Oleh
DIDIK YULIANTO
A34202008
DIDIK YULIANTO. Studi Kualitas Estetika dan Ekologi pada jalur Wisata Alam
Taman Nasional Gede Pangrango. (Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN dan
AKHMAD ARIFIN HADI).
Taman Nasional Gede Pangrango merupakan kawasan dengan beragam
tujuan, antara lain untuk konservasi dan rekreasi. Di dalam kawasan ini terdapat
tiga jalur wisata alam, yaitu: jalur Cibodas, jalur Gunung Putri, dan jalur
Selabintana. Untuk mengetahui kondisi kualitas ekologi dan estetik pada ketiga
jalur itu, maka dilakukan penelitian terhadap ketiganya.
Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka untuk identifikasi karakter
kualitas ekologi dan penentuan titik-titik lanskap di sepanjang jalur wisata alam
TNGP. Hasil studi pustaka berupa karakteristik kualitas ekologi yang terdiri dari
tujuh variabel, yaitu: biodiversitas, kerapatan, penutupan lahan, kesuburan, tingkat
erosi, kelembaban, dan intensitas penyinaran. Sedangkan jumlah titik pengamatan
ada 17 buah, terdiri dari 8 pos di jalur Cibodas, 4 pos di jalur Gunung Putri, dan 5
pos di jalur Selabintana. Kemmudian dilakukan pengambilan data sekunder dan
data primer di lapangan. Data sekunder berupa kondisi umum lokasi, sedangkan
data primer berupa data pengamatan karakteristik kualitas estetik dan ekologi,
serta foto dari 17 pos.
Foto-foto lanskap TNGP dipresentasikan kepada responden dalam bentuk
slide yang ditayangkan dengan program Microsoft Office Power Point 2003,
dimana responden adalah mahasiswa Arsitektur Lanskap semester 6 yang
berjumlah 46 orang. Hasil penilaian responden berupa data kualitatif untuk
penduga nilai keindahan dan kualitas ekologi lanskap pada setiap pos. Data
tersebut dianalisis dengan metode Scenic Beauty Estimation untuk penduga nilai
keindahan dan Semantic Differential untuk penduga kualitas ekologi (Daniel dan
Boster, 1976).
Berdasarkan analisis di atas diketahui bahwa selang nilai keindahan
lanskap pada ketiga jalur antara 34.22 sampai 133.26. Nilai keindahan tertinggi
terdapat pada lanskap Puncak dan Kawah Gede (Nilai SBE = 133.26), yang
artinya lanskap ini merupakan lanskap yang paling banyak diminati, karena
memiliki obyek pemandangan yang unik berupa kawah. Lanskap yang
mempunyai nilai SBE terendah adalah lanskap Resor Cibodas (Nilai SBE =
34.22), dengan demikian lanskap ini merupakan lanskap yang paling tidak
disukai, karena terdapat bangunan di tapak yang membuat pemandangan menjadi
kurang alami dan unik. Menurut hasil analisis pada ketiga jalur dapat diketahui
bahwa rata-rata nilai keindahan lanskap di jalur Cibodas lebih tinggi dari kedua
jalur lainnya. Penyebaran nilai keindahan mempunyai pola tertentu yang
mengikuti pola ketinggian letak pos pada ketiga jalur, yaitu bertambahnya nilai
keindahan seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat.
Pengamatan lebih lanjut adalah analisis karakteristik kualitas estetik pada
kelompok keindahan lanskap tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan hasil
pengamatan ini dapat diketahui bahwa karakteristik yang meningkatkan nilai
keindahan lanskap adalah dominasi tipe lanskap, keteraturan vegetasi yang
tumbuh, dan variasi bentuk, tekstur, dan warna yang tinggi. Sedangkan
karakteristik yang dapat mengurangi nilai keindahan adalah bentuk penggunaan
lahan yang tidak alami, serta vegetasi yang terlalu rapat dan kurang teratur.
Analsis terhadap kualitas ekologi menunjukkan bahwa kondisi ekologi
pada jalur wisata alam TNGP relatif masih bagus, yang dicirikan oleh
biodiversitas, kerapatan, penutupan lahan, dan kesuburan yang tinggi.
Selanjutnya, hasil analisis korelasi antara karakteristik estetik dan ekologi
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara keduanya.
Berdasarkan kedua hasil pengamatan di atas, yaitu pengamatan kondisi
kualitas ekologi dan estetik pada kawasan TNGP, dapat diketahui bahwa kualitas
keduanya masih bagus. Dengan demikian, potensi penyediaan wisata alam pada
kawasan tersebut sangat tinggi. Hal ini didukung oleh keberadaan obyek-obyek
pemandangan yang menarik dan masih alami di tapak. Selain itu upaya
pengembangan kegiatan wisata alam juga didukung oleh aksesibilitas yang
mudah, serta informasi tentang kawasan yang cukup memadai.
PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA
JALUR WISATA ALAM
TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO
Oleh
DIDIK YULIANTO
A34202008
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Puji Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas rahmat,
hidayah dan karunia-Nya penelitian ini dapat diselesaikan. Terdorong oleh
keinginan untuk memahami arti penting kelestarian alam bagi kehidupan, dengan
jalan mempelajari adanya hubungan yang selaras antara keindahan dengan
keseimbangan lingkungan, maka penulis melakukan penelitian ini. Topik
penilitian ini adalah persepsi kualitas ekologi dengan kualitas estetik pada suatu
lanskap wisata alam. Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasinal Gede
Pangrango (TNGP) yaitu pada jalur wisata alam Cibodas, Gunung Putri, dan
Selabintana.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Andi Gunawan MSc
dan Akhmad Arifin Hadi SP atas bimbingan dan pengarahannya selama kegiatan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada
staf TNGP, staff departemen Arsitektur Lanskap dan semua pihak atas segala
bantuannnya selama pelaksanaan penelitian. Kepada kedua orang tua, keluarga,
dan Wieke Oktaviani yang telah memberikan dukungan yang tulus baik moril
maupun materiil, penulis mengucapkan terimakasih.
Akhirnya, semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................. 2
Kegunaan ......................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3
Taman Nasional ............................................................................... 3
Tujuan dan Pengelolaan Taman Nasional ........................................ 3
Zona Taman Nasional ...................................................................... 4
Zona Pemanfaatan ............................................................................ 5
Rekreasi ............................................................................................ 6
Dampak Rekreasi ............................................................................. 6
Etika Lingkungan dan Konsep Wisata Berkelanjutan ..................... 8
Ekoturisme ....................................................................................... 8
Potensi Suplai Rekreasi .................................................................... 10
Transportasi dan Pelayanan ............................................................. 10
Informasi dan Promosi ..................................................................... 11
Atraksi .............................................................................................. 12
Ekologi Lanskap .............................................................................. 13
Pendekatan Ekologi dan Kualitas Ekologi ....................................... 15
Persepsi ............................................................................................ 16
Estetika Lingkungan ........................................................................ 16
Kualitas Estetika .............................................................................. 17
Elemen Pengalaman Estetik ............................................................. 18
Evaluasi Kualitas Estetik ................................................................. 19
Metode Pendugaan Nilai Keindahan................................................ 19
Evaluasi Lanskap dengan Menggunakan Model SBE ..................... 20
METODOLOGI ........................................................................................... 22
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 22
Metode Penelitian ............................................................................ 22
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 30
Kondisi Umum Lokasi ..................................................................... 30
Evaluasi Kualitas Estetik ................................................................. 34
Kecenderungan Nilai Estetik pada Tiga Alternatif Jalur ................. 37
Karakteristik Kualitas Estetik .......................................................... 39
Evaluasi Karakteristik Kualitas Ekologi pada Jalur
Wisata Alam TNGP ......................................................................... 45
Korelasi Kualitas Ekologi dan Estetik ............................................. 50
Potensi Rekreasi ............................................................................... 51
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 46
Kesimpulan ...................................................................................... 46
Saran................................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 48
LAMPIRAN ................................................................................................. 50
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 1. Tabel Kuesioner Semantic Differntial ........................................ 27
Tabel 2. Hubungan Kelompok Keindahan Lanskap dengan
Zona Hutan dan Jalur ................................................................... 35
Tabel 3. Karakteristik Kualitas Ekologi pada Tiga Kelompok
Keindahan Lanskap ...................................................................... 43
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Taman Nasional Gede-Pangrango .......... 8
Gambar 2. Jalur Wisata Alam TNGP ........................................................... 19
Gambar 3. Bagan Alur Pelaksanaan Studi .................................................... 13
Gambar 4. Lanskap dengan Nilai Keindahan Tertinggi dan Terendah ........ 34
Gambar 5. Nilai SBE pada Tiga Jalur Wisata Alam..................................... 36
Gambar 6. Kecenderungan Nilai Keindahan pada Tiga Alternatif Jalur ...... 38
Gambar 7. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Tinggi ............ 41
Gambar 8. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Sedang ........... 42
Gambar 9. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Rendah ........... 44
Gambar 10. Grafik Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk
Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Tinggi ............ 47
Gambar 11. Grafik Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk
Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Sedang ........... 48
Gambar 12. Grafik Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk
Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Rendah ........... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Format Kuesioner SBE ................................................................................ 56
2. Format Kuesioner Semantic Differential ..................................................... 57
3. Foto-Foto Lanskap dan Hasil Perhitungan SBE .......................................... 58
4. Hasil Perhitungan SBE................................................................................. 60
5. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Nilai SBE ............................................. 65
6. Hasil Uji Beda Nilai Keindahan pada Tiga Jalur ......................................... 66
7. Korelasi Kualitas Ekologi dan Estetik pada Jalur Wisata Alam TNGP ...... 68
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelestarian alam merupakan upaya penting dalam memelihara
keberlanjutan sumberdaya alam. Jaminan keberlanjutan alam menjadi inti dari
konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu bentuk pengelolaan dan pemanfaatan
alam yang menekankan pada asas manfaat jangka panjang. Pemanfaatan alam
bukan menjadi milik generasi sekarang, tetapi juga menjadi milik generasi
mendatang, sehingga sumberdaya alam harus tetap lestari. Untuk itu setiap bentuk
pemanfaatan alam harus berpegang pada asas pelestarian, tidak terkecuali pada
taman nasional (Soemarwoto, 1991; Turner et al. 2001).
Pemanfaatan taman nasional sebagai tempat pariwisata dan rekreasi
menjadi salah satu tanggapan atas kebutuhan masyarakat terhadap pariwisata dan
rekreasi. Taman nasional menjadi pilihan tersendiri bagi masyarakat, karena
kondisinya yang masih alami dan mempunyai pemandangan yang indah. Sebagai
tempat wisata yang masih alami dan pemandangannya indah, taman nasional
sesuai dengan kecenderungan minat masyarakat dewasa ini, di mana mereka lebih
menyukai kegiatan wisata atau rekreasi ke tempat yang alami dan indah
(Lindberg, 1993).
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) adalah salah satu
tempat rekreasi untuk masyarakat luas. Lokasinya berada di Propinsi Jawa Barat,
dan termasuk dalam tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur,
dan Kabupaten Sukabumi (Haris, 2001). Taman nasional ini menjadi salah satu
tempat rekreasi pilihan bagi sebagian besar masyarakat, terutama yang tinggal di
kota-kota di dekat TNGP. Kegiatan rekreasi alam oleh pengunjung TNGP antara
lain pendakian gunung dan berkemah. Kegiatan pendakian gunung menjadi
pilihan para pengunjung karena dapat memberikan suatu pengalaman berbeda dari
bentuk kegiatan rekreasi alam lainnya. Pengunjung menyukai kegiatan ini karena
tantangannya, pemandangan yang indah di sepanjang jalur, dan manfaat pelajaran
tentang hidup di alam.
2
Potensi kegiatan rekreasi alam yang dapat ditawarkan pada setiap tempat
berbeda, karena karakteristik masing-masing tempat berbeda termasuk dalam hal
ekologi dan kualitas visualnya. Karakter ekologi dan kualitas visual yang unik
dapat memberi nilai tambah dan daya tarik tersendiri dari suatu kawasan, karena
menjanjikan suatu pengalaman yang berbeda pula bagi pengunjung. Taman
Nasional Gede Pangrango memiliki karakteristik kawasan yang unik, baik dari
segi ekologi maupun kualitas visualnya. Kedua faktor ini menentukan penilaian
potensi penyediaan rekreasi pada taman nasional. Penilaian ini sejalan dengan
konsep lanskap ekologis sekaligus estetik yang sesuai dengan isu pembangunan
yang berkelanjutan. Hal yang ingin dicapai darinya sangat jelas, yaitu
terwujudnya keselarasan kepentingan manusia dengan kelestarian alam. Menurut
Thorne dan Huang (1990) dasar konsep ini adalah evaluasi pola spasial tapak serta
pengaruhnya terhadap integritas ekologi lanskap dan daya tarik estetik. Lebih
lanjut dijelaskan dua langkah pokok penerapan konsep tersebut adalah evaluasi
kualitas lingkungan, yaitu: kualitas lingkungan fisik, bentuk teknologi dan
budidaya, serta evaluasi daya tarik estetik, yaitu: penilaian oleh indera manusia,
arti simbolik tapak, dan nilai positif emosional tapak.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari karakteristik
kualitas estetik dan kualitas ekologi serta hubungan antara keduanya pada jalur
wisata alam Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP).
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pihak-pihak
yang terkait dalam pengembangan dan pengelolaan tapak. Dan sebagai
sumbangan pengetahuan bagi dunia akademik.
TINJAUAN PUSTAKA
Taman Nasional
Taman nasional merupakan kawasan dengan ekosistem yang masih asli
dan fungsi utamanya untuk pelestarian alam. Secara umum taman nasional
dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, budidaya,
pariwisata, dan rekreasi. Untuk mendukung berbagai kegiatan pemanfaatan
tersebut dan menghindari terjadinya tumpang tindih kegiatan, maka pengelolaan
taman nasional harus berdasarkan sistem zonasi (Undang-Undang RI No. 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem).
3. Zona khusus
Zona khusus adalah zona di luar zona inti dan zona pemanfaatan. Zona khusus
biasanya memiliki kondisi dan fungsi yang khas. Zona khusus dapat berupa
zona rimba, zona pemanfaatan tradisional, dan zona rehabilitasi.
Zona Pemanfaatan
Berdasarkan intensitas pemanfaatannya, maka zona pemanfaatan
dibedakan ke dalam zona pemanfaatan intensif dan zona pemanfaatan terbatas.
Zona pemanfaatan intensif dan zona pemanfaatan terbatas mempunyai perbedaan
pada bentuk dan arah pengembangan wisatanya, terutama dalam pembangunan
fasilitas untuk pengunjung. Fasilitas yang dibangun di dalam zona pemanfaatan
intensif dapat bersifat permanen, sedang fasilitas di dalam zona pemanfaatan
terbatas bersifat nonpermanen. Fasilitas permanen yang dapat dibangun di dalam
zona pemanfaatan intensif seperti bangunan administratif, pelayanan umum,
tempat parkir, kantor staf, instalasi pekerjaan umum, shelter, kantin, bumi
perkemahan, dan fasilitas khusus lainnya. Sedangkan pengadaan fasilitas rekreasi
di dalam zona pemanfaatan terbatas diupayakan seminimal mungkin, contoh
tempat MCK tidak permanen (Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990).
Penetapan setiap zona harus berdasarkan pada kriteria tertentu yang sesuai
dengan fungsi dan tujuannya. Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990
kriteria penetapan zona pemanfaatan adalah:
1. Mempunyai obyek wisata yang menarik dan mempunyai potensi untuk
menjadi pusat kegiatan pariwisata alam.
2. Mempunyai kondisi lingkungan yang memungkinkan pembangunan
sarana dan prasarana pengunjung.
3. Memiliki topografi lahan yang relatif datar dan mempunyai jenis tanah
yang tidak tahan erosi.
4. Memiliki penutupan vegetasi tidak terlalu rapat dan ruang yang cukup
terbuka.
5. Memiliki aksesibilitas yang bagus.
6
Rekreasi
Rekreasi merupakan salah bentuk aktivitas manusia untuk mengisi waktu
luangnya. Manusia melakukan rekreasi untuk menghilangkan beban pikiran
akibat tekanan dan rutinitas pekerjaannya. Rekreasi dapat memulihkan kondisi
mental dan fisik yang lelah, serta memberikan kepuasan rasa senang bagi manusia
(Brockman, 1979; Soekotjo, 1980; Soemarwoto, 1991). Minat masyarakat
terhadap rekreasi mulai meningkat sejak awal tahun 90-an, terutama minat
terhadap obyek wisata alam. Latar belakang fenomena tersebut adalah
meningkatnya tekanan hidup karena rutinitas kerja dan beban aktivitas yang berat,
sehingga mereka membutuhkan akivitas yang dapat mengembalikan semangat
kerjanya (Lindberg, 1993).
Berdasarkan tempatnya, Mercer (1981) menggolongkan rekreasi menjadi
dua, yaitu rekreasi di tempat tertutup dan rekreasi di tempat terbuka. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa rekreasi di tempat terbuka lebih baik karena dapat diperoleh
pengalaman yang khas, baru dan berbeda. Brockman (1979) mengemukakan
kelebihan rekreasi di alam terbuka adalah pengalaman yang lebih baik bagi fisik
dan mental manusia, karena untuk melakukan rekreasi di alam terbuka manusia
harus mempunyai kesehatan fisik, pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan.
Bentuk kegiatan rekreasi di alam terbuka adalah memancing, berburu, mendaki
gunung, berkuda, piknik, dan berkemah.
Pilihan bentuk kegiatan rekreasi yang akan dilakukan manusia tergantung
pada latar belakang ketersediaan kesempatan, kesesuaian dengan kondisi pelaku,
serta kemampuan fisik dan intelektual. Bentuk kegiatan rekreasi dapat bersifat
fisik, intelektual, estetik, emosi, atau kombinasinya. Karena latar belakang dan
sifat yang berbeda, maka bentuk kegiatan rekreasi menjadi spesifik bagi setiap
individu, dimana pilihan individu yang satu berbeda dengan individu lainnya
(Brockman, 1979).
negatif bagi lingkungan dan manusia. Menurut Gunn (1997) dampak negatif
tersebut adalah:
1. Terjadinya pencemaran lingkungan di lokasi wisata, sehingga
menyebabkan degradasi sumber daya alam.
2. Tergesernya budaya masyarakat lokal yang diakibatkan oleh desakan
budaya luar dari wisatawan.
3. Timbulnya biaya ekonomi tambahan yang diakibatkan oleh tindakan
pengembangan wisata yang tidak sesuai kemampuan sumber daya alam.
4. Bentuk tata guna lahan menjadi tidak terpadu, sebagai akibat dari
pembangunan wisata tidak memperhatikan peraturan tata guna lahan.
5. Kualitas sumber daya tapak berkurang, karena pengembangan bentuk
kegiatan wisata, atraksi, fasilitas pelayanan yang tidak sesuai dengan
kondisi tapak.
6. Kerusakan kualitas tapak yang diakibatkan oleh tindakan cut and fill pada
terhadap bentuk lahan yang asli dan introduksi spesies tanaman dan hewan
yang baru. Tindakan tersebut meningkatkan resiko bahaya erosi dan
hilangnya spesies asli di tapak.
Dampak negatif dari kegiatan rekreasi secara garis besar disebabkan oleh
dua faktor, yaitu faktor pengelola dan faktor pengunjung. Pertama, faktor yang
berasal dari pengelola antara lain: 1) Kegiatan pengembangan tapak yang tidak
sesuai dengan daya dukung dan kemampuan tapak, contoh ukuran tapak yang
tidak sebanding dengan jumlah dan intensitas pengunjung, 2) Kegiatan
pengelolaan yang tidak optimal, contoh manajemen pengelolaan sampah yang
tidak tepat. Kedua, faktor yang berasal dari pengunjung antara lain: 1) Tindakan
vandalisme, 2) Tindakan membuang sampah sembarangan, 3) Pencemaran air
oleh bahan-bahan kimia dari pasta gigi dan sabun yang berasal dari pengunjung.
(Soemarwoto, 1991; Lindberg, 1993; Gunn, 1997).
8
Ekoturisme
Bentuk pariwisata yang sesuai dengan konsep sadar dan ramah lingkungan
adalah ekoturisme. Karena bentuk pariwisata ini mampu menanggapi respon
adanya dampak negatif dari kegiatan pariwisata komersial dan massal selama ini.
Dengan demikian kehadiran ekoturisme merupakan jawaban atas kepentingan
terhadap pelestarian sumber daya alam dan adanya permintaan terhadap wisata
(Soemarwoto, 1991; Lindberg, 1993; Gunn, 1997).
9
6. Memperhatikan fungsi sosial dan aktifitas lain yang ada di dekat jalur
transportasi
7. Penyediaan area parkir kendaraan
8. Pembuatan rancangan harus berdasarkan skala manusia
9. Pembangunan sarana transportasi mampu menambah nilai estetik
Pelayanan dan fasilitas yang baik akan meningkatkan daya tarik tempat
wisata. Pengembangan jenis pelayanan dan fasilitasnya harus memperhatikan
kondisi dan karakteristik setempat. Selain itu kegiatan pengembangan pelayanan
dan fasilitas harus menjaga keserasian dengan kondisi eksisting (Gunn, 1997).
Lebih lanjut Gunn (1997) menyatakan bahwa penyediaan bentuk pelayanan dan
fasilitas dapat dilakukan oleh pengelola resmi tempat wisata, pemerintah, atau
swasta. Pengelola resmi umumnya menyediakan pelayanan dan fasilitas yang
bersifat umum, contoh: tempat informasi, lapangan parkir, tempat pendaftaran dan
tempat ibadah. Sedangkan penyediaan layanan rumah makan, tempat belanja
suvenir dan makanan, atau penginapan biasanya dilakukan oleh swasta.
adalah bentuk promosi yang sengaja dilakukan oleh pengelola. Media promosi
resmi umumnya berupa media periklanan, yaitu media massa dan media
elektronik. Selain itu pengelola dapat mempromosikan tempat wisatanya melalui
jaringan informasi yang melibatkan kerjasama dengan penyedia jasa hotel atau
restoran. Sedangkan bentuk promosi tidak resmi merupakan akibat tidak langsung
dari tingkat kepuasan pengunjung. Pengunjung akan menceritakan
pengalamannya ke orang lain, sehingga orang lain menjadi tertarik untuk
berkunjung ke tempat wisata tersebut. Jadi promosi tidak langsung adalah
promosi yang berasal dari upaya pengelola dalam menciptakan citra baik ke
pengunjung (Gunn, 1997).
Atraksi
Menurut Gunn (1997) atraksi merupakan inti dari wisata. Atraksi
merupakan bentuk kegiatan atau suasana tapak yang menjadi daya tarik utama
tempat wisata. Atraksi wisata dapat dikelompokkan dalam dua kelompok umum,
yaitu touring circuit dan longer stay. Touring circuit adalah pengunjung
menikmati atraksi selama perjalanan dan dalam waktu pendek, sehingga
pengunjung tidak perlu menginap. Contoh touring circuit adalah wisata pantai,
pemandangan pegunungan, dan air terjun. Sedangkan longer stay adalah
pengunjung menikmati atraksi dalam waktu lama, sehingga pengunjung perlu
menginap, contoh wisata budaya.
Bentuk atraksi yang ditampilkan tergantung potensi lingkungan dan sosial
budaya, karena adanya perbedaan karakteristik lingkungan dan sosial budaya yang
dimiliki setiap tempat wisata. Karakteristik lingkungan ditentukan oleh jenis
vegetasi, bentuk kehidupan alami di tapak, kualitas air, bentuk topografi tapak,
dan iklim. Sedangkan karakteristik sosial budaya tergantung karakteristik
masyarakat pendukung tapak (Gunn, 1997). Lebih lanjut Gunn (1997)
menyatakan bahwa kekayaan fisik lingkungan, kekayaan alam dan budaya, serta
kualitas merupakan unsur esensial yang mendukung kenyamanan pengunjung,
pengalaman pengunjung, dan bagi kehidupan setempat.
13
Ekologi Lanskap
Kegiatan pembangunan menyebabkan perubahan pola ruang dan
perubahan hubungan antar elemen dalam ruang. Perubahan pada pola ruang akan
berakibat pada perubahan proses ekologi di dalamnya. Perubahan proses ekologi
dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif berupa kondisi
lingkungan yang seimbang dan lestari. Sedangkan dampak negatif berupa
kerusakan lingkungan (Merriam, 1994; Turner et al. 2001).
Ekologi lanskap memberikan suatu konsep, teori, dan metode baru dalam
memahami interaksi yang dinamis dalam ekosistem berdasarkan pola ruang.
Pemahaman proses ekologi di dalam tapak dapat membantu pengambilan
keputusan pembangunan yang tepat. Dengan demikian hasil yang diharapkan dari
kegiatan pembangunan berupa hasil yang positif (Thorne dan Huang,1990;
Merriam, 1994; Turner et al. 2001).
14
Prinsip utama dalam ekologi lanskap adalah integritas ruang dan proses
ekologi di dalamnya. Keterkaitan antar ruang merupakan implikasi logis dari
proses ekologi, karena proses ekologi dalam suatu tapak tidak dapat terlepas dari
lingkungan sekitarnya. Jalinan proses ekologi antar tapak terjadi melalui aliran
massa dan energi. Aliran massa dan energi terjadi dalam bentuk perpindahan
unsur-unsur atau mineral melalui gerakan air, udara, dan gravitasi (Thorne dan
Huang, 1990; Merriam, 1994; Turner et al. 2001)
Skala pembangunan lanskap mempunyai selang yang lebar. Contoh
pembangunan lanskap berskala kecil adalah lanskap rumah, sedang yang berskala
besar adalah lanskap wilayah kota, taman nasional, dan hutan. Semakin besar
skala pembangunan lanskap berarti semakin kompleks proses ekologi di
dalamnya, sehingga hal ini memerlukan pedoman yang tepat dalam
pelaksanaannya. Menurut Merriam (1994) terdapat tiga pedoman dasar dalam
skala pembangunan lanskap yang besar, yaitu:
1. Komposisi lanskap yang menjadi sumber daya dan pembentuk tapak serta
mempengaruhi lingkungan di dalam tapak. Sumber daya atau habitat yang
penting harus mendapat perhatian utama. Jenis sumber daya yang penting
adalah sumber daya yang mempengaruhi keberadaan spesies di dalam
tapak. Jika sumber daya atau habitat ini rusak maka berakibat pada
hilangnya spesies tertentu.
2. Pola ruang harus mendukung proses ekologi di dalam tapak. Pola ruang
harus memperhatikan bentuk dan ukuran ruang. Elemen pengaturan pola
ruang adalah perimeter ruang, rasio ruang, dan jarak antar ruang yang
membatasi spesies dengan perilaku berbeda. Pembatasan dan pengaturan
jarak antar ruang dapat mencegah persaingan antar spesies dalam mencari
makan dan berkembang biak.
3. Upaya antisipasi terhadap bentuk gangguan yang potensial di masa depan.
Gangguan tersebut dapat berupa gangguan manusia, pencemaran
lingkungan, dan masuknya spesies eksotik.
15
Persepsi
Persepsi merupakan suatu gambaran, pengertian, serta interpretasi
seseorang terhadap suatu obyek, terutama bagaimana orang menghubungkan
informasi yang diperolehnya dengan diri dan lingkungan dimana dia berada.
Bentuk persepsi tersebut berbeda pada setiap orang, karena pengaruh latar
belakang intelektual, pengalaman emosional, pergaulan, dan sikap seseorang.
Sedangkan, kedalaman persepsi akan sebanding dengan kedalaman intelektual
dan semakin banyaknya pengalaman emosional yang dialami seseorang (Eckbo,
1964). Lebih lanjut Porteous (1977) menambahkan bahwa persepsi akan
menentukan tindakan seseorang terhadap lingkungannya.
Bentuk obyek yang diamati seseorang salah satunya adalah lanskap,
dimana seseorang akan melakukan persepsi terhadap lanskap yang sudah
diamatinya (Nasar, 1988). Lebih lanjut dinyatakan bahwa persepsi seseorang
terhadap kualitas suatu lanskap ditentukan oleh interaksi yang kuat antara variabel
lanskap dan pengetahuan seseorang terhadap lanskap tersebut. Hasilnya berupa
penilaian yang bagus atau tidak bagus. Tingkat penilaian tersebut tergantung pada
kepuasan perasaan seseorang terhadap lanskap tersebut.
Estetika Lingkungan
Lingkungan merupakan wadah bagi manusia untuk beraktifitas dan
berinteraksi dengan sesama manusia dan alam beserta isinya. Manusia selalu
melakukan persepsi dan interpretasi terhadap lingkungannya. Proses persepsi dan
interpretasi merupakan rangkaian tindakan manusia sebagai upaya mendapatkan
gambaran dari lingkungannya, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan
selanjutnya terhadap lingkungan tersebut. Arah dan bentuk tindakan manusia
terhadap lingkungannya dapat berupa hal-hal yang positif atau negatif, dimana
pilihan tindakan tersebut sangat bergantung dari hasil persepsi dan interpretasi
sebelumnya. Tindakan yang positif seperti pemanfaatan dan pengelolaan sumber
daya alam dengan bijaksana merupakan hasil pemahaman yang benar terhadap
lingkungannya, sebaliknya tindakan negatif seperti perusakan dan pemborosan
terhadap sumber daya alam merupakan hasil pemahaman yang salah terhadap
lingkungannya. Dengan demikian perlu penanaman pengetahuan tentang persepsi
17
dan interpretasi yang benar, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan yang
benar dalam mengelola lingkungannya (Foster, 1982).
Estetika adalah sesuatu yang dirasakan oleh manusia sebagai hasil
hubungan yang harmonis dari semua elemen, baik itu elemen pada suatu obyek,
ruang maupun kegiatan. Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual,
karena penampilan suatu obyek otomatis dinilai dari penampakkan visualnya
(Simonds, 1983; Nasar, 1988). Selanjutnya Heath (1988) menambahkan bahwa
manusia pada umumnya menyukai keindahan. Untuk itu manusia senantiasa
menjadikan lingkungannya tetap indah. Salah satu upaya yang dilakukan manusia
adalah perlindungan terhadap kualitas keindahan lingkungan.
Kualitas Estetika
Nilai estetik suatu tempat atau lanskap merupakan dimensi penting dalam
pengamatan ekologi dan kekuatan nilai estetik telah menjadi aspek utama dalam
tindakan konservasi. Perumusan kebijakan tentang estetik juga membawa pada
pemahaman yang baik atas masalah lingkungan. Sebagai contoh pemandangan
pegunungan yang masih alami dengan hutan yang gundul dimana tidak hanya
nilai estetiknya berbeda, tetapi kondisi ekologi keduanya juga berbeda. Nilai
estetik dapat menjadi salah satu alat ukur lingkungan, karena indera manusia
mampu menangkap dan membedakan kondisi lingkungan di sekitarnya melalui
indera penglihatan, pendengaran atau penciuman (Foster, 1982).
Penilaian terhadap kualitas estetik lingkungan menjadi alat yang relevan
dalam lingkup pengamatan lanskap alami maupun nonalami. Meskipun kualitas
estetik merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dimakan, tetapi dapat
memberikan kepuasan secara mental bagi manusia. Pemenuhan terhadap kepuasan
estetik merupakan puncak dari kebutuhan manusia, karena pada dasarnya manusia
tidak hanya menghendaki kepuasan secara fisik, tetapi yang lebih utama adalah
kepuasan mental atau jiwa. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat
pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penilaiannya,
sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetiknya dapat
terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster, 1976; Foster, 1982).
18
pengarahan harus bersifat netral dan tidak berpengaruh pada penilaian yang akan
dilakukan pengamat. Presentasi harus dilakukan sekali dan penilaian pengamat
berkisar pada nilai 0 (sangat jelek) dan 9 (sangat indah). Tahap ketiga, hasil
penilaian pengamat untuk setiap lanskap dikumpulkan dan diurutkan dari nilai
terkecil sampai tertinggi. Selanjutnya dilakukan analisis nilai keindahan secara
statistik deskriptif. Nilai keindahan yang diperoleh dapat dijadikan representasi
kualitas keindahan lanskap.
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survai untuk pengumpulan data
ekologis dan pengambilan foto lanskap. Pengolahan data foto dengan
menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE), yang bertujuan untuk
menilai kualitas estetik lanskapnya. Sedangkan pengolahan data ekologi
23
Tahap Persiapan
Tahap kegiatan ini dimulai dengan studi pustaka. Hasil studi
pustaka berupa identifikasi karakter kualitas ekologi dan titik pemotretan di
sepanjang jalur wisata alam TNGP. Menurut Thompson dan Stainer (1997)
karakter kualitas ekologi berupa variabel-variabel ekologi, yaitu keanekaragaman
hayati, kerapatan vegetasi, tingkat penutupan, kesuburan tanah, kepekaan terhadap
erosi, tingkat kelembaban, dan intensitas cahaya. Variabel-variabel tersebut
dianggap sebagai indikator penilaian kualitas ekologi. Sedangkan yang menjadi
variabel estetik adalah nilai keindahan lanskap. Analisis kualitas ekologi juga
didukung dengan data sekunder dari masing-masing karakter ekologi.
Pengamatan kualitas ekologi dan estetika dilakukan pada titik lanskap
tertentu di sepanjang jalur wisata alam. Titik lanskap yang dipilih adalah pos-pos
perhentian sementara pengunjung saat melakukan kegiatan pendakian. Pada pos-
pos tersebut peluang pengunjung untuk menikmati pemandangan dan kondisi
lingkungan sangat intensif. Pos pendakian yang diamati ada 17 buah yang tersebar
24
pada tiga jalur pendakian utama di kawasan TNGP (Gambar 2). Ketiga jalur
tersebut adalah jalur Cibodas, jalur Gunung Putri, dan jalur Selabintana. Pada
jalur Cibodas dipilih delapan pos pengamatan, yaitu: Resor (C8), Telaga Biru
(C7), Curug Cibeureum (C6), Air Panas (C5), Kandang Badak (C4), Puncak
Pangrango (C3), Puncak dan Kawah Gede (C2), dan Alun-Alun Surya Kencana
(P). Pada jalur Gunung Putri dipilih empat pos pengamatan, yaitu: pos 1 (C4), pos
2 (C3), pos 3 (C2), dan pos 4 (C1). Dan di jalur Selabintana dipilih lima pos
pengamatan, yaitu: pos 1 (C5), pos 2 (C4), pos 3 (C3), pos 4 (C2), dan pos 5(C1).
C7
C6
C5
C4
Pintu Masuk Gn. Putri
C3
GP4
GP3
GP2
C2 GP1
S1
S2
Ket:
S3 Zona Sub Montana
S4
S5 Zona Montana
Zona Sub Alpin
Pintu Masuk Selabintana
mendekati 1 dianggap lanskap yang tidak indah dan skor mendekati 10 dianggap
lanskap yang indah (Daniel dan Boster, 1976).
Penayangan kelompok slide kedua dilakukan selama kurang lebih 1 menit.
Waktu yang dibutuhkan lebih lama, karena jumlah variabel ekologi yang harus
dinilai responden lebih banyak dari pada variabel penilaian kelompok slide
pertama. Selanjutnya, responden memberikan skor 0 (netral) jika kualitasnya
sedang, atau skor 4 (sangat tinggi) jika karakter ekologinya kuat (tabel 1).
Biodiversitas Biodiversitas
tumbuhan tinggi tumbuhan rendah
Kerapatan Kerapatan
tumbuhan tinggi tumbuhan rendah
Kesan ruang Kesan ruang
terbuka tertutup
Kesan gersang Kesan subur
Mudah erosi Tidak mudah erosi
Kesan basah Kesan kering
Indah Tidak Indah
Gelap Terang
Z= x
2 merupakan ukuran pemusatan nilai tengah
2=
( xi )
N
Sedangkan pos yang mempunyai nilai SBE kurang dari kuartil pertama (Q1)
termasuk dalam kelompok lanskap yang rendah.
3. Analisis korelasi kualitas ekologi dan estetik
Analisis korelasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai karakter
kualitas ekologi terhadap nilai keindahan lanskap. Analisis korelasi ini
menggunakan program SPSS 10.0 pada Windows. Analisis korelasi yang
digunakan adalah analisis korelasi Person, karena dapat mengukur hubungan
dua variabel yang bersifat linier, dimana data berbentuk kuantitatif dan
berdistribusi normal. Hasil korelasi dapat bersifat netral, positif, atau negatif.
Jika nilai korelasinya bersifat positif, maka peningkatan suatu variabel akan
menyebabkan kenaikan variabel yang lain, demikian pula sebaliknya. Bila
nilai korelasi nol, maka tidak ada hubungan linier antara variabel yang satu
dengan variabel lainnya (Walpole, 1995). Hasil penilaian kualitas estetik,
variabel ekologi, hubungan antara kualitas ekologi dan estetik, dan data
sekunder ekologi digunakan untuk analisis potensi ekologi tapak bagi
pengembangan rekreasi di tapak. Selanjutnya dilakukan uji multikolinearitas
terhadap karakter kualitas ekologi. Uji multikolinearitas ini dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 10.0 pada windows.
29
Studi Pustaka
Karakter
Kualitas Ekologi Kualitas Estetik Kawasan
TNGP
Korelasi Kualitas
Ekologi
dan Estetik
3. Tanah latosol coklat terdapat pada lereng paling bawah. Tanah ini
mengandung liat dan lapisan subsoilnya gembur, mudah ditembus air,
serta lapisan bawahnya yang mudah melapuk. Tanah seperti ini sangat
subur dan dominan, serta agak peka terhadap erosi.
Iklim dan Hidrologi. Iklim di kawasan ini berdasarkan klasifikasi
Schmidt dan Fergusson termasuk tipe iklim A, dengan nilai Q berkisar antara
11.30%-33.30%. Suhu udara berkisar antara 100-180 C. Kelembaban relatif
sepanjang tahun berkisar dari 80%-90%. Daerah ini termasuk daerah terbasah di
pulau Jawa dengan rata-rata curah hujan tahunan 3 000-4 200 mm. Bulan basah
terjadi pada bulan OktoberMei, dengan rata-rata curah hujan bulanan 200 mm.
Bulan kering biasanya terjadi pada bulan Juni-September dengan rata-rata curah
hujan bulanan kurang dari 100 mm (Haris, 2001).
Kawasan Gunung Gede Pangrango memiliki banyak sumber air. Sumber
air tersebut mengalir dan bersatu membentuk sungai-sungai besar di sekitar
kawasan tersebut. Terdapat 60 aliran sungai besar dan kecil, yang berhulu di
Gunung Gede dan Pangrango. Dua puluh sungai mengalir ke Kabupaten Cianjur,
23 sungai mengalir ke Kabupaten Sukabumi, dan 17 sungai mengalir ke
Kabupaten Bogor. Pada lereng Utara Gunung Gede beberapa aliran sungai kecil
bersatu membentuk air terjun besar Cibeureum. Aliran dari air terjun besar
Cibeureum mengalir ke rawa Gayonngong dan ke Telaga Biru. Disamping
Cibeureum, terdapat juga beberapa air terjun lain yang pada akhirnya bersatu
dalam aliran sungai Cipanas dan sungai Citarum yang mengalir ke arah Utara
menuju laut Jawa. Di lereng Selatan Gunung Gede Pangrango aliran-aliran sungai
bersatu membentuk sungai Cimandiri di Sukabumi yang bermuara di Pelabuhan
Ratu. Aliran-aliran air di lereng Barat laut Gunung Pangrango mengalir ke sungai
Cisarua dan Cinegara yang merupakan sumber air bagi sungai Ciliwung dan Kali
Angke yang bermuara di teluk Jakarta (Haris, 2001).
Vegetasi. Jenis vegetasi di kawasan taman nasional sangat
beranekaragam. Secara umum jenis vegetasi tersebut dapat di bagi dalam tiga
zona hutan (Haris, 2001). Urutan ketinggian dari ketiga zona hutan tersebut adalah
zona hutan Perum Perhutani, zona hutan Montana, dan zona hutan Sub Alpin.
Menurut Riatmo (1989) karakteristik masing-masing zona adalah:
32
batang pohon adalah lumut janggut. Di daerah puncak terdapat jenis tumbuhan
yang khas, yaitu Edelweis Jawa (Anaphalis javanica) yang sangat terkenal di
kalangan pecinta alam, karena bunganya terlihat tidak pernah layu.
Taman nasional TNGP memiliki beberapa flora endemik yang langka dan
beberapa tanaman introduksi. Jenis tumbuhan endemik dan langka antara lain
anggrek Liparis bilobulata, Malaxis sagittata, Pachicentria varingiaefolia, dan
Corrybas mucronatus, sedangkan tanaman yang diintroduksi antara lain
Dendrobium jecobsoni, Agathis loranthifolia, Pinus merkusii dan Maesopsis
emini. Tanaman introduksi tersebut sengaja dimasukkan oleh para peneliti ke
dalam kawasan (Riatmo, 1989).
Satwa. Kawasan TNGP mempunyai beberapa jenis satwa, baik dari jenis
primata, mamalia, burung, dan bermacam satwa kecil. Beberapa jenis satwa di
kawasan TNGP sudah tergolong langka (Riatmo, 1989). Jenis satwa langka antara
lain:
1. Jenis primata seperti Gibbon Jawa (Hylobates moloch) dan Surili Jawa
(Dresbytis aygula),
2. Jenis mamalia seperti macan tutul (Panthera pardus), anjing hutan (Cuon
alpinus), dan trenggiling (Manis javanica),
3. Jenis burung seperti alap-alap (Accipiter soloensis), betet (Lanios scaeh),
dan kutilang (Pycnonotus aurigaster).
Jenis satwa yang populasinya masih banyak antara lain:
1. Jenis primata seperi kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan Lutung
(Presbytis cristata),
2. Jenis mamalia besar seperti kancil (Tragulus javanicus), babi hutan (Sus
schrofa), dan muncak (Muntiacus muntjak),
3. Jenis mamalia kecil seperti sigung (Mydaus javanensis), kucing hutan
(Felix bengalensis), tikus hutan (Rattus lepturus), dan bajing terbang
(Galeopterus varegatus)
34
Ketujuh belas lanskap pada jalur wisata alam TNGP dapat dikelompokkan
ke dalam kelas keindahannya, dengan kategori indah, sedang, atau buruk.
Pengelompokkan kelas keindahan ini dilakukan dengan cara analisis statistik
sederhana (Lampiran 5), yaitu dengan membagi selang nilai SBE tersebut ke
dalam tiga kuartil (Q1, Q2, dan Q3). Lanskap yang mempunyai nilai SBE lebih
besar dari 114.63 termasuk dalam kelompok pertama, yaitu lanskap dengan
kualitas keindahan tinggi. Kelompok kedua adalah lanskap dengan kualitas
keindahan sedang, yaitu lanskap yang mempunyai nilai SBE antara 57.02-114.63.
Dan kelas ketiga adalah lanskap dengan kualitas keindahan rendah, yaitu lanskap
yang mempunyai nilai SBE lebih kecil dari 57.02. Hasil dari pengelompokkan
lanskap ke dalam kelas keindahannya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hubungan Kelompok Keindahan Lanskap dengan Zona Hutan dan Jalur
Kelompok Nama Lanskap Zona Hutan Jalur
Nilai SBE
Tinggi Kandang Badak Montana Cibodas
Puncak Pangrango Sub Alpin Cibodas
Puncak dan Kawah Gede Sub Alpin Cibodas
Alun-Alun Surya Kencana Sub Alpin Cibodas
Sedang Telaga Biru Montana Cibodas
Air Terjun Cibeureum Montana Cibodas
Air Panas Montana Cibodas
Pos III Gunung Putri Montana Gunung Putri
Pos IV Gunung Putri Montana Gunung Putri
Pos II Selabintana Montana Selabintana
Pos III Selabintana Montana Selabintana
Pos IV Selabintana Sub Alpin Selabintana
Pos V Selabintana Sub Alpin Selabintana
Rendah Resor Cibodas Sub Montana Cibodas
Pos I Gunung Putri Montana Gunung Putri
Pos II Gunung Putri Sub Montana Gunung Putri
Pos I Selabintana Sub Montana Selabintana
140
120
N ilai S B E 100
80
60
40
20
0
Lanskap
P
P
C2
C3
C4
C5
C6
C7
C8
S1
S2
S3
S4
S5
1
2
3
4
GP
GP
GP
GP
Jalur Cibodas Jalur Gunung Putri Jalur Selabintana
Lanskap
Pintu Masuk C8
Cibodas
C7
C6
C5
Pintu Masuk
C4 Gn. Putri
C3 GP4
GP3
GP2
C2
GP1
Ket:
P Zona Sub Montana
Pintu Masuk S1
Selabintana Zona Montana
S2 Zona Sub Alpin
S4 S3
S5
Ket: 1) Jalur Cibodas: P (Alun-Alun Surya Kencana), C2 (Puncak dan Kawah Gede), C3
(Puncak Pangrango), C4( Kandang Badak), C5 (Air Panas), C6 (Air Terjun Cibeureum), C7
(Telaga Biru), dan C8 (Resor Cibodas); 2) Jalur Gunung Putri: P (Alun-Alun Surya
Kencana), GP1 (Pos 4 Gunung Putri), GP2 (Pos 3 Gunung Putri), GP3 (Pos 2 Gunung
Putri), dan GP4 (Pos 1 Gunung Putri); 3) Jalur Selabintana: P (Alun-Alun Surya
Kencana), S1 (Pos 5 Selabintana), S2 (Pos 4 Selabintana), S3 (Pos 3 Selabintana), S4 (Pos
2 Selabintana), S5 (Pos 1 Selabintana).
Jalur Cibodas mempunyai kualitas estetik yang tinggi karena pada jalur ini
terdapat banyak obyek pemandangan menarik, contoh Puncak Pangrango dan
Alun-Alun Surya Kencana. Secara umum, obyek-obyek tersebut merupakan
lanskap yang terlihat dominan dan unik. Hal ini juga didukung oleh kondisi di
lapangan, di mana pengunjung yang masuk dari jalur Cibodas jumlahnya paling
banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunn (1997) bahwa lanskap yang unik
dan indah dapat menjadi daya tarik pada suatu tempat wisata. Karena pengunjung
yang datang pada umumnya ingin memperoleh pengalaman yang berbeda dan dan
dapat menikmati keindahan pemandangan yang alami di tapak.
Hasil pada tabel di atas menunjukkan di atas dapat diketahui bahwa
lanskap yang terletak di zona hutan Sub Alpin mempunyai kualitas keindahan
yang tinggi. Sedangkan, lanskap yang terletak di zona hutan Montana pada
umumnya termasuk lanskap dengan kualitas keindahan sedang, dan lanskap yang
terletak di zona hutan Sub Montana pada umumnya mempunyai kualitas
keindahan yang rendah. Jika ketiga zona hutan tersebut diurutkan sesuai letak
ketinggiannya, maka diperoleh kesimpulan bahwa kualitas keindahan lanskap
semakin bertambah dengan bertambahnya ketinggian tempat. Hal ini juga
didukung oleh hasil analisis pengeplotan nilai SBE pada tiga jalur wisata alam
(Gambar 6).
140
120
100
Nilai SBE
80
60
40
20
0
C8 C7 C6 C5 C4 C3 C2 P GP1 GP2 GP3 GP4
Lanskap
140
120
100
Nilai SBE
80
60
40
20
0
C8 C7 C6 C5 C4 C3 C2 P S1 S2 S3 S4 S5
Lanskap
Jalur Cibodas-Selabintana
140
120
100
Nilai SBE
80
60
40
20
0
S1 S2 S3 S4 S5 P GP1 GP2 GP3 GP4
Lanskap
Pola distribusi nilai estetik antara gambar satu dan gambar dua hampir
sama. Adanya perubahan nilai estetik dari kedua jalur pada setiap levelnya terlihat
lebih jelas dan tegas. Bila dibandingkan dengan perubahan nilai estetik pada jalur
Gunung Putri-Selabintana, maka pada jalur ini adanya perbedaan nilai estetik
antar levelnya terlihat kurang jelas. Jika pola distribusi nilai estetik dari ketiga
grafik di atas dikelompokkan berdasar pintu masuk ke TNGP (Cibodas, Gunung
Putri, Selabintana), maka didapatkan dua pola baru. Pola pertama adalah distribusi
nilai estetik pada setiap level dari pintu masuk Cibodas terlihat bertambah dengan
jelas. Ini berarti nilai estetik antar levelnya cukup berbeda. Hal yang berbeda
terjadi pada kondisi di kedua pintu masuk lainnya, yaitu Gunung Putri dan
Selabintana. faktor lingkungan yang lain. Hal ini didukung oleh kondisi
lingkungan dari ketiganya tidaklah sama. Dan pemandangan obyek lanskap di
sepanjang jalur Cibodas lebih menarik dan bervariasi. Sedang di kedua jalur yang
lain tidaklah demikian. Pemandangan lanskap di sepanjang jalurnya hampir
serupa, sehingga penilaian estetiknya tidak jauh beda. Jika ditinjau dari variabel
ekologi, ketiga jalur mempunyai bobot yang sama, dimana masing-masing terbagi
dalam tiga zona hutan. Dan karakteristik ekologi untuk setiap zona adalah sama
meski letak lanskapnya berbeda.
Puncak dan Kawah Gede, dan hamparan pohon Cantigi Gunung (Vaccinium
varingiaefolium) dan Edelweis Jawa (Anaphalis javanica) pada Alun-Alun Surya
Kencana (Gambar 6). Hal ini membuat lanskap tersebut terlihat harmonis dan
menyatu. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Foster (1982) yang menyatakan
bahwa kualitas keindahan lanskap yang tinggi berasal dari variasi elemen-elemen
di tapak dan kesatuan antar elemen tersebut.
Puncak dan Kawah Gunung Gede (C2) Alun- Alun Surya Kencana (P)
terlihat di tapak adalah pohon-pohon tinggi dengan diameter batang yang kecil.
Pertumbuhan pohon-pohon tersebut terlihat lebih jarang dan lebih teratur dari
pada pertumbuhan semak, sehingga memberikan kesan ruang yang tertata dan
lega. Kesan ruang yang berasal dari keha
diran pohon tersebut dapat mengimbangi kesan negatif pada ruang yang
berasal dari semak.
Secara umum, kelompok lanskap ini memiliki mosaik vegetasi yang
kurang teratur dan agak rapat di bagian lapisan tajuk bawah. Meskipun terdapat
elemen air pada beberapa lanskap, tetapi tidak ada pemandangan yang dominan di
tapak. Kedua kondisi ini membuat nilai keindahan tapak menjadi berkurang.
kehadirannya mengurangi nilai alami tapak. Kesan yang tidak alami juga terdapat
pada pemandangan pada pos 1 Gunung Putri yang berupa lahan pertanian.
Sedangkan pemandangan di pos 2 Gunung Putri dan pos 1 Selabintana berupa
pemandangan hutan yang alami, tetapi terlihat kurang teratur dan terlalu rapat.
Selain itu, kedua lanskap ini tidak memiliki batas mosaik vegetasi yang jelas,
sehingga terlihat tidak menyatu dan harmonis. Dominan sehingga memberikan
kesan lingkungan yang kurang alami.
Kualitas keindahan yang rendah pada kelompok lanskap ini secara umum
disebabkan oleh nilai kealamiahan pemandangan di tapak berkurang, baik oleh
bangunan atau penggunaan lahan yang tidak alami. Selain itu, pemandangan di
tapak kurang menyatu dan harmonis.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Biodiversitas
Biodiversitas Biodiversitas
Rendah
Rendah Tinggi
Densitas Densitas
Vegetasi DensitasVegetasi
Vegetasi
Rendah Tinggi
Rendah
Terbuka Tertutup
Gersang Subur
Kering Basah
Gelap Terang
Gambar 10. Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk Kelompok Lanskap
dengan Kualitas Keindahan Tinggi
48
1 2 3 4 5 6 7 8 9
B i o dBiodiversitas
i v e rs i t a s Biodiversitas
R e n dRendah
ah Tinggi
D e Vegetasi
Densitas n sita s DensitasVegetasi
V e gRendah
e ta si Tinggi
R endah
T e Terbuka
rb u k a Tertutup
Subur
G eGersang
rs a n g
M u dMudah
a h EErosi
ro s i Tahan Erosi
Basah
K Kering
e ri n g
GGelap
e la p Terang
Gambar 11. Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk Kelompok Lanskap
dengan Kualitas Keindahan Sedang
49
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Biodiversitas
Biodiversitas Biodiversitas
Rendah
Rendah Tinggi
Densitas
Densitas Vegetasi DensitasVegetasi
Vegetasi
Rendah
Rendah Tinggi
Terbuka Tertutup
Gersang Subur
Kering Basah
Gelap Terang
Gambar 12. Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk Kelompok Lanskap
dengan Kualitas Keindahan Rendah
50
Kondisi ekologi yang berbeda terdapat pada lanskap Puncak dan Kawah
Gede. Meskipun demikian, kualitas estetik lanskap ini tinggi, karena lanskap ini
memiliki pemandangan yang unik berupa kawah. Keunikan pemandangan tersebut
disebabkan oleh dominasi dan kesatuan tapak dibandingkan dengan pemandangan
lanskap sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Foster (1982) bahwa
dominasi tipe lanskap dapat menjadikan lanskap tersebut lebih menarik, karena
terlihat berbeda dengan lanskap sekitarnya.
Kualitas ekologi yang masih bagus juga terdapat pada kelompok lanskap
keindahan sedang dan rendah, karena memiliki biodiversitas vegetasi, kerapatan
vegetasi, kelembaban dan tingkat kesuburan yang tinggi, serta tahan terhadap
erosi. Kondisi ini mendukung pemandangan dengan variasi bentuk, tekstur, dan
warna. Tetapi karena kurang teratur, maka kualitas keindahan tapak tersebut
berkurang. Selain itu penutupan lahan di tapak rendah, sehingga membuat
pemandangan terlihat kurang kompak dan menyatu.
Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa kualitas ekologi pada tiga
kelompok keindahan lanskap relatif sama. Kondisi tersebut berupa biodiversitas,
kerapatan vegetasi, tingkat penutupan lahan, tingkat kesuburan, tingkat erosi, dan
kelembaban pada ketiganya tidak mempunyai perbedaan dan pola yang khusus.
Dengan demikian pada ketiga kelompok lanskap tidak memiliki karakteristik yang
berbeda jelas. Hubungan antara kualitas ekologi dan estetik pada kelompok
lanskap tersebut lebih jauh dilihat dengan analisis korelasi Pearson.
Potensi Rekreasi
Menurut Gunn (1997) komponen yang harus diperhatikan dalam
pengembangan wisata adalah transportasi, fasilitas, informasi, promosi, dan
atraksi. Berdasarkan kondisi yang ada di tapak, maka potensi penyediaan rekreasi
pada TNGP mempunyai peluang yang besar, karena didukung oleh faktor
aksesibilitas, fasilitas di tapak, informasi dan promosi yang bagus.
Pilihan pengembangan bentuk wisata yang berupa wisata alam di kawasan
ini sudah tepat, karena didukung oleh kondisi kualitas ekologi dan estetik tapak.
Selain itu, bentuk wisata alam sesuai dengan fungsi kawasan untuk konservasi dan
rekreasi. Bentuk wisata tersebut sesuai dengan konsep sadar dan ramah
lingkungan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Lindberg (1993) dan Gunn (1997)
bahwa bentuk pariwisata ini mampu menanggapi respon adanya dampak negatif
dari kegiatan pariwisata komersial dan massal selama ini.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengamatan kondisi kualitas ekologi dan estetik pada 17 pos peristirahatan
di jalur wisata alam TNGP menunjukkan bahwa kondisi keduanya relatif bagus.
Hasil pengamatan kualitas estetik menunjukkan bahwa terdapat tiga kelompok
keindahan lanskap, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Kelompok lanskap dengan
keindahan tinggi pada umumnya berada di zona hutan Sub Alpin. Kelompok
lanskap dengan nilai keindahan sedang sebagian besar berupa lanskap pada zona
hutan Montana. Kelompok lanskap dengan nilai keindahan rendah merupakan
lanskap yang berada pada zona hutan Sub Montana.
Berdasarkan hasil analisis pada ketiga jalur dapat diketahui bahwa rata-
rata nilai keindahan lanskap di jalur Cibodas lebih tinggi dari kedua jalur lainnya,
sedangkan rata-rata nilai keindahan pada jalur Gunung Putri dan jalur Selabintana
hampir sama. Nilai keindahan pada seluruh lanskap mempunyai pola penyebaran
tertentu, dimana nilai keindahan lanskap mengikuti pola ketinggian tempat. Nilai
keindahan akan meningkat dengan bertambahnya ketinggian tempat.
Pengamatan terhadap karakteristik kualitas estetik pada kelompok
keindahan lanskap tinggi, sedang, dan rendah menunjukkan bahwa karakteristik
yang meningkatkan nilai keindahan lanskap adalah dominasi tipe lanskap,
keteraturan vegetasi yang tumbuh, dan variasi bentuk, tekstur, dan warna yang
tinggi. Karakteristik yang dapat mengurangi nilai keindahan adalah bentuk
penggunaan lahan yang tidak alami, serta vegetasi yang terlalu rapat dan kurang
teratur.
Hasil analisis terhadap kualitas ekologi menunjukkan bahwa kondisi
ekologi pada jalur wisata alam TNGP relatif masih bagus, yang dicirikan oleh
biodiversitas, kerapatan, penutupan lahan, dan kesuburan yang tinggi.
Berdasarkan analisis Semantic Differential menunjukkan bahwa karakteristik
kualitas ekologi dari ketiga kelompok keindahan lanskap cenderung sama. Hasil
analisis korelasi antara karakteristik estetik dan ekologi menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan langsung antara keduanya, dengan demikian hasil ini mendukung
53
Saran
Kondisi kualitas ekologi dan estetik pada taman nasional TNGP masih
bagus, sehingga perlu dipelihara untuk mempertahankan manfaat jangka
panjangnya. Salah bentuk upaya menjaga kawasan ini adalah dengan
pengembangan bentuk wisata alam yang ramah lingkungan. Bentuk wisata alam
yang sesuai adalah wisata alam atau ekoturisme. Untuk mewujudkan hal ini perlu
tidakan lebih lanjut dari berbagai pihak yang terkait dalam pengembangan tapak
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Data Responden
1. Jenis kelamin : ..
2. Usia : ..
3. PS / Departemen : ..
Kuesioner SBE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
57
Data Responden
1. Jenis kelamin : ..
2. Usia : ..
3. PS / Departemen : ..
Kriteria 4 3 2 1 0 1 2 3 4 Kriteria
Biodiversitas Biodiversitas
tumbuhan tinggi tumbuhan rendah
Kerapatan Kerapatan
tumbuhan tinggi tumbuhan rendah
Kesan ruang Kesan ruang
terbuka tertutup
Kesan gersang Kesan subur
Mudah erosi Tidak mudah erosi
Kesan basah Kesan kering
Indah Tidak Indah
Gelap Terang
58
Lampiran 3. Lanjutan
Lampiran 4. Lanjutan
Lanskap 11. Pos III Gunung Putri Lanskap 12. Pos IV Gunung Putri
Rating f cf cp z Rating f cf cp z
1 0 47 1 - 1 0 47 1 -
2 0 47 0.989362 2.30304 2 0 47 0.989362 2.30304
3 0 47 0.989362 2.30304 3 1 47 0.989362 2.30304
4 1 47 0.989362 2.30304 4 1 46 0.978723 2.028069
5 7 46 0.978723 2.028069 5 3 45 0.957447 1.721797
6 7 39 0.829787 0.953325 6 6 42 0.893617 1.245996
7 17 32 0.680851 0.47008 7 20 36 0.765957 0.725598
8 12 15 0.319149 -0.47008 8 14 16 0.340426 -0.4113
9 3 3 0.06383 -1.5234 9 1 2 0.042553 -1.7218
10 0 0 0.010638 -2.30304 10 1 1 0.021277 -2.02807
Jumlah z 6.064077 Jumlah z 6.166372
Z rata-rata 0.673786 Z rata-rata 0.685152
Nilai SBE 67.37 Nilai SBE 68.51
52
Lampiran 4. Lanjutan
Lampiran 4. Lanjutan
Histogram
4
Frekuensi
0
20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00
Nilai SBE
53
Lampiran 6. Lanjutan
Lampiran 7. Korelasi Kualitas Ekologi dan Estetik pada Jalur Wisata Alam TNGP
Model Summary
R R Adjusted R Std. Error of the Change
Square Square Estimate Statistics
Model R Square F df1 df2 Sig. F
Change Change Change
1 ,326 ,107 ,047 31,43279 ,107 1,788 1 15 ,201
2 ,327 ,107 -,021 32,52673 ,001 ,008 1 14 ,930
3 ,488 ,238 ,062 31,17644 ,131 2,239 1 13 ,158
4 ,520 ,271 ,028 31,74997 ,032 ,535 1 12 ,479
5 ,659 ,434 ,176 29,22035 ,163 3,168 1 11 ,103
6 ,665 ,443 ,109 30,40023 ,009 ,163 1 10 ,695
7 ,805 ,647 ,373 25,49575 ,204 5,217 1 9 ,048
Ket: a Predictors: (Constant), VAR1
b Predictors: (Constant), VAR1, VAR2
c Predictors: (Constant), VAR1, VAR2, VAR3
d Predictors: (Constant), VAR1, VAR2, VAR3, VAR4
e Predictors: (Constant), VAR1, VAR2, VAR3, VAR4, VAR5
f Predictors: (Constant), VAR1, VAR2, VAR3, VAR4, VAR5, VAR6
g Predictors: (Constant), VAR1, VAR2, VAR3, VAR4, VAR5, VAR6, VAR7
Lampiran 7. Lanjutan
Hasil Model Persamaan Regresi Linear antara Nilai SBE dengan Variabel Ekologi
Unstandardized Std. Standardized t Sig. 95% Confidence Interval for B Correlations Collinearity Statistics
Coefficients Error Coefficients
B Beta Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF
(Constant) 542,900 168,091 3,230 ,010 162,652 923,149
VAR1 26,857 39,373 ,996 ,682 ,512 -62,211 115,925 -,326 ,222 ,135 ,018 54,438
VAR2 29,722 26,924 1,178 1,104 ,298 -31,184 90,629 -,308 ,345 ,219 ,034 29,050
VAR3 -50,740 18,472 -3,071 -2,747 ,023 -92,526 -8,955 -,435 -,675 -,544 ,031 31,899
VAR4 -4,516 32,201 -,166 -,140 ,892 -77,359 68,328 -,319 -,047 -,028 ,028 35,881
VAR5 -44,832 21,537 -1,277 -2,082 ,067 -93,553 3,889 -,510 -,570 -,412 ,104 9,596
VAR6 -14,537 14,082 -,593 -1,032 ,329 -46,392 17,318 -,077 -,325 -,204 ,119 8,406
VAR7 -37,234 16,301 -2,132 -2,284 ,048 -74,109 -,358 ,352 -,606 -,452 ,045 22,234
a Dependent Variable: Nilai SBE
77
VAR 3: Penutupan Vegetasi, VAR 4:Kesuburan, VAR 5: Kepekaan Erosi, VAR 6: Kelembaban, VAR 7: Intensitas Cahaya