Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS

Perkembangan Peternakan Itik Di Indonesia

Oleh :
Kelompok 5
Kelas F

Sanitya A 200110130168
Fauzi Atsani Harits 200110150149
Rizky Nur Faidzan 200110150154
Tyara Rahayuni Azizah 200110150293
Lani Sri Pujiyanti 200110150296
Arta Setyo Agung Panjaitan 200110150305
Ricko Erlangga 200110150307

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2017
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan usaha peternakan unggas di Indonesia memberikan harapan
yang lebih baik bagi para peternak, hal ini tercermin dari kontribusinya yang cukup
luas dalam memperluas lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan
terutama sekali dalam pemenuhan kebutuhan makanan bernilai gizi tinggi. Salah
satu usaha perunggasan yang cukup berkembang di Indonesia adalah usaha ternak
itik. Meskipun tidak sepopuler ternak ayam, itik mempunyai potensi yang cukup
besar sebagai penghasil telur dan daging. Jika dibandingkan dengan ternak unggas
yang lain, ternak itik mempunyai kelebihan diantaranya adalah memiliki daya tahan
terhadap penyakit. Oleh karena itu usaha ternak itik memiliki resiko yang relatif
lebih kecil, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan. Prospek usaha
peternakan itik sangat baik, hal ini dilihat dari permintaan pasar. Kebutuhan akan
protein hewani yang semakin meningkat dan diimbangi dengan bertambahnya
penghasilan dan pendapatan masyarakat berdampak meningkatkannya akan
konsumsi protein hewani, untuk memenuhi kebutuhan gizi yang berasal dari protein
hewani.
Usaha peternakan itik di Indonesia telah lama dikenal masyarakat. Agar usaha
ini dapat memberikan keuntungan yang optimal bagi pemiliknya maka perlu
diperhatikan beberapa hal yang menyangkut Manajemen pemeliharaan ternak itik,
Oleh karena itu, kami sangat tertarik untuk mengetahui bagaimana perkembangan
peternakan itik di Indonesia, guna manambah ilmu pengetahuan kami seerta
mengetahui manfaatnya bagi manusia dan lingkungan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah dan perkembangan populasi ternak itik di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan produksi dan kontribusi ternak itik dalam
pemenuhan daging dan telur di Indonesia?

1.3. Maksud Dan Tujuan


2

1. Mengetahui sejarah dan perkembangan populasi ternak itik di Indonesia


2. Mengetahui perkembangan produksi dan kontribusi ternak itik dalam
pemenuhan daging dan telur di Indonesia
II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah dan Perkembangan Populasi Itik Di Indonesia

Asal Usul Itik di Indonesia Berdasarkan sejarahnya, itik pertama kali


didomestikasi di China. Meskipun demikian, ada pendapat yang menyatakan bahwa
sejarah domestikasi itik dilakukan di dua tempat, yaitu China dan Eropa Barat.
Selanjutnya disebutkan bahwa Asia Tenggara merupakan pusat utama domestikasi,
seperti pada berbagai jenis ayam. Pada musim dingin, itik-itik bermigrasi dari
wilayah utara ke tempat-tempat terbuka dengan lingkungan yang tersedia banyak
air dan pakan melimpah, terutama air dangkal sebagai area sumber pakannya.
Dalam hal bersarang, itik lebih menyukai tempat yang kering, seperti rerumputan
di dataran tinggi, di rawa-rawa kering, atau daerah persawahan yang banyak jerami.
Salah satu tempat migrasi itik adalah wilayah Indonesia karena memiliki daerah
perairan lebih besar jika dibandingkan dengan daratannya. Daerah perairan
merupakan tempat paling disukai oleh itik yang dikenal sebagai unggas air (water
fowl). Oleh karena itu, keberadaan itik di Indonesia merupakan ternak pendatang.
Itik dikelompokkan sebagai ternak lokal, karena daya adaptasinya yang tinggi pada
lingkungan di Indonesia selama bertahun-tahun dan mampu berkembang biak.

Perkembangan Populasi Itik di Indonesia

Perkembangan populasi itik di Indonesia adalah salah satu diantara negara-


negara yang memiliki populasi itik ketiga terbesar di dunia. Menurut laporan F.A.O
(1994), populasi itik di Indonesia tahun 1992 yaitu 27 juta ekor dengan demikian
Indonesia menempati urutan ke III setelah China (443 juta ekor) dan Vietnam (300
juta ekor) dan populasinya terbesar diseluruh wilayah Indonesia. Bila dibandingkan
dengan ternak ayam buras, populasi Itik kira-kira 1/12 nya, namun sebagai
penghasil telur tidak kalah peranan dengan ayam buras.

Populasi itik yang pada tahun 2005 sebanyak 34.000.000 ekor dengan
populasi itik terbesar terdapat di 7 propinsi yaitu: (1) Jawa Barat, (2) Jawa Tengah,
4

(3) Kalimantan Selatan, (4) Jawa Timur, (5) Sulawesi Selatan, (6) Nanggroe Aceh
Darussalam, dan (7) Sumatera Utara.

Sebanyak 72,46% telur itik pada tahun 2005 atau setara dengan 130.618 ton
dihasilkan oleh ternak itik di 7 propinsi tersebut. Terlihat bahwa lebih dari 38,7%
produksi telur itik nasional dihasilkan di pulau Jawa. Konsentrasi populasi ternak
itik tersebut mungkin juga berkaitan dengan ketersediaan pakan dari padi sawah
jika digembalakan atau berupa dedak padi, menir dan sisa ikan, jika itik dipelihara
di dalam kandang secara terkurung. Itu tersebut juga memberi petunjuk bahwa
pembinaan peternak itik di ketujuh propinsi tersebut akan menghasilkan pengaruh
yang signifikan terhadap ketersediaan pangan asal itik berupa telur dan daging.
Perkembangan populasi itik lebih ditentukan oleh permintaan pasar terhadap telur
maupun daging. Dengan demikian, pasar telur dan daging itik di ketujuh propinsi
di atas relatif lebih baik dibandingkan dengan propinsi lain. Ini dapat disebabkan
oleh perbedaan kepadatan penduduk serta budidaya setempat yang sudah/belum
terbiasa mengkonsumsi telur dan daging itik.

Perkembangan itik di Indonesia mengalami perubahan tiap tahunnya.


Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000 2008,
populasi itik/itik manila di Indonesia mengalami naik dan turun, dengan populasi
yang terbesar di tahun 2008 berada pada Provinsi Jawa Barat.

Populasi Itik/Itik Manila menurut Provinsi (Ekor)


Provinsi
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
331410 333651 335886 339883 295628 291044 290918 233083 259692
ACEH
3 0 1 2 6 9 2 7 7
SUMATER 222395 223729 225071 226422 227780 199480 184044 336059 216536
A UTARA 1 5 7 1 5 3 7 1 6
SUMATER 171179 174473 179542 104098 100644 105495
992621 852141 985443
A BARAT 0 2 5 6 5 7
RIAU 401744 328920 359975 368881 317800 339269 385638 351374 293203
JAMBI 628169 439428 496798 709396 940842 468877 495587 578691 567324
5

SUMATER
219800 205000 206300 210300 210100 202900 184300 185100 128203
A
0 0 0 0 0 0 0 0 0
SELATAN
BENGKUL
225650 232913 256786 169272 169653 160566 154908 149117 69740
U
LAMPUN
559827 426205 515927 635076 648805 628904 439567 467457 531608
G
KEP.
BANGKA - 170400 175592 165819 40782 35448 20403 104019 131314
BELITUNG
KEP. RIAU - - - - - 60780 66381 116849 105875
DKI
140144 129189 57203 41352 60800 58804 52366 38707 30240
JAKARTA
JAWA 420470 405553 429363 495222 488001 530548 529675 653475 796209
BARAT 5 9 7 4 9 5 7 3 5
JAWA 366180 377207 402335 419003 485086 491777 461446 454180 453086
TENGAH 5 0 8 1 0 7 8 7 8
DI
YOGYAKA 227476 220272 211590 218552 269581 377032 419734 421235 443203
RTA
JAWA 231166 231620 147026 235332 237686 240211 243076 246462 434483
TIMUR 5 5 44 7 0 3 7 3 8
115951 137982 101436 127923 161718
BANTEN - 824234 723576 953217
3 0 5 0 1
BALI 616460 532743 924749 974160 640642 687632 653943 747536 676076
NUSA
TENGGAR 490958 494797 566204 476060 466282 525263 589271 516909 523084
A BARAT
NUSA
TENGGAR 191653 200277 210291 221508 230515 242483 249568 253484 258945
A TIMUR
KALIMAN
TAN 283240 287776 301911 302279 320062 341186 351123 439306 457835
BARAT
KALIMAN
TAN 150350 107749 114122 125770 193110 214988 232250 367145 378159
TENGAH
6

KALIMAN
231677 249694 261132 274862 292556 304169 348700 377117 413794
TAN
9 4 1 8 4 5 2 6 9
SELATAN
KALIMAN
TAN 214500 264700 376800 381300 350400 190900 172740 161100 129190
TIMUR
KALIMAN
TAN - - - - - - - - -
UTARA
SULAWES
106264 59271 57386 64887 63304 71536 76809 90768 93135
I UTARA
SULAWES
151285 204742 204601 202377 212487 210784 207272 209691 185321
I TENGAH
SULAWES 224333 423841 411348 411827 286171 248504 242316 103636 246843
I SELATAN 5 5 6 6 2 2 2 7 2
SULAWES
I
223020 220229 225818 271988 276070 280927 268571 372346 418368
TENGGAR
A
GORONT
- 69361 69361 46814 56095 40307 58711 77328 80546
ALO
SULAWES 179926 187199
- - - - - 209694 240873
I BARAT 6 2
MALUKU 122000 65336 66323 94564 135120 232440 235927 286203 303312
MALUKU
- 64830 53380 26443 23826 17620 46545 47695 36368
UTARA
PAPUA
- - - - - 23425 11923 15425 13026
BARAT
PAPUA 116449 141983 163796 230800 250123 191180 211620 78353 81013
INDONESI 290353 320683 460008 338628 325727 324054 324807 358668 398395
A 22 44 82 23 80 28 18 33 20

Sumber : Badan Pusat Statistik

3.2 Perkembangan Produksi Dan Kontribusi Ternak Itik Dalam Pemenuhan


Daging Dan Telur Di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki populasi itik terbesar
di dunia. Pemeliharaan itik sebagian besar masih dilakukan secara tradisionil atau
7

digembala di sawah dan/atau di rawa-rawa. Sistem gembala merupakan cara


pemeliharaan itik dengan biaya rendah yang sangat menguntungkan walaupun
produktiftasnya rendah. Cara pemeliharaan ini cukup penting sebagai lapangan
kerja bagi masyarakat pedesaan yang mempunyai skill/kemampuan dan modal yang
terbatas.
Itik di Indonesia memiliki potensi sebagai sumber pendapatan bagi peternak
kecil di pedesaan, baik sebagai usaha pokok maupun sambilan. Produksi telur itik
gembala bervariasi tergantung ketersediaan pakan di sawah, dengan rata-rata
produksi sekitar 22,5% (Setioko dkk, 1985). Rendahnya produksi ini disebabkan
semakin intensifnya sistem persawahan kita yang dibarengi dengan penggunaan
pestisida dan bahan-bahan kimia lain yang sangat merugikan itik gembala.
Itik dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daging maupun konsumsi telur di
masyarakat. Walaupun produksinya tidak sebanyak daging dari unggas darat yaitu
ayam, produksi daging itik bila dikembangkan bisa untuk berkontribusi lebih tinggi
dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi daging di Indonesia.
Persebaran produksi daging itik di wilayah Indonesia ini, bervariasi
jumlahnya. Ada daerah yang menempati tempat tertinggi dalam produksi daging
itik ada pula yang rendah. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik
(BPS) pada tahun 2009 2016, terdapat keberagaman produksi di tiap daerah, dan
produksi daging itik tertinggi dari 2009 2016 ditempati oleh Provinsi Jawa Barat.
Bila dibandingkan dengan produksi daging nasional, berdasarkan data dari
Kementerian Pertanian di tahun 2009, produksi daging nasional mencapai
2,204,786 ton, yang menunjukan bahwa produksi daging itik ini hanya
menyumbang sebesar 1,17% dari produksi daging nasional di tahun 2009.

Produksi Daging Itik/Itik Manila menurut Provinsi (Ton)


Provinsi
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
ACEH 918 964 814 1122 1765 1803 1146 1186
SUMATERA UTARA 957 1055 1289 2619 2351 2484 2184 2507
SUMATERA BARAT 647 520 657 721 687 715 728 750
RIAU 25 96 173 232 218 305 293 304
8

JAMBI 195 199 125 113 158 656 562 573


SUMATERA
888 1 1 1202 1289 1648 1954 2106
SELATAN
BENGKULU 28 14 13 38 64 57 37 58
LAMPUNG 72 139 97 381 544 273 453 226
KEP. BANGKA
16 18 82 56 46 73 66 72
BELITUNG
KEP. RIAU 32 32 144 46 76 50 22 23
DKI JAKARTA 2909 2962 3315 2889 1424 1888 2341 2458
JAWA BARAT 5131 6183 6417 5892 6182 5838 5204 5074
JAWA TENGAH 3180 3081 2651 4544 4531 4533 3603 3692
DI YOGYAKARTA 384 451 467 318 464 507 606 633
JAWA TIMUR 2098 1906 2481 3525 5777 6514 5973 6128
BANTEN 3358 3490 4789 4154 4515 2571 2119 2162
BALI 241 240 251 235 383 369 364 378
NUSA TENGGARA
448 537 356 401 682 653 690 728
BARAT
NUSA TENGGARA
92 93 61 174 177 185 187 191
TIMUR
KALIMANTAN
81 207 251 522 547 482 265 273
BARAT
KALIMANTAN
173 185 156 151 149 153 140 143
TENGAH
KALIMANTAN
1494 1526 1516 1666 2035 1669 1971 2570
SELATAN
KALIMANTAN
108 175 175 150 97 95 80 91
TIMUR
KALIMANTAN
- - - - - 24 18 19
UTARA
SULAWESI UTARA 59 62 69 86 96 105 91 94
SULAWESI TENGAH 96 128 80 361 340 365 375 389
SULAWESI SELATAN 885 765 668 742 738 3280 2444 2591
SULAWESI
170 193 204 317 305 173 204 150
TENGGARA
GORONTALO 48 52 36 43 34 40 40 40
9

SULAWESI BARAT 809 487 591 600 290 272 277 285
MALUKU 170 169 187 203 77 72 298 322
MALUKU UTARA 5 6 2 37 41 37 42 48
PAPUA BARAT 11 11 11 12 20 33 34 34
PAPUA 55 55 55 58 52 63 44 47
INDONESIA 25782 26002 28184 33610 36154 37985 34854 36346

Itik juga memenuhi kebutuhan konsumsi telur di Indonesia, walaupun sama


seperti produksi daging itik yaitu, produksi telur nya pun tidak lebih tinggi daripada
produksi telur itik. Tetapi, telur itik tetap memiliki tempat di para konsumennya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2009 2016, secara
bertahap mengalami kenaikan dari tahun 2009 2014, namun turun pada tahun
2015 dan mengalami kenaikan kembali di tahun 2016. Dari tahun 2009 2016
produksi telur tertinggi berada pada daerah Provinsi Jawa Barat.
Bila dibandingkan dengan produksi telur nasional, berdasarkan data dari
Kementerian Pertanian di tahun 2009, produksi telur nasional mencapai 1,307,000
ton, yang menunjukan bahwa produksi telur itik ini menyumbang sebesar 18,09%
dari produksi telur nasional di tahun 2009.

Produksi Telur Itik/Itik Manila menurut Provinsi (Ton)


Provinsi
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
ACEH 7942 8345 9258 12503 11433 11611 7009 7253
SUMATERA
8796 9498 12319 15121 13802 15022 12127 13921
UTARA
SUMATERA
6072 7723 6302 6595 6410 6675 6799 7000
BARAT
RIAU 1035 1065 1305 2097 1879 1959 1594 1658
JAMBI 2577 2968 3376 3877 5250 6136 7760 9023
SUMATERA
6426 6554 4736 5753 4906 6272 7435 8013
SELATAN
BENGKULU 550 567 329 561 761 789 595 925
LAMPUNG 2712 3881 3017 5668 5652 3088 3385 3408
10

KEP. BANGKA
610 479 482 173 255 267 245 263
BELITUNG
KEP. RIAU 128 915 944 744 777 515 220 232
DKI JAKARTA 224 229 134 149 166 155 181 190
JAWA BARAT 53560 64540 63523 54886 59432 59716 53573 55216
JAWA TENGAH 40474 34846 33664 33937 36424 40552 32705 34153
DI YOGYAKARTA 2498 2528 4426 2909 3464 3500 2975 2991
JAWA TIMUR 25502 25892 26580 28031 28152 34444 32340 33052
BANTEN 8741 9233 15007 15856 17708 15926 16301 16632
BALI 4558 4649 4752 4312 4271 4148 4133 4247
NUSA TENGGARA
2441 2355 3119 3671 5975 5941 9407 9934
BARAT
NUSA TENGGARA
1243 1247 1521 1354 1440 1504 1522 1559
TIMUR
KALIMANTAN
1634 2168 2199 3278 3323 3356 2614 2726
BARAT
KALIMANTAN
507 531 1370 4082 1549 1603 1500 1529
TENGAH
KALIMANTAN
24938 27734 24642 29604 30218 29477 28678 28746
SELATAN
KALIMANTAN
861 1156 861 1203 1260 1196 1059 1214
TIMUR
KALIMANTAN
- - - - - 280 235 247
UTARA
SULAWESI UTARA 599 629 704 886 987 975 853 882
SULAWESI
1574 1775 2390 3385 3553 3710 3837 3982
TENGAH
SULAWESI
15129 16610 17262 22808 32056 36080 29998 31798
SELATAN
SULAWESI
1994 2256 2296 3246 3024 1751 2092 1537
TENGGARA
GORONTALO 425 506 311 440 339 387 398 404
SULAWESI BARAT 10125 1087 5174 6134 2927 2762 2834 2919
MALUKU 940 1319 1440 1571 1965 2031 3054 3293
MALUKU UTARA 1057 1113 2098 400 341 351 330 375
11

PAPUA BARAT 81 96 98 136 174 591 291 293


PAPUA 474 545 559 568 496 281 454 494
INDONESIA 236427 245038 256198 275938 290369 303051 278535 290110
12

IV

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan dari makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa :


1. Pada musim dingin, itik-itik bermigrasi dari wilayah utara ke tempat-tempat
terbuka dengan lingkungan yang tersedia banyak air dan pakan melimpah.
Salah satu tempat migrasi itik adalah wilayah Indonesia karena memiliki
daerah perairan lebih besar jika dibandingkan dengan daratannya. Oleh
karena itu, keberadaan itik di Indonesia merupakan ternak pendatang dan
karena daya adaptasinya yang tinggi pada lingkungan di Indonesia, maka
selama bertahun-tahun itik mampu berkembang biak dengan baik di
Indonesia
2. Pemenuhan daging dan telur itik di Indonesia sudah sangat baik, dilihat dari
penyebaran populasinya yang menempati urutan ke-3 setelah China dan
Vietnam.
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar. 2003. Mutu Karkas Ayam Hasil Pemotongan Tradisional Dan


Penerapan System Hazard Analysis Critical Control Point. Balai Penelitian
Ternak. Bogor
Badan Pusat Statistik (BPS). Peternakan. Statistik Sektoral diakses dari
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1036, diakses pada
tanggal 10 September 2017 pada jam 10.39 WIB.
Badan Pusat Statistik (BPS). Peternakan. Statistik Sektoral diakses dari
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1066, diakses pada
tanggal 10 September 2017 pada jam 10.41 WIB.
Badan Pusat Statistik (BPS). Peternakan. Statistik Sektoral diakses dari
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1080, diakses pada
tanggal 10 September 2017 pada jam 10.41 WIB.
Berg, R. T. dan Butterfield. R. M., 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sydney.
University Press, Sydney.
Blakely, J., dan Bade, D. H. 1998. Ilmu Peternakan Edisi ke Empat. Penerjemah:
Srigandono, B. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2004. Statistik Peternakan.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian,
Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2005. Buku Statistik Peternakan
2001. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian.
Fao production year book. 1995 . Statistic Series No. Food and Agriculture.
Organization of The United Nations, Rome, 1995
Ketaren, S., 1998, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press.
Depok
Mc. Nitt, J. L,. 1983. Livestock Husbandry Techniques. Granada Publishing.
Morran, E. T. and H. L. Orr. 1970. Influence of Strain on the Carcass. Poult. Sci.
49: 725-729.
14

Mountney, G.J. 1983. Poultry Product Technology. 3th ed. The AVI Publishing
Company Inc., Westport, Connecticut.
Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
_______. 2003. Pemotongan, Penanganan, dan Pengolahan Daging Ayam.
Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf. 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
______. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta
Sanjaya, A.W. dan D.W. Lukman. 1992. Pengamatan Kuantitatif Mikroba pada
Karkas Broiler yang Dipotong dan Utuh. BPPT kerjasama Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
SETIOKO, A.R ., D.J.S . HETZEL and A.J . EVANS. 1985. Duck Production in
Indonesia . In Duck Production and World Practice, Farrell, D.J . and
Stapleton, P. (Ed). University ofNew England, Pp 418 427

Siregar. A. P. 1980. Tehnik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Penerbit Merdie


Group. Jakarta
__________, 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

SNI. 2009. Mutu Karkas dan Daging Ayam. Badan Standarisasi Nasional 3924.
BSNI.
Soeparno 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
15

Lampiran

Nama NPM Jobdesk


Sanitya A 200110130168 Pembahasan
Fauzi Atsani Harits 200110150149 Pembahasan
Rizky Nur Faidzan 200110150154 Cover dan BAB IV
Tyara Rahayuni Azizah 200110150293 Pembahasan
Lani Sri Pujiyanti 200110150296 Edit dan print
Arta Setyo Agung Panjaitan 200110150305 Bahan presentasi
Ricko Erlangga 200110150307 BAB I

Anda mungkin juga menyukai