Anda di halaman 1dari 27

Laporan Praktikum Dosen Pembimbing

Operasi Teknik Kimia II Ir.Rozana Sri Irianty, M.Si.

“PENGERINGAN BENDA PADAT”

DISUSUN OLEH :
Kelompok I
KELAS C

ARRAFI RAMADHAN 1607036648


GRESSIA OMPUSUNGGU 1607036635
HERPANY RANGGA 1607036660

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS RIAU
2018
ABSTRAK

Pengeringan zat padat adalah pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain
dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat
padat tersebut sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima. Tujuan
praktikum ini yaitu menentukan kadar air suatu bahan baik dalam persen massa
maupun rasio massa, menentukan XC, XE, NC percobaan dan NC teoritis,
menentukan kelembaban udara didasarkan dry bulb dan wet bulb, serta
mempelajari pengaruh variabel pengeringan terhadap laju pengeringan pada
periode pengeringan konstan. Metodologi percobaan ini yaitu dengan mengambil
sebanyak 50 gram sampel pasir yang telah diberi air secukupnya untuk
ditentukan kadar air mula-mulanya. Sampel pasir + tray dimasukan kedalam tray
drier pada setting suhu udara pengering dan laju udara bervariasi. Massa pasi,
suhu bola basah dan suhu bola kering diukur setiap 10 menit selama satu jam.
Kadar air dalam sampel pasir mula-mula yaitu sebesar 12,06%. Kelembaban
udara yang didapat dengan menggunakan psychrometer chart pada setting laju
alir udara 2 m/s serta pada setting laju alir 6 m/s secara berturut-turut yaitu
sebesar 50% dan 47%. Nc percobaan pada setting laju alir udara 2 (yaitu sebesar
0,0198927094 kg air/m2 jam) lebih kecil dibandingkan Nc percobaan pada setting
laju alir udara 6 (yaitu sebesar 0,095329859 kg air/m2 jam) (suhu udara
pengering konstan). Nc percobaan jauh berbeda dengan Nc teoritis, kesalahan ini
terjadi karena keridakakuratan praktikan dalam mengukur suhu bola basah, suhu
bola kering dan massa pasir + tray selama percobaan.
.
Kata kunci: Humidity, Laju pengeringan, Pengeringan, dan Suhu.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengeringan adalah proses perpindahan massa air atau pelarut lainnya dari
suatu zat padat atau semi padat dengan menggunakan penguapan. Proses ini
seringkali merupakan tahap akhir proses produksi sebelum dikemas atau dijual ke
konsumen. Benda yang telah dikeringkan akan menjadi benda yang padat dalam
wujud bubuk (misal susu bubuk) maupun potongan besar (misal kayu) meski
bahan awal sebelum pengeringan adalah benda semi padat (misal keju "hijau").
Sumber panas dan cara penghantaran panas dibutuhkan dalam pengeringan.
Adapun tujuan dari proses pengeringan adalah :
a. Untuk menghemat biaya transportasi
b. Untuk mempermudah handling bahan, misalnya detergen kering akan
lebih mudah dikemas dibandingkan detergen basah.
c. Memenuhi spesifikasi untuk pengolahan lebih lanjut.
d. Untuk menghindari kerusakan seperti pembusukan, korosi dan lain-lain
ketika bahan tersebut disimpan

1.2 Dasar Teori


Pada umumnya pengeringan diartikan sebagai penghilangan sejumlah kecil
air atau cairan lain dari zat padat dengan jalan menguapkannya ke dalam suatu
arus gas. Banyak proses di industri yang melibatkan pengeringan bahan baku
maupun produknya baik itu di industri kimia, pengolahan makanan, pengolahan
hasil pertanian, agro industri dan sebagainya. Alat pengering yang digunakan di
industri tergantung dari proses dan bahan yang dikeringkan. Contohnya, alat
pengering yang digunakan di industri pengolahan makanan mempunyai
kemampuan yang lebih dibanding alat pengering yang digunakan di industri
pupuk. Perancangan alat di industri makanan selain harus memperhatikan
beberapa faktor seperti sensitifitas bahan terhadap panas, porositas, bulk density
dan ukuran partikel juga harus memperhatikan bentuk, warna dan stabilitas dari
produk yang kesemuanya itu akan sangat berpengaruh terhadap nilai jual produk
(Tim Penyusun, 2017).
Tujuan pengeringan antara lain :
1. Untuk menghemat biaya transportasi.
2. Untuk memenuhi spesifikasi bahan agar dapat diolah lebih lanjut
3. Untuk menghindari kerusakan pada bahan seperti pembusukan, korosi dll, jika
bahan tersebut disimpan.

Salah satu alat pengering yang ada adalah tray drier yang beroperasi secara
batch, dimana bahan yang dikeringkan berada di suatu tempat tertentu (di tray)
sedang gas (biasanya digunakan udara) mengalir secara terus menerus melalui
bahan yang dikeringkan dan menguapkan airnya. Operasi secara batch ini di
industri merupakan proses yang relatif mahal dan hanya sesuai untuk beberapa
bahan tertentu. Tetapi untuk skala laboratorium alat ini sangat bermanfaat untuk
mempelajari pengetahuan fundamental tentang pengeringan seperti misalnya
mekanika fluida, kimia permukaan, struktur padatan, perpindahan massa dan
panas yang kesemuanya itu sangat berpengaruh pada proses pengeringan (Tim
Penyusun, 2017).
1.2.1 Kelembaban
Pada proses pengeringan biasanya cairan yang diuapkan adalah air dan gas
yang digunakan adalah udara. Kelembaban untuk sistem udara-uap air dibedakan
menjadi dua yaitu:
𝑊𝐴 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟
a. Kelembaban absolute massa : 𝑌 = …………....(1)
𝑊𝐵 𝑘𝑔 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
𝑛𝐴 𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑖𝑟
b. Kelembaban absolute molar : 𝑌 = ………….....(2)
𝑛𝐵 𝑚𝑜𝑙 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎

Untuk mengetahui harga kelembaban udara, dapat diukur dengan


menggunakan psikrometer. Dimana akan didapatkan temperatur bola basah (tw)
dan temperatur udara (tg).
𝜆𝑤
𝑡𝑔 − 𝑡𝑤 = (𝑌𝑤′ − 𝑌 ′ )......................................................... .(3)
0,236

Yang mana :
𝑡𝑔 = suhu udara (°F)
𝑡𝑤 = suhu bola basah (°F)
𝜆𝑤 = entalpi penguapan air pada 𝑡𝑤
𝑌𝑤′ = kelembaban jenuh udara pada 𝑡𝑤

𝑃𝐻 𝑂 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟
𝑌𝑤′ = 0,622 (760− 2𝑃 ) 𝑘𝑔 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎................................................ (4)
𝐻2 𝑂

Yang mana 𝑃𝐻2 𝑂 = tekanan uap jenuh air pada suhu 𝑡𝑤 dapat didekati
dengan persamaan Antoine sebagai berikut :
3816,44
ln 𝑃𝐻2 𝑂 = 18.3036 − ................................................. (5)
𝑇−46,13

𝑃𝐻2 𝑂 dalam mmHg dan T dalam Kelvin (Geonkoplis, 1998).

1.2.2 Kadar Air Kesetimbangan


Zat padat basah jika dikontakkan dengan udara yang mempunyai
kelembaban dan suhu tertentu dengan dalam waktu cukup lama, maka akan
dicapai keadaan kesetimbangan dimana kandungan air pada zat padat tidak
berubah. Kandungan air pada kondisi ini disebut kadar air kesetimbangan.
Pada prinsipnya air dalam bahan padat berada dalam dua keadaan.
Sejumlah air berada dalam pori-pori padatan karena adanya tegangan permukaan
yang disebut unbounded water atau air bebas. Air ini mempunyai tekanan uap dan
panas laten penguapan sama dengan air murni. Sedang air yang berada dalam
bahan padatan mempunyai interaksi dengan bahan padat misalnya, air kristal atau
yang ada di permukaan zat padat misalnya air teradsorpsi disebut air terikat atau
bounded water. Air terikat ini mempunyai tekanan uap yang lebih kecil dari air
murni (McCabe, 1999).

1.2.3 Kurva Kecepatan Pengeringan


Dari data percobaan pengeringan akan dapat dibuat kurva yang
menyatakan hubungan antara kadar air dan waktu pengeringan, seperti dapat
dilihat dalam gambar 1. Dari data tersebut dapat diubah ke kecepatan pengeringan
, N kg air/jam m2 sebagai fungsi dari kandungan air (X) seperti gambar 2 dengan
menentukan perubahan ∆X dalam waktu ∆t.
𝐿𝑠 Δ𝑋
𝑁=− ............................................................................................ (6)
𝐴 Δ𝑡

Yang mana :
𝐿𝑠 = berat padatan kering (kg)
A = luas padatan (m)
X = kadar air bahan (kg air/kg padatan kering)
t = waktu (menit)

C B

Kg air
Jam m2 A
D

X*
E X = Kg air / kg padatan kering

Gambar 1.1 Kurva Hubungan Kadar Air Padatan dengan Kecepatan Pengeringan
Perhatikan Gambar 1.1, pada permulaan operasi, biasanya temperatur
padatan lebih rendah dibanding temperatur kesetimbangan, sehingga kecepatan
pengeringan akan naik dengan kenaikan temperatur bahan. Periode ini (AB)
disebut periode penyesuaian awal dan biasanya sangat pendek dibanding
keseluruhan operasi.
Setelah temperatur kesetimbangan tercapai, maka periode kecepatan
pengeringan tetap dimulai (BC). Pada peride ini akan terjadi penguapan cairan
dari permukaan padatan, kcepatan penguapan di permukaan tersebut masih bisa
oleh difusi maupun efek kapiler air dari dalam padatan ke permukaan padatan.
Dengan demikian permukaan padatan akan tetap basah.
Setelah mencapai kadar air kritis Xc, kecepatan difusi air dari dalam
padatan tidak bisa mengimbangi kecepatan penguapan di permukaan padatan.
Dengan demikian akan terjadi tempat-tempat kering (dry spot). Ini akan
mengurangi kecepatan menurun yang pertama(CD).
Pada period DE kecepatan pengeringan ditentukan oleh kecepatan difusi
dari dalam padatan ke permukaan padatan. Ini akan terus berlangsung sampai
tercapai kadar air kesetimbangan X* (Tim Penyusun, 2017).

1.2.4 Mekanisme Pengeringan


Dalam proses pengeringan, proses perpindahan massa dan perpindahan
panas merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Pada permukaan
bahan akan terbentuk lapisan tipis air dan juga lapisan tipis udara,yang sering
disebut lapisan fil. Dengan adanya beda konsentrasi air di permukaan padatan dan
di udara pengering maka air akan menguap dan berpindah dari bahan ke udara
pengering (Geonkoplis, 1998).
Persamaan perpindahan massa dari fasa padat ke fasa gas dapat dituliskan
sebagai berikut :
𝑁 = 𝐾𝑦 (𝑌′∗ − 𝑌′) ................................................................................ (7)
Yang mana :
𝐾𝑦 = Koefisien perpindahan massa
𝑌′∗ = Kelembaban udara pada permukaan padatan, pada
keadaan relatif basah didekati dengan 𝑌′𝑠
(kelembaban jenuh pada suhu padatan).
Ditinjau dari perpindahan panasnya maka panas yang diterima padatan
akan digunakan untuk menguapkan air. Untuk kasus pengeringan pada suhu relatif
rendah maka perpindahan panas yang terjadi dianggap hanya melalui mekanisme
konveksi. Sehingga dapat dituliskan persamaan :

𝑁= (𝑇𝑔 − 𝑇𝑠 )…………………………………………………...... (8)
𝜆𝑤

ℎ = 0,01 𝐺′0,8 ......................................................................................... (9)


Yang mana :
𝐵𝑡𝑢
ℎ = koefisien transfer panas konveksi (𝑗𝑎𝑚 𝑓𝑡 2 ∘𝐹)
𝑙𝑏
𝐺′= kecepatan massa udara pengering (𝑗𝑎𝑚 𝑓𝑡 2 ) untuk kecepatan udara 2-2,5 ft/det
𝐵𝑡𝑢
𝜆𝑤 = panas laten penguapan ( 𝑙𝑏 ) pada suhu padatan
𝑇𝑔 = suhu udara pengering (°F)
𝑇𝑠 = suhu padatan (°F) untuk keadaan relatif basah dapat didekati dengan suhu
bola basah udara pengering.

1.2.5 Gerakan Cairan dalam Zat Padat


Apabila penguapan permukaan terjadi, haruslah ada gerakan cairan dari
dalam zat padat menuju ke permukaan. Sifat gerakan cairan ini akan
mempengaruhi pengeringan selama periode kecepatan menurun. Berikut akan
ditinjau secara singkat beberapa teori yang telah diajukan mengenai gerakan
cairan pada pengeringan sirkulasi melintang dan hubungannya dengan kurva
kecepatan menurun (Treybal, 1984).
1. Difusi cairan
Difusi cairan terjadi karena ada perbedaan konsentrasi cairan antara di
dalam dengan di permukaan zat padat. Perpindahan cairan dengan jalan difusi ini
boleh jadi hanya dapat terjadi dalam zat padat yang membentuk larutan zat padat
fase tunggal dengan cairan misalnya sabun, lem, dan bahan-bahan lain yang
sejenis, atau untuk keadaan tertentu dimana cairan terikat yang akan dikeringkan,
seperti pada pengeringan air bagian akhir dari lempung, tepung, tekstil, kertas dan
kayu. Ternyata bahwa difusivitas cairan biasanya turun dengan cepat dengan
turunnya kandungan cairan.
Selama periode kecepatan pengeringan tetap, konsentrasi cairan permukaan
berkurang, tetapi konsentrasi cairan di dalam zat padat masih tinggi. Karena
difusivitas cairan dalam zat padat masih tinggi, maka kecepatan penguapan dari
permukaan zat padat masih dapat diimbangi oleh gerakan cairan dari dalam zat
padat ke permukaan. Apabila tempat-tempat kering mulai tampak pada
permukaan zat padat yang dikeringkan, mulailah terjadi penguapan permukaan
yang tidak jenuh. Kecepatan pengeringan selanjutnya akan ditentukan oleh
kecepatan difusi dalam zat padat. Apabila kecepatan pengeringan tetap awalnya
sangat cepat, periode penguapan permukaan tidak jenuh dapat tidak terlihat, dan
kecepatan menurun dimana difusi memegang peranan segera akan terjadi setelah
periode kecepatan tetap berakhir.
2. Gerakan kapiler
Gerakan cairan melalui kapiler terjadi apabila zat padat yang dikeringkan
berupa butiran-butiran atau berpori, seperti pasir, lempung dan bahan warna cat.
Gerakan cairan ini melibatkan tegangan muka, seperti gerakan minyak melalui
sumbu lampu. Pada zat padat yang berpori, saluran-saluran kapiler berasal dari
reservoir cairan kecil-kecil di dalam zat padat dan yang berakhir pada permukaan.
Pada waktu pengeringan berlangsung, pertama-tama cairan bergerak karena
peristiwa kapilaritas ke permukaan dengan kecepatan yang cukup untuk
mempertahankan permukaan tetap basah sehingga kecepatan pengeringan tetap.
Air akan diganti oleh udara yang masuk ke dalam zat padat melalui beberapa
lubang-lubang dan retakan-retakan. Cairan permukaan akhirnya akan tertarik ke
dalam ruangan-ruangan antara butiran-butiran, permukaan basah pada permukaan
akan berkurang, dan selanjutnya akan terjadi periode pengeringan permukaan
yang tidak jenuh. Reservoir di bawah permukaan akhirnya mengering, dan cairan
akan tinggal di dalam kapiler dan penguapan akan terjadi di bawah permukaan
pada zona atau bidang yang makin lama makin dalam dan periode kecepatan
menurun kedua akan terjadi. Selama periode ini, difusi uap di dalam zat padat
akan terjadi dari bidang dimana penguapan terjadi ke permukaan.
3. Difusi uap
Difusi uap ini khususnya terjadi pada pengeringan zat padat dimana panas
diberikan pada suatu permukaan, sedangkan pengeringan berlangsung melalui
permukaan yang lain. Dalam hal ini cairan dapat menguap di bawah permukaan
dan mendifusi keluar sebagai uap
4. Tekanan
Karena pengkerutan zat padat selama pengeringan, cairan di dalam zat padat
dapat terperas keluar karena tekanan yang timbul karena proses pengkerutan.

1.2.6 Prinsip Pengeringan


Pola suhu didalam pengering, gejala perubahan suhu didalam pengering
bergantung pada sifat bahan umpan dan kandungan zat cairnya, suhu medium
pemanas, waktu pengeringan serta suhu ahkir yang diperbolehkan dalam
pengeringan zat padat namun pola pengeringan itu ada kesamaannya dengan
pengering lain. Perpindahan kalor didalam pengering, pengeringan zat padat basah
menurut defenisinya adalah suatu proses termal. Walaupun pada proses ini
lumayan sulit karena terdapat difusi didalam zat padat atau melalui gas. Dan kita
masih dapat mengeringkan berbagai bahan hanya dengan memanaskannya sampai
suhu diatas titik didih zat cair, terkadang sampai jauh diatasnya. Untuk
membebaskan sisa-sisa runutan bahan yang teradsorpsi. Zat pada basah biasanya
dapat dikeringkan dengan membuatnya terkena pada uap yang sangat panas lanjut.
Dalam hal ini tidak terdapat difusi dan masalahnya terjadi perpindahan kalor yang
tidak beraturan. Dalam kebanyakan pengeringan adiabatik difusi selalu ada tetapi
biasanya laju pengeringan itu dibatasi oleh perpindahan kalor bukan hanya
perpindahan massa. Perhitungan beban kalor, kalor diberikan kepada pengering
dengan tujuan sebagai berikut :
a. Memanaskan umpan (zat padat dan zat cair) sampai suhu penguapan
b. Menguapkan zat cair
c. Memanaskan zat padat sampai suhu ahkirnya
d. Memanaskan uap sampai suhu ahkirnya (Hardjono, 1989).

1.2.7 Peralatan Untuk Pengeringan


1. Tray Dryer
Dasar kerja peralatan ini adalah mengeringkan bahan di atas Tray dengan
udara panas yang dialirkan oleh blower dan dipanasi oleh heater. Kecepatan dan
suhu udara dapat diatur sesuai dengan kondisi operasi yang diinginkan. Wet dan
Dry Bulb temperatur udara masuk diukur oleh Psychometer, sedangkan massa
bahan yang dikeringkan setiap saat diukur dengan neraca digital.
2. Vacum-Self Inderect Dryers
Vacuum Self Indirect Dryers adalah jenis pengering Batch yang
memanaskan secara tidak langsung yang terdiri dari sebuah lemari yang terbuat
dari cast-iron atau plat baja yang biasa dioperasikan di bawah vacuum. Rak
berlobang yang terbuat dari baja di pasang permanen dalam lemari. Try diisi
dengan padatan yang akan dikeringkan. Panas perpindahan secara konduksi
melalui logam dan ditambah dengan radiasi dari rak untuk operasi pada tekanan
rendah, sirkulasi air panas yang digunakan untuk merubah steam yang
menimbulkan panas untuk menguapkan padatan.
3. Continious Tunnel Dryers
Continious Tunnel Dryer adalah biasanya berupa Batch Truck atau Tray
khusus yang dioperasikan secara seri. Padatan yang terletak pada Tray atau Truck
( pengangkut ) yang terus menerus melewati sebuah lorong dengan gas panas
yang melintasi permukaan Tray. Aliran udara panas bisa berlawanan atau searah.
4. Kadar Air kesetimbangan
Segera setelah terjadinya kontak antara padatan basah dan media pengering,
suhu padatan naik hingga mencapai suhu keadaan steady. Suhu padatan dan laju
pengeringan bisa jadi naik atau turun untuk keadaan steady. Pada keadaan steady,
suhu permukaan padatan basah sama dengan suhu Wet Bulb media kering. Suhu
dalam padatan yang sedang dikeringkan juga cenderung sama dengan Wet Bulb
Gas tapi karena adanya selang waktu dalam perpindahan massa dan panas
menyebabkan sedikit terjadinya deviasi. Ketika suhu padatan sudah mencapai
suhu Wet Bulb Gas, maka suhunya menjadi stabil dan laju pengeringan juga
konstan. Ini disebut Tahap Laju Pengeringan Konstan (Constant Rate) yang
berakhir bila kadar air dalam padatan sudah mencapai kadar kritisnya. Setelah
titik ini dicapai, suhu permukaan naik dan laju pengeringan turun dengan
tajam.Tahap Falling Rate ini lebih lama dibandingkan dengan Tahap Constant
Rate walaupun air yang diuapkan mungkin lebih sedikit. Laju pengeringan
mendekati nol bila sudah mencapai kadar air keseimbangan, yang merupakan
kadar air yang paling rendah yang ada dalam padatan pada kondisi operasi
pengeringan yang digunakan (McCabe, 1999).

1.1 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum pengeringan benda padat ini
adalah sebagai berikut :
1. Menentukan kadar air suatu bahan baik dalam % massa maupun rasio
massa.
2. Mengukur laju alir suatu arus udara dan menerapkan hukum
kontinuitas.
3. Mengukur dry bulb dan wet bulb temperature.
4. Menentukan kelembaban udara didasarkan dry bulb dan wet bulb
temperature dengan menggunakan psychrometer chart.
5. Membuat kurva karakteristik pengeringan.
6. Menjelaskan perbedaan mekanisme pengeringan disetiap periode
pengeringan pada kurva karakteristik.
7. Menjelaskan pengaruh variabel pengeringan terhadap laju
pengeringan pada periode laju pengeringan konstan.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

1.1. Alat yang digunakan pada percobaan ini :


Satu set alat tray dryer, oven, tray,neraca digital, anemometer, cawan
pengering/ gelas arloji, pipet tetes, penggaris, baskom plastic
1.2. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini:
Pasir dan air
1.3.Gambar alat Tray dryer

Gambar 2.1.Alat Tray Dryer


1.4. Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan pasir kurang lebih dari 1,5 kg diberi air secukupnya sampai
seluruh pasir basah dalam baskom plastik.
2. Diambil sampel kurang lebih 50 gram, kemudian ditimbang dan catat
0
sebagai berat sampel basah (Wb), oven pada suhu 110 C sampai
didapatkan berat konstan (Wc). Maka didapatkan % berat air dipasir mula-
mula.
𝑊𝑏−𝑊𝑐
% berat mula-mula = x 100%.
𝑊𝑐
3. Disiapkan Tray dryer, dihidupkan MCB nya, sebelumnya kabel-kabel yang
ada hubungannya dialat disambungkan ke listrik. Diatur Air flow control
dan temperature pada skala sesuai lembar penugasan.
4. Luas penampang drier diujung (A1) m2 dan dibagian tengah (A2) m2
diukur.
5. Kain di psycrometer dibasahi dengan menggunakan pipet tetes, dan
dilakukan setiap kali mengukur kelembaban udara.
6. Tray disiapkan, dibersihkan dan dikeringkan. Panjang dan lebarnya diukur
dan dicatat luas tray (A m2) lalu ditimbang dan dicatat massanya (WT) kg.
7. Pasir basah kurang lebih 600 gram (Wm) dimasukkan dan diratakan di tray,
usahakan ketebalan pasir ditray seragam. ketebalan pasir diukur dan
dicatat (△x).
8. Sesaat sebelum masuk kedalam tray ditimbang pasir basah + tray dan
dicatat massanya sebagai W0, dimasukkan kedalam tray. Setiap 10 menit
dikeluarkan tray dari pengering, ditimbang dan dicatat massanya.
Usahakan tray berisi pasir berada diluar sesingkat mungkin.
9. Setiap saat laju dan suhu udara pengering dicek jika ada perubahan atur
pengatur suhu dan laju udara.
10. Percobaan dihentikan jika selisih penimbangan setiap △θ = 0,1 gram.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil percobaan pengeringan benda padat pada variasi setting kecepatan


alir udara, Tg dan Tw disajikan dalam bentuk kurva, sedangkan data hasil
percobaan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Kadar air mula-mula yang
didapat pada percobaan ini yaitu sebesar 12,06%.

3.1 Hubungan laju pengeringan dengan kadar air pada setting laju alir
udara 2 m/s, Tg = 49 oC dan Tw = 41 oC

C B

A
D

X*
E X = Kg air / kg padatan kering

Gambar 3.1 Kurva Karakteristik Pengeringan


Berdasarkan Gambar 3.1 terlihat bahwa pada proses pengeringan terjadi 4
periode, yaitu :
1. AB : Periode penyesuaian awal.
2. BC : Periode laju pengeringan konstan.
3. CD : Periode laju pengeringan menurun I
4. DE : Periode laju pengeringan menurun II
Periode pertama, pada titik AB merupakan periode penyesuaian awal.
Pada periode ini, laju pengeringan naik secara perlahan seiring dengan waktu.
Pada periode kedua, yakni pada titik BC merupakan periode laju pengeringan
konstan dimana suhu permukaan padatan basah sama dengan suhu bola basah
udara pengering. Pada periode ini, semua panas yang dipindahkan dari udara
pengering digunakan untuk menguapakan air sampai pada suatu kadar air tertentu
(titik kritis).
Pada periode ketiga, yakni pada titik CD merupakan periode laju
pengeringan menurun pertama. Secara teori pada periode ini, titik kritis telah
tercapai sehingga laju pengeringan tidak bisa diimbangi difusi air dari dalam
padatan kepermukaan padatan, sehingga pada permukaan padatan pasir terbentuk
tempat-tempat kering (dry spot) yang makin lama makin luas. Akibatnya luas
muka pengeringan akan menurun dan menyebabkan laju pengeringan
menurun.Pada peride keempat yakni pada titik DE merupakan periode laju
pengeringan menurun kedua. Pada periode ini, laju pengeringan hanya ditentukan
oleh laju difusi air dalam padatan kepermukaan padatan (Tim Penyusun,2017).

kurva karakteristik pengeringan


1.8
1.6 C
D
laju pengeringan (kgair/m2)

1.4
1.2 B
1
E
0.8
0.6
0.4
0.2
0
5.5 6 6.5 7 7.5 8
A 8.5
kadar air (∆X)

Gambar 3.2 Kurva hubungan laju pengeringan terhadap kadar air pada setting
laju alir udara 2 m/s, Tg = 49 oC dan Tw = 41 oC
Kurva karakteristik hasil percobaan pada setting laju alir udara 2 m/s, Tg =
49 oC dan Tw = 41 oC didapatkan NC pada percobaan pada selang 10 menit yaitu
sebesar 0,0198927094 kgair/m2 jam (dapat dilihat pada Lampiran B), Sedangkan
Nc teoritis yang diperoleh yaitu sebesar 0.6125 kg air/m2 jam. Nilai Nc percobaan
jauh berbeda dengan Nc teoritis, kesalahan ini terjadi karena ketidak akuratan
praktikan dalam mengukur massa pasir + tray selama percobaan serta kurangnya
efisiensi kerja alat yang digunakan seperti perubahan laju alir udara yang tidak
konstan. Kelembaban udara yang didapat dengan menggunakan psychrometer
chart yaitu sebesar 50%.

3.2 Hubungan laju pengeringan dengan kadar air pada setting laju alir
udara 6 m/s, Tg = 50 oC dan Tw = 42 oC

kurva karakteristik pengeringan


C B
25 D
laju pengeringan (kgair/m2)

20

15
E
10

A
0
8.4 8.9 9.4 9.9 10.4 10.9 11.4

kadar air (∆X)

Gambar 3.3 Kurva hubungan laju pengeringan terhadap kadar air pada setting
laju alir udara 6 m/s, Tg = 50 oC dan Tw = 42 oC
Pada Gambar 3.3, Periode pertama, pada titik AB merupakan periode
penyesuaian awal. Pada periode ini, laju pengeringan naik secara perlahan seiring
dengan waktu. Pada periode kedua, yakni pada titik BC merupakan periode laju
pengeringan konstan dimana suhu permukaan padatan basah sama dengan suhu
bola basah ud ara pengering. Pada periode ini, semua panas yang dipindahkan dari
udara pengering digunakan untuk menguapakan air sampai pada suatu kadar air
tertentu (titik kritis).
Pada periode ketiga, yakni pada titik CD merupakan periode laju
pengeringan menurun pertama. Secara teori pada periode ini, titik kritis telah
tercapai sehingga laju pengeringan tidak bisa diimbangi difusi air dari dalam
padatan kepermukaan padatan, sehingga pada permukaan padatan pasir terbentuk
tempat-tempat kering (dry spot) yang makin lama makin luas. Akibatnya luas
muka pengeringan akan menurun dan menyebabkan laju pengeringan menurun.
Pada peride keempat yakni pada titik DE merupakan periode laju pengeringan
menurun kedua. Pada periode ini, laju pengeringan hanya ditentukan oleh laju
difusi air dalam padatan kepermukaan padatan.
Pada grafik memperlihatkan kurva karakteristik pengeringan pada setting
laju alir udara 6 m/s, Tg = 50 oC dan Tw = 42 oC. Berdasarkan Gambar 3.2 dapat
dilihat bahwa AB merupakan periode penyesuaian awal, BC merupakan periode
laju pengeringan konstan, CD merupakan periode laju pengeringan menurun I
sedangkan DE merupakan periode laju pengeringan menurun II. NC percobaan
yang di dapat yaitu sebesar 0,095329859 kg air/m2 jam, sedangkan Nc teoritis
yang diperoleh yaitu sebesar 0.4308 kg air/m2 jam. Perbandingan antara Nilai Nc
percobaan dengan Nc teoritis memiliki perbedaan, kesalahan ini disebabkan
karena ketidaktelitian dalam penimbangan sampel pasir + tray dan juga perubahan
laju alir udara yang tidak konstan. Kelembaban udara yang di dapat dengan
menggunakan psychrometer chart yaitu sebesar 47 %.
Gambar 3.2 dan 3.3 memberikan gambaran mengenai pengaruh variable
pengeringan terhadap laju pengeringan pada periode laju pengeringan konstan.
Dimana variabel pengeringan yang digunakan yaitu variasi laju alir udara
pengering, suhu bola basah dan suhu bola kering yang di set pada trayer. Semakin
tinggi laju udara maka semakin tinggi turbulensinya, sehingga akan memperbesar
koefisien perpindahan panas konvektif dan hal ini berarti memperbesar laju
perpindahan panas. Semakin banyak energi panas yang diterima padatan akan
semakin banyak air yang bisa diuapkan, sehingga semakin tinggi laju udara
pengering maka semakin tinggi pula laju pengeringannya (Tim penyusun, 2017).
Berdasarkan hasil percobaan yang disajikan pada Gambar 3.1 dan 3.2, Nc
percobaan pada setting laju alir udara 2 m/s (yaitu sebesar 0,0198927094 kg
air/m2 jam) lebih kecil dibandingkan Nc percobaan pada setting laju alir udara 6
m/s (yaitu sebesar 0,095329859 kg air/m2 jam). Hasil ini membuktikan bahwa
semakin besar laju alir udara yang di set pada trayer maka semakin tinggi laju
pengeringan pada periode laju pengeringan konstannya.
Sedangkan, kurva karakteristik pengeringan belum menunjukkan kadar air
kesetimbangan, pengeringan terjadi empat periode laju pengeringan, hanya lama
periodenya berbeda–beda tergantung jenis bahan dan kondisi pemgeringan. Dalam
hal ini, semakin tinggi laju udara pengering maka semakin tinggi turbulensi nya,
sehingga akan memperbesar koefisien perpindahan panas konvektif dan hal ini
berarti memperbesar laju perpindahan panas. Semakin banyak energi panas yang
diterima padatan akan semakin banyak air yang bisa di uapkan sehingga semakin
tinggi laju pengeringan (Hardjono, 1986).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Semakin besar waktu pengeringan pada pasir, maka semakin besar kadar
air yang teruapkan. Hal ini disebabkan karena udara panas yang lewat di
atas Tray menguapkan kandungan air pada pasir. Semakin lama waktunya,
semakin banyak kandungan air yang teruapkan, sehingga semakin kecil
berat pasir yang tersisa.
2. Kadar air dalam sampel pasir mula-mula yaitu sebesar 12,06 %.
3. Kelembaban udara yang didapat dengan menggunakan psychrometer chart
pada setting laju alir udara 2 m/s, Tg = 49 oC dan Tw = 41 oC serta pada
setting laju alir udara 6 m/s, Tg = 50 oC dan Tw = 42 oC secara berturut-
turut yaitu sebesar 50 % dan 47%.
4. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi laju alir udara
pengering yang di set maka semakin tinggi pula laju pengeringannya. Nc
percobaan pada setting laju alir udara 2 m/s, Tg = 49 oC dan Tw = 41 oC
serta pada setting laju alir udara 6 m/s, Tg = 50 oC dan Tw = 42 oC secara
berurutan yaitu 0,0198927094 kg air/m2 jam dan 0,095329859 kg air/m2
jam.
5. Nc percobaan memiliki nilai yang berbeda dengan Nc teoritis, kesalahan
ini terjadi karena ketidakakuratan praktikan dalam mengukur suhu bola
basah, suhu bola kering, laju alir udara dan massa pasir + tray selama
percobaan.

4.2 Saran
1. Sebelum melakukan praktikum alat dan bahan harus dipersiapkan terlebih
dahulu
2. Pencatatan berat pasir secara periodik sebaiknya dilakukan dengan tepat
waktu karena berat pasir yang terukur perbedaannya sedikit (1-2 gram)
tiap waktunya.
3. Sebaiknya alat yang digunakan pada percobaan tersebut harus benar-benar
efisien
4. Praktikan dalam melakukan praktikum harus dengan teliti dan akurat agar
hasil yang diperoleh sesuai dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, C.J. 1998. Transport Process and Unit Operation, Third Edition.
Prantice Hall.
Hardjono, Ir. 1989. Operasi Teknik Kimia II. Edisi pertama. Yogyakarta: Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada.
Mc.Cabe, W.L, Smith, JC, Harriot, P. 1999. Operasi teknik Kimia. Ed. 4. Jilid 1
Jakarta: Erlangga.
Tim Penyusun. 2017. Penuntun Praktikum Operasi Teknik Kimia II. Pekanbaru:
Program Studi D-III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
Treybal, Robert E. 1984. Mass Transfer Operations. Third Edition.
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
Perhitungan penentuan laju pengeringan tray 1 berdasarkan data percobaan
pada setting laju alir udara 2 m/s, Tg = 49 0C dan Tw = 40 0C pada 10 menit
pertama sebagai berikut:
Berat pasir basah (Wb) = 0,4 kg
Berat tray (Wt) = 0,06542 kg
Berat pasir kering (Wc) = 0,04397 kg
Panjang tray (p) = 0,274 m
Lebar tray (l) = 0,182 m
Ketebalan pasir (∆x) = 0,005 m
Luas tray (A) = 0,04987 m2
𝑊𝑏 −𝑊𝑐
Kadar air mula-mula = 𝑤𝑏−𝑤𝑡 x 100 %
(0,4−0,04397)𝑘𝑔
=(0,4−0,06542) 𝑘𝑔x 100%
= 12,06 %
Pasir basah = (massa pasir + tray) - WT
=(0,74574 – 0,34574) kg
= 0,4 kg
Pasir kering (Ls) = (100% - % air mula-mula) x Wm
= (100% - 12,06%) x 0,4 kg
= 0,3518 kg
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar air X =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
(0,4−0,3518)𝑘𝑔
= 0,3518 𝑘𝑔
= 0,1371
Untuk Δt = 10 menit = 0,166667 jam, maka :
ΔX = 8,097111667 air/kg padatan kering – 7,968842393 kgair/kg padatan
kering
= -0,1282693 kg air/kg padatan kering
Maka Laju pengeringan (N) :
−Ls Δx
N= A Δt
−(0,043976) (−0,1282693 )
N= = 0,705 kg air/m2 jam
(0,0481)(0,166667)
Adapun perhitungan untuk Nc teoritis pada setting laju alir udara 2 m/s, Tg = 49
0
C dan Tw = 41 0C sebagai berikut :
Diketahui:
V1 = 2 m/s
Tg = 490C
Tw = 410C
Tg+Tw 49+41
Tf= = = 45 0C
2 2
∆x = 0,005 m (ketebalan pasir)
P = 0,274 m
L = 0,18 m
k = 0,02538 W/mK (App A.3-3 Geankoplis)
ρ = 1,2047kg/m3 (App A.3-3 Geankoplis)
Cp = 1,0064 kJ/kg K (App A.3-3 Geankoplis)
λw = 2592100 J/kg (App A.2-9 Geankoplis)
2
A = 0,0481 m
A1 = 0,056 m2 ( luas penampang drier di ujung)
2
A2 = 0,104 m ( luas penampang drier di tengah)
µ = 0,0000181kg/ms (App A.3-3 Geankoplis)
Npr = 0,7 (App A.3-3 Geankoplis)
Kp = 2.05 W/m0C
NC percobaan rata-rata = 0,0198927094 kg air/m2jam
Maka kecepatan udara di dalam drier (V2):
A1.V1 = A2.V2
(0,056) (2) = (0,104) (V2)
V2 = 1,057692308 m/s

ρ.V.L
Nre = (Geankoplis, Hal.248)
µ
kg 1,07 m
1,2047 3 x x 0,182 m
m s
= kg
0,0000181
ms
= 12113,35691  aliran laminar (Nre< 300.000)
Karena aliran laminar, maka persamaan yang digunakan :
NNu = 0,664 (Nre)0,5 (Npr)1/3 (Geankoplis, Hal.248)
= 0,664 (12113,35691)0,5 (0,7)1/3
= 64,89600813

𝑁𝑁𝑢 .𝑘 (64,89600813)(0,02538 W/m°C)


ℎ= = = 9,049783991 W/m2oC
𝐿 (0,182 𝑚)

q1 = h. A. ∆T
= (9,049783991 W/m2oC) (0,0481 m2) (490C – 410C)
= 3,475117053 W
1 1
U= 1 ∆x = 1 0,1282693 m = 8,854345183 W/m2K
+ +
h kp 9,049783991 W/m2 K 2.05 W/m K
q2 = U. A. ∆T
= (8,854345183 W/m2K) (0,0481 m2) (490C – 410C)
= 3,40006855 W

q total = q1+ q2
= (3,475117053 + 3,40006855) W
= 6,875185603 W

𝑞 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 6,875185603 W
m= = = 2,65 × 10-6 kg air/s
λw 2592100j/kg air

𝑚 2,65 × 10−6 kg air /s 𝑠


NCteoritis= A
= 0,0481 m2
x 3600 𝑗𝑎𝑚
= 0,198927094 kg air/m2jam
Perhitungan di atas juga digunakan untuk penentuan laju pengeringan pada setting
laju alir udara, Tg dan Tw yang lainnya. Secara lengkap, hasil perhitungan data
hasil percobaan disajikan pada B.1 hingga Tabel B.2.

Tabel B.1 Hasil perhitungan untuk setting laju alir 2 m/s


massa beda
laju
WAKTU pasir massa pasir kadar kadar
(JAM) tray (kg) basah (kg) air air (∆X) pengeringan Nc
0 0,74544 0,4 8,097111667 0 0 0,198927094
-
0,1666667 0,7401 0,39436 7,968842393 0,1282693 0,705 0,198927094
-
0,3333333 0,73412 0,38838 7,832840573 0,2642711 0,72625 0,198927094
-
0,5 0,71533 0,36959 7,405503753 0,6916079 1,267083333 0,198927094
-
0,6666667 0,7009 0,35516 7,077325449 1,0197862 1,40125 0,198927094
-
0,8333333 0,68397 0,33823 6,692290198 1,4048215 1,54425 0,198927094
-
1 0,67252 0,32678 6,431885376 1,6652263 1,525416667 0,198927094
-
1,1666667 0,666665 0,320925 6,298726404 1,7983853 1,412053571 0,198927094
-
1,3333333 0,65949 0,31375 6,135546964 1,9615647 1,34765625 0,198927094
-
1,5 0,65143 0,30569 5,952240164 2,1448715 1,309861111 0,198927094
1,6666667 0,64457 0,29883 5,796224699 -2,300887 1,264625 0,198927094
1,8333333 0,63709 0,29135 5,62610871 -2,471003 1,234659091 0,198927094

Tabel B.2 Hasil perhitungan untuk setting laju alir 6 m/s


massa
WAKTU massa pasir pasir laju
(JAM) tray (kg) basah (kg) kadar air ∆X pengeringan Nc
0 0,742595 0,4 11,39925604 0 0 0,095329859
-
0,16667 0,735995 0,385665 10,95489771 0,4443583 19,50003287 0,095329859
-
0,33333 0,71399 0,36366 10,27278363 1,1264724 24,71681878 0,095329859
-
0,5 0,69554 0,34521 9,700867948 1,6983881 24,84378097 0,095329859
-
0,66667 0,683425 0,333095 9,32532548 2,0739306 22,75287232 0,095329859
-
0,83333 0,67512 0,32479 9,067885927 2,3313701 20,4617715 0,095329859
-
1 0,66944 0,31911 8,891816491 2,5074396 18,33923565 0,095329859
-
1,16667 0,66489 0,31456 8,750774954 2,6484811 16,60354585 0,095329859
1,33333 0,65895 0,30862 8,566646001 -2,83261 15,53813222 0,095329859
-
1,5 0,65542 0,30509 8,457222567 2,9420335 14,3452166 0,095329859

Anda mungkin juga menyukai