240210150060
menghasilkan tekstur yang lunak. Tekstur wortel yang diblansing rebus selama 4
menit yaitu keras (+++). Semakin bertambahnya waktu blansing rebus, maka
tekstur wortel semakin berkurang kekerasannya karena terjadi kontak langsung
dengan air yang menyebabkan masuknya air ke dalam bahan, sehingga kandungan
air dalam bahan meningkat. Akibat wortel yang berkurang kekerasannya maka
kemungkinan yang terjadi adalah zat penting seperti provitamin A dan vitamin A
sedikit menghilang.
Warna kentang yang dihasilkan tanpa perlakuan adalah kuning cerah,
sedangkan yang diblansing kukus selama 6 menit adalah kuning pucat. Warna
kentang yang diblansing rebus selama 4 menit yaitu kuning pudar (+). Semakin
bertambahnya waktu blansing rebus, maka warna kuning kentang semakin
memudar (+).Lama blansing sangat dipengaruhi oleh jenis bahan dan ketebalan
irisan. Lama blansing yang terlalu singkat mengakibatkan inaktivasi enzim
fenolase yang belum maksimal sehingga, akan mendorong terjadinya perubahan
warna menjadi coklat, sedangkan blansing yang terlalu lama akan menyebabkan
tekstur menjadi terlalu lunak karena kadar air bahan menjadi tinggi (Buckle et al,
1987).
Kentang biasanya apabila setelah dipotong akan terjadi pencoklatan.
Perlakuan mekanis mengakibatkan jaringan bahan menjadi rusak dan cepat
berwarna coklat setelah berhubungan dengan udara, hal ini disebabkan terjadinya
konversi senyawa fenolat oleh enzim fenolase menjadi melanin atau melanoidin
yang berwarna coklat (Susanto dan Saneto, 1994 dikutip Sari, 2010). Pencoklatan
dapat dicegah dengan melakukan blansing pada kentang sebelum diolah.
Aroma kentang yang dihasilkan oleh setiap perlakuan adalah berbeda-
beda. Aroma yang tanpa perlakuan, diblansing kukus selama 6 menit, diblansing
rebus (4 menit, 6 menit, dan 8 menit) adalah khas kentang yang menunjukkan
bahwa kentang tersebut masih dalam keadaan segar.
Tekstur kentang tanpa perlakuan adalah keras, sedangkan diberi perlakuan
kukus selama 6 menit menghasilkan tekstur yang lunak. Tekstur kentang yang
diblansing rebus selama 4 menit yaitu lunak (+). Semakin bertambahnya waktu
blansing rebus, maka tekstur kentang semakin berkurang kekerasannya atau
Riska Oktafiani
240210150060
semakin lunak karena terjadi kontak langsung dengan air yang menyebabkan
masuknya air ke dalam bahan, sehingga kandungan air dalam bahan meningkat.
Warna kubis tanpa perlakuan dan dikukus selama 1,5 menit adalah putih
kehijauan. Warna kubis yang diblansing rebus selama 0,5 menit yaitu putih hijau
(++), diblansing selama 1,5 menit adalah putih hijau (+), dan diblansing selama 5
menit adalah putih hijau (+++). Seharusnya, semakin bertambahnya waktu lansing
maka warnanya semakin berkurang, hal ini tidak sesuai literatur karena waktu
untuk mencelupkan kubis ke dalam air es setelah direbus terlalu singkat atau
terlalu lama. Zat warna yang terkandung dalam kubis adalah klorofil. Menurut
Sari (2010), klorofil yang terdapat pada bahan dipengaruhi oleh pH (keasaman)
dan berubah warna menjadi hijau olive dalam kondisi asam, dan berubah menjadi
hijau cerah dalam kondisi basa, klorofil b juga lebih stabil terhadap kerusakan
thermal kloroplas.
Aroma kubis yang dihasilkan oleh setiap perlakuan adalah berbeda-beda.
Aroma yang tanpa perlakuan adalah khas kubis (++). Semakin bertambahnya
waktu, maka aroma yang dikukus dan direbus semakin bertambah. Begitu juga
dengan tekstur. Tekstur kubis tanpa perlakuan adalah renyah, namun setelah
dikukus dan direbus teksturnya semain lunak karena terjadi kontak langsung
dengan air yang menyebabkan masuknya air ke dalam bahan, sehingga kandungan
air dalam bahan meningkat yang menyebabkan tekstur lebih lunak. Akibat kubis
yang terlalu lunak maka kemungkinan yang terjadi adalah hilangnya zat penting
seperti zat nutrisi dan zat gizi secara cepat.
Sampel buncis tanpa perlakuan menghasilkan warna hijau muda, dikukus
selama 3 menit warnanya yaitu hijau tua. Setelah diblansing rebus warnanya
berubah dari hijau cerah (+++) menjadi hijau cerah (+). Perubahan ini diakibatkan
adanya bahan tersebut memiliki zat warna. Zat warna yang terkandung dalam
buncis adalah klorofil karena sayuran tersebut termasuk ke dalam sayuran hijau,
setelah proses blansing warna sayuran tersebut lebih cerah karena klorofil yang
menyebabkan warna hijau mengalami perubahan menjadi feofitin yang berwarna
kuning kehijauan (De Man, 1997).
Warna buncis yang lebih tua atau lebih gelap disebabkan oleh kandungan
air yang terdapat dalam buncis terlalu tinggi sehingga warnanya menjadi pucat
Riska Oktafiani
240210150060
yang merupakan akibat dari perebusan. Aroma langunya pun semakin berkurang
setelah diblansing rebus dan tekstur yang dihasilkan menjadi berkurang
kekerasannya. Aroma sayuran dipengaruhi oleh senyawa volatil yang terkandung
didalamnya. Senyawa volatil tersebut dihasilkan oleh organel yang disebut
vakuola, semakin banyak senyawa volatil maka aroma sayuran akan semakin
tercium (De Man, 1997).
Tekstur yang dihasilkan oleh blansing rebus dengan waktu yang semakin
lama yaitu menghasilkan tekstur yang lebih lunak serta aroma dari kubisnya
sedikit berkurang dengan seiring bertambahnya waktu, hal ini menandakan bahwa
kubis yang diblansing rebus memiliki kelebihan yaitu dengan teksturnya menjadi
lebih lunak dan layu, namun disamping itu ada beberapa kelemahan dari proses
perebusan bahan, apabila suhu terlalu tinggi, maka akan menurunkan jumlah zat
gizi. Aroma kubis setelah lanshing pun semakin lama semakin hilang.
Zat warna karoten yang terkandung pada tomat yaitu pigmen yang
menyebabkan warna merah-kuning-orange. Warna yang dihasilkan terhadap
perlakuan blanisng kukus dan tanpa perlakuan adalah merah kekuningan. Warna
yang dihasilkan terhadap blansing rebus di menit ke-1 yaitu merah orange.
Semakin bertambahnya waktu blansing rebus, maka warna tomat tersebut semakin
berwarna merah orange yang memudar. Hal ini menunjukan warna karoten yang
terkandung menjadi menurun.
Aroma tomat yang dihasilkan oleh setiap perlakuan adalah berbeda-beda.
Aroma yang tanpa perlakuan adalah khas tomat yang menunjukkan bahwa tomat
tersebut masih dalam keadaan segar, sedangkan yang diberi perlakuan kukus
berkurangnya aroma tomat. Aroma khas tomatnya semakin bertambah setelah
dilakukan blansing rebus. Perlakuan blansing yang terlalu lama mengalami
perubahan dari aroma khas tomat segar menjadi aroma tomat yang matang.
Tekstur tomat yang dihasilkan oleh setiap perlakuan adalah berbeda-beda.
Tekstur yang tanpa perlakuan adalah keras yang menunjukkan bahwa masih
banyak zat penting yang terkandung dalam tomat, sedangkan yang diberi
perlakuan kukus menghasilkan tekstur yang lunak dan keriput. Tekstur yang
dihasilkan terhadap blansing rebus di menit ke-1 yaitu sedikit lunak (+). Semakin
bertambahnya waktu blansing rebus, maka tekstur tomat semakin berwarna merah
Riska Oktafiani
240210150060
lunak karena terjadi kontak langsung dengan air yang menyebabkan masuknya air
ke dalam bahan, sehingga kandungan air dalam bahan meningkat yang
menyebabkan tekstur lebih lunak. Akibat tomat yang terlalu lunak maka
kemungkinan yang terjadi adalah hilangnya zat penting seperti zat nutrisi dan zat
gizi secara cepat.
Lama blansing dipengaruhi oleh jenis bahan dan ketebalan irisan. Lama
blansing yang terlalu singkat mengakibatkan inaktivasi enzim fenolase yang
belum maksimal sehingga akan mendorong terjadinya perubahan warna menjadi
coklat, sedangkan blansing yang terlalu lama akan menyebabkan tekstur menjadi
terlalu lunak karena kadar air bahan menjadi tinggi (Buckle et al, 1987).
Hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua sayuran yang
di blansing menggunakan perebusan, memiliki tekstur yang lebih lunak, warnanya
menjadi lebih terang, namun disamping itu dari segi aroma menjadi tidak segar
lagi, atau aromanya sedikit berkurang dari aslinya, adapun juga beberapa sayuran
yang mengalami perubahan warna menjadi lebih gelap.
Perubahan ini dapat saja terjadi perebusan suhu yang digunakan terlalu
tinggi dapat berpengaruh terhadap aroma bahan pangan tersebut dan terjadi
perubahan warna terhadap sayuran tersebut. Suhu yang tinggi saat blansing dapat
berakibat kerusakan vitamin C, dan menurunkan jumlah zat gizi. Blansing yang
menggunakan uap lebih baik daripada air mendidih, hal ini karena penggunaan air
mendidih dapat menghilangkan zat gizi yang terlarut (Winarno, 1980).
Keunggulan blansing rebus jika dibanding blansing kukus adalah proses
panas lebih merata terhadap bahan pangan karena seluruh komponen bahan
pangan terendam dalam air. Menurut Asgar dan Musaddad (2006) blansing
menggunakan media uap panas akan lebih memberikan retensi zat gizi yang lebih
optimum jika dibandingkan dengan air panas. Air panas dapat menyebabkan
hilangnya nutrien, terutama yang larut dalam air, namun penggunaan air lebih
mudah digunakan. Blansing yang terlalu lama dalam air panas cenderung
menghasilkan bahan bertekstur sangat lunak, memudarkan warna, mengurangi
flavor, dan dapat menyebabkan kehilangan nutrien
Riska Oktafiani
240210150060
5.1 Kesimpulan
1. Warna yang dihasilkan setiap sampel menjadi lebih cerah dengan
perlakuan blansing rebus,
2. Tekstur yang dihasilkan oleh setiap sampel semakin lunak dengan
perlakuan blansing rebus,
3. Aroma yang dihasilkan oleh setiap sampel semakin tercium dengan
perlakuan blansing kukus dan blansing rebus,
4. Lama blansing dapat dipengaruhi oleh ketebalan, ukuran, dan tekstur
bahan,
5. Keunggulan blansing rebus daripada cara kukus adalah proses panas yang
lebih merata terhadap bahan pangan karena seluruh komponen bahan
pangan terendam dalam air, namun kelemahannya adalah zat nutrisi yang
terkandung dalam sayuran dapat hilang secara cepat,
6. Semakin lama waktu blansing yang diperlukan atau semakin tinggi suhu
yang digunakan maka enzim peroksidase akan semakin cepat terinaktivasi,
7. Sampel kubis terhadap uji peroksidase, perubahan warna blansing kukus
lebih kecil dibandingkan dengan blansing rebus selama 0,5 menit yang
disebabkan oleh mungkin saat blansing kukus yang dicelupkan ke dalam
es, waktunya tidak sesuai yang telah ditentukan, kemungkinan waktu yang
digunakan bertambah atau berkurang sehingga dapat memengaruhi kerja
enzim tersebut.
5.2 Saran
1. Dalam melakukan praktikum praktikan harusnya lebih mempelajari
prosedur agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
Riska Oktafiani
240210150060
DAFTAR PUSTAKA
Asgar. A., dan D. Musaddad. 2006. Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing
sebelum Pengeringan Kubis. Balai Penelitian Tanaman Sayuran,
Lembang.Terdapat pada :
http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/164/Asgar_kubis.pdf
(diakses tanggal 22 November 2016). J.Hort. Vol. 16(4):349-355, 2006.
Buckle, K.A; R.A. Edwards; G.H Fleet; dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Prabasini, Hehmaning., Dwi Ishartani., Dimas Rahadian. 2013. Kajian Sifat Kimia
dan Fisik Tepung Labu Kuning (Cucurbita Moschata) dengan Perlakuan
Blanching dan Perendaman dalam Natrium Metabisulfit (Na2s2o5).
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret, Surakarta. Terdapat pada :
http://ilmupangan.fp.uns.ac.id/attachments/article/287/12.%20KAJIAN%2
0SIFAT%20KIMIA%20DAN%20FISIK%20TEPUNG%20LABU%20KU
NING%20Na-METABISULFIT%20(Hehmaning%20Prabasini).pdf
(diakses tanggal 22 November 2016). Jurnal Teknosains Pangan Vol. 2
No. 2 April 2013.
Sari, Tika Kartika. 2010. Pengaruh Metode Blanching dan Perendaman dalam
Kalsium Klorida (Cacl2) untuk Meningkatkan Kualitas French Fries dari
Kentang Varietas Tenggo dan Crespo. Fakultas Pertanian Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Winarno, F.G., 1980. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama. Jakarta.