Anda di halaman 1dari 2

Dalam kitab An-Nawdir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-

Qulyubi dikisahkan, suatu hari seorang ulama zuhud Abdullah bin Mubarak Sementara itu, kawan-kawannya yang berhaji menyampaikan testimoni yang
berangkat menuju Makkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni membuat Abdullah bin Mubarak semakin bingung. Mereka mengaku berada di
haji. Namun, ketika ia sampai di kota Kufah, perjalanannya terhenti beberapa Makkah dan membantu kawan-kawannya itu membawakan bekal, memberi
saat hingga dirinya batal menunaikan ibadah haji. minum, atau membelikan sejumlah barang.

Yang membuat Abdullah bin Mubarak menghentikan perjalanannya adalah Setelah peristiwa yang membingungkan itu, Abdullah bin Mubarak pada malam
kondisi miris seorang perempuan di kota Kufah yang terpaksa mengonsumsi harinya mendapat jawaban melalui mimpi. Dalam tidur itu, Abdullah mendengar
bangkai itik. Tidak sendirian, perempuan mengajak pula anak-anaknya memakan suara, "Hai Abdullah, Allah telah menerima amal sedekahmu dan mengutus
bangkai itu sebagai santapan keluarga. malaikat menyerupai sosokmu, menggantikanmu menunaikan ibadah haji."

Abdullah bin Mubarak sempat menegurnya beberapa kali bahwa konsumsi Jamaah shalat Jumat hadkumullh,
semacam itu haram menurut agama. Nasihat ini gagal. Hingga ia terkejut dengan
kenyataan bahwa keluarga tersebut memakan bangkai karena alasan Subhanallah. Allah telah menunjukkan rahmat-Nya kepada hamba yang gemar
keterpaksaan. Si perempuan dan beberapa anaknya sudah tiga hari mendapat bersedekah. Apa yang dilakukan ulama sufi tersebut adalah prioritas dalam
makanan. Untuk mempertahankan hidup, satu keluarga miskin tersebut beribadah. Haji adalah ibadah, sedekah juga merupakan ibadah. Namun,
menelan apa saja yang bisa dimakan. Abdullah bin Mubarak mendahulukan yang kedua karena sedekahnya sangat
dibutuhkan.
Hati Abdullah bin Mubarak menangis. Ia lantas menyedekahkan keledai
tunggangannya, beserta barang-barang bawaannya, termasuk makanan dan Abdullah bin Mubarak tidak sedang meremehkan ibadah haji. Ia hanya
pakaian, kepada keluarga malang itu. Persoalanya adalah Abdullah bin Mubarak mendahulukan apa yang seharusnya didahulukan. Ia cuma sedang mengatasi
kini tak memiliki bekal untuk melanjutkan perjalannya ke Tanah Suci. masalah yang amat mendesak, yakni menyangkut kebutuhan dasar orang lain,
Perjalanannya tertunda beberapa lama di kota Kufah sampai musim haji lewat dengan menunda ibadah haji tahun itu. Toh, bukankah haji yang tertunda masih
dan ia pun gagal melaksanakan haji tahun itu. mungkin dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya?

Ketika balik ke kampung halaman, alangkah kagetnya ia lantaran mendapat Perbuatan ini selaras pula dengan kaidah fiqih:
sambutan luar biasa dari masyarakat sebagai orang yang baru datang dari

ibadah haji. Abdullah bin Mubarak pun protes campur malu, dan berterus terang

bahwa kali ini ia gagal pergi ke Tanah Suci.
Ibadah sosial lebih utama ketimbang ibadah individual.
"Sungguh aku tidak menunaikan haji tahun ini," katanya meyakinkan orang-
orang yang menyambutnya.
Jamaah shalat Jumat hadkumullh, heran bila Abdullah bin Mubarak mendapat kemuliaan meski belum berangkat
Pelajaran pertama, ke Tanah Suci lantaran rasa kemanusiaan dan kepedulian sosialnya yang tinggi.
seseorang tetap diharuskan ikhtiar agar dapat melaksanakan ibadah haji.
Sebagaimana shalat lima waktu dan zakat, haji adalah salah satu rukun Islam. Demikian, khutbah yang dapat alfaqir sampaikan. Semoga kita termasuk orang-
Bila masuk kategori mampu, baik dari segi fisik, ekonomi, mapun keamanan, orang yang kelak bisa menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, sekaligus orang-
seseorang wajib menunaikannya tanpa menunda-nunda. Kewajiban tetaplah orang yang mempunyai perhatian yang tinggi atas persoalan orang lain di sekitar
kewajiban, meskipun kita harus memilih satu kewajiban prioritas saat kita. Wallhu alam bish shawb.
dihadapkan dengan pilihan beberapa kewajiban yang mesti dipenuhi.

Mengerjakan haji adalah kewajiban menusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (QS Ali Imran: 97)

Pelajaran kedua, Abdullah bin Mubarak telah melaksanakan al-birru atau


kebajikan yang memang sangat dianjurkan dalam Islam. Ia menyedekahkan
sesuatu yang sejatinya ia perlukan untuk menunaikan ibadah haji. Al-Quran
menyebutkan:

Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan (yang sempurna), sebelum kalian


mendermakan sebagian dari hartamu yang kamu cintai. (QS Ali Imran: 92)

Al-birru merupakan derivasi dari kata barra-yabirru yang berarti berbuat baik
atau patuh. Dari kata ini pula terbentuk istilah mabrr. Haji mabrur dengan
demikian bukan semata soal pelaksanaan rukun dan wajib haji beserta hal-hal
teknis lainnya. Tapi juga bagaimana haji membentuk pribadi yang al-brr, yakni
bajik secara sosial. Pemilik predikat haji mabrur tak hanya meningkat ibadahnya
melainkan juga meningkat kepeduliannya terhadap persoalan di sekelilingnya
sepulang dari haji. Artinya, substansi mabrr ada pada akhlak da karenanya tidak

Anda mungkin juga menyukai