Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Absorbsi


Absorbsi merupakan salah satu proses pemisahan dengan mengontakkan
campuran gas dengan cairan sebagai penyerapnya. Pada absorbsi sendiri ada dua
macam proses yaitu
a. Absorbsi fisik
Absorbsi fisik merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam cairan
penyerap tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh absorbsi ini adalah absorbsi
gas H2S dengan air, metanol, propilen, dan karbonat. Penyerapan terjadi karena
adanya interaksi fisik, difusi gas ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair. Dari
asborbsi fisik ini ada beberapa teori untuk menyatakan model mekanismenya,
yaitu (Brown, 1950).

1. teori model film


2. teori penetrasi
3. teori permukaan yang diperbaharui
b. Absorbsi kimia
Absorbsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut didalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh absorbsi ini adalah
absorbsi dengan adanya larutan MEA, NaOH, K2CO3, dan sebagainya. Aplikasi
dari absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO2 pada pabrik
amoniak. Penggunaan absorbsi kimia pada fase kering sering digunakan untuk
mengeluarkan zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gasnya.
Keuntungan absorbsi kimia adalah meningkatnya koefisien perpindahan massa
gas, sebagian dari perubahan ini disebabkan makin besarnya luas efektif
permukaan. Absorbsi kimia dapat juga berlangsung di daerah yang hampir
stagnan disamping penangkapan dinamik.
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci.
Persyaratan absorben :

1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar


mungkin (kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
2. Selektif
3. Memiliki tekanan uap yang rendah
4. Tidak korosif.
5. Mempunyai viskositas yang rendah
6. Stabil secara termis.
7. Murah

Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk
gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan),
natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam
sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa).

1.2 Kolom Absorpsi


Adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses pengabsorbsi
(penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung tersebut.
Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh komponen
lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari
komponen tersebut.
1.3 Struktur dalam absorber
1. Bagian atas: Spray untuk mengubah gas input menjadi fase cair.
2. Bagian tengah: Packed tower untuk memperluas permukaan sentuh
sehingga mudah untuk diabsorbsi
3. Bagian bawah: Input gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reactor.
1.4 Prinsip Kerja Kolom Absorbsi
1. Kolom reactor adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase
mengalir berlawanan arah yang dapat menyebabkan komponen kimia
ditransfer dari satu fase cairan ke fase lainnya, terjadi 4eacto pada setiap
4eactor kimia. Proses ini dapat berupa absorpsi gas, destilasi,pelarutan
yang terjadi pada semua reaksi kimia.

2 Campuran gas yang merupakan keluaran dari 4eactor diumpankan


kebawah menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa
yaitu fasa gas dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional
dalam umpan gas dari bawah menara ke dalam pelarut air sprayer yang
diumpankan dari bagian atas menara. Peristiwa reactor ini terjadi pada
sebuah kolom yang berisi packing dengan dua tingkat.

Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan dari gas yang
dimasukkan tadi.
Proses Pengolahan Kembali Pelarut Dalam Proses Kolom Absorber

1. Konfigurasi reactor akan berbeda dan disesuaikan dengan sifat alami dari
pelarut yang digunakan
2. Aspek Thermodynamic (suhu dekomposisi dari pelarut),Volalitas
pelarut,dan aspek kimia/fisika seperti korosivitas, viskositas,toxisitas, juga
termasuk biaya, semuanya akan diperhitungkan ketika memilih pelarut
untuk spesifik sesuai dengan proses yang akan dilakukan.
3. Ketika volalitas pelarut sangat rendah, contohnya pelarut tidak muncul
pada aliran gas, proses untuk meregenerasinya cukup sederhana yakni
dengan memanaskannya.

1.5 Laju Absorbsi


Di dalam merancang suatu menara absorbsi, harga koefisien perpindahan
massa merupakan besaran yang sangat penting. Penurunan korelasi harga Kga
berdasarkan pada absorbsi fisik. Dengan adanya harga Kga dapat ditentukan
besaran-besaran lainnya seperti
a. Kecepatan perpindahan massa
Kecepatan perpindahan massa dapat dihitung setelah konsentrasi gas yang
berkesinambungan dengan fase cairnya diketahui. Dalam hal ini gas harus
berdifusi ke aliran cairan tiap satuan waktu.
b. Waktu operasi
Jika harga Kga diketahui maka kecepatan perpindahan massanya dapat juga
ditentukan sehingga waktu operasi bisa dihitung pula.
c. Ukuran alat dan bahan
Untuk mengetahui dimensi alat dan besarnya biaya pembuatan alat tersebut,
dapat diturunkan dari persamaan berikut : Rumus untuk menentukan harga
Kga dapat didasarkan pada absorbsi fisik dengan menganggap bahwa kurva
kesetimbangan berurutan pada selang waktu tertentu dimana perpindahan
massa berlangsung. Kecepatan perpindahan massa dapat ditentukan
berdasarkan persamaan yang diturunkan oleh Maxwell dan Stefan :
Persamaan tersebut merupakan persamaan untuk difusi gas dalam keadaan
tetap di komponen A melalui B yang tidak bergerak dan gas berdifusi dalam
tubuh gas ke permukaan batas gas-cair. Dari persamaan tersebut dapat
digunakan untuk mencari korelasi Kga, yaitu : Apabila volume cairan
diabaikan, maka : Neraca massa A pada fase cair di sepanjang elemen
volume A z, menghasilkan persamaan : Neraca massa A pada fase gas
pada elemen volum yang sama menghasilkan persamaan : Pada absorbsi
CO2 dengan larutan NaOH menjadi :
CO2 (g) + 2NaOH (l) Na2CO3 (l) + H2O

Jika laju reaksi pembentukan Na2CO3 jauh lebih besar dibandingkan laju
difusi CO2 kedalam larutan NaOH, maka konsentrasi CO2 pada batas film cairan
dengan bahan utama cairan adalah nol. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi CO2
yang sangat cepat selama reaksi di sepanjang film. Pada reaksi instan (sangat
cepat) bilangan Ha (Ha = CL{K1,Cb}1/DA>>>1), maka konsentrasi reaktan akan
habis pada posisi X*<L, hal ini berakibat [A]2 = 0. Letak X* adalah suatu tempat
dimana fluks A dari antar muka dan B dari bagian utama cairan berada pada
perbandingan stokiometri. Pada kasus ini, perbandingan stokiometri A terhadap B
adalah 1 : 2, berlaku persamaan : Dengan enchancement faktor (E) = 1 + dengan
Tebal film (X*) dapat ditentukan dengan menganggap bahwa semua CO 2 yang
berpindah fase dari gas ke cair habis bereaksi di sepanjang film.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Penyerapan Gas CO2 Menggunakan Variasi Laju Alir Air dan Variasi
Laju Alir CO2 dengan Laju Aliran Udara 80 L/menit
Absorpsi gas merupakan suatu proses perpindahan massa antar fase, dimana
salah satu atau beberapa komponen dalam campuran gas diserap oleh cairan
penyerap tertentu. Pada percobaan fasa cair atau yang berperan sebagai penyerap
gas CO2 adalah air. NaOH 1 N yang diambil sebanyak 250 mL digunakan untuk
mengukur banyaknya CO2 yang terserap pada air. Pada percobaan laju alir air
yang digunakan adalah bervariasi yaitu 1 L/menit, 2 L/menit, 3 L/menit, dan
4L/menit, laju alir CO2 yang digunakan juga bervariasi yakni 4 L/menit, dan 2
L/menit, namun pada laju alir udara yang digunakan adalah tetap yaitu 80
L/menit. Percobaan ini dilakukan tiga kali pengulangan untuk mendapatkan
volume CO2 yang terserap benar-benar akurat. Pada tabel 3.1 dapat dilihat data
hasil percobaan yang telah dilakukan.
Tabel 3.1 Penyerapan gas CO2

F1 F3 V2 rata-rata (mL)
(L/min) F2(L/min) (L/min) V1 (mL) S1 S2 S3
1 80 2 40 0,3 0,4 1,03
2 80 2 40 1 1,13 1,4
3 80 2 40 0,63 0,8 0,9
4 80 2 40 0,83 1,07 1,27
1 80 4 40 0,23 0,43 0,7
2 80 4 40 0,43 0,43 0,8
3 80 4 40 0,37 0,7 1
4 80 4 40 0,4 0,8 1,3

Keterangan : F1 = Kecepatan aliran air (L/menit)

F2 = Kecepatan aliran udara (L/menit)

F3 = Kecepatan aliran CO2 (L/menit)

V1 = Volume gas pada tabung piston (mL)

V2 = Volume gas pada CO2 yang terabsorpsi (mL)


Dari tabel 3.1 tersebut dapat dilihat hubungan antara debit aliran udara
dengan volume gas CO2 yang terserap. Volume gas CO2 yang terserap pada valve
S3 lebih besar dibangingkan S2, dan S2 lebih besar dibandingkan S1. Dapat
dilihat bahwa jumlah V2 yang dihasilkan memiliki perbedaan. S1 adalah
pengambilan pada bagian atas kolom, S2 adalah pengambilan pada bagian tengah
kolom, dan S3 adalah pengambilan pada bagian bawah kolom. Terlihat pada tabel,
semakin kebawah kolom, jumlah CO2 yang diserap semakin banyak. Hal ini
Karena pada bagian bawah kolom, kontak antara kolom dan pemasukan gas lebih
besar dibandingkan kolom yang diatas nya. Serta bagian S3 lebih dekat dengan
sistem pemasukan gasnya.

1.6
V2 pada valve S1, S2, dan S3 (ml)

1.4
1.2
1
0.8 S1

0.6 S2

0.4 S3

0.2
0
0 1 2 3 4 5
Kecepatan Alir Air (mL)

Gambar 3.1 Kurva hubungan V2 pada valve S1, S2 dan S3 terhadap


kecepatan alir air

Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa volume gas CO2 yang
terabsorpsi (V2) lebih banyak pada valve S3. Hal ini disebabkan karena posisi S1
berada di menara isian bagian atas, sehingga gas CO2 yang di alirkan dari bawah
menara isian sedikit yang sampai pada S1, maka gas CO2 yang terserap hanya
sedikit. Sedangkan pada posisi S2 yang berada di menara isian bagian tengah, gas
CO2 yang diserapnya lebih besar dibanding penyerapan pada S1, karena jumlah
gas yang di alirkan dari bawah menara isian sama dengan jumlah air yang
dialirkan dari atas menara isian, sehingga banyak gas yang diserap oleh air. Dan
pada posisi S3 yang berada di menara isian bagian bawah, gas CO2 yang
diserapnya lebih banyak dibanding S1dan S2. Karena posisinya yang dekat
dengan pemasukan gasnya.

3.2 Fraksi mol dan fraksi volume CO2 yang diambil dari valve S3

Langkah selanjutnya menghitung nilai fraksi mol dan fraksi volume


CO2 yang diambil dari valve S3 , pembacaan gas masuk saluran dari bawah kolom
dilihat dari flowmeter dan juga peralatan Hempl. Bila dilihat dari flowmeter
terbagi atas tiga laju aliran yaitu pada air, udara dan CO2. Sebaliknya bila dilihat
dari peralatan Hempl terdiri dari V1 (volume awal piston) dan V2 (volume akhir
piston). Melalui data ini dapat dicari nilai fraksi mol dan fraksi volume CO2 yang
dilihat dari data pada valve S3. Dari data tabel 3.2 didapatkan hasil bahwa
semakin besar laju alir CO2 yang diberikan maka semakin besar jumlah fraksi mol
dan fraksi volume CO2 yang terserap, namun jika laju alir H2O semakin besar
daripada laju alir CO2 maka jumlah fraksi mol dan fraksi volume CO2 yang
terserap lebih sedikit.

Tabel 3.2 Fraksi mol dan fraksi volume CO2 pada S3

Pembacaan Gas Masuk Saluran dari Bawah Kolom Perhitungan


Yi
Dari peralatan
Dari flowmeter
hempl
F1 F2 F3 V1 V2 Rata-
(L/min) (L/min) (L/min) (mL) rata (mL)
1 80 2 40 1,03 0,0244 0,02575
2 80 2 40 1,4 0,0244 0,035
3 80 2 40 0,9 0,0244 0,0225
4 80 2 40 1,27 0,0244 0,03175
1 80 4 40 0,7 0.0476 0,0175
2 80 4 40 0,8 0.0476 0,02
3 80 4 40 1 0.0476 0,025
4 80 4 40 1,3 0.0476 0,0325

Keterangan : V2 / V1 = fraksi volume CO2 F3 / F2 + F3 = fraksi mol


CO2
3.3 Jumlah CO2 yang terserap antara valve S3 dengan S1 dan S3 dengan S2
Berikutnya menghitung berapa banyak CO2 yang terserap dalam L/menit
dengan meninjau dari kondisi masuk dan kondisi keluarnya. Pada tabel 3.3
digunakan gas sampel S3 yang menjadi bagian masukan (inlet) dan gas sampel S1
menjadi bagian keluaran (outlet). Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 3.3 Perhitungan jumlah CO2 yang terserap antara valve S3 dengan S1
CO2
Kondisi Masuk (inlet) Kondisi Keluar (outlet)
terserap
Gas Sampel
Gas Fa,
F2, F3, Total, diambil dari S1
Sampel (L/min)
F1, Udara, CO2, F2+F3
dari S3
Air (L/min) (L/min) (L/min)
(L/min)
V2
rata-
V1, (ml)
Yi = rata Y0=
(ml)
1 80 2 82 0,02575 40 0,3 0,0075 1,508
2 80 2 82 0,035 40 1 0,025 0,841
3 80 2 82 0,0225 40 0,63 0,01575 0,562
4 80 2 82 0,03175 40 0,83 0,02075 0,921
1 80 4 84 0,0175 40 0,23 0,00575 0,993
2 80 4 84 0,02 40 0,43 0,01075 0,714
3 80 4 84 0,025 40 0,37 0,00925 0,699
4 80 4 84 0,0325 40 0,4 0,01 0,423
Berdasarkan tabel 3.3 diatas didapatkan debit CO2 yang terserap pada debit
aliran air 1 L/menit adalah 1,508 L/menit, pada 2 L/menit adalah 0,841 L/menit,
pada 3 L/menit adalah 0,562 L/menit, dan pada 4L/menit adalah 0,921 L/menit,
dan selanjutnya bisa dilihat di tabel 3.3. Perhitungan CO2 yang terserap diatas
dihitung menggunakan rumus neraca massa total. Dari tabel 3.3 tersebut terlihat
debit CO2 terserap yang paling besar terjadi pada debit aliran air 1 L/menit dan
memiliki debit aliran CO2 2 L/menit.
Tabel 3.4 Perhitungan jumlah CO2 yang terserap antara valve S3 dan S2
CO2
Kondisi Masuk (inlet) Kondisi Keluar (outlet)
terserap

F2, F3, Total, Sampel Fa,


F1, Udara, CO2, F2+F3 Gas dari Sampel Gas dari S2 (L/min)
Air (L/min) (L/min) (L/min) S3
(L/min)
V2rata-
V1,
Yi = rata, Y0=
(ml)
(ml)
1 80 2 82 0,02575 40 0,4 0,01 1,304
2 80 2 82 0,035 40 1,13 0,02825 0,569
3 80 2 82 0,0225 40 0,8 0,02 0,209
4 80 2 82 0,03175 40 1,07 0,02675 0,421
1 80 4 84 0,0175 40 0,43 0,01075 0,573
2 80 4 84 0,02 40 0,43 0,01075 0,785
3 80 4 84 0,025 40 0,7 0,0175 0,641
4 80 4 84 0,0325 40 0,8 0,02 1,0711
Berdasarkan tabel 3.4 diatas didapatkan debit CO2 yang terserap pada debit
aliran air 1 L/menit adalah 1,304 L/menit, pada 2 L/menit adalah 0,569 L/menit,
pada 3 L/menit adalah 0,209 L/menit, dan pada 4 L/menit adalah 0,421 L/menit,
dan selanjutnya bisa dilihat di tabel 3.4. Perhitungan CO2 yang terserap diatas
dihitung menggunakan rumus neraca massa total. Dari tabel 3.4 tersebut terlihat
debit CO2 terserap yang paling besar terjadi pada debit aliran air 1 L/menit dan
memiliki debit aliran CO2 2 L/menit.

Jika dibandingkan jumlah CO2 yang terserap antara valve S3 dan valve S1
dengan jumlah CO2 yang terserap antara valve S3 dan S2 didapati perbedaan yang
tidak begitu signifikan, hal ini dikarenaka didalam menara isian terdapat benda
padat yang disusun sedemikian rupa untuk menghasilkan luas permukaan kontak
antar fasa gas liquid yang sebesar-besarnya.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penyerapan CO2 terbesar antara katup S1, S2, dan S3 terletak pada katup S3
(kolom bagian bawah) dengan menggunakan lau lir air (F1) 2 L/menit, laju
alir CO2(F3) 2 L/menit dan variasi laju alir udara (F2) yaitu 80 L/menit
selam 3 kali pengulangan dengan rata-ratanya adalh 1 ml, 1,13 ml, 1,4 ml.
2. Semakin besar debit aliran udara yang diberikan, maka volume gas CO2
yang terserap semakin kecik atau sedikit
3. Ketika laju alir udara yang nilainya tetap, maka pada S2 akan memberikan
efek, karena besarnya aliran udara akan terjadi penyerapan gas CO2 yang
semakin besar, dan berbanding lurus dengan udar dan berbanding terbalik
dengan aliaran air

4.2 Saran

1. Pratikan seharusnya lebih teliti dalam membaca skala volume CO2 yang

terserap

2. Pratikan segharusnya berhati-hati dalam menarik piston agar cairan NaOH


tidak sampai keatas
3. Pratikan harus lebih berhati-hati dalam menggunakan alat percobaan yang
berhubungan dalam arus listrik
Abstrak

Absorpsi gas merupakan suatu proses perpindahan massa antar fase,


dimana komponen dalam campuran gas diserap oleh cairan. Campuran gas pada
umumnya terdiri dari komponen yang mudah diserap dan juga bisa berupa inert
(tidak bereaksi, serta pada cairannya memiliki sifat yang tidak melarut pada gas.
Pada percobaan kali ini cairan (larutan) yang digunakan adalah air dan gas
yang akan diserap adalah CO2 , sedangkan NaOH 1 N 250 mL untuk mengukur
berapa banyak CO2 yang terserap . Adapun tujuan dari percobaan ini adalah
untuk menghitung berapa banyak CO2 yang terserap dengan perbandingan udara
dan air dalam jumlah yang berbeda, membandingkan setiap hasil CO2 yang
terabsorpsi dengan menggunakan neraca massa. Pada percobaan kita
menggunakan menara isian yang digunakan sebagai alat lengkap dengan
peralatan analisa sampel gas (Hempl Analysis). Percobaan dilakukan sebanyak 3
kali pengulangan agar didapat hasil yang maksimal. Dari percobaan diperoleh
hasil gas CO2 banyak terserap pada saat laju alir udara 80 L/menit sebanyak
1,508 L/menit diantara valve S1 dengan valve S3, dengan kondisi laju alir air 1
L/menit dan laju alir CO2 2 L/menit.

Kata kunci : Absorpsi gas, CO2, Hempl Analysis, Menara isian, NaOH
DAFTAR PUSTAKA

Brown, G.G, 1950, Unit Operation . John Willey & Sons inc, New York

Ludwi G, Ernest, E, 1979, Appliend Process for Chemical and Petrochemical


Plants vol II.2nd ed. Gulf Publising Company. Houston Texas

Perry, RH. 1984. Chemical Enginering Hnad Book 6th ed. Mc Graw Hill
book. Co. Singapore

MC.Cabe,W.L,Smith,JC,Harriot,P,1985,Unit Operation of Chemical


Engineering, 4th
ed, Mc.Graw-Hill,New York.

Tim Penyusun Operasi Teknik Kimia I Program Studi D3 Teknik Kimia


Fakultas Teknik Universitas Riau 2017. Penuntun Praktikum Operasi
Teknik Kimia I. Pekanbaru: Laboratorium Dasar-dasar Proses Program
Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Kimia Universitas Riau.

Anda mungkin juga menyukai