Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) saat ini masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat, karena ISPA merupakan salah satu penyebab morbiditas

dan mortalitas terpenting khususnya pada anak. Pengertian ISPA di sini adalah

infeksi yang menyerang traktus respiratorius atas dan adneksanya hingga

parenkim paru yang berlangsung hingga 14 hari. ISPA terdiri dari rinitis,

faringitis, tonsilitis, rinosinusitis, otitis media,epiglotitis, laringotrakeo-

bronkitis atau croup, bronkitis, bronkiolitis, dan pneumonia (Wantania et al.,

2013).

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa ISPA menjadi

penyebab kematian terbesar yang menyerang usia anak-anak.

Mortalitas dan morbiditas ISPA di Indonesia pada balita masih cukup

tinggi, karena ISPA menyebabkan kematian kurang lebih 5 per 1000 balita,

dengan rata-rata angka morbiditas sebesar 18,5 per mil. Berdasarkan kelompok

umur, prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-35 bulan (21,4 per

mil), kemudian pada kelompok umur 36-59 bulan (18,1 per mil), dan terendah

pada kelompok umur 0-11 bulan sebanyak 13.6 per mil (Riskesdas, 2013).

Di setiap tempat, angka kejadian ISPA dapat bervariasi. Hal ini berkaitan

dengan faktor risiko yang mempengaruhi perjalanan penyakit ISPA pada anak.

Beberapa faktor yang telah teridentifikasi dari penelitian terdahulu antar lain,

1
usia, jenis kelamin, status gizi, pemberian Air Susu Ibu (ASI), imunisasi,

pendidikan ibu, status ekonomi, pekerjaan ibudan status merokok anggota

keluarga (Wantania et al., 2013).

B. TUJUAN PENYUSUNAN

1. Tujuan Umum

a. Untuk memenuhi tugas dalam kepanitraan klinik bagian anak.

b. Untuk mengetahui penanganan kasus infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA) pada anak.

2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari laporan kasus ini adalah untuk mengetahui:

a. Mengetahui penyebab dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada

anak.

b. Mengetahui Tanda dan gejala infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

pada anak.

c. Mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA) pada anak.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sering disalah-artikan sebagai

infeksi saluran pernafasan atas, padahal ISPA tidak hanya meliputi saluran

pernafasan bagian atas saja tetapi juga mencakup saluran pernafasan bagian

bawah, karena ISPA merupakan terjemahan dari bahasa inggris Acute

Respiratory Infection (ARI). Saluran pernafasan adalah organ mulai dari

hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga

telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan

bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru)

dan organ adneksa saluran pernafasan (Wantania et al., 2013).

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas

14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung

lebih dari 14 hari. ISPA dapat didefinisikan sebagai infeksi yang menyerang

traktus respiratorius atas dan adneksanya hingga parenkim paru yang

berlangsung hingga 14 hari (Wantania et al., 2013).

3
B. ETIOLOGI

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri

antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus,

Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan

Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,

Herpesvirus.

Gambar 1.1 Etiologi ISPA pada anak

C. CARA PENULARAN

Penyebaran melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda yang

telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA (hand to hand transmission)

dan dapat juga ditularkan melalui udara tercemar (air borne disease) pada

4
penderita ISPA yang kebetulan mengandung bibit penyakit melalui sekresi

berupa saliva atau sputum.

D. EPIDEMIOLOGI

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering

terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29

episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun

di negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia

per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang.

E. KLASIFIKASI

ISPA berdasarkan letak anatominya di klasifikasikan menjadi 2 macam,

yaitu ISPA bagian atas dan ISPA bagian bawah. ISPA bagian atas adalah infeksi

primer traktus respiratorius superior di atas laring, yaitu rinitis, faringitis,

tonsilitis, rinosinusitis dan otitis media. Sedangkan ISPA bagian bawah adalah

infeksi traktus respiratorius inferior dari laring hingga ke struktur di bawahnya,

yaitu epiglotitis, laringotrakeobronkitis atau croup, bronkitis, bronkiolitis, dan

pneumonia (Wantania et al., 2013).

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah: ISPA ringan, yaitu

apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak. ISPA sedang apabila timbul

gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39C dan bila bernafas mengeluarkan

suara seperti mengorok. ISPA berat bila meliputi: kesadaran menurun, nadi

5
cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru

(sianosis) dan gelisah.

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2

bulan dan untuk golongan umur 2 bulan- 5 tahun (Muttaqin, 2008):

1. Golongan Umur Kurang 2 Bulan

a) Pneumonia Berat

Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah

atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan

yaitu 6 kali per menit atau lebih.

b) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)

Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau

napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:

Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang

dari volume yang biasa diminum), kejang, kesadaran menurun,

stridor, wheezing, demam dan dingin.

2. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun

a) Pneumonia Berat, bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di

dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas

(pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis

atau meronta).

b) Pneumonia Sedang, bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih, untuk usia

1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.

6
c) Bukan Pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian

bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2

bulan-5 tahun yaitu: Tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun,

stridor, dan gizi buruk

F. GEJALA KLINIS

Berikut gejala ISPA dibagi menjadi 3 antara lain sebagai berikut:

1. Gejala dari ISPA ringan, seseorang balita dinyatakan menderita ISPA

ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut; batuk,

suara serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara

(pada waktu berbicara atau menangis), pilek yaitu mengeluarkan lendir

atau ingus dari hidung dan panas atau demam, suhu badan lebih dari 37C.

2. Gejala dari ISPA sedang, seseorang balita dinyatakan menderita ISPA

sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-

gejala sebagai berikut; pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur, suhu

tubuh lebih dari 39C, tenggorokan berwarna merah, timbul bercak-bercak

merah pada kulit menyerupai bercak campak, telinga sakit atau

mengeluarkan nanah dari lubang telinga, pernapasan berbunyi seperti

mengorok (mendengkur).

3. Gejala dari ISPA berat, seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat

jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu

atau lebih gejala-gejala sebagai berikut; bibir atau kulit membiru, anak

tidak sadar atau kesadaran menurun, pernapasan berbunyi seperti

7
mengorok dan anak tampak gelisah, sela iga tetarik ke dalam pada waktu

bernafas, nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba,

tenggorokan berwarna merah.

G. PATOGENESIS

Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran

mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring,

dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh

rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan

terjerat dalam membran mukosa. Gerakan silia mendorongn membran mukosa

ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring. Secara

umum efek pencemaran udara terhadap pernafasan dapat menyebabkan

pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti

sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh

bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan

penyempitan saluran pernafasan dan makrofage di saluran pernafasan. Akibat

dari dua hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda

asing tertarik dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal

ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2008:

17).

8
H. DIAGNOSIS

Gold standard diagnosis ISPA (faringitis) adalah dengan pemeriksaan

kultur dari apusan tenggorok yang berasal dari bagian posterior tonsil untuk

menegakkan adanya Streptococcus pyogenes, dan bagian posterior faring.

Kemudian diinokulasikan pada media agar darah domba 5% dan piringan

basitrasin diaplikasikan kemudian ditunggu selama 24 jam. Saat ini terdapat

metode yang dengan cepat mendeteksi antigen streptokokus grup A (rapid

antigen detection test). Metode ini memiliki sensitifitas dan spesifitas 90% atau

95% dan hasilnya dapat diketahui dalam 10 menit, sehingga metode ini bisa

digunakan sebagai pengganti pemeriksaan kultur (Naning et al., 2013).

Pemeriksaan untuk rinitis, rinosinusitis dengan CT-scan, MRI atau foto

polos sinus, yang menunjukkan adanya kelainan sinus yang disebabkan karena

rinitis bukan karena infeksi sekunder bakteri.

Bila diduga terdapat epiglotitis, dapat dilakukan pemeriksaan

labolatorium, ditandai dengan ditemukannya peningkatan WBC >20.000/mm3

yang didominasi PMN. Pemeriksaan X-ray didapatkan ruang subglotis yang

menyempit seperti menara, yang disebut steeple sign (Kercsmar, 2010).

I. PENCEGAHAN

1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Intervensi yang ditujukan bagi pencegahan faktor risiko dapat dianggap

sebagai strategi untuk mengurangi kesakitan (insiden) pneumonia. Termasuk

disini ialah penyuluhan, berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI

9
eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak,

penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok.

Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi

angka kesakitan (insiden) ISPA, usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi

malnutrisi, program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan

lahir rendah serta Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang

menangani masalah polusi di dalam maupun di luar rumah merupakan salah

satu usaha pencegahan tingkat primer.

2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini

mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA

yaitu:

a) Pneumonia Sangat Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen,

terapi antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara

intramuskular setiap 6 jam. Apabila pada anak terjadi perbaikan

(biasanya setelah 3-5 hari), pemberiannya diubah menjadi

kloramfenikol oral, obati demam, obati mengi, perawatan suportif,

hati-hati dengan pemberian terapi cairan, nilai ulang dua kali sehari.

b) Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi

antibiotik dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular

setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati demam, obati mengi,

perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai

ulang setiap hari.

10
c) Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan

kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin

prokain intramuskular per hari, nasihati ibu untuk memberikan

perawatan di rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah

2 hari.

d) Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi

antibiotik sebaiknya tidak diberikan kecuali jika penyebabnya

adalah infeksi bakteri, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek),

obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah.

Faringitis Streptococcus dapat diberikan :

- Antibiotik selama 10 hari : Penisilin 15-30 mg/kgBB/hari (3 kali

sehari)

- Atau Ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari (4 kali sehari)

- Atau Amoksisilin 25-50 mg/kgBB/hari (3 kali sehari)

- Atau Eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari (4 kali sehari)

- Pemberian antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II

juga dapat memberikan efek yang sama, namun tidak diberikan

karena risiko resistensinya lebih besar.

e) Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan

memberikan kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati

kemungkinan adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif,

penilaian ulang.

11
3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada anak penderita ISPA agar tidak

bertambah parah dan mengakibatkan kematian.

J. KOMPLIKASI

1. Akibat penyebaran langsung: otitis media, rinosinusitis, mastoiditis,

adenitis servikal, abses retrofaringeal/parafaringeal, pneumonia.

2. Akibat penyebaran hematogen: meningitis, osteomielitis, arthritis septic,

demam rematik, glomerulonefritis.

K. PROGNOSIS

Pada umumnya bonam bila ditangani secara adekuat.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

ISPA adalah infeksi yang menyerang traktus respiratorius atas dan

adneksanya hingga parenkim paru yang berlangsung hingga 14 hari.

Penyebaran melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda

yang telah dicemari bakteri penyebab ISPA (hand to hand transmission) dan

dapat juga ditularkan melalui udara tercemar (air borne disease) pada

penderita ISPA yang kebetulan mengandung bibit penyakit melalui sekresi

berupa saliva atau sputum.

Secara umum efek pencemaran udara terhadap pernafasan dapat

menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan

dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan

akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat

sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan makrofage di

saluran pernafasan. Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan

kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat

dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya

infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2008: 17).

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Gejala yang timbul diantaranya, serak, nyeri

13
menelan, batuk berdahak dengan dahak berwarna hijau, pilek, demam, tidak

ada sesak, dan tidak ada nyeri dada.

Tatalaksana pada penyakit ini harus disesuaikan etiologinya. Jika

etiologinya bakteri maka harus diberikan antibiotik, tetapi jika etiologinya

virus penggunaan antibiotik tidak diperlukan. Pada kasus ini, obat yang

bisa diberikan berupa Mukolitik: Ambroksol untuk anak 6-12 tahun

tablet 30 mg 2-3 kali sehari untuk mengencerkan dahak supaya mudah

dikeluarkan, Paracetamol tablet 500 mg 3x1/2 tablet atau 10-15

mg/kgBB/x = 210-315 mg, Amoxicillin 25-50 mg/kgBB/hari (3 kali

sehari) selama 10 hari, pemberian antibiotik golongan sefalosporin

memberikan efek yang sama, tetapi tidak diberikan karena risiko

resistensinya lebih besar.

Prognosis pada pasien dengan penyakit ini umumnya bonam jika

tatalaksana yang diberikan baik.

B. SARAN

1. Bagi pasien diharapkan merubah kebiasaan makannya, dengan

mengurangi makanan yang berminyak serta mengurangi minuman yang

dingin, memperbaiki imunitas dengan cara meningkatkan asupan

makanan bergizi dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

2. Bagi insitusi diharapkan dapat menambah koleksi buku-buku yang

membahas secara lebih mendalam mengenai penyakit ISPA.

14
3. Bagi petugas medis agar dapat terus meningkatkan pengetahuan serta

keterampilannya dalam hal penanganan pasien dengan penyakit ISPA.

15

Anda mungkin juga menyukai

  • REFERAT IKM Kepatuhan Berobat
    REFERAT IKM Kepatuhan Berobat
    Dokumen14 halaman
    REFERAT IKM Kepatuhan Berobat
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • 7 4 2018
    7 4 2018
    Dokumen5 halaman
    7 4 2018
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • 1 Sampul
    1 Sampul
    Dokumen1 halaman
    1 Sampul
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • RSUD Haji 2018-04-14
    RSUD Haji 2018-04-14
    Dokumen2 halaman
    RSUD Haji 2018-04-14
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Kti Nunu
    Kti Nunu
    Dokumen24 halaman
    Kti Nunu
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan: Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan: Latar Belakang
    Dokumen8 halaman
    Bab I Pendahuluan: Latar Belakang
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • PENYAKIT KRONIS
    PENYAKIT KRONIS
    Dokumen70 halaman
    PENYAKIT KRONIS
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen1 halaman
    Sampul
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Portofolio Interna Tingkat 1
    Portofolio Interna Tingkat 1
    Dokumen68 halaman
    Portofolio Interna Tingkat 1
    Rani Mulia
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen1 halaman
    Sampul
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii (6-17)
    Bab Iii (6-17)
    Dokumen12 halaman
    Bab Iii (6-17)
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Ortopedi Trauma UMI
    Ortopedi Trauma UMI
    Dokumen14 halaman
    Ortopedi Trauma UMI
    L M Akhiruddin
    Belum ada peringkat
  • CHF Nyha III, Cad, Hhd-Ibul
    CHF Nyha III, Cad, Hhd-Ibul
    Dokumen22 halaman
    CHF Nyha III, Cad, Hhd-Ibul
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Gizi
    Gizi
    Dokumen10 halaman
    Gizi
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • CHF Nyha III, Cad, Hhd-Ibul
    CHF Nyha III, Cad, Hhd-Ibul
    Dokumen22 halaman
    CHF Nyha III, Cad, Hhd-Ibul
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Muslimin CHF
    Muslimin CHF
    Dokumen14 halaman
    Muslimin CHF
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Status Ujian (Imm)
    Status Ujian (Imm)
    Dokumen5 halaman
    Status Ujian (Imm)
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
    Dokumen2 halaman
    Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Luka Bakar Listrik
    Luka Bakar Listrik
    Dokumen25 halaman
    Luka Bakar Listrik
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen2 halaman
    Dapus
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Jaga
    Jadwal Jaga
    Dokumen1 halaman
    Jadwal Jaga
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Portofolio Anak
    Portofolio Anak
    Dokumen36 halaman
    Portofolio Anak
    Gabriyah Hamzah
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen1 halaman
    Sampul
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen1 halaman
    Sampul
    Muslimin Eksakwang
    Belum ada peringkat
  • PORTOFOLIO NEURO Tingkat 1
    PORTOFOLIO NEURO Tingkat 1
    Dokumen39 halaman
    PORTOFOLIO NEURO Tingkat 1
    Anggun Dwi Jayanti
    Belum ada peringkat
  • PORTOFOLIO NEURO Tingkat 1
    PORTOFOLIO NEURO Tingkat 1
    Dokumen39 halaman
    PORTOFOLIO NEURO Tingkat 1
    Anggun Dwi Jayanti
    Belum ada peringkat