Anda di halaman 1dari 15

Riska Oktafiani

240210150060

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Umumnya, sayuran masih melakukan kegiatan metabolisme walaupun
telah dipisahkan dari tanaman induknya dan di dalamnya masih berlangsung
reaksi-reaksi biokimia yang melibatkan enzim. Adanya sejumlah enzim terutama
peroksidase yang bersifat heat-resistant dalam buah-buahan dan sayuran, dapat
menimbulkan perubahan yang tidak dikehendaki selama masa penyimpanan, agar
perubahan tidak terjadi maka aktivitas enzim harus ditekan, cara yang lazim
dilakukan untuk inaktivasi enzim tersebut adalah dengan melakukan blansing
pada sayur-sayuran tersebut sebelum diproses lebih lanjut.
Blansing dapat mempertahankan lebih banyak kadar vitamin dalam
sayuran dibandingkan proses pengolahan makanan lainnya, namun pada dasarnya
tujuan dari blansing itu sendiri menurut Tjahjadi dan Marta (2011) adalah untuk
menonaktifkan enzim terutama polifenoloksidase merupakan penyebab
pencokelatan enzimatis, lipoksigenase merupakan penyebab ketengikan, aerobic
acid oxidase merupakan penyebab penguraian vitamin C, serta katalase dan
peroksidase yang dimana keduanya dipakai sebagai indikator kecukupan blansing.
Perlakuan yang digunakan adalah pengujian enzim peroksidase yang
dipakai sebagai indikator kecukupan blansing. Sampel yang digunakan untuk
diblansing yaitu wortel, kentang, kubis, buncis, dan tomat. Blansing yang
digunakan meliputi blansing kukus dan blansing rebus. Blansing rebus dilakukan
dengan waktu yang berbeda-beda, kemudian dilakukan uji peroksidase untuk
mengetahui efektivitas blansing terhadap penghambatan enzim peroksidase dalam
bahan.

4.1 Organoleptik Sayuran


Tahapan pertama adalah disiapkan sampel. Sambil sampel disiapkan, air
dipanaskan hingga mencapai titik didih. Setelah itu, masing-maisng sampel
dipotong atau di iris-iris. Kubis di iris halus sekitar 3 mm, buncis dipotong
menjadi 2 bagian, tomat tidak dipotong, kentang dan wortel dipotong dadu. semua
bahan yang telah dikupas dan dipotong dicuci hingga bersih. Setelah sampel
dipotong kecil-kecil, selanjutnya blansing kukus dan blansing rebus yang
sebelumnya air sudah dipanaskan dan sudah diletakkan termometer.
Riska Oktafiani
240210150060

Blansing kukus yang pertama dilakukan yaitu sampel dibungkus dengan


kain saring, kemudian masing-masing sampel sebanyak 10 gram dimasukkan ke
dalam panci yang diiisi air mendidih, diletakkan di atas dandang dan ditutup.
Lama blansing kukus wortel dan kentang yaitu 6 menit, kubis selama 1,5 menit,
buncis selama 3 menit, dan tomat selama 2 menit. Lamanya blansing dipengaruhi
oleh tekstur, ketebalan, dan ukuran. Bahan yang telah diblansing kemudian
dimasukkan ke dalam air es selama 3 menit untuk menjaga warna tetap segar,
menghentikan proses pematangan dari sayuran tersebut, untuk pengkondisian agar
kontak antara bahan dengan air es merata sehingga bahan mengalami penurunan
suhu yang merata, dan reaksi kimia yang terjadi selama proses blansing segera
terhenti, selain itu agar tidak terjadi over cooking. Sayuran yang mengalami over
cooking akan menyebabkan warna menjadi pucat dan sayuran terlalu lunak. Bahan
yang telah diblansing kemudian ditiriskan dan diamati (Buckle et al, 2007).
Blansing rebus yang pertama dilakukan adalah termometer dimasukkan ke
dalam panci yang berisi air mendidih dan diukur berapa perubahan suhunya.
Kemudian, sampel dimasukkan ke dalam panci yang berisi air mendidih yang
sebelumnya sudah dipotong menjadi beberapa bagian, lalu direbus. Blansing
rebus sampel wortel dan kentang yaitu waktu 4 menit; 6 menit; dan 8 menit.
Sampel kubis memiliki rentang waktu perebusan dari 0,5 menit; 1,5 menit; sampai
5 menit. Sampel buncis memiliki rentang waktu perebusan dari 1 menit; 3 menit;
sampai 9 menit. Sampel tomat meiliki rentang waktu perebusan dari 1 menit; 2
menit; sampai 6 menit. Setelah dilakukan pemblansingan, sampel dicelupkan ke
dalam air es selama 3 menit. Bahan yang telah diblansing rebus kemudian
dimasukkan ke dalam air es selama 3 menit untuk menjaga warna tetap segar,
menghentikan proses pematangan dari sayuran tersebut, untuk pengkondisian agar
kontak antara bahan dengan air es merata sehingga bahan mengalami penurunan
suhu yang merata, dan reaksi kimia yang terjadi selama proses blansing segera
terhenti, selain itu agar tidak terjadi over cooking. Setelah itu, bahan ditiriskan
supaya tidak terkontaminasi oleh zat laninnya. Setelah itu, diamati perubahan
warna, tekstur, dan aromanya.
Sampel yang tanpa perlakuan pemanasan dilakukan hanya memotong
bahan tersebut, kemudian diamati perubahan warna, aroma, dan teksturnya.
Riska Oktafiani
240210150060

Menurut De Man (1997), pengaruh pemotongan sampel yaitu semakin kecil


ukuran bahan, maka jarak rambat panas menuju bahan/penetrasi panas dari proses
blansing akan berlangsung cepat sehingga kerusakan nutrisi bahan yang peka
panas akan berlangsung dengan cepat pula. Tekstur lebih lunak biasanya hanya
memerlukan waktu yang tidak terlalu lama, sedangkan apabila memiliki ketebalan
besar maka waktu yang digunakan untuk blansing lebih lama.
Blansing kukus dan blansing rebus menghasilkan waktu yang berbeda,
karena blansing dalam medium air memerlukan waktu yang lebih singkat
dibandingkan dengan blansung menggunakan uap air, karena penetrasi panas
lebih cepat terjadi pada medium cair.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Organoleptik Perlakuan Pemanasan dan tanpa


Perlakuan
Kel Sampel Perlakuan Warna Aroma Tekstur
1 Wortel Tanpa Orange segar Khas wortel ++ Keras
& perlakuan
6 Kukus 6 Orange tua Khas wortel Lunak
++++
Rebus 4 Orange +++ Khas wortel Keras +++
Rebus 6 Orange ++ Khas wortel Keras ++
Rebus 8 Orange + Khas wortel Keras +
2 Kentang Tanpa Kuning cerah Khas kentang Keras
& perlakuan
7 Kukus 6 Kuning pucat Khas kentang Lunak
kukus
Rebus 4 Kuning pudar Khas kentang Keras
+
Rebus 6 Kuning pudar Khas kentang Sedikit keras
++
Rebus 8 Kuning pudar Khas kentang Lembek
+++
3 Kubis Tanpa Putih Khas kol ++ Renyah
& perlakuan kehijauan
8 Kukus 1,5 Putih Khas kol Lunak
kehijauan
Rebus 0,5 Putih hijau ++ Khas kol + Lunak
Rebus 1,5 Putih hijau + Khas kol ++ Lunak +
Rebus 5 Putih hijau Khas kol +++ Lunak ++
+++
4 Buncis Tanpa Hijau muda Khas buncis Keras ++
& perlakuan
Riska Oktafiani
240210150060

Kel Sampel Perlakuan Warna Aroma Tekstur


9 Kukus 9 Hijau tua Khas buncis Keras +
+++
Rebus 1 Hijau cerah Khas buncis ++ Keras ++
+++
Rebus 3 Hijau cerah ++ Khas buncis Keras +
+++
Rebus 9 Hijau cerah + Khas buncis Keras
+++
5 Tomat Tanpa Merah Khas tomat Keras
& perlakuan kekuningan
10 Kukus 2 Merah Aroma tomat Lunak &
kekuningan sedikit keriput
Rebus 1 Merah Orange Khas tomat + Lunak +
Rebus 2 Merah Orange Khas tomat ++ Lunak ++
pudar
Rebus 3 Merah Orange Khas tomat Lunak +++
pudar ++ +++
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Warna wortel yang dihasilkan tanpa perlakuan adalah orange, sedangkan


yang diblansing kukus selama 6 menit adalah orange tua. Warna wortel yang
diblansing rebus selama 4 menit yaitu orange (+++). Semakin bertambahnya
waktu blansing rebus, maka warna wortel tersebut semakin menurun menjadi
orange (+). Hasil penelitian Kusdibyo dan Musaddad (tidak dipublikasikan)
dikutip Asgar dan Musaddad (2006) bahwa bansing dengan media air suhu 80-
90oC selama 10 menit dapat meningkatkan kecerahan warna, nutrisi, dan tekstur
wortel. Menurut Asgar dan Musaddad (2006), warna orange yang lebih cerah
tersebut dapat disebabkan oleh adanya udara dan kotoran yang keluar pada
permukaan serta mengubah panjang gelombang dari cahaya.
Aroma wortel yang dihasilkan oleh setiap perlakuan adalah berbeda-beda.
Aroma yang tanpa perlakuan adalah khas wortel yang menunjukkan bahwa wortel
tersebut masih dalam keadaan segar, sedangkan yang diberi perlakuan kukus
aroma wortelnya semakin bertambah (++++). Aroma khas wortel semakin
bertambah atau tetap setelah dilakukan blansing rebus.
Tekstur wortel yang tanpa perlakuan adalah keras yang menunjukkan
bahwa masih banyak zat penting yang terkandung dalam wortel, misalnya vitamin
A dan provitamin A, sedangkan yang diberi perlakuan kukus selama 6 menit
Riska Oktafiani
240210150060

menghasilkan tekstur yang lunak. Tekstur wortel yang diblansing rebus selama 4
menit yaitu keras (+++). Semakin bertambahnya waktu blansing rebus, maka
tekstur wortel semakin berkurang kekerasannya karena terjadi kontak langsung
dengan air yang menyebabkan masuknya air ke dalam bahan, sehingga kandungan
air dalam bahan meningkat. Akibat wortel yang berkurang kekerasannya maka
kemungkinan yang terjadi adalah zat penting seperti provitamin A dan vitamin A
sedikit menghilang.
Warna kentang yang dihasilkan tanpa perlakuan adalah kuning cerah,
sedangkan yang diblansing kukus selama 6 menit adalah kuning pucat. Warna
kentang yang diblansing rebus selama 4 menit yaitu kuning pudar (+). Semakin
bertambahnya waktu blansing rebus, maka warna kuning kentang semakin
memudar (+).Lama blansing sangat dipengaruhi oleh jenis bahan dan ketebalan
irisan. Lama blansing yang terlalu singkat mengakibatkan inaktivasi enzim
fenolase yang belum maksimal sehingga, akan mendorong terjadinya perubahan
warna menjadi coklat, sedangkan blansing yang terlalu lama akan menyebabkan
tekstur menjadi terlalu lunak karena kadar air bahan menjadi tinggi (Buckle et al,
1987).
Kentang biasanya apabila setelah dipotong akan terjadi pencoklatan.
Perlakuan mekanis mengakibatkan jaringan bahan menjadi rusak dan cepat
berwarna coklat setelah berhubungan dengan udara, hal ini disebabkan terjadinya
konversi senyawa fenolat oleh enzim fenolase menjadi melanin atau melanoidin
yang berwarna coklat (Susanto dan Saneto, 1994 dikutip Sari, 2010). Pencoklatan
dapat dicegah dengan melakukan blansing pada kentang sebelum diolah.
Aroma kentang yang dihasilkan oleh setiap perlakuan adalah berbeda-
beda. Aroma yang tanpa perlakuan, diblansing kukus selama 6 menit, diblansing
rebus (4 menit, 6 menit, dan 8 menit) adalah khas kentang yang menunjukkan
bahwa kentang tersebut masih dalam keadaan segar.
Tekstur kentang tanpa perlakuan adalah keras, sedangkan diberi perlakuan
kukus selama 6 menit menghasilkan tekstur yang lunak. Tekstur kentang yang
diblansing rebus selama 4 menit yaitu lunak (+). Semakin bertambahnya waktu
blansing rebus, maka tekstur kentang semakin berkurang kekerasannya atau
Riska Oktafiani
240210150060

semakin lunak karena terjadi kontak langsung dengan air yang menyebabkan
masuknya air ke dalam bahan, sehingga kandungan air dalam bahan meningkat.
Warna kubis tanpa perlakuan dan dikukus selama 1,5 menit adalah putih
kehijauan. Warna kubis yang diblansing rebus selama 0,5 menit yaitu putih hijau
(++), diblansing selama 1,5 menit adalah putih hijau (+), dan diblansing selama 5
menit adalah putih hijau (+++). Seharusnya, semakin bertambahnya waktu lansing
maka warnanya semakin berkurang, hal ini tidak sesuai literatur karena waktu
untuk mencelupkan kubis ke dalam air es setelah direbus terlalu singkat atau
terlalu lama. Zat warna yang terkandung dalam kubis adalah klorofil. Menurut
Sari (2010), klorofil yang terdapat pada bahan dipengaruhi oleh pH (keasaman)
dan berubah warna menjadi hijau olive dalam kondisi asam, dan berubah menjadi
hijau cerah dalam kondisi basa, klorofil b juga lebih stabil terhadap kerusakan
thermal kloroplas.
Aroma kubis yang dihasilkan oleh setiap perlakuan adalah berbeda-beda.
Aroma yang tanpa perlakuan adalah khas kubis (++). Semakin bertambahnya
waktu, maka aroma yang dikukus dan direbus semakin bertambah. Begitu juga
dengan tekstur. Tekstur kubis tanpa perlakuan adalah renyah, namun setelah
dikukus dan direbus teksturnya semain lunak karena terjadi kontak langsung
dengan air yang menyebabkan masuknya air ke dalam bahan, sehingga kandungan
air dalam bahan meningkat yang menyebabkan tekstur lebih lunak. Akibat kubis
yang terlalu lunak maka kemungkinan yang terjadi adalah hilangnya zat penting
seperti zat nutrisi dan zat gizi secara cepat.
Sampel buncis tanpa perlakuan menghasilkan warna hijau muda, dikukus
selama 3 menit warnanya yaitu hijau tua. Setelah diblansing rebus warnanya
berubah dari hijau cerah (+++) menjadi hijau cerah (+). Perubahan ini diakibatkan
adanya bahan tersebut memiliki zat warna. Zat warna yang terkandung dalam
buncis adalah klorofil karena sayuran tersebut termasuk ke dalam sayuran hijau,
setelah proses blansing warna sayuran tersebut lebih cerah karena klorofil yang
menyebabkan warna hijau mengalami perubahan menjadi feofitin yang berwarna
kuning kehijauan (De Man, 1997).
Warna buncis yang lebih tua atau lebih gelap disebabkan oleh kandungan
air yang terdapat dalam buncis terlalu tinggi sehingga warnanya menjadi pucat
Riska Oktafiani
240210150060

yang merupakan akibat dari perebusan. Aroma langunya pun semakin berkurang
setelah diblansing rebus dan tekstur yang dihasilkan menjadi berkurang
kekerasannya. Aroma sayuran dipengaruhi oleh senyawa volatil yang terkandung
didalamnya. Senyawa volatil tersebut dihasilkan oleh organel yang disebut
vakuola, semakin banyak senyawa volatil maka aroma sayuran akan semakin
tercium (De Man, 1997).
Tekstur yang dihasilkan oleh blansing rebus dengan waktu yang semakin
lama yaitu menghasilkan tekstur yang lebih lunak serta aroma dari kubisnya
sedikit berkurang dengan seiring bertambahnya waktu, hal ini menandakan bahwa
kubis yang diblansing rebus memiliki kelebihan yaitu dengan teksturnya menjadi
lebih lunak dan layu, namun disamping itu ada beberapa kelemahan dari proses
perebusan bahan, apabila suhu terlalu tinggi, maka akan menurunkan jumlah zat
gizi. Aroma kubis setelah lanshing pun semakin lama semakin hilang.
Zat warna karoten yang terkandung pada tomat yaitu pigmen yang
menyebabkan warna merah-kuning-orange. Warna yang dihasilkan terhadap
perlakuan blanisng kukus dan tanpa perlakuan adalah merah kekuningan. Warna
yang dihasilkan terhadap blansing rebus di menit ke-1 yaitu merah orange.
Semakin bertambahnya waktu blansing rebus, maka warna tomat tersebut semakin
berwarna merah orange yang memudar. Hal ini menunjukan warna karoten yang
terkandung menjadi menurun.
Aroma tomat yang dihasilkan oleh setiap perlakuan adalah berbeda-beda.
Aroma yang tanpa perlakuan adalah khas tomat yang menunjukkan bahwa tomat
tersebut masih dalam keadaan segar, sedangkan yang diberi perlakuan kukus
berkurangnya aroma tomat. Aroma khas tomatnya semakin bertambah setelah
dilakukan blansing rebus. Perlakuan blansing yang terlalu lama mengalami
perubahan dari aroma khas tomat segar menjadi aroma tomat yang matang.
Tekstur tomat yang dihasilkan oleh setiap perlakuan adalah berbeda-beda.
Tekstur yang tanpa perlakuan adalah keras yang menunjukkan bahwa masih
banyak zat penting yang terkandung dalam tomat, sedangkan yang diberi
perlakuan kukus menghasilkan tekstur yang lunak dan keriput. Tekstur yang
dihasilkan terhadap blansing rebus di menit ke-1 yaitu sedikit lunak (+). Semakin
bertambahnya waktu blansing rebus, maka tekstur tomat semakin berwarna merah
Riska Oktafiani
240210150060

lunak karena terjadi kontak langsung dengan air yang menyebabkan masuknya air
ke dalam bahan, sehingga kandungan air dalam bahan meningkat yang
menyebabkan tekstur lebih lunak. Akibat tomat yang terlalu lunak maka
kemungkinan yang terjadi adalah hilangnya zat penting seperti zat nutrisi dan zat
gizi secara cepat.
Lama blansing dipengaruhi oleh jenis bahan dan ketebalan irisan. Lama
blansing yang terlalu singkat mengakibatkan inaktivasi enzim fenolase yang
belum maksimal sehingga akan mendorong terjadinya perubahan warna menjadi
coklat, sedangkan blansing yang terlalu lama akan menyebabkan tekstur menjadi
terlalu lunak karena kadar air bahan menjadi tinggi (Buckle et al, 1987).
Hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua sayuran yang
di blansing menggunakan perebusan, memiliki tekstur yang lebih lunak, warnanya
menjadi lebih terang, namun disamping itu dari segi aroma menjadi tidak segar
lagi, atau aromanya sedikit berkurang dari aslinya, adapun juga beberapa sayuran
yang mengalami perubahan warna menjadi lebih gelap.
Perubahan ini dapat saja terjadi perebusan suhu yang digunakan terlalu
tinggi dapat berpengaruh terhadap aroma bahan pangan tersebut dan terjadi
perubahan warna terhadap sayuran tersebut. Suhu yang tinggi saat blansing dapat
berakibat kerusakan vitamin C, dan menurunkan jumlah zat gizi. Blansing yang
menggunakan uap lebih baik daripada air mendidih, hal ini karena penggunaan air
mendidih dapat menghilangkan zat gizi yang terlarut (Winarno, 1980).
Keunggulan blansing rebus jika dibanding blansing kukus adalah proses
panas lebih merata terhadap bahan pangan karena seluruh komponen bahan
pangan terendam dalam air. Menurut Asgar dan Musaddad (2006) blansing
menggunakan media uap panas akan lebih memberikan retensi zat gizi yang lebih
optimum jika dibandingkan dengan air panas. Air panas dapat menyebabkan
hilangnya nutrien, terutama yang larut dalam air, namun penggunaan air lebih
mudah digunakan. Blansing yang terlalu lama dalam air panas cenderung
menghasilkan bahan bertekstur sangat lunak, memudarkan warna, mengurangi
flavor, dan dapat menyebabkan kehilangan nutrien
Riska Oktafiani
240210150060

4.2 Uji Peroksidase


Selain dilakukan pengamatan pengaruh pemanasan dan tanpa perlakuan
pemanasan terhadap aktivitas enzim dan sifat organoleptik sampel, dilakukan juga
uji peroksidase dari setiap sampel yang diberi perlakuan blanko (tanpa sampel)
dan non-blanko (dengan sampel). Menurut Zhou et al (1992) dikutip Hersanti
(2005), ekspresi meningkatnya aktivitas enzim peroksidase diakibatkan tanaman
terinfeksi patogen termasuk virus yang akan berkorelasi dengan tingkat ketahanan
terhadap virus. Waktu blansing yang tidak cukup akan mendorong meningkatnya
aktivitas enzim perusak dan menyebabkan kerusakan mutu produk lebih besar
daripada yang tidak diblansing. Proses blansing buah dan sayuran terdapat dua
jenis enzim yang tahan panas, yaitu enzim katalase dan peroksidase.
Tahapan pertama yaitu dihancurkan 10 gram sampel kemudian
ditambahkan 30 mL akuades sedikit demi sedikit, kemudian disaring dengan
kertas saring sehingga menghasilkan filtrat. Siapkan 6 tabung reaksi, dimana 1
tabung digunakan untuk blanko yaitu mengambil sebanyak 11 mL akuades,
kemudian ditambahkan 1 mL larutan gualikol 1% dan 1 mL larutan H2O2 0,08%,
selanjutnya diaduk dan didiamkan selama 3,5 menit. Tabung sisanya diisi dengan
1 mL filtrat masing-masing sampel yang telah diberi perlakuan blansing kukus,
blansing rebus, dan tanpa perlakuan blansing. Kemudian ditambahkan sebanyak
10 mL akuades, 1 mL larutan gualikol 1%, dan 1 mL larutan H2O2 0,08%. Setelah
itu, diaduk dan didiamkan selama 3,5 menit.
Larutan gualikol (metoksil fenol) berfungsi sebagai donor hidrogen yang
akan bereaksi dengan hidrogen peroksida membentuk senyawa berwarna merah
kecoklatan. Penambahan hidrogen peroksida (H2O2) berfungsi sebagai stimulan
yang akan menentukan ada atau tidaknya enzim peroksidase dalam bahan atau
sampel, hal ini disebabkan karena hidrogen peroksida inilah yang nantinya akan
bereaksi dengan gualikol dan dikatalis oleh enzim peroksidase dalam bahan yang
mengakibatkan perubahan warna sampel menjadi cokelat sebagai dampak dari
reduksi hidroperoksida menjadi air. Di bawah terdapat hasil pengamatan uji
peroksidase:
Riska Oktafiani
240210150060

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Peroksidase


Kel Sampel Perlakuan Warna Gambar
Blanko Bening
Tanpa perlakuan Orange muda +++++
1
Kukus 6 Orange muda ++++
& Wortel
Rebus 4 Orange muda +++
6
Rebus 6 Orange muda ++
Rebus 8 Orange muda +
Blanko Bening
Orange kecoklatan
Tanpa perlakuan
2 ++++
& Kentang Kukus 6 Orange kecoklatan +++
7 Rebus 4 Orange kecoklatan ++
Rebus 6 Orange kecoklatan +
Rebus 8 Orange kecoklatan
Blanko Bening
Tanpa perlakuan Orange kecoklatan +
3 Kukus 1,5 Orange kecoklatan ++
& Kubis
Rebus 0,5 Coklat +++
8
Rebus 1,5 Coklat ++
Rebus 5 Coklat (bening)
Blanko Coklat +
Tanpa perlakuan Coklat +++
4 Kukus 9 Coklat ++
& Buncis Rebus 1 Orange muda +++
9 Rebus 3 Orange muda ++
Orange muda +
Rebus 9
Blanko Bening
Tanpa perlakuan Merah kecoklatan +++

Kukus 2 Merah kecoklatan +


5
& Tomat Bening merah
10 Rebus 1
kecoklatan ++
Bening merah
Rebus 2
kecoklatan +
Bening merah
Rebus 3
kecoklatan
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Menurut hasil pengamatan uji peroksidase, wortel yang diuji


menggunakan perlakuan blanko menujukkan larutan sampel menjadi berwarna
Riska Oktafiani
240210150060

bening, tanpa perlakuan menghasilkan perubahan warna menjadi sangat orange


muda (+++++). Saat di blanisng kukus, warna orange muda sedikit berkurang
(++++). Waktu pemblansingan rebus dari 4 menit sampai 6 menit mengalami
penurunan yang konstan, sehingga saat di menit ke-8 warna orange muda yang
dihasilkan semakin berkurang (+). Hal ini menunjukkan bahwa wortel dapat
menghilangkan enzim-enzim yang tidak diinginkan sampai blansing rebus selama
8 menit.
Sampel kentang yang diuji menggunakan perlakuan blanko menujukkan
larutan sampel menjadi berwarna bening, tanpa perlakuan menghasilkan
perubahan warna menjadi sangat orange kecokelatan (++++). Saat di blanisng
kukus, warna kentang tersebut berubah menjadi orange muda bening. Waktu
pemblansingan rebus dari 4 menit sampai 6 menit mengalami penurunan yang
konstan, sehingga saat di menit ke-8 warna orange muda yang dihasilkan semakin
berkurang (+). Hal ini menunjukkan bahwa kentang dapat menghilangkan enzim-
enzim yang tidak diinginkan sampai blansing rebus selama 8 menit. Semakin lama
waktu pemananasan suatu sampel, maka aktivitas enzimnya semakin berkurang.
Sampel kubis yang diuji menggunakan perlakuan blanko menujukkan
larutan sampel menjadi berwarna bening, tanpa perlakuan menghasilkan
perubahan warna menjadi yang sedikit orange kecokelatan (+). Saat di blanisng
kukus, warna kubis tersebut bertambah menjadi orange kecokelatan (++).
Seharusnya, tanpa perlakuan menghasilkan prubahan warna yang lebih besar jika
dibandingakn dengan perlakuan kukus. Hal ini tidak sesuai literatur yang
disebabkan oleh blansing kukus saat dicelupkan ke dalam es waktunya tidak
sesuai yang telah ditentukan, kemungkinan waktunya bertambah atau berkurang
sehingga memengaruhi kerja enzim tersebut. Waktu pemblansingan rebus selama
0,5 menit, terjadi perubahan yang menyebabkan warna menjadi sangat cokelat
(+++). Blansing menit ke-6 berubah warna menjadi cokelat yang sedang (++),
sehingga saat di menit ke-8 warna menjadi cokelat bening. Hal ini menunjukkan
bahwa kentang dapat menghilangkan enzim-enzim yang tidak diinginkan
menggunakan perlakuan blansing rebus dari menit ke-0,5 sampai menit ke-5.
Semakin lama waktu pemananasan suatu sampel, maka aktivitas enzimnya
semakin berkurang.
Riska Oktafiani
240210150060

Sampel buncis yang diuji menggunakan perlakuan blanko menujukkan


warna larutan sampel menjadi sedikit cokelat (+), seharusnya perlakuan blanko ini
warnanya bening, hal ini tidak sesuai literatur yang disebabkan karena mungkin
larutan tersebut masih ada sari-sari buncis yang menempel kemudian bercampur
dngan larutan blanko sehingga menyebabkan terjadinya kontaminasi. Buncis yang
tanpa perlakuan menghasilkan perubahan warna menjadi sangat cokelat (+++).
Saat di blanisng kukus, warna cokelat larutan tersebut berkurang (++). Waktu
pemblansingan rebus di menit-1 mengalami perubahan warna menjadi orange
muda yang meningkat (+++), namun di menit ke-3 mengalami sedikit penurunan
warnanya (++), sehingga saat menit ke-9 warna orange muda yang dihasilkan
semakin berkurang (+). Hal ini menunjukkan bahwa buncis yang diberi perlakuan
blansing rebus dari menit ke-1 sampai menit ke-9 dapat menghilangkan enzim-
enzim yang tidak diinginkan. Semakin lama waktu pemananasan suatu sampel,
maka aktivitas enzimnya semakin berkurang.
Sampel tomat yang diuji menggunakan perlakuan blanko menujukkan
larutan sampel menjadi berwarna bening, tanpa perlakuan menghasilkan
perubahan warna menjadi sangat merah kecokelatan (+++). Saat di blanisng
kukus, warna tomat tersebut berkurang menjadi sedikit merah kecokelatan (+)
Waktu pemblansingan rebus dari 1 menit sampai 2 menit mengalami penurunan
konstan dari bening merah kecokelatan (++) menjadi bening merah kecokelatan
(+), sehingga saat perebusan menit ke-6 warna merah kecokelatan yang dihasilkan
semakin berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa tomat dapat menghilangkan
enzim-enzim yang tidak diinginkan sampai blansing rebus selama 6 menit.
Semakin lama waktu pemananasan suatu sampel, maka aktivitas enzimnya
semakin berkurang.
Menurut Suprapto (2006) dikutip Prabasini et al (2013) blansing
merupakan proses pemanasan. Proses pemanasan dapat mendenaturasi dan
mengubah struktur protein yang ada dalam bahan, meskipun demikian
kandungannya tetap karena dengan analisa kadar protein yang diketahui
sebenarnya adalah N total, sehingga proses pemanasan yang dapat mengakibatkan
denaturasi protein yang hanya mengubah strukturnya saja tetapi kadar N dalam
bahan masih tetap.
Riska Oktafiani
240210150060

Keunggulan dari blansing dengan perebusan jika dibanding cara


pengukusan adalah proses panas yang lebih merata terhadap bahan pangan karena
seluruh komponen bahan pangan terendam dalam air. Menurut Asgar dan
Musaddad (2006), blansing menggunakan media uap panas akan lebih
memberikan retensi zat gizi yang lebih optimum jika dibandingkan dengan air
panas. Air panas dapat menyebabkan hilangnya nutrien, terutama yang larut
dalam air, namun penggunaan air lebih mudah digunakan. Blansing yang terlalu
lama dalam air panas cenderung menghasilkan bahan bertekstur sangat lunak,
memudarkan warna, mengurangi flavor, dan dapat menyebabkan kehilangan
nutrien
Menurut De Man (1997), pemanasan dapat menginaktivasi enzim-enzim,
karena suhu 30-40C enzim umumnya bekerja secara optimum, suhu 45C enzim
mulai terdenaturasi dan suhu 60C mengalami dekomposisi. Enzim peroksidase
merupakan salah satu enzim yang tahan panas. Jenis reaksi yang dikatalisis oleh
peroksidase melibatkan hidrogen peroksida sebagai penerima, dan senyawa AH2
sebagai donor atom hidrogen, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
peroksidase
H2O2 + AH2 2H2O + A
Reaksi ini menunjukkan tidak terbentuknya molekul oksigen. Kerja enzim
peroksidase dalam sayuran berguna untuk pendeteksian keefektifan pemutihan,
sedangkan enzim tersebut dapat juga merusak sayuran sehingga mengakibatkan
bau rasa yang menyimpang. Selain itu, berguna dalam penentuan glukosa suatu
bahan pangan yang dikombinasikan dengan glukosa peroksidase. Kerja enzim
peroksidase dalam buah yaitu mengakibatkan terjadinya pencoklatan.
Riska Oktafiani
240210150060

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Warna yang dihasilkan setiap sampel menjadi lebih cerah dengan
perlakuan blansing rebus,
2. Tekstur yang dihasilkan oleh setiap sampel semakin lunak dengan
perlakuan blansing rebus,
3. Aroma yang dihasilkan oleh setiap sampel semakin tercium dengan
perlakuan blansing kukus dan blansing rebus,
4. Lama blansing dapat dipengaruhi oleh ketebalan, ukuran, dan tekstur
bahan,
5. Keunggulan blansing rebus daripada cara kukus adalah proses panas yang
lebih merata terhadap bahan pangan karena seluruh komponen bahan
pangan terendam dalam air, namun kelemahannya adalah zat nutrisi yang
terkandung dalam sayuran dapat hilang secara cepat,
6. Semakin lama waktu blansing yang diperlukan atau semakin tinggi suhu
yang digunakan maka enzim peroksidase akan semakin cepat terinaktivasi,
7. Sampel kubis terhadap uji peroksidase, perubahan warna blansing kukus
lebih kecil dibandingkan dengan blansing rebus selama 0,5 menit yang
disebabkan oleh mungkin saat blansing kukus yang dicelupkan ke dalam
es, waktunya tidak sesuai yang telah ditentukan, kemungkinan waktu yang
digunakan bertambah atau berkurang sehingga dapat memengaruhi kerja
enzim tersebut.

5.2 Saran
1. Dalam melakukan praktikum praktikan harusnya lebih mempelajari
prosedur agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
Riska Oktafiani
240210150060

DAFTAR PUSTAKA

Asgar. A., dan D. Musaddad. 2006. Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing
sebelum Pengeringan Kubis. Balai Penelitian Tanaman Sayuran,
Lembang.Terdapat pada :
http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/164/Asgar_kubis.pdf
(diakses tanggal 22 November 2016). J.Hort. Vol. 16(4):349-355, 2006.

Buckle, K.A; R.A. Edwards; G.H Fleet; dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia. Jakarta.

De Man. 1997. Kimia Makanan Edisi Kedua. Penerbit: ITB. Bandung.

Hersanti. 2005. Analisis Aktivitas Enzim Peroksidase dan Kandungan Asam


Salisilat dalam Tanaman Cabai Merah yang Diinduksi Ketahanannya
terhadap Cucumber Mosaic Virus Oleh Ekstrak Daun Nanangkaan
(Euphorbia hirta). Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Universitas Padjadjaran. Terdapat pada :
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2010/05/analisis_aktivitas_enzim_peroksidase.pdf
(diakses tanggal 23 November 2016). SKIM IX 2005 UNPAD UKM.

Prabasini, Hehmaning., Dwi Ishartani., Dimas Rahadian. 2013. Kajian Sifat Kimia
dan Fisik Tepung Labu Kuning (Cucurbita Moschata) dengan Perlakuan
Blanching dan Perendaman dalam Natrium Metabisulfit (Na2s2o5).
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret, Surakarta. Terdapat pada :
http://ilmupangan.fp.uns.ac.id/attachments/article/287/12.%20KAJIAN%2
0SIFAT%20KIMIA%20DAN%20FISIK%20TEPUNG%20LABU%20KU
NING%20Na-METABISULFIT%20(Hehmaning%20Prabasini).pdf
(diakses tanggal 22 November 2016). Jurnal Teknosains Pangan Vol. 2
No. 2 April 2013.

Sari, Tika Kartika. 2010. Pengaruh Metode Blanching dan Perendaman dalam
Kalsium Klorida (Cacl2) untuk Meningkatkan Kualitas French Fries dari
Kentang Varietas Tenggo dan Crespo. Fakultas Pertanian Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan : Volume 1.


Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Winarno, F.G., 1980. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai