan

bahwa peningkatan nilai ripitabilitas diduga disebabkan oleh tingginya keragaman

genetik dan keragaman lingkungan permanen sehingga menutupi keragaman

lingkungan temporer.
22

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pencatatan produksi susu sapi betina FH didapatkan nilai

ripitabilitas sebesar 0.5404 dan nilai standar errornya sebesar 0.1445.

Tinggi atau rendahnya nilai ripitabilitas pada suatu ternak dapat dipengaruhi

oleh kondisi peternakan yang berbeda, perbedaan jumlah catatan, metode

yang digunakan, tatalaksana serta waktu dan tempat penelitian yang

berbeda, tingginya keragaman genetik dan keragaman lingkungan

permanen sehingga menutupi keragaman lingkungan temporer.


23

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, F., Sulastri, dan Novirzal. 2015. Pendeugaan Nilai MPPA Produksi

Susu Antara Sapi Perah Friesian Holstein dan Peranakan Friesian

Holstein di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan

Pakan Ternak Baturadden Purwokerto. Jurnal Ilmiah Peternakan

Terpadu Vol. 3 (1): 93-97, Feb 2015

Dakhlan, A. dan Sulastri. 2002. Dasar Pemuliaan Ternak. Buku Ajar. Jurusan

Peternakan, Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar


Lampung

Dalton, C. 1980. An Introduction to Practical Animal Breeding.

English Language Book Society, Longman.

Hardjosubroto, W. 1994. AplikasiPemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta:

Grasindo.

Kurnianto, Edy. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha ilmu. Yogyakarta.

Mc Dowell, R. E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm

Climates. W.H. Freeman and Company, San Fransisco

Morristiana, K, S, P., H. Indijani, D. S. Tasripin. 2017. Pendugaan Nilai

Ripitabilitas dan Daya Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Fries

Holland di PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS). Jurnal

Peternakan Universitas Padjadjaran

Noor, R. R. 2010. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Novienara, D., A. Anang., dan H. Indrijani. 2015. Ripitabilitas dan MPPA

Produksi susu 305 Hari Sapi Perah Friesian Holstein (FH) yang

Dihasilkan dari Keturunan Pejantan Impor di BPPTU HPT Baturadden.

Jurnal Peternakan Universitas Padjadjaran


24

Rice, V.A., F.N. Andrews, E.J Warwick and J.E. Legates. 1957. Breeding and

Improvement of Farm Animals. McGrow-Hill Book Company Inc.

Kogakusha Company, Ltd. Tokyo.

Warwick, E.J., J. Everett, and J.E. Legates. 1979. Breeding and Improvement

of Farm Animals. 7th Ed. McGraw-Hill Book Co., New York.

Warwick, E.J., and Legates. 1990. Breeding and Improvement of Animal. TMH

Ed. Tata Mc Graw Hill Publishing Company Ltd. New Delhi.


25

III

PRAKTIKUM KE 3

PENDUGAAN NILAI HERETABILITAS DENGAN POLA REGRESI

3.1 Latar Belakang

Heritabilitas adalah angka keturunan yaitu seberapa besar tetua

dapatmenurunkan gennya kepada keturunannya yang mempunyai kesamaan

sifat.Menurut warwick heritabilitas adalah istilah yang digunakan

untukmenunjukan bagian dari keragaman total (yang diukur dengan ragam)

darisuatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik Terdapat dua

pengertianheritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan tetapi yang

digunakansecara umum adalah heritabilitas dalam arti sempit.

Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendapatkan ternak yang bermutu.

Salah satunya yaitu dengan menurunkan ataupun mewariskan sifat yang baik dari

suatu induk ternak adalah hal yang berkelanjutan. Dalam populasi ternak yang

besar, tidak menutup kemungkinan akan mengalami kesulitan. Maka dari itu, untuk

memudahkan dapat dilakukan perkawinan secara acak atau dapat disebut juga

random, akan tetapi sebelum dilakukan kawin acak (random) suatu ternak yang

akan dikawinkan atau induknya harus memiliki kualitas yang baik dan memiliki

produktifitas yang tinggi. Karena hal inilah yang akan diturunkan induk terhadap

keturunannya, apabila tetua dari ternak tersebut memiliki kualitas yang baik maka

itu akan diturunkan terhadap anak atau keturunanya. Dan untuk dapat mengetahui

kemampuan suatu induk atau tetua yang memiliki kualitas dan produktifitas yang

baik, maka harus ada suatu ilmu yang mempelajarinya. Yaitu salah satunya adalah
26

heritabilitas (suatu tolak ukur yang digunakan dalam suatu seleksi untuk

mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat kepada

keturunanya).

Prinsip dasar dalam menduga nilai heritabilitas ada beberapa cara utama (

Johnson and Rendel, 1966 ) :

1. Etimilasi nilai heritabilitas dapat dianalisis dari ragam suatu populasi

yangisogen( ragam yang sama ),dibandingkan dengan ragam populasi umum

2. Melalui seleksi dalam populasi bila dilakukan suatu seleksi makafrekuaensi

gennya akan berubah dan perubahan frekuansi gen inilah yangdiduga sebagai

kemampuan genetic yang diperoleh dari tetuanya.

Melalui perhitungan korelasi dan regresi dari induk atau orang tua

dengananaknya.Cara ini merupakan paling akurat, karena dianalisis

berdasarkankekerabatannya secara genetik.

3.2 Tujuan Praktikum

Mengukur berapa besar variasi gen aditif suatu sifat yang diturunkan dari

tetua terhadap anaknya dengan pola regresi.

3.3 Tinjauan Pustaka

Heritabilitas merupakan suatu tolok ukur yang digunakan dalam suatu seleksi,

yaitu untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat

kepada keturunnya. Menurut Warwick, dkk (1983) heritabilitas adalah istilah yang

digunakan untuk menunjukan bagian dari keragaman total (yang diukur dengan

ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Secara statistik
27

merupakan reaksi observased fenotipik variance, yang disebabkan perbedaan

hereditas diantara gen dan kombinasi gen genotipe individu-individu sebagai suatu

unit.

Ada dua pengertian heritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan

tetapi yang digunakan secara umum adalah heritabilitas dalam arti sempit. Dalam

arti luas dan dalam arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara unu adalah dalam

arti sempit. Heritabilitas dalam arti luas adalah total atau penjumlahan antara ragam

genetic, dominantt dan epistasis dibagi dengan total atau penjumlahan antara ragam

genetic, dominan, epistasis, dan lingkungan. Sedangkan heritabilitas dalam arti

sempit yaitu : Ragam genetic per total atau penjumlahan antara ragam genetic,

dominant, epistasis, dan lingkungan.

Secara sederhana, heritabilitas dari sesuatu karakter dapat didefinisikan

sebagai suatu perbandingan antara besaran ragam genotipe terhadap besaran total

ragam fenotip dari suatu karakter. Nilai perbandingan tersebut diberi simbol h2, dan

besarnya ialah: dimana G2 merupakan total ragam genotipe, dan E2 adalah total

ragam lingkungan.

Keragaman yang teramati pada sesuatu sifat harus dapat dibedakan apakah

disebabkan oleh faktor keturunan atau faktor-faktor lingkungan. Sehingga

diperlukan suatu pernyataan yang bersifat kuantitatif antara peranan faktor

keturunan relatif terhadap faktor-faktor lingkungan dalam memberikan penampilan

akhir atau fenotipe yang kita amati. Heritabilitas yang demikian, kita sebut sebagai

heritabilitas dalam arti sempit, yang besarnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
28

dimana A2 adalah ragam genetik-aditif, sedangkan G2 merupakan total ragam

genotipe, dan E2 adalah total ragam lingkungan. Besar kecilnya nilai heritabilitas

(h2), berkisar antara 0 sampai 1,0. heritabilitas untuk sifat yang ekstrim jarang

diperoleh untuk sifat kuantitatif ternak. Nilai heritabilitas sama dengan nol artinya

semua keragaman sifat ditentukan oleh pengaruh lingkungan, sedangkan nilai

heritabilitas sama dengan satu berarti semua keragaman sifat ditentukan oleh faktor

genetik. Sehingga untuk kedua nilai ekstrim tersebut tidak mungkin, karena setiap

individu ternak akan memperoleh pengaruh genetik dan lingkungan.

Dalam menaksir nilai heritabilitas kadang-kadang diperoleh nilai negatif atau

nilai yang lebih dari satu, penaksiran ini secara genetik tidak mungkin. Kelainan

tersebut secara statistik dapat disebabkan karena :

a. keragaman lingkungan yang berbeda dari data yang dianalisis,

b. kesalahan pengambilan contoh,

c. jumlah sampel yang kecil,

d. ketidak seimbangan data jika menggunakan analisis jumlah anak pejantan

atau induk,

e. keragaman data yang terlalu ekstrim atau metode statistik yang tidak tepat.

3.4 Metode Praktikum

1) Setiap kelompok mendapatkan satu set data. Menentukan nilai heritabilitas

dengan menggunakan analisis heritablitas dan pola regresi.

2) Membuat kesimpulan dari hasil analisis

3) Menulis laporan sementara dalam kertas folio


29

3.5 Hasil dan Pembahasan

3.5.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Peforma Produksi Susu Test Day dan Bapak

4 No. Bapak (X) Anak (Y) (X-X)2

1 14.95 22.64 48.30

2 18.24 24.46 13.39

3 19.73 24.29 4.70

4 19.78 26.13 4.49


5 20.35 26.87 2.40

6 20.85 25.88 1.10

7 21.25 25.88 0.42

8 21.90 25.51 0

9 21.95 24.73 0.0025

10 22.27 25.63 0.13

11 23.69 25.41 3.20

12 23.71 26.82 3.27

13 23.91 23.99 4.04

14 24.36 24.29 6.05

15 24.76 27.62 8.17

16 24.81 25.90 8.46

17 25.88 25.75 15.84


372.38 431.8 123.96

Rata-Rata 21.90 25.4 7.29

Nilai Heritabilitas dengan Pola Regresi


30

h2= 2Cov (X,Y) x = 2x (1,56831) 7,29575 = 0,43

4.1.1 Pembahasan

Jadi, didapatkan dugaan nilai heritabilitas yang diseleksi yaitu pendugaan

nilai heritabilitas dengan pola regresi, dalam pengukuran performa produksi susu

Test Day anak dan induknya sebesar 0,43. Ini sesuai dengan literatur bahwa besar

kecilnya nilai heritabilitas (h2), berkisar antara 0 sampai 1,0. Heritabilitas

menunjukkan bagian atau persentase dari keragaman fenotipik yang disebabkan

oleh keragaman genetik additif. Semakin tinggi nilai h2 dapat diartikan bahwa

keragaman sifat produksi lebih banyak dipengaruhi oleh perbedaan genotipe ternak

dalam populasi, dan hanya sedikit pengaruh keragaman lingkungan.

Dari persamaan tersebut di atas juga dapat dilihat bahwa nilai h2 dapat

meningkat (atau mengecil) karena VA (ragam genetic additive) yang membesar

atau VP(ragam fenotipik) yang mengecil. Oleh karena itu, dalam pendugaan

heritabilitas dianjurkan agar keragaman lingkungan yang dikenakan terhadap

populasi ternak diperkecil dengan memberikan lingkungan yang relatif homogen.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan sifat produksi pada ternak

disebabkan oleh karena adanya perbedaan genotipe di antara ternak yang diamati.
Secara teoritis nilai heritabilitas berkisar dari 0 1, namun jarang ditemukan nilai

ekstrim nol atau 1 pada sifat kuantitatif ternak. Sifat produksi yang memiliki nilai

heritabilitas nol adalah sifat dimana semua keragaman fenotipik pada ternak

disebabkan semata-mata oleh pengaruh faktor lingkungan, dan diasumsikan

pengaruh genetik tidak ada sama sekali. Nilai heritabilitas 1 menunjukkan sifat

kuantitatif dimana semua keragaman sifat disebabkan oleh faktor genetik.

Nilai heritabilitas dibedakan atas tiga kategori yaitu kecil, sedang dan besar.
Nilai heritabilitas dikatakan kecil (rendah) jika nilainya 0 0,2; sedang: 0,2 0,4
31

dan besar (tinggi) jika bernilai lebih dari 0,4. Preston dan Willis (1974)

mengklasifikasikan nilai heritabilitas, dikatakan rendah jika kurang dari 0,25,


sedang jika nilainya 0,25 0,50 dan besar jika bernilai lebih dari 0,50. Menurut

Hardjosubroto (1994), nilai heritabilitas dikatakan rendah apabila bernilai kurang


dari 0,10; sedang jika nilainya antara 0,10 0,30 dan tinggi jika lebih dari 0,30.

Menurut beberapa literature nilai heritabilitas dari hasil perhitungan pada

praktikum ini dapat digolongkan kedalam kategori tinggi yaitu, sebesar 0,43.
32

KESIMPULAN

Pendugaan Nilai Heritabilitas dengan Pola Regresi. Telah diketahui nilai

heritabilitas berdasarkan pola regresi adalah 0.43 atau 43% dan termasuk

tinggi.
33

DAFTAR PUSTAKA

E. J. Warwick, dkk. 1987. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Hardjosubroto, W. 1994. AplikasiPemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta:

Grasindo. Preston, T.R., and M.B. Willis. 1974. Intensive Beef Production.

Pregamon Press, Oxford, New York.


34

IV

PRAKTIKUM KE 4

PENDUGAAN NILAI HERITABILITAS POLA HALF-SIB DENGAN

ANALISIS RAGAM

4.1 Pendahuluan

Dalam dunia peternakan, seleksi merupakan hal yang sangat penting.

Fungsinya seleksi yaitu untuk memilih individu mana yang terbaik dan pantas untuk

dikawinkan. Hal tersebut sangat penting agar dapat ternak yang miliki produktivitas
maksimal.

Faktor genetik merupakan faktor yang mendapatkan perhatian pemulia

ternak, karena faktor genetik tersebut diwariskan dari generasi tetua kepada

anaknya. Selanjutnya perlu diketahui sampai sejauh mana fenotipe seekor ternak

dapat digunakan sebagai indikator dalam menduga mutu genetik ternak. Untuk

itulah kemudian dikembangkan suatu konsep berupa koefesien yang dikenal dengan

heritabilitas.

4.2 Tujuan Praktikum

1. Untuk menduga nilai heretabilitas pola half-sib menggunakan analisis

ragam.

2. Untuk mengetahui derajat kemiripan di dalam kelompok saudara tiri

sebapak.

4.3 Tinjauan Kepustakaan

Menurut Warwick (1995) heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk

menunjukan bagian dari keragaman total dari suatu sifat yang diakibatkan oleh

pengaruh genetik. Heritabilitas dapat diperhitungkan dalam dua konteks secara luas
35

pengaruh keturunan termasuk semua pengaruh gen, yaitu aditif, dominan, dan

epistasis. Memasukkan darah baru ke dalam suatu populasi ternak akan

meningkatkan ragam genetik dalam populasi tersebut sehingga menaikkan nilai

heritabilitas yang diperoleh (Hardjosubroto, 1994).

Heritabilitas mengukur keragaman total pada fenotipik yang disebabkan oleh

keragaman aditif. h2 mengukur kepentingan relatif antara pengaruh genetik dan

lingkungan untuk suatu sifat pada suatu populasi. h2 sebagai ukuran yang

menunjukkan tingkat kesamaan penampilan antara anak-anak dengan tetuanya.

Suatu sifat dikatakan mempunyai nilai heritabilitas tinggi bila ternak-ternak dalam

suatu populasi mempunyai penampilan yang baik untuk sifat tersebut cendrung

menghasilkan keturunan dengan penampilan yang baik pula, dan ternak-ternak

dengan penampilan buruk atau rendah cenderung menghasilkan keturunan dengan

penampilan yang rendah pula (Kurnianto, 2009).

Hanson (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan

genetik total dalam kaitannya keragaman genotip, sedangkan menurut

Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar

pengaruh genetiknya dibanding lingkungan. Dalam menentukan sifat-sifat yang ada

kaitannya dengan sifat yang dituju, maka diperlukan informasi hubungan antara

sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat yang akan diperbaiki.

Secara sederhana heritabilitas berhubungan dengan proporsi keragaman

fenotipik yang dikontrol oleh gen. proporsi ini dapat diwariskan pada generasi

selanjutnya (Noor, 1996). Heritabilitas berubah menurut jenis ternak, sifat,

populasi, bangsa, waktu, dan daerah. (Edey, 1983).

Menurut Falconer (1981) bahwa heritabilitas besar dari 0.3 tergolong kategori

tinggi. Heritabilitas disebut dalam kategori tinggi adalah besar dari 0.5.
36

Heritabilitas berat badan 1 tahun pada Sapi Bali berkisar 0.35-0.8. besar kecilnya

heritabilitas dalam suatu populasi yang dianalisis akan tergantung pada jumlah

pejantan yang diamati, cara pengambilan sample dan metode perhitungan yang

digunakan.Nilai heritabilitas dikatakan kecil atau rendah jika memiliki nilai 0,00

sampai 0,2 atau kurang dari 0,10 (Hardjosubroto, 1994), sedangkan dikelompokkan

tinggi jika nilai heritabilitas lebih besar dari 30 (Preston dan Willis, 1979).

Heretabilitas bisa diartikan sebagai ukuran yang menunjukkan tingkat

kesamaan penampilan antara anak-anak dengan tetuanya. Nilai heretabilitas

berselang antara 0 1, nilai heritabilitas mendekati 1 menunjukan bahwa suatu sifat

memberikan respon yang lebih baik terhadap perlakuan seleksi (Kurnianto, 2009).

Nilai heretabilitas dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu nilai heretabilitas

suatu sifat dikatakan rendah jika berada antara 0-0,02. Sedang antara 0,2-0,4 tinggi

untuk nilai lebih dari 0,4. Sifat yang memiliki heretabilitas tinggi adalah yang

berhubungan dengan fertilitas, misalnya daya tetas telur (Noor, 1996). Nilai

heritabilitas negatif atau lebih dari satu secara biologis tidak mungkin. Hal tersebut

dimungkinkan disebabkan oleh keseragaman yang disebabkan oleh lingkungan

yang berbeda untuk keluarga kelompok yang berbeda, metode yang digunakan

tidak tepat sehingga tiadak dapat menunjukkan antara ragam genetik dan ragam

lingkungan dengan efektif, kesalahan dalam pengambilan contoh (Warwick et al.,

1995).

Hanson (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan

genetik total dalam kaitannya keragaman genotip, sedangkan menurut

Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar

pengaruh genetiknya dibanding lingkungan. Dalam menentukan sifat-sifat yang ada


37

kaitannya dengan sifat yang dituju, maka diperlukan informasi hubungan antara

sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat yang akan diperbaiki.

Analisis ragam dipakai dalam pemuliaan ternak untuk menduga ragam

genetik dan fenotipik. Sejak tahun 1985 analisis ini tidak dipakai lagi dengan mulai

dikembangkanya analisis Restricted Maximum Likelihood (REML). Sampai

sekarang REML bisa dikatakan sebagai analisis standar dunia untuk menduga

ragam peragam dalam pemuliaan ternak (Pirchner,1981).

Dalam half-sib individu-individu yang diamati berasal dari salah satu

tetuanya, baik yang jantan maupun yang betina, yang dikawinkan secara

random/acak dalam suatu populasi. Pola half-sib dengan jantan sebagai tetua

bersama lebih populer dibandingkan dengan betina sebagai tetua bersama karena

jantan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan betina.

Derajat kemiripan bisa diduga dengan Intraclass Korelasi. Intraclass Korelasi

mengukur derajat kemiripan anak di dalam suatu kelompok dibandingkan dengan

kelompok yang lain berdasarkan tetua bersama (Hammond, 1992).

4.4 Metoda Praktikum

Metode simulasi dengan data-data yang ada kemudian diolah menjadi

gambaran umum kondisi suatu peternakan sebenarnya.Analisis Heritabilitas

menggunakan analisis ragam.


38

4.5 Hasil dan Pembahasan

4.5.1 Hasil Pengamatan

Pejantan
Total
Pejantan 1 Pejantan 2 Pejantan 3

1 4,96 5,15 5,37

2 5,63 5,89 5,04

3 5,05 5,09 5,20

4 5,46 5,28 4,72

5 5,05 5,19 4,87


6 4,72 5,21 4,96

30,88 31,81 30,16 92,85

Y2 159,39 169,08 151,87 480,34

n=3

N = 18
()2 (92,85)2
1. FK = = = 478,95
18

2. JKTotal = Y2 FK = 480,34 478,95 = 1,389


(30,88)2 (31,81)2 (30,16)2
3. JKPejantan = + + = 0,2
6 6 6

4. JKGalat = JKTotal JKPejantan = 1,389 0,2 = 1,189

Sumber Variasi Db JK KT Komponen

Antar Pejantan 2 0,2 0,1 2 w + k 2 s

Galat 15 1,189 0,079 2 w

Total 17 1,389

5. 2w = 0,079

6. 2s = 0,0035
39

0,0035
7. t = 0,079 +0,0035 = 0,042

8. h2 = 4(t) = 4(0,04) = 0,16

4.5.2 Pembahasan

Praktikum mengenai heritabilitas dengan pola half-sib ini kami mempunyai data

hasil pengukuran performa anak dari 3 ekor pejantan, dan masing-masing anaknya

mempunyai 6 hasil pengukuran. Menurut Kurnianto (2009), heritabilitas ini

mengukur keragaman total padafenotipik yang disebabkan oleh keragaman aditif,

Heritabilitas sebagai ukuran yang menunjukkan tingkat kesamaan penampilan


antara anak-anak dengan tetuanya. Jadi, misalnya suatu sifat bisa dibilang

mempunya nilai heritabilitas tinggi bila ternak-ternak tersebut dalam suatu populasi

mempunyai penampilan atau perfomans yang baik untuk sifat tersebut cenderung

menghasilkan keturunan dengan penampilan yang baik juga, dan begitu juga

sebaliknya. Intinya tujuan untuk kita mencari heritabilitas ini untuk mengetahui

derajat kemiripan antara tetua dengan keturunannya.

Maksud dari pola hals-sib yaitu, heritabilitas ini dicari dengan cara mencari

kemiripan ternak dalam suatu kelompok, yaitu saudara tiri yang sebapak. Seperti

pada data yang diberikan, didapatkan pola half-sib dengan jantan sebagai tetuanya

yaitu sebanyak tiga ekor dengan masing-masing anaknya berjumlah enam. Hal

tersebut karena menurut pernyataan Hammond (1992) bahwa pola half-sib dengan

jantan sebagai tetua bersama lebih populer dibandingkan dengan betina sebagai

tetua bersama karena jantan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan

dengan betina.

Nilai heritabilitas diperoleh dari perbandingan antara ragam yang disebabkan

oleh faktor genetik dengan ragam fenotipik. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut

diperoleh nilai heritabilitas sebesar 0.16. Nilai heritabilitas sebesar 0,16 dapat
40

digolongkan ke kategori heritabilitas yang kecil atau bisa dibilang sedang karena

menurut Hardjosubroto (1994), nilai heritabilitas dikatakan kecil atau rendah jika

memiliki nilai 0,00 sampai 0,2 atau kurang dari 0,10.

Hal ini menunjukkankemampuan untuk menurunkan sifat produksi dari seekor

tetua ke anaknya sebesar 16% dipengaruhi oleh genetik dan 84% dipengaruhi oleh

lingkungan. Menurut Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas

satu sifat makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan, yang berarti nilai

heritabilitas 0,16 ini menunjukkan pengaruh lingkungan lebih besar dari pengaruh

genetic karena berarti 16% dipengaruhi oleh genetik sedangkan 84% dipengaruhi

oleh lingkungan
41

KESIMPULAN

Berdasarkan Performa anak dari tiga ekor pejantan memiliki nilai

heritabilita ssebesar 0.16. Artinya kemampuan suatu individu dapat

menurunkan suatu sifat kepada keturunannya sebesar 16%.

Semakin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya

dibanding lingkungan
42

DAFTAR PUSTAKA

Edey, T. N. 1983. Tropical Sheep and Goat Production. Australian Universities

International Development Program (AUIDP), Canberra.

Falconer, D.S. 1981. Introductian to Quantitavie Genetiks. 2nd Edition.

Longman Inc. London.

Hammond, K., H.U. Grasser, C.A. McDonald. 1992. Animal Breeding in

Modern Approach. University of Sydney, Australia.

Hanson, W. D. 1963. Heritability. 125-138. In: W.D. Hanson and H. F.


Robinson (ed.) Statistical Genetiks and Plant Breeding. Nat. Acad. Sci.,

Washington, D.C.

Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan.

Grasindo.Jakarta.

Kurnianto, Edy. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha ilmu. Yogyakarta.

Noor, R. R. 1996. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pirchner, F. 1981. Population Genetiks in Animal Breeding. S. Chand and

Company Ltd. New Delhi.

Poespodarsono, S., 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU-IPB

Bekerjasama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB, Bogor.

163p

Preston, T.R., and M.B. Willis. 1979. Intensive Beef Production. Pregamon

Press, Oxford, New York

Suryo. 1994. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Warwick, E. J. 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.
43

PRAKTIKUM KE 5

MENYUSUN INDEKS SELEKSI

5.1 Pendahuluan

Secara sederhana pelaksanaan seleksi dapat diartikan memperkenankan

sekelompok ternak menjadi penurun dari generasi berikutnya dan menghilangkan

kesempatan dari kelompok lain untuk memperoleh hal yang sama.Seleksi individu

paling berguna untuk sifat2 yang dapat di ukur pada kedua jenis kelamin sebelum

dewasa atau sebelum umur perkawinan pertama. Beberapa sifat yang termasuk

adalah laju pertumbuhan, skor tubuh ternak, berat bulu, wol, ketebalan lemak

punggung dan lain-lain. untuk satu program yang efektif yang diperlukan catatan

penampilan produksi yang dibuat pada selulruh populasi dimana seleksi akan

dilakukan.

Performa ternak dapat diduga dalam pemuliaan ternak. Tentunya performa

ternak yang baik itu yang mempunyai rangking baik pula di dalam populasinya.

Rangking ini didapatkan salah satunya berdasarkan indeks, dimana untuk

mendapatkan indeks ini harus diduga terlebih dahulu nilai pemuliaannya.

Nilai pemuliaan pun dapat menentukan performa suatu individu. Dimana jika

performa individu yang sebagai tetuanya baik, maka turunannya pun minimal

performanya sama dengan tetuanya dan bahkan seharusnya lebih baik lagi dari

tetuanya.
44

Disinilah gunanya kita mempelajari pemuliaan ternak, dengan harapan bahwa

kita dapat memperbaiki kualitas genetik ternak dan mempertahankan bibit unggul

untuk dikembangbiakan lebih banyak lagi.

4.2 Tujuan Praktikum

Untuk mengetahui rangking ternak berdasarkan indeks dan mengetahui cara

menghitung indeks.

5.3 Tinjauan Kepustakaan

Seleksi ialah memilih serta mencari keturunan tanaman atau ternak yang

memiliki karakter baik, yang berguna untuk meningkatkan hasil serta mutunya.

Karakter-karakter baik ditentukan genotype, tapi ekspresinya dipengaruhi oleh

factor lingkungan. Karena itu dalam memilih serta mencari sifat genetis yang baik,

sekaligus harus disertai dengan menentukan lingkungan yang cocok dan paling

ekonomis terhadap yang di seleksi. Seleksi dapat juga disebut usaha pemuliaan.

(Warwick, 1987).

Istilah seleksi dalam pemuliaan ternak merupakan suatu keputusan yang

diambil oleh para pemulia (breeder), pada tiap generasi untuk menentukan ternak

mana yang akan dipilih sebagai tetua pada generasi berikutnya dan mana yang akan

disisihkan sehingga tidak memberikan keturunan. Sebagai konsekuensi dari seleksi

tersebut maka akan terjadi perubahan baik frekuensi gen maupun genotype sesuai

dengan gen yang diharapkan, hal ini pun sejalan dengan teori dari hukum Hardy

Weinberg. (Warwick, 1987).

Tujuan dari seleksi pada ternak adalah mengubah frekuensi gen dari suatu

populasi ternak. Akan tetapi kenyataan di lapang menunjukkan pemilihan ternak


45

yang akan digunakan sebagai bibit atau yang akan disisihkan dari populasi hanya

ditetapkan berdasarkan fenotipenya, bukan berdasarkan atas genotipenya. Hal ini

disebabkan karena sifat-sifat kuantitatif pada ternak hampir tak mungkin ditetapkan

genotipenya secara pasti. Oleh karena itu pengukuran fenotipe seekor ternak harus

dilakukan seakurat mungkin dan meminimalkan pengaruh lingkungan sehingga

fenotipe yang terukur merupakan pencerminan potensi genetiknya. (Warwick,

1987).

Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki
individu dari orang tuanya. Faktor lingkungan dapat dikatakan sebagai kesempatan

yang dimiliki individu, yang meliputi faktor nongenetik antara lain pakan, suhu,

penyakit, tatalaksana, kecelakaan dan lainnya. Interaksi faktor genetik dan

lingkungan dapat diartikan ternak dengan genotipe tertentu lebih adaptif pada suatu

lingkungan dibandingkan dengan lingkungan yang lain.

Dasar dari pemilihan atau seleksi yang dipakai adalah mutu genetic. Mutu

genetic tidak tampak dari luar, yang tampak adalah yang dapat diukur dari luar yaitu

performans.

P=G+E

Oleh karena performans ditentukan oleh factor genetic dan lingkungan,

dalam seleksi yang diharapkan adalah mutu genetiknya. Jadi performans yang

diseleksi harus mencerminkan betul-betul factor genetic. Dengan demikian

diupayakan factor lingkungan yang mempengaruhi performans sekecil mungkin

0. yakni dengan penyeragaman lingkungan atau dikoreksikan.


46

Tepat tidaknya dalam melakukan seleksi bergantung pada kecermatan

dalam melakukan pendugaan atau penaksiran. Kecermatan dari suatu seleksi

bergantung pada cara atau metode dari pendugaan itu. Oleh karena itu harus dicari

cara atau metode yang paling baik agar kecermatan diperoleh sangat tinggi sehingga

hasil seleksi mendekati kebenaran.

Fungsi dari seleksi yaitu mengubah frekuensi gen yang mengatur beberapa

sifat baik kualitatif maupun kuantitatif. Adapun syarat dari seleksi yaitu:

1. jumlah populasi : intensitas seleksi

2. beragam fenotipiknya

3. peluang yang sama dalam kondisi lingkungan seragam

4. tolak ukur

Seleksi ada dua macam yaitu seleksi alam dan seleksi buatan. Seleksi alam

adalah seleksi yang ditentukan oleh alam, sedangkan seleksi buatan adalah bila

pengamatan atau penentuan dilakukan oleh manusia. Seleksi alam terjadi melalui

suatu proses ketahanan dari yang paling tegar dalam suatu lingkungan tertentu.

Sedangkan seleksi buatan dilakukan oleh manusia dan diarahkan sedemikian rupa

sehingga hasilnya sesuai dengan kepentingan manusia.

Suatu seleksi akan efektif bila mempunyai populasi yang cukup besar serta

mempunyai keragaman fenotip yang besar pula sehingga kita akan lebih leluasa

untuk melakukan seleksi. Untuk mempermudah melakukan seleksi perlu dilakukan

perankingan fenotip produksi dari fenotip produksi tertinggi ke fenotip produksi

terendah. Dengan melakukan perankingan kita dapat menentukan berapa persen

akan dilakukan seleksi dari populais terenking tersebut, sehingga kita dapat

mengetahui ramalan kemajuan seleksi pada generasi berikutnya.


47

Pada umumnya dalam peternakan salah satu jenis ternak, terdapat lebih dari

satu sifat penting yang perlu ditingkatkan melalui seleksi. Berarti bahwa suatu

program seleksi harus mencoba meningkatkan semua sifat-sifat tersebut. Ada tiga

metoda seleksi, yaitu :

1) tandem selection (seleksi bergilir)

2) independent culling level ( seleksi bebas bertingkat)

3) index selection ( seleksi indeks)

Menurut Lasley (1978) pada dasarnya seleksi dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:

a. Seleksi Alam Yaitu pemilihan hewan atau ternak menjadi tetua untuk generasi

selanjutnya, yang dilakukan oleh alam. Seleksi alarn yang berlangsung beratus

tahun akan menghasilkan ternak yang mempunyai daya adaptasi dengan

lingkungan alarn sekitar yang berlaku setempat.

b. Seleksi Buatan Seleksi yang dilakukan oleh manusia dengan tujuan tertentu.

Seleksi buatan selanjutnya dapat dibedakan menjadi:

1. Seleksi Individual (Mass Selection)

Yaitu seleksi untuk ternak bibit yang didasarkan pads catatan produkti fitas

masing-masing ternak. Seleksi individual pada ternak sapi adalah cara seleksi

yang paling sederhana dan mudah dilakukan di pedesaan dengan dasar bobot

sapih anak sapi yang ada dan sebagainya.

2. Seleksi Kekerabatan (Family Selection)


48

Yaitu seleksi individu atas dasar performans kerabat-kerabatnya (misalnya

saudara tiri sebapak atau saudara kandung). Seleksi kerabat dilakukan untuk

memilih calon pejantan sapi perah dengan tujuan untuk meningkatkan produksi

susu yang tidak dapat diukur pada ternak sapi jantan, dengan mengukur produksi

kerabat-kerabat betinanya yang menghasilkan susu.

3. Seleksi Silsilah (Pedigree Selection)

Seleksi yang dilakukan berdasarkan pada silsilah seekor ternak. Seleksi ini

dilakukann untuk memilih ternak bibit pada umur muda, sementara hewan muda

tersebut beium dapat menunjukkan sifat-sifat produksinya.

Seleksi menempuh berbagai tahap atau cara :

a. Memilih bibit

b. Mencari lngkungan dan cara yang paling cocok dan ekonomis bagi

pembiakan bibit.

c. Mengadakan breeding.

d. Membuat mutasi induksi.

e. Memilih hasil breeding atau mutasi yang paling baik dan cocok pada suatu

daerah.

f. Menyebarkan bibit hasil breeding atau mutasi induksi yang terpilih.

Seleksi dengan indeks

Seleksi pada berbagai sifat termasuk nilai ekonomis ternak tersebut yang

dihitung berdasarkan indeks tertentu. Nilai atau batasan karakter dari ternak pada

umumnya mempunyai kisaran tertentu, dari yang kurang baik sampai yang paling
49

baik. Metode indeks ini lebih baik untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan

secara bersamaan dibandingkan metode tandem selection dan Independent

culling levels. Dalam sistem indeks karakter yang satu akan terkompensasi oleh

karakter lainnya . Dengan adanya sistem indeks, suatu prilaku yang kurang baik

dapat dikompensasi dengan yang baik selama perilaku tersebut tidak bersifat fatal

dan penggabungan angka dari peilaku-peilaku karakter tersebut dinamakan indeks.

Seleksi ini dapat mengatasi kekurangan dua metode sebelumnya. Pada seleksi ini,

diperlukan nilai ekonomis relatif, penduga ragam fenotipe, ragam fenotipe, serta

kedua peragam genotipe dan fenotipe untuk memperoleh nilai-nilai hubungan

indeksnya. Hanya individu yang berindeks tertinggi yang dipilih untuk diteruskan

ke generasi-generasi seleksi selanjutnya. Batas minimum untuk tiap sifat adalah

saling bebas. Jadi individu-individu yang mungkin harus dibuang menurut metode

simultan mungkin masih bisa dipergunakan dalam metode seleksi indeks.

(Adjisoedarmo, 1989).

Nilai Pemuliaan

Nilai pemulian merupakan suatu ukuran potensi genetik ternak. Semakin tinggi

nilainya, semakin baik ternak tersebut. Sayangya kita tidak bisa mengetahui secara

pasti nilai pemuliaan seekor ternak, tapi kita hanya bisa menduga. Rumus yang

digunakan untuk menduga nilai pemuliaan adalah sebagai berikut:

NP = h2 (Pi P)

dimana : NP = Nilai pemuliaan

h2 = nilai heritabilitas

i P = fenotip ternak (produksi)


50

P = rata-rata produksi populasi

5.4 Metode Praktikum

5.4.1 Analisis antar sifat untuk seleksi

Nilai Indeks

()
I=

Dimana : I = Nilai Indeks

Pi = performa ternak

P = nilai rata-rata

5.4.2 Nilai Pemuliaan

NP = h2 (Pi P)

dimana : NP = Nilai pemuliaan

h2 = nilai heritabilitas

i P = fenotip ternak (produksi)

P = rata-rata produksi populasi


51

5.5 Hasil dan Pembahasan

5.5.1 Hasil

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran performa dari 10 individu ternak

ID Produksi Berat NP NP Index Rangking


Ternak Telur Telur Produksi Berat NP
(Butir) (g) Telur Telur Total

A 86 69 0,34 2 2,34 1

B 75 67 -1,86 1 -0,86 7

C 81 62 -0,66 -1,5 -2,16 10

D 89 66 0,94 0,5 1,44 3

E 88 64 0,74 -0,5 0,24 4

F 85 65 0,14 0 0,14 5

G 80 71 -0,86 3 2,14 2

H 84 61 -0,06 -2 -2,06 9

I 87 62 0,54 -1,5 -0,96 8

J 88 63 0,74 -1 0,26 6

Rata- 84,3 65

rata

Heritabilitas Produksi Telur : 0,2

Heritabilitas Berat DOC : 0,5


52

5.5.2 Pembahasan

Untuk menentukan rangking performa 10 individu ternak berdasarkan

indeks, hal pertama yang kami lakukan yaitu menduga nilai pemuliaannya terlebih

dahulu, dimana rumusnya sama sepeti praktikum kelima, yaitu :

NP = h2 (Pi P )
Setelah kami menduga nilai pemuliaan (NP) produksi telur dan berat telur

dari 10 individu ayam A sampai J, selanjutnya kami dapat menentukan indeks NP

total dengan cara :

Indeks NP Total = NP Produksi Telur + NP berat Telur

Setelah kami menghitung indeks dari 10 individu ternak seperti yang ada di

hasil pengamatan, ternyata rangking yang tertinggi (rangking 1) yaitu individu

ternak A dengan indeks NP total 2,34 dan rangking yang terendah (rangking 10)

yaitu individu ternak C dengan indeks NP total -2,16 .

Rangking yang didapatkan setiap individu ini menunjukkan bahwa

performa masing masing individu itu berbeda dan tentunya performa ini didapat

dari tetua, genetik maupun faktor lainnya. Dari 10 individu yang diamati ini,

performa individu yang terbaik yaitu individu ternak A . Ini memungkinkan

nantinya individu ini pun akan menghasilkan keturunan yang paling baik diantara

individu ternak lainnya.


53

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kegiatan praktikum, dapat disimpulkan bahwa rangking

berdasarkan indeks ini menentukan performa dari 10 individu ternak. Dari

10 individu ternak yang ada, jika dilihat dari Indeks NP produksi telur yang

tinggi adalah ternak D yaitu 89.

Untuk NP berat telur yang tertinggi adalah ternak A yaitu 69 . Untuk indeks

NP total yang tertinggi adalah ternak A . Untuk indeks NP total yang

tertinggi adalah ternak A yaitu 2,34 . Maka yang menempati rangking


pertama jatuh kepada individu ternak A dengan indeks NP total yaitu 2,34 .
54

DAFTAR PUSTAKA

Adjisaiedarmo Soedito.2010.Ilmu Pemulian Ternak. Fakultas Peternakan.

Purwokerto

Lasley,J.E. 1978. Genetics of Livestock Improvement. Prentice Hall Inc.

Englewood Cliffs, New Jersey.

Warwick. 1987. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta


55

VI

PRAKTIKUM KE 6

SIMULASI RESPON SELEKSI

7.1 Latar Belakang

Seleksi merupakan suatu usaha untuk memilih ternak yang disukai untuk

dijadikan tetua sehingga akan memperbaiki kualitas ternaknya. Seleksi juga

merupakan suatu keputusan yang diambil oleh breeder pada setiap generasi, untuk

menentukan ternak mana yang akan dipilih sebagai tetua pada generasi berikutnya

dan mana yang akan disisihkan sehingga tidak memberikan keturunan. Pada

dasarnya penilaian ternak dilaksanakan berdasarkan bukan hanya atas apa yang

terlihat dari segi penampilan saja akan tetapi harus dilihat dari pengaruhnya

terhadap potensi perkembangbiakan dan produksi. Sebaiknya dalam seleksi ternak

kedua penilaian harus dilakukan, sehingga ternak akan memiliki kedudukan

rangking tertinggi dari segi performa juga baik dalam memenuhi persyaratan secara

fisik.

Pelaksanaan seleksi harus diikuti dengan melihat respon dari seleksi yang

telah dilakukan. Respon seleksi akan menentukan keberhasilan dari seleksi yang

telah dilakukan dengan cara membandingkan performan tetua dengan anak, jika

perfoman dari anak lebih baik dari tetua ini menandakan seleksi yang dilakukan itu

berhasil. Keberhasilan dari seleksi secra otomatis akan menentukan juga

keuntungan bagi peternak.

7.2 Tujuan Praktikum

Untuk mengetahui seleksi ternak menggunakan dugaan respon seleksi.


56

7.3 Tinjauan

Seleksi individu, yaitu individu diseleksi atas dasar performannya sendiri.

Memperbaiki mutu genetik dengan metode silang luar yaitu dengan persilangan

antar ternak yang memiliki hubungan kekerabatan lebih jauh dari rataan hubungan

kekerabatan kelompok asal ternak, atau paling tidak dua ekor ternak tidak memiliki

tetua bersama paling tidak selama lima generasi (Noor, 1996).

Pengertian Seleksi adalah memilih serta nencari keuntungan tanaman atau

ternak yang memiliki karakter baik, yang berguna untuk mencngkatkan hasil serta

mutunya. Karakter-karakter baik ditentukan genotipe, tetapi ekspresinya

dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Oleh karena itu. dalam mencari serta memilih

sifat genetk yang baik, sekaligus disertai dengan menentukan lingkungan yang

cocok dan paling ekonomis terhadap yang diseleksi. Seleksi dapat juga disebut

dengan usaha pemuliaan (Yatim, 1983).

Respon seleksi adalah perubahan nilai rata-rata fenotipe dari generasi

berikutnya, sebagai akibat dari adanya seleksi terhadap populasi. Respon seleksi

(R) juga merupakan kenaikan mutu genetik ternak, sehingga sering pula dinyatakan

dengan simbol G, yang melambangkan perubahan () dari nilai genetik (G)

(Hardjosubroto, 1994).

Respon seleksi menjelaskan suatu perubahan antargenerasi yang linear,

diikuti dengan penurunan respon sampai batas seleksi tercapai. Penurunan respon

selanjutnya muncul karena adanya random drift dalam populasi terbatas ketika

pengaruh dominan muncul. Respon seleksi dan batas seleksi sangat tergantung pada

intensitas seleksi, struktur genetik dalam populasi, dan lingkungan tempat seleksi

dilakukan (Reddy, 1996).

Rumus respon seleksi


57

R=Sh2

Catatan: R = dugaan kemajuan seleksi pergenerasi

S = seleksi diferensial

h2 = heritabilitas

kemajuan seleksi per tahun


2
=

Dimana : l = interval generasi

Intensitas seleksi

Intensitas seleksi adalah persentase individu yang akan dijadikan tetua

untuk generasi berikutnya, atau persentasi individu yang akan diberi peluang untuk

memberikan keturunan. Semakiin tinggi intensitas seleksi, semakin ketat seleksi,

dengan demikian semakin tinggi harapan (ekspektasi) kemajuan genetik.


=
+

Atau :

= (
0 + )

Jadi : S=

Catatan : S = seleksi diferensial

I = intensitas seleksi

p = simpangan baku fenotip

Dalam konteks pemuliabiakan ternak seleksi adalah suatu proses memilih

ternak yang disukai yang akan dijadikan sebagai tetua untuk generasi berikutnya.

Tujuan umum dari seleksi adalah untuk meningkatkan produktivitas ternak melalui
58

perbaikan mutu bibit. Dengan seleksi ternak yang mempunyai sifat yang diinginkan

akan dipelihara, sedangkan ternak yang mempunyai sifat yang tidak diinginkan

akan diafkir. (Putra, 2013)

Ada dua hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan seleksi, yaitu

tujuan seleksi harus jelas dan seleksi perlu waktu. Kemajuan seleksi dipengaruhi

oleh beberapa faktor, misalnya: seleksi diferensial, heritabilitas dan interval

generasi. Seleksi diferensial adalah keunggulan ternak-ternak yang terseleksi

terhadap rata-rata populasi (keseluruhan ternak). Heritabilitas adalah kemampuan

penurunan suatu sifat. Kata ini digunakan untuk mengungkapkan kekuatan suatu

sifat diturunkan pada generasi berikutnya. Dalam pemuliabiakan ternak nilai ini

perlu diketahui sebelum melakukan perbaikan mutu bibit/genetik ternak. Kegunaan

diketahuinya nilai heritabilitas adalah untuk mengetahui kekuatan suatu sifat yang

akan diturunkan oleh tetua pada anaknya, merupakan suatu petunjuk tentang

keberhasilan program pemuliabiakan serta semakin tinggi nilai heritabilitas, maka

akan semakin baik program perbaikan mutu bibit yang diharapkan. Interval

generasi dapat diartikan sebagai rata-rata umur tetua/induk ketika anaknya

dilahirkan. Setiap jenis ternak mungkin mempunyai interval generasi yang berbeda.

Interval generasi dipengaruhi oleh umur pertama kali ternak tersebut dikawinkan

dan lama bunting, dengan demikian interval generasi oleh faktor lingkungan seperti

pakan dan tatalaksana. Pemberian pakan yang jelek dapat memperpanjang interval

generasi. Semakin cepat interval generasi, semakin cepat perbaikan mutu bibit yang

diharapkan. (Putra, 2013).

Seleksi pada dasarnya memilih ternak yang mempunyai potensi genetik baik

untuk dijadikan induk pada generasi berikutnya. Pada dasarnya, seleksi dapat
59

dibedakan menjadi : seleksi individu, seleksi famili dan uji zuriat. (Bandiati, dkk

;2013).

Dalam melakukan seleksi, kita bisa menggunakan catatan fenotip yang

berasal dari ternak itu sendiri, berdasarkan informasi fenotip dari saudara

saudaranya, atau gabungan keduanya. Secara garis besar seleksi dapat dibedakan

menjadi :

Sekarang telah dikembangkan suatu metoda yang disebut Best Linear

Unbiased Prediction (BLUP). BLUP mampu mendeteksi individu yang mempunyai

potensi genetik tinggi dengan menggabungkan berbagai macam informasi, baik

catatan dari ternak itu sendiri atau dari saudara-saudaranya. Dalam suatu analisis,

semua informasi tersebut diolah. Hasilnya semua ternak baik yang mempunyai

catatan atau ternak yang tidak mempunyai catatan asal mempunyai hubungan

dengan ternak yang mempunyai catatan, dapat diseleksi. BLUP telah banyak

dipakai di seluruh dunia. Para peternak sangat jarang melakukan seleksi yang hanya

berdasarkan satu sifat, tapi mereka juga mempertimbangkan sifat-sifat yang lain.

(Putra, 2013).

Ada 3 metoda jika kita ingin mempertimbangkan banyak sifat dalam suatu

seleksi :

1. Seleksi tandem.

Dalam hal ini kita menyeleksi/memperbaiki sifat yang pertama terlebih

dahulu, kemudian setelah sifat yang pertama mencapai tingkat yang diinginkan,

sifat kedua baru dimulai diperbaiki. Seleksi ini baik jika sifat-sifat yang menjadi

tujuan perbaikan tidak salingterikat. Jika saling terikat keadaan ideal akan sulit

dicapai.

2. Seleksi batasan sisihan


60

Dengan cara ini seluruh sifat yang akan dipertimbangkan secara bersamaan

dengan diberi tingkat/batas ideal yang didinginkan. Keputusan yang sulit akan

dihadapi apabila tidak ada ternak-ternak yangmempunyai tingkat/batas yang kita

inginkan, sehingga kita harus menurunkan skor /standard.

3. Seleksi indeks

Seleksi ini mungkin lebih baik dibandingkan dengan kedua cara terdahulu,

tetapi perhitungannya lebih sulit karena perlu diketahui parameter-parameter

genetik, seperti: nilai heritabilitas, korelasi genetik, korelasi fenotipik, dan

pembobotan ekonomi untuk masing-masing sifat. Apabila semuanya telah

diketahui, suatu indeks dibentuk. Nilai pemuliaan akhirnya diduga berdasarkan

indeks tersebut. (Putra, 2013).

6.4 Metoda Praktikum

6.4.1 Alat dan Bahan

Alat : Alat tulis, alat hitung (kalkulator), laptop

Bahan : Tabel parameter produksi ayam lokal

6.4.2 Metode Pelaksanaa

Analisis seleksi menggunakan dugaan respon seleksi.


61

6.5 Hasil dan Pembahasan


Tabel 1. Simulasi 1 ; Generasi 1

No Generasi ke 1

Isi cell warna kuning Betina Jantan

1 Populasi (ekor) 1.150 100

2 Produksi Telur/bulan (Butir) 20

3 Lama Koleksi Telur (bulan) 3

4 Jumlah Telur 69.000

5 Setting Egg 95%

6 Fertilitas 80%

7 Daya Tetas 75%

8 Jumlah DOC (Ekor) 39.330

9 Sex Ratio Jantan:Betina 1:1 19.665 19.665

10 Survival 60 Hari 85% 16.715 16.715

11 Survival Sampai bertelur 70% 11.701 11.701

12 Bobot 60 Hari (gram) 600 575

13 Standard Deviasi (gram) 20 20

14 Heritabilitas 0.35 0.35

15 Intensitas Seleksi 8,55% 0,85%

16 Nilai i 1,83 2,72

17 Dugaan Respon (gram) 13 19

18 Dugaan Bobot Badan Generasi 2 (gram) 600 638

Tabel 2. Simulasi 1 ; Generasi 2


62

No Generasi ke 2

Betina Jantan

1 Populasi (ekor) 1.150 115

2 Produksi Telur/bulan (Butir) 20

3 Lama Koleksi Telur (bulan) 3

4 Jumlah Telur 69.000

5 Setting Egg 95%

6 Fertilitas 80%

7 Daya Tetas 75%


8 Jumlah DOC (Ekor) 39.330

9 Sex Ratio Jantan:Betina 1:1 19.665 19.665

10 Survival 60 Hari 85% 16.715 16.715

11 Survival Sampai bertelur 70% 11.701 11.701

12 Bobot 60 Hari (gram) 612 594

13 Standard Deviasi (gram) 20 20

14 Heritabilitas 0.35 0.35


15 Intensitas Seleksi 8,55% 0.85%

16 Nilai i 1,83 2,72

17 Dugaan Respon (gram) 13 19

18 Dugaan Bobot Badan Generasi 3 (gram) 613 657

Tabel 3. Simulasi 1 ; Generasi 3

No Generasi ke 3

Betina Jantan

1 Populasi (ekor) 1.150 115


63

2 Produksi Telur/bulan (Butir) 20

3 Lama Koleksi Telur (bulan) 3

4 Jumlah Telur 69.000

5 Setting Egg 95%

6 Fertilitas 80%

7 Daya Tetas 75%

8 Jumlah DOC (Ekor) 39.330

9 Sex Ratio Jantan:Betina 1:1 19.665 19.665

10 Survival 60 Hari 85% 16.715 16.715

11 Survival Sampai bertelur 70% 11.701 11.701

12 Bobot 60 Hari (gram) 625 612

13 Standard Deviasi (gram) 20 20

14 Heritabilitas 0.35 0.35

15 Intensitas Seleksi 8,55% 0,85%

16 Nilai i 1,83 2,72

17 Dugaan Respon (gram) 13 19

18 Dugaan Bobot Badan Generasi 4 (gram) 612 656

Tabel 4. Dugaan Bobot Ayam Tanpa Perubahan Parameter Produksi

Generasi
Jenis kelamin
2 3 4

Jantan (1) 638 (2) 657 (3) 656

Betina (4) 600 (5) 613 (6) 612

Perhitungan :
64

1. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 2,67 x 20 = 18,69 + bobot = 638

2. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 2,72 x 20 = 18,69 + bobot = 657

3. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 2,67 x 20 = 18,69 + bobot = 656

4. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 1,76 x 20 = 11,69 + bobot = 600

5. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 1,83 x 20 = 11,69 + bobot = 613

6. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 1,76 x 20 = 11,69 + bobot = 612

Tabel 5. Simulasi 2 ; Generasi 1

Karena inbreeding, mulai generasi ke 2 terjadi penurunan produksi telur dan

fertilitas masing-masing 2,5% per generasi.

No Generasi ke 1

Isi cell warna kuning Betina Jantan

1 Populasi (ekor) 1.150 115

2 Produksi Telur/bulan (Butir) 19,5

3 Lama Koleksi Telur (bulan) 3

4 Jumlah Telur 67.275


5 Setting Egg 95%

6 Fertilitas 77,5%

7 Daya Tetas 75%

8 Jumlah DOC (Ekor) 37.148

9 Sex Ratio Jantan:Betina 1:1 18.574 18.574

10 Survival 60 Hari 85% 15.788 15.788

11 Survival Sampai bertelur 70% 11.393 11.393

12 Bobot 60 Hari (gram) 600 575

13 Standard Deviasi (gram) 20 20


65

14 Heritabilitas 0.35 0.35

15 Intensitas Seleksi 10,41% 1,04%

16 Nilai i 1,74 2,65

17 Dugaan Respon (gram) 12 19

18 Dugaan Bobot Badan Generasi 2 (gram) 600 637

Tabel 6. Simulasi 2 ; Generasi 2

No Generasi ke 2

Betina Jantan

1 Populasi (ekor) 1.150 115

2 Produksi Telur/bulan (Butir) 19,5

3 Lama Koleksi Telur (bulan) 3

4 Jumlah Telur 67.275

5 Setting Egg 95%

6 Fertilitas 77.5%

7 Daya Tetas 75%

8 Jumlah DOC (Ekor) 37.148

9 Sex Ratio Jantan:Betina 1:1 18.574 18.574

10 Survival 60 Hari 90% 15.788 15.788

11 Survival Sampai bertelur 75% 11.052 11.052

12 Bobot 60 Hari (gram) 612 594

13 Standard Deviasi (gram) 20 20

14 Heritabilitas 0,35 0,35

15 Intensitas Seleksi 10,41% 1,04%

16 Nilai i 1,74 2,65


66

17 Dugaan Respon (gram) 12 19

18 Dugaan Bobot Badan Generasi 3 (gram) 612 636

Tabel 7. Simulasi 2 ; Generasi 3

No Generasi ke 3

Betina Jantan

1 Populasi (ekor) 1.150 115

2 Produksi Telur/bulan (Butir) 19,5

3 Lama Koleksi Telur (bulan) 3

4 Jumlah Telur 67.275

5 Setting Egg 95%

6 Fertilitas 77,5%

7 Daya Tetas 80%

8 Jumlah DOC (Ekor) 37.148

9 Sex Ratio Jantan:Betina 1:1 18.574 18.574

10 Survival 60 Hari 85% 15.788 15.788

11 Survival Sampai bertelur 70% 11.052 11.052

12 Bobot 60 Hari (gram) 624 612

13 Standard Deviasi (gram) 20 20

14 Heritabilitas 0,35 0,35

15 Intensitas Seleksi 9,05% 0,90%

16 Nilai i 1.77 2.68

17 Dugaan Respon (gram) 13 19

18 Dugaan Bobot Badan Generasi 4 (gram) 612 686

Tabel 8. Dugaan Bobot Ayam Inbreeding


67

Mulai Generasi 2 Produksi Telur Menurun dan Fertilitas 2,5% per Generasi

Generasi
Jenis kelamin
2 3 4

Jantan (1) 637 (2) 636 (3) 686

Betina (4) 600 (5) 612 (6) 612

Perhitungan

1. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 2.78 x 20 = 18,55 + bobot = 637

2. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 2.7 x 20 = 12,18 + bobot = 686

3. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 2.6 x 20 = 18,90 + bobot = 637

4. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 1.74 x 20 = 12,18 + bobot = 600

5. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 1.8 x 20 = 12,18 + bobot = 613

6. R= h2 x Stdev x i = 0,35 x 1.74 x 20 = 12,6 + bobot = 612

6.5 Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi dugaan respon seleksi diantaranya yaitu jumlah populasi ternak

yang akan diseleksi, semakin banyak populasi yang akan diseleksi maka sifat yang

akan diseleksi (bobot badan) akan semakin bervariasi. Menurut Reddy (1966),

respon seleksi dan batas seleksi sangat tergantung pada intensitas seleksi, struktur

genetik dalam populasi, dan lingkungan tempat seleksi dilakukan.

Setelah melakukan perhitungan diketahui bahwa pada simulasi ke-1 tidak

ada perubahan parameter produksi, maka dugaan bobot badan ayam lokal tersebut

pada generasi 2, 3 dan 4 yang bisa dilihat pada tabel 4 yaitu untuk generasi ke-2
68

jantan 638 gram betina 600 gram, lalu pada generasi ke-3 jantan 657 gram betina

613 gram, kemudian generasi ke-4 jantan 656 gram betina 612 gram.

Selanjutnya pada simulasi ke-2, karena adanya inbreeding, mulai genersi

ke 2 terjadi penurunan produksi telur dan feritilitas masing-masing 2,5% per

generasi dan didapat dugaan bobot badan ayam lokal tersebut yaitu pada generasi

2,3 dan 4 bisa dilihat di tabel 8 yaitu untuk generasi ke-2 jantan 637 gram betina

600 gram, generasi ke-3 jantan 636 gram betina 612 gram, dan generasi ke 4 jantan

686 gram betina 612 gram. Pada simulasi 2 ini, terdapat generasi ke-2 sampai

dengan generasi ke-4. Adapun cara perhitungan untuk generasi ke-3 dan generasi

ke-4 pun sama dengan perhitungan pada generasi ke-2, tidak ada parameter yang

diubah, hanya saja diingat bahwa setiap generasi mengalami peningkatan populasi

induk jantan dan betina awal dimana jumlah populasi tersebut diperoleh dari hasil

yang telah didapatkan pada generasi sebelumnya yaitu pada persentase survival (%

ayam yang hidup) dari umur 60 hari sampai usia bertelur sekitar 25 minggu,

sehingga otomatis bobot badan ayam usia 60 hari pada saat seleksi pun berubah

dimana hasilnya didapatkan dari hasil generasi sebelumnya yaitu dugaan bobot

badan pada generasi sebelumnya. Dengan begitu, setiap generasi pasti mengalami

peningkatan bobot badan.

Hal lain yang mempengaruhi dugaan respon seleksi adalah nilai heritabilitas

sifat yang akan diseleksi, jika nilai heritabilitas sifat yang diseleksi makin tinggi

maka ternak pada generasi selanjutnya akan memiliki dugaan respon seleksi yang

lebih tinggi pula karena nilai heritabilitas yang tinggi menunjukan seberapa besar

sifat tersebut akan diturunkan kepada anaknya. Menurut Poespodarsono (1988),

makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya

dibanding lingkungan. Dalam menentukan sifat-sifat yang ada kaitannya dengan


69

sifat yang dituju, maka diperlukan informasi hubungan antara sifat-sifat tersebut

dengan sifat-sifat yang akan diperbaiki. Penentuan standar deviasi juga akan

berpengaruh terhadap dugaan respon seleksi bobot badan ayam karena semakin

besar standar deviasi maka semakin besar rentang bobot badan ayam yang akan

diseleksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hammod (1992) menurutnya standar

deviasi merupakan pengakaran dari ragam yang berfungsi untuk mengetahui

simpangan rata-rata dari suatu data.

Berdasarkan data yang diolah, terdapat faktor bobot awal ayam. Bobot ayam

yang diambil pada bobot ayam umur 60 hari. Bobot pada generasi sebelumnya akan

berpengaruh terhadap bobot generasi selanjutnya. Bobot ayam yang besar akan

memberi respon bobot ayam yang besar pula terhadap generasi selanjutnya.
70
71

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan mengenai Simulasi Respon

Seleksi dapat disimpulkan bahwa respon seleksi dapat dipengaruhi oleh

populasi ternak yang akan diseleksi, nilai heretabilitas dari sifat yang

diseleksi, rentang kesalahan dari ternak yang diseleksi dan bobot badan

ternak generasi sebelumnya.


72

DAFTAR PUSTAKA

Hammond, K., H.U. Grasser, C.A. McDonald. 1992. Animal Breeding in Modern

Approach. University of Sydney, Australia.

Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta:

Grasindo.

Noor, R. R. 1996. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Poespodarsono, S., 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU-IPB

Bekerjasama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB, Bogor. 163p

Putra, Ongki. 2013. Seleksi. http://www.academia.edu/4522321/BAB_I (Diakses

pada Selasa, 10 Juni 2017 pada pukul 06:20 WIB).

Reddy R.P. 1996. Symposium: The Effect of Long-Term Selection on Growth of

Poultry. Poultry Sci. 75: 1164-1167.

Yatim, W. 1983. Genetika. Tarsito, Bandung

Anda mungkin juga menyukai