PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa
ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Proses pembelajaran yang
hanya berorientasi pada penguasaan sejumlah informasi/konsep belaka, menuntut
siswa untuk menguasai materi pelajaran. Penekanannya lebih pada hapalan dan
mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan. Proses-
proses pemikiran tinggi termasuk berpikir kreatif jarang dilatih. Padahal,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut sumber daya manusia yang
tidak hanya memiliki pengetahuan saja tetapi juga harus memiliki keterampilan
(life skill) dalam menciptakan sesuatu yang kreatif. ( Irma idrisah )
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang menuntut siswa untuk
berperan aktif dalam proses pembelajaran, karena pada kurikulum ini
pembelajaran menitik beratkan pada siswa (student centered). Guru berperan
sebagai fasilitator atau mediator serta perancang pembelajaran agar siswa aktif
mencari pengetahuan baru (Sani, 2014, hlm. 3). Sebagai seorang pendidik, guru
juga harus bisa membuat siswa menjadi pribadi yang kompeten, tidak sebatas
membuat siswa tahu dan mengerti saja melainkan bisa membuat siswa menjadi
pribadi yang kreatif. Hal ini dikarenakan perkembangan zaman yang menuntut
individu untuk dapat bersaing secara global. Sehingga diperlukan kemampuan
untuk menciptakan ide atau gagasan baru yang diperoleh dari kemampuan
berpikir kreatif seorang individu.(ika humaeroh)
Kemampuan inovasi dan kreativitas ternyata juga dibutuhkan untuk bekerja
pada abad 21. Di dalam kerangka kompetensi abad 21 menunjukkan bahwa siswa
harus memiliki keterampilan hidup dan karir, keterampilan belajar dan berinovasi
(kritis dan kreatif), kemampuan memanfaatkan informasi dan berkomunikasi
(Partnership for 21st Century, 2009, hlm. 1). Adapun menurut SCANS (The
Secretary's Commission on Achieving Necessary Skills) untuk memenuhi
tantangan di masa mendatang, siswa harus memenuhi keterampilan yang
memadai diantaranya: (i) keterampilan dasar yang mencakup membaca, menulis,
aritmatik dan matematika, berbicara, dan mendengar. (ii) keterampilan berpikir
yang meliputi berpikir dengan kreatif, membuat keputusan, menyelesaikan
masalah, melihat gambaran ide, mengetahui bagaimana belajar, dan menalar. (iii)
kepribadian yang mencakup aspek tanggung jawab, percaya diri, sikap sosial,
managemen diri, dan kejujuran (SCANS, 1991, hlm.13). (ika humaeroh)
Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan siswa untuk
menganalisis masalah dan menciptakan jalan keluar dengan strategi yang
bervariasi. Kemampuan berpikir kreatif melatih siswa untuk membuat keputusan
dari berbagai sudut pandang, menghasilkan banyak ide, membuat banyak kaitan,
melakukan imajinasi, dan peduli akan hasil. Berpikir kreatif merupakan
kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelsaian terhadap
suatu masalah. Namun, berpikir kreatif merupakan bentuk pemikiran yang
sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal.
Padahal, proses pembelajaran pada bidang sains, terutama kimia, membutuhkan
penekanan pada pengalaman secara langsung terhadap apa yang dipelajari. Hasil
penelitian Neo & Neo (2009) menyatakan bahwa pembelajaran sains selama ini
didominasi oleh transfer informasi yang bersifat hafalan sehingga hasil belajar
sains menjadi rendah dan tidak bermakna panjang. (058)
Salah satu akar permasalahan pada mata pelajaran kimia adalah siswa
sering menganggap kimia sebagai mata pelajaran yang sulit karena banyak berisi
rumus dan perhitungan. Kemampuan siswa pada umumnya hanya sebatas pada
tingkat menghafal. Sehingga ketika siswa dihadapkan dengan permasalahan yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, mereka masih kesulitan untuk
menganalisis. Hal tersebut menyebabkan pencapaian hasil belajar siswa kurang
memuaskan.
Jika siswa masih terpaku pada tingkat mengetahui dan memahami konsep
pelajaran saja, maka akan sulit untuk menghadapi persaingan global yang tidak
hanya menuntut seorang individu menjadi pintar dan cerdas saja melainkan
dituntut juga kreativitasnya. Musuh utama kreativitas ialah wawasan yang
sempit dan insprasi yang dangkal (Clegg, 2006, hlm. 8). Jika wawasan yang
dimiliki sempit, maka individu tersebut akan sulit berkembang. Kemudian jika
inspirasi dangkal, maka seorang individu akan lebih mudah menjadi pengikut dan
meniru sesuatu yang sudah ada. Hal ini memicu terjadinya plagiarisme. (ika
humaeroh)
Sejauh ini kreativitas siswa belum mendapat perhatian dalam proses
pembelajaran terutama pada mata pelajaran ilmu sains. Kreativitas siswa yang
kurang diperhatikan dan diapreasiasi dalam proses pembelajaran ini
menyebabkan siswa tidak mau bahkan takut untuk melakukan suatu hal yang
baru. Padahal kreatif bukan hanya kemampuan untuk menghasilkan produk saja
melainkan kemampuan menciptakan sebuah solusi yang tidak terpaku pada satu
jawaban benar pun dapat dikatakan kreatif. Hal ini selaras dengan pernyataan
Bono (2007) bahwa kebutuhan untuk selalu memberikan jawaban yang benar di
sekolah menghambat kemampuan berpikir kreatif siswa (hlm. 36). Jadi
kemampuan berpikir kreatif siswa tidak akan terhambat jika siswa terbiasa
membuat solusi yang beragam atau tidak terpaku pada satu jawaban benar. (Irma
idrisah)
Sains merupakan ilmu pasti yang identik dengan rumus, khususnya pada
pelajaran kimia. Soal-soal yang diberikan menuntut siswa untuk dapat
mengaplikasikan rumus, namun hal tersebut membuat siswa terpaku pada rumus
dan jawaban yang diberikannya pun merupakan jawaban yang pasti. Akibatnya
kemampuan berpikir kreatif siswa menjadi terbatas. Setiap diberikan
permasalahan yang baru, siswa akan sulit untuk menemukan solusinya karena
terbiasa dengan soal yang sifatnya tertutup. (Ika humaeroh)
Hasil diskusi dengan guru Kimia yang mengajar di kelas I SMU
Muhammadiyah 1 Semarang diperoleh hasil yang tidak jauh beda dengan
kenyataan di atas, yaitu bahwa:
Pendidikan bukanlah sesuatu yang statis melainkan sesuatu yang dinamis sehingga
menuntut adanya usaha untuk perbaikan yang terus menerus. Siswa harus memiliki
kemampuan untuk berbuat sesuatu dengan menggunakan proses dan prinsip keilmuan
yang telah dikuasai, dan learning to know (pembelajaran untuk tahu) dan learning to do
(pembelajaran untuk berbuat) harus dicapai dalam kegiatan belajar mengajar (Ambarsari,
Santosa, dan Maridi, 2012).
Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, yakni mengajar yang dilakukan oleh guru
sebagai pendidik, dan belajar yang dilakukan oleh peserta didik. Guru sebagai fasilitator
dan siswa sebagai objek dan subjek dalam pembelajaran. Hal tersebut mengakibatkan
lingkungan pembelajaran yang efektif perlu diciptakan oleh guru agar siswa dapat belajar
dengan baik dan mencapai hasil belajar yang optimal (Sagala, 2009:62). (119)
Krathwohl (2002) mengungkapkan bahwa taksonomi tujuan kependidikan yang disusun oleh
Bloom merupakan suatu kerangka untuk mengklasifikasikan hasil pembelajaran yang
diharapkan atau niatkan untuk dicapai oleh siswa. Taksonomi Bloom tersebut kemudian
direvisi oleh Anderson dan Krathwohl dan memberikan dimensi baru antara lain mengingat
(remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze),
mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create). Tujuan yang paling tinggi adalah
menciptakan dan membutuhkan kemampuan berpikir kreatif
Diterima pada
Disetujui pada
Diterbitkan
: 12 September 2012
: 25 Oktober 2012
: Desember 2012
untuk mencapainya. Kemampuan ini dibutuhkan di masa depan setiap siswa. Ervync (1991)
menyatakan bahwa kreativitas memainkan peranan penting dalam siklus penuh dalam
berpikir matematis. Faktanya, banyak guru baik di pendidikan dasar maupun menengah
masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir kreatif siswa-siswanya. (2616)