Anda di halaman 1dari 80

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA

JALUR WISATA ALAM


TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO

Oleh
DIDIK YULIANTO
A34202008

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTIT UT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN

DIDIK YULIANTO. Studi Kualitas Estetika dan Ekologi pada jalur Wisata Alam
Taman Nasional Gede Pangrango. (Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN dan
AKHMAD ARIFIN HADI).
Taman Nasional Gede Pangrango merupakan kawasan dengan beragam
tujuan, antara lain untuk konservasi dan rekreasi. Di dalam kawasan ini terdapat
tiga jalur wisata alam, yaitu: jalur Cibodas, jalur Gunung Putri, dan jalur
Selabintana. Untuk mengetahui kondisi kualitas ekologi dan estetik pada ketiga
jalur itu, maka dilakukan penelitian terhadap ketiganya.
Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka untuk identifikasi karakter
kualitas ekologi dan penentuan titik-titik lanskap di sepanjang jalur wisata alam
TNGP. Hasil studi pustaka berupa karakteristik kualitas ekologi yang terdiri dari
tujuh variabel, yaitu: biodiversitas, kerapatan, penutupan lahan, kesuburan, tingkat
erosi, kelembaban, dan intensitas penyinaran. Sedangkan jumlah titik pengamatan
ada 17 buah, terdiri dari 8 pos di jalur Cibodas, 4 pos di jalur Gunung Putri, dan 5
pos di jalur Selabintana. Kemmudian dilakukan pengambilan data sekunder dan
data primer di lapangan. Data sekunder berupa kondisi umum lokasi, sedangkan
data primer berupa data pengamatan karakteristik kualitas estetik dan ekologi,
serta foto dari 17 pos.
Foto-foto lanskap TNGP dipresentasikan kepada responden dalam bentuk
slide yang ditayangkan dengan program Microsoft Office Power Point 2003,
dimana responden adalah mahasiswa Arsitektur Lanskap semester 6 yang
berjumlah 46 orang. Hasil penilaian responden berupa data kualitatif untuk
penduga nilai keindahan dan kualitas ekologi lanskap pada setiap pos. Data
tersebut dianalisis dengan metode Scenic Beauty Estimation untuk penduga nilai
keindahan dan Semantic Differential untuk penduga kualitas ekologi (Daniel dan
Boster, 1976).
Berdasarkan analisis di atas diketahui bahwa selang nilai keindahan
lanskap pada ketiga jalur antara 34.22 sampai 133.26. Nilai keindahan tertinggi
terdapat pada lanskap Puncak dan Kawah Gede (Nilai SBE = 133.26), yang
artinya lanskap ini merupakan lanskap yang paling banyak diminati, karena
memiliki obyek pemandangan yang unik berupa kawah. Lanskap yang
mempunyai nilai SBE terendah adalah lanskap Resor Cibodas (Nilai SBE =
34.22), dengan demikian lanskap ini merupakan lanskap yang paling tidak
disukai, karena terdapat bangunan di tapak yang membuat pemandangan menjadi
kurang alami dan unik. Menurut hasil analisis pada ketiga jalur dapat diketahui
bahwa rata-rata nilai keindahan lanskap di jalur Cibodas lebih tinggi dari kedua
jalur lainnya. Penyebaran nilai keindahan mempunyai pola tertentu yang
mengikuti pola ketinggian letak pos pada ketiga jalur, yaitu bertambahnya nilai
keindahan seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat.
Pengamatan lebih lanjut adalah analisis karakteristik kualitas estetik pada
kelompok keindahan lanskap tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan hasil
pengamatan ini dapat diketahui bahwa karakteristik yang meningkatkan nilai
keindahan lanskap adalah dominasi tipe lanskap, keteraturan vegetasi yang
tumbuh, dan variasi bentuk, tekstur, dan warna yang tinggi. Sedangkan
karakteristik yang dapat mengurangi nilai keindahan adalah bentuk penggunaan
lahan yang tidak alami, serta vegetasi yang terlalu rapat dan kurang teratur.
Analsis terhadap kualitas ekologi menunjukkan bahwa kondisi ekologi
pada jalur wisata alam TNGP relatif masih bagus, yang dicirikan oleh
biodiversitas, kerapatan, penutupan lahan, dan kesuburan yang tinggi.
Selanjutnya, hasil analisis korelasi antara karakteristik estetik dan ekologi
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara keduanya.
Berdasarkan kedua hasil pengamatan di atas, yaitu pengamatan kondisi
kualitas ekologi dan estetik pada kawasan TNGP, dapat diketahui bahwa kualitas
keduanya masih bagus. Dengan demikian, potensi penyediaan wisata alam pada
kawasan tersebut sangat tinggi. Hal ini didukung oleh keberadaan obyek-obyek
pemandangan yang menarik dan masih alami di tapak. Selain itu upaya
pengembangan kegiatan wisata alam juga didukung oleh aksesibilitas yang
mudah, serta informasi tentang kawasan yang cukup memadai.
PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA
JALUR WISATA ALAM
TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO

Skripsi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh
DIDIK YULIANTO
A34202008

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTIUT PERTANIAN BOGOR
2006
Judul : PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI
PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL
GEDE PANGRANGO
Nama : Didik Yulianto
NRP : A34202008
Program Studi : Arsitektur Lanskap

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Andi Gunawan, MSc. Akhmad Arifin Hadi, SP


NIP. 131 681 404 NIP. 132 310 805

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr.


NIP. 130 422 698

Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa


Yogyakarta pada tanggal 17 Juli 1984. Penulis meupakan anak ketiga dari enam
bersaudara dari Bapak Ramto Sunarto dan Ibu Sumarsih Ramto Sunarto.
Tahun 1996 penulis lulus dari SD Kragilan II Gantiwarno, kemudian pada
tahun 1999 penulis menyelesaikan studi di SLTPN II Klaten, Klaten. Selanjutnya
penulis lulus dari SMUN I Klaten, Klaten pada tahun 2002.
Tahun 2002 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis diterima
sebagai mahasiswa Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Arsitektur
Lanskap, Fakultas Pertanian.
Penulis ikut aktif dalam organisasi mahasiswa sewaktu masih kuliah.
Tahun 2004/2005 penulis menjadi Penanggung Jawab Bidang Produksi di Studio
Pro Lanskap. Penulis juga ikut terlibat dalam dekorasi taman untuk acara-acara
yang menggunakan jasa Studio Pro Lanskap. Selain aktif di organisasi dalam
kampus, penulis juga aktif di OMDA (Organisasi Mahasiswa Daerah). Di mana
pada tahun 2004/2005 penulis menjadi Koordinator Kerohanian Islam KMK
(Keluarga Mahasiswa Klaten). Di samping memperoleh pengalaman
berorganisasi, penulis juga memperoleh pengalaman kerja. Pengalaman kerja
diperoleh dari usaha wiraswasta yang pernah dilakukan penulis selama satu tahun
yaitu dari 2004-2005.
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas rahmat,
hidayah dan karunia-Nya penelitian ini dapat diselesaikan. Terdorong oleh
keinginan untuk memahami arti penting kelestarian alam bagi kehidupan, dengan
jalan mempelajari adanya hubungan yang selaras antara keindahan dengan
keseimbangan lingkungan, maka penulis melakukan penelitian ini. Topik
penilitian ini adalah persepsi kualitas ekologi dengan kualitas estetik pada suatu
lanskap wisata alam. Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasinal Gede
Pangrango (TNGP) yaitu pada jalur wisata alam Cibodas, Gunung Putri, dan
Selabintana.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Andi Gunawan MSc
dan Akhmad Arifin Hadi SP atas bimbingan dan pengarahannya selama kegiatan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada
staf TNGP, staff departemen Arsitektur Lanskap dan semua pihak atas segala
bantuannnya selama pelaksanaan penelitian. Kepada kedua orang tua, keluarga,
dan Wieke Oktaviani yang telah memberikan dukungan yang tulus baik moril
maupun materiil, penulis mengucapkan terimakasih.
Akhirnya, semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2006

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................. 2
Kegunaan ......................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3
Taman Nasional ............................................................................... 3
Tujuan dan Pengelolaan Taman Nasional ........................................ 3
Zona Taman Nasional ...................................................................... 4
Zona Pemanfaatan ............................................................................ 5
Rekreasi ............................................................................................ 6
Dampak Rekreasi ............................................................................. 6
Etika Lingkungan dan Konsep Wisata Berkelanjutan ..................... 8
Ekoturisme ....................................................................................... 8
Potensi Suplai Rekreasi .................................................................... 10
Transportasi dan Pelayanan ............................................................. 10
Informasi dan Promosi ..................................................................... 11
Atraksi .............................................................................................. 12
Ekologi Lanskap .............................................................................. 13
Pendekatan Ekologi dan Kualitas Ekologi ....................................... 15
Persepsi ............................................................................................ 16
Estetika Lingkungan ........................................................................ 16
Kualitas Estetika .............................................................................. 17
Elemen Pengalaman Estetik ............................................................. 18
Evaluasi Kualitas Estetik ................................................................. 19
Metode Pendugaan Nilai Keindahan................................................ 19
Evaluasi Lanskap dengan Menggunakan Model SBE ..................... 20
METODOLOGI ........................................................................................... 22
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 22
Metode Penelitian ............................................................................ 22
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 30
Kondisi Umum Lokasi ..................................................................... 30
Evaluasi Kualitas Estetik ................................................................. 34
Kecenderungan Nilai Estetik pada Tiga Alternatif Jalur ................. 37
Karakteristik Kualitas Estetik .......................................................... 39
Evaluasi Karakteristik Kualitas Ekologi pada Jalur
Wisata Alam TNGP ......................................................................... 45
Korelasi Kualitas Ekologi dan Estetik ............................................. 50
Potensi Rekreasi ............................................................................... 51
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 46
Kesimpulan ...................................................................................... 46
Saran................................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 48
LAMPIRAN ................................................................................................. 50
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
Tabel 1. Tabel Kuesioner Semantic Differntial ........................................ 27
Tabel 2. Hubungan Kelompok Keindahan Lanskap dengan
Zona Hutan dan Jalur ................................................................... 35
Tabel 3. Karakteristik Kualitas Ekologi pada Tiga Kelompok
Keindahan Lanskap ...................................................................... 43
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Taman Nasional Gede-Pangrango .......... 8
Gambar 2. Jalur Wisata Alam TNGP ........................................................... 19
Gambar 3. Bagan Alur Pelaksanaan Studi .................................................... 13
Gambar 4. Lanskap dengan Nilai Keindahan Tertinggi dan Terendah ........ 34
Gambar 5. Nilai SBE pada Tiga Jalur Wisata Alam..................................... 36
Gambar 6. Kecenderungan Nilai Keindahan pada Tiga Alternatif Jalur ...... 38
Gambar 7. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Tinggi ............ 41
Gambar 8. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Sedang ........... 42
Gambar 9. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Rendah ........... 44
Gambar 10. Grafik Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk
Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Tinggi ............ 47
Gambar 11. Grafik Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk
Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Sedang ........... 48
Gambar 12. Grafik Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk
Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Rendah ........... 49
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Format Kuesioner SBE ................................................................................ 56
2. Format Kuesioner Semantic Differential ..................................................... 57
3. Foto-Foto Lanskap dan Hasil Perhitungan SBE .......................................... 58
4. Hasil Perhitungan SBE................................................................................. 60
5. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Nilai SBE ............................................. 65
6. Hasil Uji Beda Nilai Keindahan pada Tiga Jalur ......................................... 66
7. Korelasi Kualitas Ekologi dan Estetik pada Jalur Wisata Alam TNGP ...... 68
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pelestarian alam merupakan upaya penting dalam memelihara
keberlanjutan sumberdaya alam. Jaminan keberlanjutan alam menjadi inti dari
konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu bentuk pengelolaan dan pemanfaatan
alam yang menekankan pada asas manfaat jangka panjang. Pemanfaatan alam
bukan menjadi milik generasi sekarang, tetapi juga menjadi milik generasi
mendatang, sehingga sumberdaya alam harus tetap lestari. Untuk itu setiap bentuk
pemanfaatan alam harus berpegang pada asas pelestarian, tidak terkecuali pada
taman nasional (Soemarwoto, 1991; Turner et al. 2001).
Pemanfaatan taman nasional sebagai tempat pariwisata dan rekreasi
menjadi salah satu tanggapan atas kebutuhan masyarakat terhadap pariwisata dan
rekreasi. Taman nasional menjadi pilihan tersendiri bagi masyarakat, karena
kondisinya yang masih alami dan mempunyai pemandangan yang indah. Sebagai
tempat wisata yang masih alami dan pemandangannya indah, taman nasional
sesuai dengan kecenderungan minat masyarakat dewasa ini, di mana mereka lebih
menyukai kegiatan wisata atau rekreasi ke tempat yang alami dan indah
(Lindberg, 1993).
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) adalah salah satu
tempat rekreasi untuk masyarakat luas. Lokasinya berada di Propinsi Jawa Barat,
dan termasuk dalam tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur,
dan Kabupaten Sukabumi (Haris, 2001). Taman nasional ini menjadi salah satu
tempat rekreasi pilihan bagi sebagian besar masyarakat, terutama yang tinggal di
kota-kota di dekat TNGP. Kegiatan rekreasi alam oleh pengunjung TNGP antara
lain pendakian gunung dan berkemah. Kegiatan pendakian gunung menjadi
pilihan para pengunjung karena dapat memberikan suatu pengalaman berbeda dari
bentuk kegiatan rekreasi alam lainnya. Pengunjung menyukai kegiatan ini karena
tantangannya, pemandangan yang indah di sepanjang jalur, dan manfaat pelajaran
tentang hidup di alam.
2

Potensi kegiatan rekreasi alam yang dapat ditawarkan pada setiap tempat
berbeda, karena karakteristik masing-masing tempat berbeda termasuk dalam hal
ekologi dan kualitas visualnya. Karakter ekologi dan kualitas visual yang unik
dapat memberi nilai tambah dan daya tarik tersendiri dari suatu kawasan, karena
menjanjikan suatu pengalaman yang berbeda pula bagi pengunjung. Taman
Nasional Gede Pangrango memiliki karakteristik kawasan yang unik, baik dari
segi ekologi maupun kualitas visualnya. Kedua faktor ini menentukan penilaian
potensi penyediaan rekreasi pada taman nasional. Penilaian ini sejalan dengan
konsep lanskap ekologis sekaligus estetik yang sesuai dengan isu pembangunan
yang berkelanjutan. Hal yang ingin dicapai darinya sangat jelas, yaitu
terwujudnya keselarasan kepentingan manusia dengan kelestarian alam. Menurut
Thorne dan Huang (1990) dasar konsep ini adalah evaluasi pola spasial tapak serta
pengaruhnya terhadap integritas ekologi lanskap dan daya tarik estetik. Lebih
lanjut dijelaskan dua langkah pokok penerapan konsep tersebut adalah evaluasi
kualitas lingkungan, yaitu: kualitas lingkungan fisik, bentuk teknologi dan
budidaya, serta evaluasi daya tarik estetik, yaitu: penilaian oleh indera manusia,
arti simbolik tapak, dan nilai positif emosional tapak.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari karakteristik
kualitas estetik dan kualitas ekologi serta hubungan antara keduanya pada jalur
wisata alam Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP).

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pihak-pihak
yang terkait dalam pengembangan dan pengelolaan tapak. Dan sebagai
sumbangan pengetahuan bagi dunia akademik.
TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional
Taman nasional merupakan kawasan dengan ekosistem yang masih asli
dan fungsi utamanya untuk pelestarian alam. Secara umum taman nasional
dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, budidaya,
pariwisata, dan rekreasi. Untuk mendukung berbagai kegiatan pemanfaatan
tersebut dan menghindari terjadinya tumpang tindih kegiatan, maka pengelolaan
taman nasional harus berdasarkan sistem zonasi (Undang-Undang RI No. 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem).

Tujuan dan Pengelolaan Taman Nasional


Pemanfaatan taman nasional harus dengan pengelolaan yang baik dan
jelas. Menurut Miller (1978) tujuan yang harus dijadikan pedoman dalam
pengelolaan taman nasional adalah :
1. Untuk memelihara unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya
dalam ekosistem
2. Untuk menjaga keanekaragaman hayati dan hukum lingkungan
3. Untuk melindungi kekayaan sumberdaya plasma nutfah
4. Untuk memelihara obyek, struktur dan tapak peninggalan atau warisan
kebudayaan
5. Untuk melindungi panorama alam yang indah
6. Untuk memfasilitasi kegiatan pendidikan, penelitian dan pemantauan
lingkungan di dalam areal alamiah
7. Untuk menyediakan fasilitas kegiatan rekreasi dan wisata
8. Untuk mendukung pembangunan atau pengembangan daerah pedesaan dan
penggunaan lahan marginal secara rasional
9. Untuk memelihara produksi dan kelestarian daerah aliran sungai
10. Untuk mengendalikan erosi dan pengendapan serta melindungi investasi
daerah hilir
4

Tujuan pengelolaan taman nasional dapat dicapai jika dalam


pelaksanaannya digunakan sebuah sistem pengelolaan yang baik. Pengelolaan
taman nasional perlu menggunakan sistem pengaturan ruang pemanfaatan yang
jelas dan tidak tumpang tindih. Pengaturan ruang ini perlu dilakukan di dalam
kawasan, karena bentuk pemanfaatan dan fungsi taman nasional tidak hanya satu
jenis, contohnya konservasi dan rekreasi. Kegiatan konservasi dan rekreasi
mempunyai bentuk dan sifat kegiatan yang berbeda, selain itu hasil dan dampak
dari kedua jenis pemanfaatan ini juga berbeda. Kedua bentuk pemanfaatan ini
mempunyai cara pengelolaan yang berbeda, sehingga antara ruang konservasi dan
rekreasi harus mempunyai batas yang jelas. Untuk penetapan batasbatas ruang
kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan sitem zonasi (MacKinnon, 1993).

Zona Taman Nasional


Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem pengelolaan kawasan taman nasional
menggunakan sistem zonasi. Sistem zonasi merupakan cara pengaturan kegiatan
yang berdasarkan pada pembagian ruang. Pada umumnya kawasan taman nasional
terbagi dalam beberapa zona, yaitu:
1. Zona Inti
Zona inti merupakan zona dengan persyaratan yang ketat. Manusia dapat
melakukan kegiatan di dalam zona inti, tetapi kegiatan tersebut tidak boleh
menyebabkan perubahan apapun pada ekosistem kawasan. Bentuk kegiatan
yang dapat dilakukan adalah kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, dan kegiatan penunjang budi daya.
2. Zona Pemanfaatan
Zona pemanfaatan merupakan zona yang mempunyai bentuk kegiatan paling
luas. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam zona pemanfaatan adalah
kegiatan pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan, pendidikan, pemulihan jenis tumbuhan dan satwa asli, dan
kegiatan penunjang budi daya. Selain itu pembangunan sarana pariwisata alam
boleh dilakukan di dalam zona pemanfaatan.
5

3. Zona khusus
Zona khusus adalah zona di luar zona inti dan zona pemanfaatan. Zona khusus
biasanya memiliki kondisi dan fungsi yang khas. Zona khusus dapat berupa
zona rimba, zona pemanfaatan tradisional, dan zona rehabilitasi.

Zona Pemanfaatan
Berdasarkan intensitas pemanfaatannya, maka zona pemanfaatan
dibedakan ke dalam zona pemanfaatan intensif dan zona pemanfaatan terbatas.
Zona pemanfaatan intensif dan zona pemanfaatan terbatas mempunyai perbedaan
pada bentuk dan arah pengembangan wisatanya, terutama dalam pembangunan
fasilitas untuk pengunjung. Fasilitas yang dibangun di dalam zona pemanfaatan
intensif dapat bersifat permanen, sedang fasilitas di dalam zona pemanfaatan
terbatas bersifat nonpermanen. Fasilitas permanen yang dapat dibangun di dalam
zona pemanfaatan intensif seperti bangunan administratif, pelayanan umum,
tempat parkir, kantor staf, instalasi pekerjaan umum, shelter, kantin, bumi
perkemahan, dan fasilitas khusus lainnya. Sedangkan pengadaan fasilitas rekreasi
di dalam zona pemanfaatan terbatas diupayakan seminimal mungkin, contoh
tempat MCK tidak permanen (Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990).
Penetapan setiap zona harus berdasarkan pada kriteria tertentu yang sesuai
dengan fungsi dan tujuannya. Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990
kriteria penetapan zona pemanfaatan adalah:
1. Mempunyai obyek wisata yang menarik dan mempunyai potensi untuk
menjadi pusat kegiatan pariwisata alam.
2. Mempunyai kondisi lingkungan yang memungkinkan pembangunan
sarana dan prasarana pengunjung.
3. Memiliki topografi lahan yang relatif datar dan mempunyai jenis tanah
yang tidak tahan erosi.
4. Memiliki penutupan vegetasi tidak terlalu rapat dan ruang yang cukup
terbuka.
5. Memiliki aksesibilitas yang bagus.
6

Rekreasi
Rekreasi merupakan salah bentuk aktivitas manusia untuk mengisi waktu
luangnya. Manusia melakukan rekreasi untuk menghilangkan beban pikiran
akibat tekanan dan rutinitas pekerjaannya. Rekreasi dapat memulihkan kondisi
mental dan fisik yang lelah, serta memberikan kepuasan rasa senang bagi manusia
(Brockman, 1979; Soekotjo, 1980; Soemarwoto, 1991). Minat masyarakat
terhadap rekreasi mulai meningkat sejak awal tahun 90-an, terutama minat
terhadap obyek wisata alam. Latar belakang fenomena tersebut adalah
meningkatnya tekanan hidup karena rutinitas kerja dan beban aktivitas yang berat,
sehingga mereka membutuhkan akivitas yang dapat mengembalikan semangat
kerjanya (Lindberg, 1993).
Berdasarkan tempatnya, Mercer (1981) menggolongkan rekreasi menjadi
dua, yaitu rekreasi di tempat tertutup dan rekreasi di tempat terbuka. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa rekreasi di tempat terbuka lebih baik karena dapat diperoleh
pengalaman yang khas, baru dan berbeda. Brockman (1979) mengemukakan
kelebihan rekreasi di alam terbuka adalah pengalaman yang lebih baik bagi fisik
dan mental manusia, karena untuk melakukan rekreasi di alam terbuka manusia
harus mempunyai kesehatan fisik, pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan.
Bentuk kegiatan rekreasi di alam terbuka adalah memancing, berburu, mendaki
gunung, berkuda, piknik, dan berkemah.
Pilihan bentuk kegiatan rekreasi yang akan dilakukan manusia tergantung
pada latar belakang ketersediaan kesempatan, kesesuaian dengan kondisi pelaku,
serta kemampuan fisik dan intelektual. Bentuk kegiatan rekreasi dapat bersifat
fisik, intelektual, estetik, emosi, atau kombinasinya. Karena latar belakang dan
sifat yang berbeda, maka bentuk kegiatan rekreasi menjadi spesifik bagi setiap
individu, dimana pilihan individu yang satu berbeda dengan individu lainnya
(Brockman, 1979).

Dampak Kegiatan Rekreasi


Pembangunan sektor wisata dewasa ini terus meningkat dan membuka
kesempatan baru dalam lapangan kerja. Kemajuan ini memberikan hasil yang
positif bagi pembangunan, tetapi kegiatan wisata juga menimbulkan dampak
7

negatif bagi lingkungan dan manusia. Menurut Gunn (1997) dampak negatif
tersebut adalah:
1. Terjadinya pencemaran lingkungan di lokasi wisata, sehingga
menyebabkan degradasi sumber daya alam.
2. Tergesernya budaya masyarakat lokal yang diakibatkan oleh desakan
budaya luar dari wisatawan.
3. Timbulnya biaya ekonomi tambahan yang diakibatkan oleh tindakan
pengembangan wisata yang tidak sesuai kemampuan sumber daya alam.
4. Bentuk tata guna lahan menjadi tidak terpadu, sebagai akibat dari
pembangunan wisata tidak memperhatikan peraturan tata guna lahan.
5. Kualitas sumber daya tapak berkurang, karena pengembangan bentuk
kegiatan wisata, atraksi, fasilitas pelayanan yang tidak sesuai dengan
kondisi tapak.
6. Kerusakan kualitas tapak yang diakibatkan oleh tindakan cut and fill pada
terhadap bentuk lahan yang asli dan introduksi spesies tanaman dan hewan
yang baru. Tindakan tersebut meningkatkan resiko bahaya erosi dan
hilangnya spesies asli di tapak.

Dampak negatif dari kegiatan rekreasi secara garis besar disebabkan oleh
dua faktor, yaitu faktor pengelola dan faktor pengunjung. Pertama, faktor yang
berasal dari pengelola antara lain: 1) Kegiatan pengembangan tapak yang tidak
sesuai dengan daya dukung dan kemampuan tapak, contoh ukuran tapak yang
tidak sebanding dengan jumlah dan intensitas pengunjung, 2) Kegiatan
pengelolaan yang tidak optimal, contoh manajemen pengelolaan sampah yang
tidak tepat. Kedua, faktor yang berasal dari pengunjung antara lain: 1) Tindakan
vandalisme, 2) Tindakan membuang sampah sembarangan, 3) Pencemaran air
oleh bahan-bahan kimia dari pasta gigi dan sabun yang berasal dari pengunjung.
(Soemarwoto, 1991; Lindberg, 1993; Gunn, 1997).
8

Etika Lingkungan dan Konsep Wisata Berkelanjutan


Menurut Gunn (1997) etika lingkungan merupakan turunan dari etika
tapak. Etika lingkungan merupakan pernyataan tentang penghargaan dan
pengakuan terhadap hak hidup tumbuhan, binatang, dan seluruh isi alam. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa tumbuhan, binatang, dan alam mempunyai hak yang
setara dengan manusia.
Konsep wisata berkelanjutan merupakan jawaban atas permasalahan yang
terjadi dalam pembangunan wisata. Konsep wisata berkelanjutan mengikuti
konsep pembangunan berkelanjutan, sehingga mempunyai prinsip dasar yang
sama. Prinsip dasar yang dipegang adalah pembangunan yang ramah lingkungan,
yaitu dengan tercapainya keselarasan antara pembangunan ekonomi, sosial dan
lingkungan. Syarat untuk suksesnya pembangunan berkelanjutan adalah integrasi
serta kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat umum. Langkah
pertama untuk menciptakan integritas dan kerjasama ketiga pelaku pembangunan
tersebut adalah pemahaman dan penanaman makna dasar serta tujuan utama dari
konsep pembangunan berkelanjutan (Gunn, 1997; Lindberg, 2001).
Menurut Gunn (1997) dimensi yang harus diperhatikan dalam
pembangunan wisata berkelanjutan ada tiga, yaitu: 1) Jenis wisata harus sesuai
dengan kondisi sumber daya tapak, 2) Ketersediaan sumber daya yang
menentukan tingkat dan arah pembangunan wisata, dan 3) Perbandingan antara
jumlah kunjungan nyata ke tapak dengan jumlah kunjungan yang potensial.

Ekoturisme
Bentuk pariwisata yang sesuai dengan konsep sadar dan ramah lingkungan
adalah ekoturisme. Karena bentuk pariwisata ini mampu menanggapi respon
adanya dampak negatif dari kegiatan pariwisata komersial dan massal selama ini.
Dengan demikian kehadiran ekoturisme merupakan jawaban atas kepentingan
terhadap pelestarian sumber daya alam dan adanya permintaan terhadap wisata
(Soemarwoto, 1991; Lindberg, 1993; Gunn, 1997).
9

Menurut Gunn (1997) hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam


ekoturisme adalah:
1. Pengalaman, penghargaan, pemahaman terhadap sumber daya alam
2. Perolehan pengalaman yang berasal dari lingkungan dan penghargaan
terhadap lingkungan
3. Penggunaan fasilitas pelayanan dan pendukung yang ramah lingkungan
4. Memberikan kontribusi langsung bagi pembangunan ekonomi lokal

Ketertarikan masyarakat terhadap ekoturisme dilatarbelakangi oleh


beberapa alasan, dimana alasan tersebut bervariasi antar individu. Kesamaan
alasan dapat ditemukan pada bentuk kegiatan dan tujuan yang ingin dicapai.
Menurut Gunn (1997) bentuk kegiatan dan tujuan pengunjung dalam ekoturisme
adalah:
1. Mengetahui tempat baru atau mendapatkan pengalaman yang baru
2. Mendapatkan pengalaman hidup di alam bebas
3. Mendapatkan suasana tempat rekreasi yang tenang
4. Melakukan aktivitas di tapak seperti berkemah, hiking
5. Melakukan kegiatan wisata air seperti memancing, olahraga arung jeram,
berenang, dan bersampan
6. Melihat atraksi budaya lokal
7. Mempelajari atau mengamati alam dan budaya masyarakat lokal secara
langsung
8. Melihat dan mengenal kehidupan alam bebas seperti kegiatan mengamati
kehidupan burung, orang hutan, dan kera
9. Menikmati pemandangan yang indah atau alami seperti laut, pantai, danau,
pegunungan dan air terjun
10. Menyalurkan hobi fotografi
10

Potensi Suplai Rekreasi


Potensi suplai rekreasi adalah peluang pengembangan suatu tapak untuk
penyediaan kegiatan rekreasi. Pengembangan suatu tapak menjadi tempat rekreasi
harus memperhitungkan dua hal, yaitu: 1) kondisi permintaan masyarakat
terhadap kebutuhan wisata, dan 2) Penawaran jasa wisata yang tersedia.
(Lindberg, 1993; Gunn, 1997). Lebih lanjut Gunn (1997) mengemukakan bahwa
penawaran dan permintaan dalam wisata mempunyai hubungan yang dinamis dan
saling berpengaruh, dimana perubahan pada jumlah permintaan akan
mempengaruhi jumlah penawaran.
Menurut Gunn (1997) komponen yang membentuk penawaran ada lima,
yaitu : atraksi, pelayanan, transportasi, informasi, dan promosi. Karakteristik dan
kondisi komponen penawaran tersebut berbeda pada setiap tempat. Perbedaan
tersebut disebabkan perbedaan kondisi sumber daya alam, fisik lokasi, dan sosial
budaya masyarakatnya.

Transportasi dan Pelayanan


Transportasi merupakan penghubung antara pengunjung dengan lokasi
wisata. Pengembangan bidang trasnportasi perlu memperhatikan masalah jaringan
jalan dan sarana transportasi, yaitu yang mampu mendukung kelancaran dan
kenyamanan pengunjung. Menurut Gunn (1997) pengembangan transportasi yang
seimbang harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:
1. Kemampuan mengakomodasi kebutuhan masyarakat
2. Mengutamakan kelancaraan aksesibilitas
3. Keseimbangan antara penggunaan lahan untuk pembangunan sarana
transportasi dengan penggunaan lahan yang lain
4. Menggunakan pendekatan matematika dalam perhitungan kapasitas lalu
lintas jalan, untuk mengetahui perkiraan batas jumlah maksimum dan
minimum kendaraan yang melewati jalan
5. Membuat rancangan hirarki jalan untuk jalur pejalan kaki, sepeda, motor,
dan mobil
11

6. Memperhatikan fungsi sosial dan aktifitas lain yang ada di dekat jalur
transportasi
7. Penyediaan area parkir kendaraan
8. Pembuatan rancangan harus berdasarkan skala manusia
9. Pembangunan sarana transportasi mampu menambah nilai estetik

Pelayanan dan fasilitas yang baik akan meningkatkan daya tarik tempat
wisata. Pengembangan jenis pelayanan dan fasilitasnya harus memperhatikan
kondisi dan karakteristik setempat. Selain itu kegiatan pengembangan pelayanan
dan fasilitas harus menjaga keserasian dengan kondisi eksisting (Gunn, 1997).
Lebih lanjut Gunn (1997) menyatakan bahwa penyediaan bentuk pelayanan dan
fasilitas dapat dilakukan oleh pengelola resmi tempat wisata, pemerintah, atau
swasta. Pengelola resmi umumnya menyediakan pelayanan dan fasilitas yang
bersifat umum, contoh: tempat informasi, lapangan parkir, tempat pendaftaran dan
tempat ibadah. Sedangkan penyediaan layanan rumah makan, tempat belanja
suvenir dan makanan, atau penginapan biasanya dilakukan oleh swasta.

Informasi dan Promosi


Harapan pengunjung saat mengunjungi tempat wisata adalah ingin
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru, karena itu mereka membutuhkan
informasi yang cukup tentang tempat wisata sebelum mereka mengunjunginya.
Informasi yang cukup juga membantu calon pengunjung menetapkan pilihan
tempat dan waktu kunjungan yang tepat. Menurut Gunn (1997) informasi penting
yang harus disampaikan ke masyarakat atau calon pengunjung antara lain:
1. Letak tempat wisata
2. Jenis atraksi dan bentuk kegiatan yang ditawarkan
3. Jenis pelayanan dan fasilitas pendukung yang tersedia
4. Alternatif rute jalan menuju tempat wisata dan perkiraan biaya perjalanan

Promosi merupakan bagian upaya penyampaian informasi ke masyarakat


yang berupa gambaran tentang tempat wisata. Bentuk dan strategi promosi secara
umum dikelompokkan dalam promosi resmi dan tidak resmi. Promosi resmi
12

adalah bentuk promosi yang sengaja dilakukan oleh pengelola. Media promosi
resmi umumnya berupa media periklanan, yaitu media massa dan media
elektronik. Selain itu pengelola dapat mempromosikan tempat wisatanya melalui
jaringan informasi yang melibatkan kerjasama dengan penyedia jasa hotel atau
restoran. Sedangkan bentuk promosi tidak resmi merupakan akibat tidak langsung
dari tingkat kepuasan pengunjung. Pengunjung akan menceritakan
pengalamannya ke orang lain, sehingga orang lain menjadi tertarik untuk
berkunjung ke tempat wisata tersebut. Jadi promosi tidak langsung adalah
promosi yang berasal dari upaya pengelola dalam menciptakan citra baik ke
pengunjung (Gunn, 1997).

Atraksi
Menurut Gunn (1997) atraksi merupakan inti dari wisata. Atraksi
merupakan bentuk kegiatan atau suasana tapak yang menjadi daya tarik utama
tempat wisata. Atraksi wisata dapat dikelompokkan dalam dua kelompok umum,
yaitu touring circuit dan longer stay. Touring circuit adalah pengunjung
menikmati atraksi selama perjalanan dan dalam waktu pendek, sehingga
pengunjung tidak perlu menginap. Contoh touring circuit adalah wisata pantai,
pemandangan pegunungan, dan air terjun. Sedangkan longer stay adalah
pengunjung menikmati atraksi dalam waktu lama, sehingga pengunjung perlu
menginap, contoh wisata budaya.
Bentuk atraksi yang ditampilkan tergantung potensi lingkungan dan sosial
budaya, karena adanya perbedaan karakteristik lingkungan dan sosial budaya yang
dimiliki setiap tempat wisata. Karakteristik lingkungan ditentukan oleh jenis
vegetasi, bentuk kehidupan alami di tapak, kualitas air, bentuk topografi tapak,
dan iklim. Sedangkan karakteristik sosial budaya tergantung karakteristik
masyarakat pendukung tapak (Gunn, 1997). Lebih lanjut Gunn (1997)
menyatakan bahwa kekayaan fisik lingkungan, kekayaan alam dan budaya, serta
kualitas merupakan unsur esensial yang mendukung kenyamanan pengunjung,
pengalaman pengunjung, dan bagi kehidupan setempat.
13

Fungsi taman nasional sebagai tempat rekreasi dapat menjadi alternatif


bagi masyarakat dalam memilih tempat rekreasi. Kondisi taman nasional yang
masih alami sesuai dengan minat masyarakat dewasa ini, karena perkembangan
permintaan masyarakat terhadap rekreasi mengarah pada obyek wisata yang masih
alami. Latar belakang terjadinya peningkatan minat terhadap obyek wisata alam
adalah ketertarikan masyarakat terhadap keindahan alam dan kondisi
lingkungannya yang masih alami. Masyarakat berharap mendapatkan kepuasan
fisik dan mental dengan melihat keindahan alam (Lindberg, 1993).
Penyediaan rekreasi harus mempertimbangkan dampak dari kegiatan
pengunjung. Pengetahuan tentang dampak yang mungkin timbul dan upaya
pengelola untuk meminimalisir dampak dapat menjamin kualitas lingkungan dan
keindahan obyek rekreasi (Gold, 1980; Lindberg, 1993). Lebih lanjut dinyatakan
bahwa dalam pengembangan tapak untuk rekreasi diperlukan pendekatan yang
tepat, agar kegiatan rekreasi sesuai dengan kemampuan tapak. Alat pendekatan
yang sesuai dengan tujuan pemeliharaan kualitas keindahan dan lingkungan
adalah pendekatan ekologi lanskap. Orientasi utama pendekatan ekologi lanskap
adalah perlindungan kualitas visual lanskap dan ekologi.

Ekologi Lanskap
Kegiatan pembangunan menyebabkan perubahan pola ruang dan
perubahan hubungan antar elemen dalam ruang. Perubahan pada pola ruang akan
berakibat pada perubahan proses ekologi di dalamnya. Perubahan proses ekologi
dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif berupa kondisi
lingkungan yang seimbang dan lestari. Sedangkan dampak negatif berupa
kerusakan lingkungan (Merriam, 1994; Turner et al. 2001).
Ekologi lanskap memberikan suatu konsep, teori, dan metode baru dalam
memahami interaksi yang dinamis dalam ekosistem berdasarkan pola ruang.
Pemahaman proses ekologi di dalam tapak dapat membantu pengambilan
keputusan pembangunan yang tepat. Dengan demikian hasil yang diharapkan dari
kegiatan pembangunan berupa hasil yang positif (Thorne dan Huang,1990;
Merriam, 1994; Turner et al. 2001).
14

Prinsip utama dalam ekologi lanskap adalah integritas ruang dan proses
ekologi di dalamnya. Keterkaitan antar ruang merupakan implikasi logis dari
proses ekologi, karena proses ekologi dalam suatu tapak tidak dapat terlepas dari
lingkungan sekitarnya. Jalinan proses ekologi antar tapak terjadi melalui aliran
massa dan energi. Aliran massa dan energi terjadi dalam bentuk perpindahan
unsur-unsur atau mineral melalui gerakan air, udara, dan gravitasi (Thorne dan
Huang, 1990; Merriam, 1994; Turner et al. 2001)
Skala pembangunan lanskap mempunyai selang yang lebar. Contoh
pembangunan lanskap berskala kecil adalah lanskap rumah, sedang yang berskala
besar adalah lanskap wilayah kota, taman nasional, dan hutan. Semakin besar
skala pembangunan lanskap berarti semakin kompleks proses ekologi di
dalamnya, sehingga hal ini memerlukan pedoman yang tepat dalam
pelaksanaannya. Menurut Merriam (1994) terdapat tiga pedoman dasar dalam
skala pembangunan lanskap yang besar, yaitu:
1. Komposisi lanskap yang menjadi sumber daya dan pembentuk tapak serta
mempengaruhi lingkungan di dalam tapak. Sumber daya atau habitat yang
penting harus mendapat perhatian utama. Jenis sumber daya yang penting
adalah sumber daya yang mempengaruhi keberadaan spesies di dalam
tapak. Jika sumber daya atau habitat ini rusak maka berakibat pada
hilangnya spesies tertentu.
2. Pola ruang harus mendukung proses ekologi di dalam tapak. Pola ruang
harus memperhatikan bentuk dan ukuran ruang. Elemen pengaturan pola
ruang adalah perimeter ruang, rasio ruang, dan jarak antar ruang yang
membatasi spesies dengan perilaku berbeda. Pembatasan dan pengaturan
jarak antar ruang dapat mencegah persaingan antar spesies dalam mencari
makan dan berkembang biak.
3. Upaya antisipasi terhadap bentuk gangguan yang potensial di masa depan.
Gangguan tersebut dapat berupa gangguan manusia, pencemaran
lingkungan, dan masuknya spesies eksotik.
15

Pendekatan Ekologi dan Kualitas Ekologi


Menurut Gold (1980) pendekatan ekologi merupakan penilaian
karakteristik ekologi melalui serangkaian analisis terhadap faktor-fakor ekologi
serta hubungan di antara faktor-faktor tersebut. Penjelasan tentang kondisi setiap
faktor dan hubungan di antaranya dapat digunakan untuk penjelasan kondisi
ekologinya. Secara umum faktor-faktor ekologi tersebut terbagi dalam tiga-
sumber daya tapak yang paling dasar, yaitu:
1. Lingkungan atmosfer yang terdiri dari udara, uap air, dan mikroorganisme.
2. Lingkungan air yang terdiri dari air, tumbuhan, binatang, mikroorganisme,
dan habitat.
3. Lingkungan tanah yang terdiri dari tanah, tumbuhan, binatang,
mikroorganisme dan habitat.

Udara, air, tanah, tumbuhan dan hewan merupakan komponen proses


ekologi di alam. Dalam proses di alam dijelaskan bahwa udara berhubungan
dengan metabolisme tumbuhan dan isolasi. Sedang air mempunyai peran yang
penting dalam proses metabolisme tumbuhan dan hewan untuk proses respirasi
dan regulasi. Lebih jauh tumbuhan, binatang, dan mikroorganisme berperan dalam
siklus rantai makanan, di mana siklus ini merupakan wujud dari aliran massa dan
energi (Gold, 1980; Wirakusumah, 2003). Lebih lanjut Wirakusumah (2003)
menyatakan bahwa aliran massa dan energi berada dalam kondisi seimbang jika
tidak ada kelas dalam mata rantai makanan yang terganggu. Dalam kondisi
demikian dapat dinyatakan bahwa kualitas ekologinya bagus, karena terjadi
keseimbangan distribusi massa dan energi.
Kualitas ekologi adalah derajat penilaian yang menggambarkan status
keadaan lingkungan di suatu tapak Status keadaan lingkungan disebut baik jika
nilai kualitasnya tinggi dan sebaliknya. Penilaian kualitas ekologi suatu tapak
memerlukan indikator yang berasal dari komponen ekologi. Komponen ekologi
merupakan indikator yang dapat diukur secara kuantitatif atau dijelaskan secara
kualitatif. Komponen tersebut adalah siklus energi, kestabilan lingkungan abiotik,
daya lenting lingkungan, suksesi ekologi, biodiversitas, nilai unik tapak, dan
kestabilan spesies (Thompson dan Stainer, 1997; Wirakusumah, 2003).
16

Persepsi
Persepsi merupakan suatu gambaran, pengertian, serta interpretasi
seseorang terhadap suatu obyek, terutama bagaimana orang menghubungkan
informasi yang diperolehnya dengan diri dan lingkungan dimana dia berada.
Bentuk persepsi tersebut berbeda pada setiap orang, karena pengaruh latar
belakang intelektual, pengalaman emosional, pergaulan, dan sikap seseorang.
Sedangkan, kedalaman persepsi akan sebanding dengan kedalaman intelektual
dan semakin banyaknya pengalaman emosional yang dialami seseorang (Eckbo,
1964). Lebih lanjut Porteous (1977) menambahkan bahwa persepsi akan
menentukan tindakan seseorang terhadap lingkungannya.
Bentuk obyek yang diamati seseorang salah satunya adalah lanskap,
dimana seseorang akan melakukan persepsi terhadap lanskap yang sudah
diamatinya (Nasar, 1988). Lebih lanjut dinyatakan bahwa persepsi seseorang
terhadap kualitas suatu lanskap ditentukan oleh interaksi yang kuat antara variabel
lanskap dan pengetahuan seseorang terhadap lanskap tersebut. Hasilnya berupa
penilaian yang bagus atau tidak bagus. Tingkat penilaian tersebut tergantung pada
kepuasan perasaan seseorang terhadap lanskap tersebut.

Estetika Lingkungan
Lingkungan merupakan wadah bagi manusia untuk beraktifitas dan
berinteraksi dengan sesama manusia dan alam beserta isinya. Manusia selalu
melakukan persepsi dan interpretasi terhadap lingkungannya. Proses persepsi dan
interpretasi merupakan rangkaian tindakan manusia sebagai upaya mendapatkan
gambaran dari lingkungannya, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan
selanjutnya terhadap lingkungan tersebut. Arah dan bentuk tindakan manusia
terhadap lingkungannya dapat berupa hal-hal yang positif atau negatif, dimana
pilihan tindakan tersebut sangat bergantung dari hasil persepsi dan interpretasi
sebelumnya. Tindakan yang positif seperti pemanfaatan dan pengelolaan sumber
daya alam dengan bijaksana merupakan hasil pemahaman yang benar terhadap
lingkungannya, sebaliknya tindakan negatif seperti perusakan dan pemborosan
terhadap sumber daya alam merupakan hasil pemahaman yang salah terhadap
lingkungannya. Dengan demikian perlu penanaman pengetahuan tentang persepsi
17

dan interpretasi yang benar, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan yang
benar dalam mengelola lingkungannya (Foster, 1982).
Estetika adalah sesuatu yang dirasakan oleh manusia sebagai hasil
hubungan yang harmonis dari semua elemen, baik itu elemen pada suatu obyek,
ruang maupun kegiatan. Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual,
karena penampilan suatu obyek otomatis dinilai dari penampakkan visualnya
(Simonds, 1983; Nasar, 1988). Selanjutnya Heath (1988) menambahkan bahwa
manusia pada umumnya menyukai keindahan. Untuk itu manusia senantiasa
menjadikan lingkungannya tetap indah. Salah satu upaya yang dilakukan manusia
adalah perlindungan terhadap kualitas keindahan lingkungan.

Kualitas Estetika
Nilai estetik suatu tempat atau lanskap merupakan dimensi penting dalam
pengamatan ekologi dan kekuatan nilai estetik telah menjadi aspek utama dalam
tindakan konservasi. Perumusan kebijakan tentang estetik juga membawa pada
pemahaman yang baik atas masalah lingkungan. Sebagai contoh pemandangan
pegunungan yang masih alami dengan hutan yang gundul dimana tidak hanya
nilai estetiknya berbeda, tetapi kondisi ekologi keduanya juga berbeda. Nilai
estetik dapat menjadi salah satu alat ukur lingkungan, karena indera manusia
mampu menangkap dan membedakan kondisi lingkungan di sekitarnya melalui
indera penglihatan, pendengaran atau penciuman (Foster, 1982).
Penilaian terhadap kualitas estetik lingkungan menjadi alat yang relevan
dalam lingkup pengamatan lanskap alami maupun nonalami. Meskipun kualitas
estetik merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dimakan, tetapi dapat
memberikan kepuasan secara mental bagi manusia. Pemenuhan terhadap kepuasan
estetik merupakan puncak dari kebutuhan manusia, karena pada dasarnya manusia
tidak hanya menghendaki kepuasan secara fisik, tetapi yang lebih utama adalah
kepuasan mental atau jiwa. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat
pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penilaiannya,
sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetiknya dapat
terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster, 1976; Foster, 1982).
18

Elemen Pengalaman Estetik


Kualitas estetik tapak akan menentukan pengalaman estetik pengguna
tapak tersebut. Inti pembentuk kualitas estetik adalah integritas elemen fisik dan
visual tapak. Elemen fisik tapak berupa bentuk lahan, tata guna lahan, mosaik
vegetasi, badan air. Sedangkan elemen visual berupa bentuk, ruang, skala, warna,
pola, komposisi dan hubungan antar elemen fisik (Gold, 1980; Foster, 1982).
Berikut ini penjelasan dari masing-masing elemen tapak:
1. Bentuk lahan merupakan tulang punggung dalam lanskap, dan secara
visual merupakan hasil gabungan dari bentuk lahan yang cembung dan
cekung. Karakteristik bentuk lahan adalah kontur (skyline silhouettes),
skala dan jarak pengulangan elemen, dan variasi permukaan (warna dan
penutupan vegetasi). Selain itu bentuk lahan yang khas seperti lembah dan
ngarai mempengaruhi bentuk ruang di tapak.
2. Mosaik vegetasi menentukan pola utama dari variasi visual permukaan
lanskap. Perbedaan bentuk fisik vegetasi, warna, teksur, skala, bentuk pola
utama, batas tepi, dan perubahan fisik karena musim merupakan unsur
dasar dari mosaik vegetasi.
3. Badan air merupakan elemen yang spesial dan langka dalam lanskap yang
alami. Keberadaannya tidak hanya menambah nilai estetik tapak, tetapi
juga menjadi pendukung kehidupan di sekitarnya. Dalam suatu lanskap,
badan air dapat menjadi pemandangan yang berdiri sendiri atau dapat juga
membentuk kesatuan pemandangan dengan vegetasi serta bentuk lahan di
dekatnya.

Menurut Foster (1982) pengamatan terhadap elemen tapak dapat melalui


pengamatan peta atau analisis laporan tertulis atau representasi grafis berupa foto,
diagram, dan sketsa. Bentuk hasil pengamatan visual terhadap elemen tapak dapat
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu: 1) Elemen yang berupa area seperti
danau, petak lahan sawah, petak kebun teh, dan petak hutan pinus; 2) Elemen
yang berupa koridor seperti sungai, jalan raya, dan jalan setapak. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa pengamatan visual dapat memberikan hasil yang baik dan
relevan jika unit pengamatan mempunyai batas yang jelas dan tidak terlalu luas
19

skalanya. Hasil pengamatan setiap unit memberikan gambaran kondisi yang


berbeda. Kondisi setiap unit biasanya bergantung pada karakteristik spasial serta
hubungan antara bentuk lahan, vegetasi, dan badan air di dalam unit tersebut.

Evaluasi Kualitas Estetik


Evaluasi kualitas estetik merupakan penilaian terhadap nilai keindahan
suatu lanskap. Evaluasi kualitas estetik dapat menggunakan tiga kriteria estetika,
yaitu kesatuan, variasi , dan kontras. Pertama, kesatuan adalah kualitas total
elemen yang terlihat menyatu dan harmonis. Dalam lanskap, kesatuan merupakan
ekspresi dari tipe komposisi lanskap. Salah satu tipe komposisi lanskap adalah
pemandangan yang dominan, contohnya pemandangan puncak gunung yang
terlihat menonjol dari lanskap sekitarnya. Kedua, variasi adalah banyaknya jenis
elemen dalam tapak dan hubungan antar elemen yang berbeda. Variasi atau
kekayaan sumber daya adalah dua hal yang dipandang penting oleh ahli biologi
dan seniman, karena variasi yang besar sama artinya dengan kualitas tapak yang
tinggi. Tetapi diperlukan juga kesatuan elemen disamping variasi elemen untuk
tercapainya kualitas tapak yang tinggi. Contoh variasi elemen dalam lanskap
adalah jenis pohon deciduous tumbuh di antara pohon berdaun jarum. Ketiga,
kontras adalah perbedaan antar elemen yang terlihat menonjol tetapi tetap
harmonis. Kontras dapat berupa perbedaan warna, tekstur, atau bentuk elemen
(Foster, 1982).

Metode Pendugaan Nilai Keindahan


Menurut Daniel dan Boster (1976) metode pendugaan nilai keindahan
merupakan alat pendekatan dalam penilaian kualitas estetik tapak atau lanskap
tertentu. Terdapat tiga metode umum dalam pendugaan nilai keindahan, yaitu:
1. Pengamatan deskriptif adalah bentuk metode yang digunakan secara
eketensif dalam representasi dan evaluasi kualitas lanskap. Hasil penilaian
kualitas keindahan digambarkan dalam karakter yang relevan dengan
lanskap, seperti rasa hangat, nyaman, keanekaragaman elemen, dan
harmonis. Penyajian hasil dapat berupa angka, dimana setiap karakter
diberi nilai tertentu misal dalam satuan persen, kemudian nilai seluruh
20

karakter dijumlahkan. Nilai yang diperoleh dari penjumlahan seluruh


karakter merupakan gambaran kualitas lanskap yang diamati.
2. Survei dan kuisioner adalah bentuk metode yang sudah digunakan secara
luas, dan hasil penilaian kualitas lanskap berdasarkan preferensi terhadap
setiap sampel. Preferensi yang tinggi terhadap sampel tertentu
menunjukkan nilai keindahan sampel tersebut juga tinggi.
3. Evaluasi persepsi pilihan adalah metode penilaian kualias lanskap yang
berdasarkan pendapat pengamat yang dipandang relevan. Penilaian
dilakukan tidak secara langsung di tapak, tetapi dengan foto atau slide
yang diambil dari tapak dan dianggap sesuai dengan kondisi tapak.

Masing-masing metode di atas mempunyai bentuk khusus untuk


penerapan secara praktis di lapangan. Salah satu metode khusus penilaian kualitas
keindahan adalah metode SBE (Scenic Beauty Estimation). Konsep yang
mendasari metode ini adalah keindahan merupakan hasil interaksi manusia dengan
alam, yaitu sebagai bentuk persepsi terhadap pemandangan lanskap melalui indera
penglihatannya (Daniel dan Boster, 1976).

Evaluasi Lanskap dengan Menggunakan Model SBE


Konsep yang mendasari metode ini adalah keindahan merupakan hasil
interaksi manusia dengan alam, yaitu sebagai bentuk persepsi terhadap
pemandangan lanskap melalui indera penglihatannya. Tahap pelaksanaan metode
SBE adalah pengambilan foto lanskap, penyajian foto dalam bentuk slide, dan
evaluasi penilaian kualitas keindahan. Tahap pertama, pengambilan foto
dilakukan secara acak pada sudut pandang 10 sampai 3600, dimana pemilihan
sudut pandang harus mewakili kondisi lanskap. Level pengambilan foto juga
harus sama dengan level mata manusia yang berdiri pada posisi normal. Tahap
kedua, foto setiap lanskap disusun sesuai kelompok lanskap, lalu dipresentasikan
dalam bentuk slide. Penyusunan foto antar lanskap dibuat acak, sedangkan foto
untuk lanskap yang sama disusun dalam satu kelompok. Penilaian terhadap slide
dilakukan oleh pengamat. Pengamat dapat berupa individu atau kelompok. Selain
itu pengamat diberi pengarahan yang cukup sebelum presentasi dimulai, tetapi
21

pengarahan harus bersifat netral dan tidak berpengaruh pada penilaian yang akan
dilakukan pengamat. Presentasi harus dilakukan sekali dan penilaian pengamat
berkisar pada nilai 0 (sangat jelek) dan 9 (sangat indah). Tahap ketiga, hasil
penilaian pengamat untuk setiap lanskap dikumpulkan dan diurutkan dari nilai
terkecil sampai tertinggi. Selanjutnya dilakukan analisis nilai keindahan secara
statistik deskriptif. Nilai keindahan yang diperoleh dapat dijadikan representasi
kualitas keindahan lanskap.
METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat


Penelitian dilakukan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)
yang terletak di Propinsi Jawa Barat. Pengamatan secara langsung dilakukan di
tiga jalur wisata alam pada kawasan TNGP. Waktu penelitian dimulai dari bulan
Februari 2006 sampai dengan bulan Agustus 2006.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Taman Nasional Gede-Pangrango

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survai untuk pengumpulan data
ekologis dan pengambilan foto lanskap. Pengolahan data foto dengan
menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE), yang bertujuan untuk
menilai kualitas estetik lanskapnya. Sedangkan pengolahan data ekologi
23

menggunakan metode Semantic Differential (SD). Hasil pengolahan data ekologi


dan estetik dianalisis lebih lanjut dengan uji statistik, sehingga dapat diketahui
hubungan antara kualitas ekologi dan estetik tapak. Secara umum penelitian ini
dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan mencakup kegiatan studi pustaka, penentuan karakter kualitas
ekologi kawasan TNGP, dan penentuan titik pemotretan untuk penilaian
kualitas estetik kawasan.
2. Tahap Pegumpulan Data
Tahap pengumpulan data mencakup kegiatan pengumpulan data sekunder,
pengamatan karakter ekologi secara langsung di tapak, dan pengambilan foto
vantage point pada setiap pos.
3. Tahap pengolahan data
Tahap pengolahan data merupakan tahap penilaian kualitas ekologi, penilaian
kualitas estetika, uji multikolinearitas, dan korelasi karakter ekologi dengan
estetika.

Tahap Persiapan
Tahap kegiatan ini dimulai dengan studi pustaka. Hasil studi
pustaka berupa identifikasi karakter kualitas ekologi dan titik pemotretan di
sepanjang jalur wisata alam TNGP. Menurut Thompson dan Stainer (1997)
karakter kualitas ekologi berupa variabel-variabel ekologi, yaitu keanekaragaman
hayati, kerapatan vegetasi, tingkat penutupan, kesuburan tanah, kepekaan terhadap
erosi, tingkat kelembaban, dan intensitas cahaya. Variabel-variabel tersebut
dianggap sebagai indikator penilaian kualitas ekologi. Sedangkan yang menjadi
variabel estetik adalah nilai keindahan lanskap. Analisis kualitas ekologi juga
didukung dengan data sekunder dari masing-masing karakter ekologi.
Pengamatan kualitas ekologi dan estetika dilakukan pada titik lanskap
tertentu di sepanjang jalur wisata alam. Titik lanskap yang dipilih adalah pos-pos
perhentian sementara pengunjung saat melakukan kegiatan pendakian. Pada pos-
pos tersebut peluang pengunjung untuk menikmati pemandangan dan kondisi
lingkungan sangat intensif. Pos pendakian yang diamati ada 17 buah yang tersebar
24

pada tiga jalur pendakian utama di kawasan TNGP (Gambar 2). Ketiga jalur
tersebut adalah jalur Cibodas, jalur Gunung Putri, dan jalur Selabintana. Pada
jalur Cibodas dipilih delapan pos pengamatan, yaitu: Resor (C8), Telaga Biru
(C7), Curug Cibeureum (C6), Air Panas (C5), Kandang Badak (C4), Puncak
Pangrango (C3), Puncak dan Kawah Gede (C2), dan Alun-Alun Surya Kencana
(P). Pada jalur Gunung Putri dipilih empat pos pengamatan, yaitu: pos 1 (C4), pos
2 (C3), pos 3 (C2), dan pos 4 (C1). Dan di jalur Selabintana dipilih lima pos
pengamatan, yaitu: pos 1 (C5), pos 2 (C4), pos 3 (C3), pos 4 (C2), dan pos 5(C1).

Pintu Masuk Cibodas


C8

C7

C6

C5

C4
Pintu Masuk Gn. Putri
C3
GP4
GP3

GP2

C2 GP1

S1
S2
Ket:
S3 Zona Sub Montana
S4
S5 Zona Montana
Zona Sub Alpin
Pintu Masuk Selabintana

Gambar 2. Jalur Wisata Alam TNGP


25

Tahap Pengumpulan Data


Kegiatan pada tahap pengumpulan data adalah pengamatan karakter
ekologi dan kegiatan pengambilan foto pada setiap pos, serta pengumpulan data
sekunder tapak. Pengamatan karakter ekologi dilakukan secara kualitatif.
Pengamatan secara kualitatif merupakan pengamatan atas perbandingan kondisi
relatif karakter ekologi antar pos. Kegiatan selanjutnya adalah pengambilan foto
lanskap di pos dengan kamera digital. Pemotretan dilakukan dengan sudut
pandangan manusia pada posisi normal. Selain itu pemotretan diarahkan pada
view yang mewakili karakter lanskap pos. Pengambilan foto dilakukan pada pagi
hari cerah sekitar pukul 10.00-14.00 WIB, agar diperoleh kualitas foto yang
bagus. Pada setiap pos diambil beberapa foto kemudian diseleksi berdasarkan
kualitas warna dan keterwakilan karakter lanskap.
Data sekunder karakter ekologi berasal dari literatur pustaka di
perpustakaan TNGP dan perpustakaan IPB. Literatur pustaka berupa hasil
penelitian di kawasan TNGP yang sudah dilakukan sebelumnya. Data karakter
ekologi berupa data iklim, hidrologi, geologi, topografi, vegetasi, dan satwa.
Selain itu diambil data tentang kondisi umum lokasi berupa letak, aksesibilitas,
luas, dan status kawasan.

Tahap Pengolahan Data


Hasil pemotretan lanskap dipresentasikan dalam bentuk slide foto
berwarna yang kemudian dinilai oleh responden. Responden adalah mahasiswa
Program Studi Arsitektur Lanskap yang terdiri atas laki-laki dan perempuan yang
berjumlah 46 orang. Para responden dikumpulkan dalam satu ruang kemudian
dilakukan presentasi slide dengan program Microsoft Office Power Point 2003.
Penayangan kelompok slide dilakukan dua kali, di mana kelompok slide pertama
untuk penilaian tingkat keindahan lanskap dan kelompok slide kedua untuk
penilaian kualitas karakter ekologi.
Penayangan kelompok slide pertama dilakukan dalam waktu 8 detik untuk
setiap lanskap secara urut berdasarkan letak ketinggian pos dari rendah ke tinggi.
Responden memberikan skor 1 (terendah) sampai 10 (tertinggi) untuk setiap slide
yang ditayangkan. Skor ini memperlihatkan nilai keindahan, dimana skor yang
26

mendekati 1 dianggap lanskap yang tidak indah dan skor mendekati 10 dianggap
lanskap yang indah (Daniel dan Boster, 1976).
Penayangan kelompok slide kedua dilakukan selama kurang lebih 1 menit.
Waktu yang dibutuhkan lebih lama, karena jumlah variabel ekologi yang harus
dinilai responden lebih banyak dari pada variabel penilaian kelompok slide
pertama. Selanjutnya, responden memberikan skor 0 (netral) jika kualitasnya
sedang, atau skor 4 (sangat tinggi) jika karakter ekologinya kuat (tabel 1).

Tabel 1. Tabel Kuesioner Semantic Differential


Kriteria 4 3 2 1 0 1 2 3 4 Kriteria

Biodiversitas Biodiversitas
tumbuhan tinggi tumbuhan rendah
Kerapatan Kerapatan
tumbuhan tinggi tumbuhan rendah
Kesan ruang Kesan ruang
terbuka tertutup
Kesan gersang Kesan subur
Mudah erosi Tidak mudah erosi
Kesan basah Kesan kering
Indah Tidak Indah
Gelap Terang

Pengolahan data hasil kuesioner terbagi dalam tiga tahap, yaitu:


pengolahan data ekologi, pengolahan data estetik, dan analisis korelasi kualitas
ekologi dan estetik. Bentuk pengolahan masing-masing tahap adalah:
1. Pengolahan data penilaian karakter ekologi dengan metode SD
Metode SD merupakan metode penilaian dengan menggunakan kata sifat yang
saling berlawanan (adjective bipolar) untuk menggambarkan kondisi setiap
karakter ekologi. Hasil penilaian responden dikelompokkan sesuai karakter
ekologinya, lalu ditabulasikan dalam satuan persen untuk pengukuran
keragamannya. Selanjutnya skor penilaian diberi bobot nilai 1-9 dari kiri ke
kanan. Setelah pembobotan, nilai dari seluruh responden dijumlahkan
kemudian dibagi dengan jumlah responden, sehingga didapatkan nilai rataan
untuk setiap karakter ekologi. Rataan bobot nilai yang diperoleh diplotkan
dalam grafik sehingga diketahui persepsi terhadap masing-masing karakter
27

ekologi. Nilai rataan tersebut juga menjadi dasar pengelompokkan karakter


ekologi yang berpengaruh kuat pada lanskap setiap pos.
2. Penilaian kualitas keindahan dengan metode SBE
Langkah pertama yang dilakukan adalah pengelompokkan data kuesioner
estetik setiap pos berdasarkan skala penilaian dari 1 sampai 10. Selanjutnya
setiap pos dihitung jumlah frekuensi, frekuensi kumulatif, peluang kumulatif
dan nilai z untuk setiap peringkat dari skor penilaian yang didapat (Daniel dan
Boster, 1976). Formulasi SBE yang digunakan dalam perhitungan adalah:

SBEx = [Zlx Zls ] 100


Dimana SBEx = Nilai pendugaan keindahan pemandangan lanskap ke-x
Zlx = Nilai rata-rata z lanskap ke-x
Zls = Nilai rata-rata z lanskap yang digunakan sebagai standar
Nilai Z diformulasikan sebagai :

Z= x

2 merupakan ukuran pemusatan nilai tengah

2=
( xi )
N

Nilai N adalah banyaknya populasi. Selang kepercayaan untuk ;s diketahui,


bila x adalah nilai tengah contoh berukuran n yang diambil dari suatu populasi
dan ragam 2 diketahui maka selang kepercayaan (1- ) x 100% adalah:

x z /2 < < x + z /2
N N

Hasil nilai SBE digunakan untuk pengelompokkan tingkat keindahan dengan


menggunakan sebaran normal. Tingkat keindahan lanskap dikelompokkan ke
dalam tinggi, sedang dan rendah. Kelompok lanskap yang mempunyai nilai
keindahan tinggi adalah pos yang mempunyai nilai SBE lebih tinggi dari
kuartil ketiga (Q3). Kelompok lanskap bernilai sedang adalah pos yang
mempunyai nilai SBE di antara kuartil pertama (Q1) dan kuartil ketiga (Q3).
28

Sedangkan pos yang mempunyai nilai SBE kurang dari kuartil pertama (Q1)
termasuk dalam kelompok lanskap yang rendah.
3. Analisis korelasi kualitas ekologi dan estetik
Analisis korelasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai karakter
kualitas ekologi terhadap nilai keindahan lanskap. Analisis korelasi ini
menggunakan program SPSS 10.0 pada Windows. Analisis korelasi yang
digunakan adalah analisis korelasi Person, karena dapat mengukur hubungan
dua variabel yang bersifat linier, dimana data berbentuk kuantitatif dan
berdistribusi normal. Hasil korelasi dapat bersifat netral, positif, atau negatif.
Jika nilai korelasinya bersifat positif, maka peningkatan suatu variabel akan
menyebabkan kenaikan variabel yang lain, demikian pula sebaliknya. Bila
nilai korelasi nol, maka tidak ada hubungan linier antara variabel yang satu
dengan variabel lainnya (Walpole, 1995). Hasil penilaian kualitas estetik,
variabel ekologi, hubungan antara kualitas ekologi dan estetik, dan data
sekunder ekologi digunakan untuk analisis potensi ekologi tapak bagi
pengembangan rekreasi di tapak. Selanjutnya dilakukan uji multikolinearitas
terhadap karakter kualitas ekologi. Uji multikolinearitas ini dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 10.0 pada windows.
29

Alur Pelaksanaan Studi


Studi dilaksanakan dalam beberapa tahap kegiatan. Rangkaian tahap
kegiatan tersebut disusun dalam bentuk alur pelaksanaan studi. Bagan alur
pelaksanaannya dibuat sebagai berikut:

Studi Pustaka

Karakter
Kualitas Ekologi Kualitas Estetik Kawasan
TNGP

Penentuan View Point

Survai Lapang Pemotretan

Penyusunan Kelas Kualitas


Ekologi Seleksi Foto

Penilaian Kualitas Ekologi Evaluasi Kualitas Estetik

Korelasi Kualitas
Ekologi
dan Estetik

Gambar 3. Bagan Alur Pelaksanaan Studi


HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi


Letak , Luas dan Aksesibilitas. Kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango (TNGP) secara geografis terletak di titik 106051-107002 BT dan
6041-6051 LS. Kawasan ini terbagi ke dalam tiga wilayah administratif, yaitu
Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. Kawasan TNGP
mempunyai luas 15 196 Ha terdiri dari zona inti seluas 14 379.5 Ha, zona rimba
seluas 651.5 Ha dan zona pemanfaatan seluas 275 Ha (Haris, 2001).
Kawasan TNGP berbatasan langsung dengan hutan produksi perum
Perhutani, PT Perkebunan Nusantara XII, dan tanah milik masyarakat.
Aksesibilitas ke dalam kawasan ini mudah, karena kawasan ini dikelilingi jalan
raya propinsi penghubung kota Bogor-Cianjur dan kota BogorSukabumi-
Cianjur. Kondisi sarana jalan dari jalan raya propinsi ke arah pintu gerbang cukup
bagus dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat. Jumlah pintu gerbang
utama untuk masuk ke dalam kawasan tersebut ada tiga, yaitu pintu gerbang
Cibodas, pintu gerbang Gunung Putri, dan pintu gerbang Selabintana (Haris,
2001).
Topografi dan Geologi. Menurut Haris (2001) topografi kawasan ini
bervariasi, terdiri dari lahan datar, dataran tinggi, dan bukit sedang sampai terjal.
Ketinggian kawasan ini berada pada 1000-3019 m dpl dan puncaknya merupakan
daerah tertinggi di Propinsi Jawa Barat. Gunung Gede Pangrango termasuk dalam
rangkaian jalur gunung berapi dari pulau Sumatera sampai Nusa Tenggara.
Geologi kawasan ini berupa batuan vulkanik seperti andesit, tuff, basalt,
lava breksi, breksi mekanik dan proklastik. Jenis tanahnya adalah:
1. Tanah regosol dan litosol terdapat pada lereng pegunungan yang lebih
tinggi dan berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi. Jenis
tanah seperti ini sangat peka terhadap erosi.
2. Tanah asosiasi andosol dan regosol terdapat pada lereng gunung yang
lebih rendah dan agak peka terhadap erosi. Jenis ini mengalami pelapukan
lanjut.
31

3. Tanah latosol coklat terdapat pada lereng paling bawah. Tanah ini
mengandung liat dan lapisan subsoilnya gembur, mudah ditembus air,
serta lapisan bawahnya yang mudah melapuk. Tanah seperti ini sangat
subur dan dominan, serta agak peka terhadap erosi.
Iklim dan Hidrologi. Iklim di kawasan ini berdasarkan klasifikasi
Schmidt dan Fergusson termasuk tipe iklim A, dengan nilai Q berkisar antara
11.30%-33.30%. Suhu udara berkisar antara 100-180 C. Kelembaban relatif
sepanjang tahun berkisar dari 80%-90%. Daerah ini termasuk daerah terbasah di
pulau Jawa dengan rata-rata curah hujan tahunan 3 000-4 200 mm. Bulan basah
terjadi pada bulan OktoberMei, dengan rata-rata curah hujan bulanan 200 mm.
Bulan kering biasanya terjadi pada bulan Juni-September dengan rata-rata curah
hujan bulanan kurang dari 100 mm (Haris, 2001).
Kawasan Gunung Gede Pangrango memiliki banyak sumber air. Sumber
air tersebut mengalir dan bersatu membentuk sungai-sungai besar di sekitar
kawasan tersebut. Terdapat 60 aliran sungai besar dan kecil, yang berhulu di
Gunung Gede dan Pangrango. Dua puluh sungai mengalir ke Kabupaten Cianjur,
23 sungai mengalir ke Kabupaten Sukabumi, dan 17 sungai mengalir ke
Kabupaten Bogor. Pada lereng Utara Gunung Gede beberapa aliran sungai kecil
bersatu membentuk air terjun besar Cibeureum. Aliran dari air terjun besar
Cibeureum mengalir ke rawa Gayonngong dan ke Telaga Biru. Disamping
Cibeureum, terdapat juga beberapa air terjun lain yang pada akhirnya bersatu
dalam aliran sungai Cipanas dan sungai Citarum yang mengalir ke arah Utara
menuju laut Jawa. Di lereng Selatan Gunung Gede Pangrango aliran-aliran sungai
bersatu membentuk sungai Cimandiri di Sukabumi yang bermuara di Pelabuhan
Ratu. Aliran-aliran air di lereng Barat laut Gunung Pangrango mengalir ke sungai
Cisarua dan Cinegara yang merupakan sumber air bagi sungai Ciliwung dan Kali
Angke yang bermuara di teluk Jakarta (Haris, 2001).
Vegetasi. Jenis vegetasi di kawasan taman nasional sangat
beranekaragam. Secara umum jenis vegetasi tersebut dapat di bagi dalam tiga
zona hutan (Haris, 2001). Urutan ketinggian dari ketiga zona hutan tersebut adalah
zona hutan Perum Perhutani, zona hutan Montana, dan zona hutan Sub Alpin.
Menurut Riatmo (1989) karakteristik masing-masing zona adalah:
32

1. Hutan Sub Montana


Zona ini dapat dikategorikan ke dalam hutan sub montana. Zona ini
merupakan batas terluar taman nasional. Hutan di kawasan ini berupa hutan
produksi monokultur dari jenis rasamala (Altingia excelsa). Pengelolaan hutan ini
dilakukan oleh Perum Perhutani. Hutan ini ditandai dengan tiga lapisan tajuk.
Lapisan tajuk teratas didominasi oleh jenis Rasamala (Altingia excelsa). Tinggi
tajuk teratas jenis tumbuhan ini dapat mencapai 60 m. Jenis lainnya yang
menonjol berturut-turut adalah Saninten (Castanopsis argentea), dan Antidesma
tentandrum. Lapisan tajuk kedua berupa jenis perdu dan semak diantaranya
Ardisia fulginosa, Dichera febrifuga, randanus laizrox, Pinanga sp dan Lapotea
stimulans. Pada lapisan tajuk ketiga terdapat berbagai jenis tumbuhan bawah,
epifit, dan lumut antara lain Begonia, paku-pakuan, anggrek dan Lumut Merah
(Sphagnum gedeanum).
2. Hutan Montana
Zona ini dicirikan oleh adanya dominasi pohon bertajuk besar. Pohon pada
lapisan atas mempunyai pertumbuhan yang jarang. Sedangkan lapisan tajuk
tumbuhan bawah mempunyai pertumbuhan yang rapat. Lapisan tajuk tumbuhan
bawah ini berupa semak rendah, sedang dan tinggi. Jenis tumbuhan yang mudah
dikenal yaitu Puspa (Schima walichii), tumbuhan berdaun jarum (Dacrycarpus
imbricatus dan Podocarpus neriifolius), Jamuju (Podocarpus imbricatus),
Rasamala (Altingia excelsa), dan Kiracun (Macropanax dispernum). Untuk jenis
tumbuhan bawah berupa paku-pakuan, epifit, seperti Dendrobium sp, Arundina
sp, Cymbiddum- spp dan Calanthe spp.
3. Hutan Sub Alpin
Zona ini merupakan zona hutan teratas pada taman nasional. Ciri yang
menonjol adalah keanekaragaman tumbuhannya semakin berkurang seiring
dengan bertambahnya ketinggian tempat. Kerapatan tumbuhan pada zona ini
sangat tinggi. Lapisan tajuk pada zona ini terdiri dari satu lapis dan didominasi
oleh pohon-pohon pendek, antara lain Cantigi Gunung (Vaccinium
varingiaefolium), Rhododendron resutum, dan Myrsine avenis. Jenis tumbuhan
lain yang mudah ditemukan adalah lumut. Tumbuhan lumut banyak terdapat pada
batang pohon, permukaan batuan, dan di tanah. Jenis lumut yang hidup pada
33

batang pohon adalah lumut janggut. Di daerah puncak terdapat jenis tumbuhan
yang khas, yaitu Edelweis Jawa (Anaphalis javanica) yang sangat terkenal di
kalangan pecinta alam, karena bunganya terlihat tidak pernah layu.
Taman nasional TNGP memiliki beberapa flora endemik yang langka dan
beberapa tanaman introduksi. Jenis tumbuhan endemik dan langka antara lain
anggrek Liparis bilobulata, Malaxis sagittata, Pachicentria varingiaefolia, dan
Corrybas mucronatus, sedangkan tanaman yang diintroduksi antara lain
Dendrobium jecobsoni, Agathis loranthifolia, Pinus merkusii dan Maesopsis
emini. Tanaman introduksi tersebut sengaja dimasukkan oleh para peneliti ke
dalam kawasan (Riatmo, 1989).
Satwa. Kawasan TNGP mempunyai beberapa jenis satwa, baik dari jenis
primata, mamalia, burung, dan bermacam satwa kecil. Beberapa jenis satwa di
kawasan TNGP sudah tergolong langka (Riatmo, 1989). Jenis satwa langka antara
lain:
1. Jenis primata seperti Gibbon Jawa (Hylobates moloch) dan Surili Jawa
(Dresbytis aygula),
2. Jenis mamalia seperti macan tutul (Panthera pardus), anjing hutan (Cuon
alpinus), dan trenggiling (Manis javanica),
3. Jenis burung seperti alap-alap (Accipiter soloensis), betet (Lanios scaeh),
dan kutilang (Pycnonotus aurigaster).
Jenis satwa yang populasinya masih banyak antara lain:
1. Jenis primata seperi kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan Lutung
(Presbytis cristata),
2. Jenis mamalia besar seperti kancil (Tragulus javanicus), babi hutan (Sus
schrofa), dan muncak (Muntiacus muntjak),
3. Jenis mamalia kecil seperti sigung (Mydaus javanensis), kucing hutan
(Felix bengalensis), tikus hutan (Rattus lepturus), dan bajing terbang
(Galeopterus varegatus)
34

Evaluasi Kualitas Estetika pada


Jalur Wisata Alam TNGP
Jalur wisata alam TNGP mempunyai tiga pintu masuk, yaitu pintu masuk
Cibodas, Gunung Putri, dan Selabintana (Gambar 5). Pada jalur wisata alam
tersebut terdapat pos-pos peristirahatan sementara, dimana pengunjung biasanya
berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, dan sambil melihat pemandangan alam.
Pada pos peristirahatan tersebut dilakukan pengamatan karakteristik kualitas
ekologi dan estetiknya. Jumlah pos peristirahatan yang diamati ada 17 buah pos
yang berada di sepanjang jalur wisata alam dari ketiga pintu masuk kawasan
TNGP.
Penilaian kualitas estetika pada jalur wisata alam dengan menggunakan
analisis SBE dari penilaian responden terhadap tingkat keindahan lanskap 17 pos
melalui presentasi foto. Responden adalah mahasiswa Program Studi Arsitektur
Lanskap angkatan 40 yang duduk di semester enam, terdiri atas laki-laki dan
perempuan yang berjumlah 46 orang. Hasil analisis SBE pada tujuh belas lanskap
pos di jalur wisata alam TNGP mempunyai nilai SBE berkisar 34.22 hingga
133.26 (Lampiran 4). Lanskap yang mempunyai nilai keindahan tertinggi adalah
lanskap Puncak dan Kawah Gede (Nilai SBE = 133.26), yang artinya lanskap ini
merupakan lanskap yang paling banyak diminati, karena memiliki obyek
pemandangan yang unik berupa kawah. Sedangkan lanskap yang mempunyai nilai
SBE terendah adalah lanskap Resor Cibodas (Nilai SBE = 34.22), dengan
demikian lanskap ini merupakan lanskap yang paling tidak disukai, karena
terdapat bangunan di tapak yang membuat pemandangan menjadi kurang alami
dan unik.

Puncak dan Kawah Gunung Gede (C2) Resor Cibodas (C8)

Gambar 4. Lanskap dengan Nilai Keindahan Tertinggi dan Terendah


35

Ketujuh belas lanskap pada jalur wisata alam TNGP dapat dikelompokkan
ke dalam kelas keindahannya, dengan kategori indah, sedang, atau buruk.
Pengelompokkan kelas keindahan ini dilakukan dengan cara analisis statistik
sederhana (Lampiran 5), yaitu dengan membagi selang nilai SBE tersebut ke
dalam tiga kuartil (Q1, Q2, dan Q3). Lanskap yang mempunyai nilai SBE lebih
besar dari 114.63 termasuk dalam kelompok pertama, yaitu lanskap dengan
kualitas keindahan tinggi. Kelompok kedua adalah lanskap dengan kualitas
keindahan sedang, yaitu lanskap yang mempunyai nilai SBE antara 57.02-114.63.
Dan kelas ketiga adalah lanskap dengan kualitas keindahan rendah, yaitu lanskap
yang mempunyai nilai SBE lebih kecil dari 57.02. Hasil dari pengelompokkan
lanskap ke dalam kelas keindahannya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hubungan Kelompok Keindahan Lanskap dengan Zona Hutan dan Jalur
Kelompok Nama Lanskap Zona Hutan Jalur
Nilai SBE
Tinggi Kandang Badak Montana Cibodas
Puncak Pangrango Sub Alpin Cibodas
Puncak dan Kawah Gede Sub Alpin Cibodas
Alun-Alun Surya Kencana Sub Alpin Cibodas
Sedang Telaga Biru Montana Cibodas
Air Terjun Cibeureum Montana Cibodas
Air Panas Montana Cibodas
Pos III Gunung Putri Montana Gunung Putri
Pos IV Gunung Putri Montana Gunung Putri
Pos II Selabintana Montana Selabintana
Pos III Selabintana Montana Selabintana
Pos IV Selabintana Sub Alpin Selabintana
Pos V Selabintana Sub Alpin Selabintana
Rendah Resor Cibodas Sub Montana Cibodas
Pos I Gunung Putri Montana Gunung Putri
Pos II Gunung Putri Sub Montana Gunung Putri
Pos I Selabintana Sub Montana Selabintana

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai keindahan lanskap


dari ketiga jalur mempunyai penyebaran yang berbeda, dimana rata-rata nilai
keindahan lanskap di Jalur Cibodas lebih tinggi dari dua jalur lainnya. Sedangkan
rata-rata nilai keindahan lanskap di jalur Gunung Putri dan Selabintana tidak
berbeda. Pernyataan ini juga didukung oleh hasil uji statistik beda nilai keindahan
pada tiga jalur (Lampiran 5). Sedangkan, perbandingan relatif perbedaan nilai
keindahan lanskap pada ketiga jalur dapat dilihat pada grafik nilai keindahan pada
tiga jalur (Gambar 5).
36

140

120

N ilai S B E 100

80

60

40

20

0
Lanskap
P

P
C2
C3
C4
C5
C6
C7
C8

S1
S2
S3
S4
S5
1
2
3
4
GP
GP
GP
GP
Jalur Cibodas Jalur Gunung Putri Jalur Selabintana
Lanskap

Pintu Masuk C8
Cibodas
C7
C6
C5

Pintu Masuk
C4 Gn. Putri
C3 GP4
GP3
GP2
C2
GP1
Ket:
P Zona Sub Montana
Pintu Masuk S1
Selabintana Zona Montana
S2 Zona Sub Alpin
S4 S3
S5

Ket: 1) Jalur Cibodas: P (Alun-Alun Surya Kencana), C2 (Puncak dan Kawah Gede), C3
(Puncak Pangrango), C4( Kandang Badak), C5 (Air Panas), C6 (Air Terjun Cibeureum), C7
(Telaga Biru), dan C8 (Resor Cibodas); 2) Jalur Gunung Putri: P (Alun-Alun Surya
Kencana), GP1 (Pos 4 Gunung Putri), GP2 (Pos 3 Gunung Putri), GP3 (Pos 2 Gunung
Putri), dan GP4 (Pos 1 Gunung Putri); 3) Jalur Selabintana: P (Alun-Alun Surya
Kencana), S1 (Pos 5 Selabintana), S2 (Pos 4 Selabintana), S3 (Pos 3 Selabintana), S4 (Pos
2 Selabintana), S5 (Pos 1 Selabintana).

Gambar 5. Nilai SBE pada Tiga Jalur Wisata Alam


37

Jalur Cibodas mempunyai kualitas estetik yang tinggi karena pada jalur ini
terdapat banyak obyek pemandangan menarik, contoh Puncak Pangrango dan
Alun-Alun Surya Kencana. Secara umum, obyek-obyek tersebut merupakan
lanskap yang terlihat dominan dan unik. Hal ini juga didukung oleh kondisi di
lapangan, di mana pengunjung yang masuk dari jalur Cibodas jumlahnya paling
banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunn (1997) bahwa lanskap yang unik
dan indah dapat menjadi daya tarik pada suatu tempat wisata. Karena pengunjung
yang datang pada umumnya ingin memperoleh pengalaman yang berbeda dan dan
dapat menikmati keindahan pemandangan yang alami di tapak.
Hasil pada tabel di atas menunjukkan di atas dapat diketahui bahwa
lanskap yang terletak di zona hutan Sub Alpin mempunyai kualitas keindahan
yang tinggi. Sedangkan, lanskap yang terletak di zona hutan Montana pada
umumnya termasuk lanskap dengan kualitas keindahan sedang, dan lanskap yang
terletak di zona hutan Sub Montana pada umumnya mempunyai kualitas
keindahan yang rendah. Jika ketiga zona hutan tersebut diurutkan sesuai letak
ketinggiannya, maka diperoleh kesimpulan bahwa kualitas keindahan lanskap
semakin bertambah dengan bertambahnya ketinggian tempat. Hal ini juga
didukung oleh hasil analisis pengeplotan nilai SBE pada tiga jalur wisata alam
(Gambar 6).

Kecenderungan Nilai Estetik pada Tiga Alternatif Jalur


Kawasan TNGP memiliki tiga pintu masuk, yaitu pintu masuk Cibodas,
Gunung Putri dan Selabintana. Pada umumnya pengunjung masuk ke dalam
kawasan melalui salah satu pintu dan keluar dari pintu yang lain. Dengan
demikian terdapat tiga alternatif jalur wisata alam di TNGP, yaitu: 1) Jalur
Cibodas-Gn. Putri 2) Jalur Cibodas-Selabintana 3) Jalur Selabintana-Gn. Putri.
Hasil analisis pada ketiga alternatif jalur menggambarkan bentuk pola
yang cenderung sama. Dimana kualitas keindahan lanskap pada pos bertambah
tinggi dengan semakin bertambahnya ketinggian pos, dan keindahannya kembali
turun dengan berkurangnya ketinggian pos. Bentuk pola dan perbandingan relatif
dari ketiga jalur dapat dilihat pada Gambar 6.
38

140
120
100

Nilai SBE
80
60
40
20
0
C8 C7 C6 C5 C4 C3 C2 P GP1 GP2 GP3 GP4
Lanskap

Jalur Cibodas-Gunung Putri

140
120
100
Nilai SBE

80
60
40
20
0
C8 C7 C6 C5 C4 C3 C2 P S1 S2 S3 S4 S5
Lanskap

Jalur Cibodas-Selabintana

140
120
100
Nilai SBE

80
60
40
20
0
S1 S2 S3 S4 S5 P GP1 GP2 GP3 GP4
Lanskap

Jalur Selabintana-Gunung Putri

Gambar 6. Kecenderungan Nilai Keindahan pada Tiga Alternatif Jalur


39

Pola distribusi nilai estetik antara gambar satu dan gambar dua hampir
sama. Adanya perubahan nilai estetik dari kedua jalur pada setiap levelnya terlihat
lebih jelas dan tegas. Bila dibandingkan dengan perubahan nilai estetik pada jalur
Gunung Putri-Selabintana, maka pada jalur ini adanya perbedaan nilai estetik
antar levelnya terlihat kurang jelas. Jika pola distribusi nilai estetik dari ketiga
grafik di atas dikelompokkan berdasar pintu masuk ke TNGP (Cibodas, Gunung
Putri, Selabintana), maka didapatkan dua pola baru. Pola pertama adalah distribusi
nilai estetik pada setiap level dari pintu masuk Cibodas terlihat bertambah dengan
jelas. Ini berarti nilai estetik antar levelnya cukup berbeda. Hal yang berbeda
terjadi pada kondisi di kedua pintu masuk lainnya, yaitu Gunung Putri dan
Selabintana. faktor lingkungan yang lain. Hal ini didukung oleh kondisi
lingkungan dari ketiganya tidaklah sama. Dan pemandangan obyek lanskap di
sepanjang jalur Cibodas lebih menarik dan bervariasi. Sedang di kedua jalur yang
lain tidaklah demikian. Pemandangan lanskap di sepanjang jalurnya hampir
serupa, sehingga penilaian estetiknya tidak jauh beda. Jika ditinjau dari variabel
ekologi, ketiga jalur mempunyai bobot yang sama, dimana masing-masing terbagi
dalam tiga zona hutan. Dan karakteristik ekologi untuk setiap zona adalah sama
meski letak lanskapnya berbeda.

Karakteristik Kualitas Estetik


Lanskap yang sudah dikelompokkan dalam kelas keindahan tinggi,
sedang, dan rendah mempunyai karakteristik yang berbeda yang dapat dijelaskaan
secara umum. Hasil pengamatan karakteristik kualitas estetik antara lain berupa
deskripsi tentang elemen fisik dan elemen visual dari setiap lanskap.
Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Tinggi.
Masing-masing lanskap pada kelompok ini terlihat unik dan memiliki daya
tarik tersendiri, karena memiliki karakteristik yang berbeda. Pertama, pada
lanskap Kandang Badak mempunyai karakteristik elemen visual berupa dominasi
bentuk pohon yang ramping, tinggi, dan seragam. Pohon tersebut tumbuh dengan
jarak yang teratur dan tidak terlalu rapat, sehingga memberikan kesan ruang yang
lega dan terbuka. Selain itu, variasi pemandangan berupa tumbuhan paku-pakuan
dan beberapa jenis semak dengan bentuk, warna, serta tekstur yang berbeda
40

semakin menambah nilai keindahan tapak. Kedua, pada lanskap Puncak


Pangrango dengan karakteristik berupa pohon-pohon yang terlihat teratur,
kompak, dan tidak terlalu rapat. Selain itu, terlihat kesan kontras tetapi serasi dari
warna merah pada pucuk daun Cantigi Gunung (Vaccinium varingiaefolium) di
antara dominasi warna daun yang hijau. Sedangkan dari puncak dapat dilihat
pemandangan berupa lanskap pegunungan, dimana terlihat gradasi warna hijau
daun pepohonan yang serasi. Ketiga, lanskap Puncak dan Kawah Gede memiliki
karakterisik berupa pemandangan dari puncak berupa kawah, pegunungan dan
dataran luas yang disebut Alun-Alun Surya Kencana. Pemandangan ke arah
kawah berupa dinding jurang yang terjal dengan warna batuan putih kecoklatan
dan warna merah kecoklatan pada bibir kawah. Sedangkan ke arah Alun-Alun
Surya Kencana terlihat dataran luas dengan warna putih kecoklatan dan terang,
dan di sekitarnya terdapat hamparan pemandangan tumbuhan Cantigi Gunung
(Vaccinium varingiaefolium), Edelweis Jawa (Anaphalis javanica), dan jenis
rumput pegunungan. Hamparan tumbuhan Edelweis Jawa (Anaphalis javanica)
itu berubah warnanya dari hijau ke putih pada bulan Agustus-September, dimana
perubahan warna ini disebabkan oleh warna bunga putih yang muncul pada bulan-
bulan tersebut. Keempat, Lanskap Alun-Alun Surya Kencana ini berupa dataran
yang luas dan hamparan pemandangan tumbuhan Cantigi Gunung (Vaccinium
varingiaefolium) yang diselingi tumbuhan Edelweis Jawa (Anaphalis javanica)
dan jenis rumput pegunungan. Tumbuhan tersebut terlihat tumbuh seragam,
teratur, dan kompak. Warna merah pucuk daun Cantigi Gunung dan warna putih
bunga Edelweis Jawa memberi kesan warna yang bervariasi. Tapak ini sering
menjadi tempat berkemah, karena lahan mempunyai kondisi yang relatif datar dan
luas, selain itu juga keberadaan pepohonan di tapak dapat memberikan
perlindungan dari bahaya badai dan angin.
Secara umum lanskap yang mempunyai kualitas keindahan tinggi
memiliki karakteristik berupa mosaik vegetasi yang teratur dan tidak terlalu rapat.
Karakteristik yang lain berupa variasi warna, bentuk, dan tekstur pada bunga dan
tajuk tumbuhan. Kedua karakteristik ini memberikan kesan pemandangan yang
kontras dan menarik. Lanskap-lanskap ini juga terlihat menarik karena
mempunyai pemandangan yang terlihat dominan, seperti pemandangan kawah di
41

Puncak dan Kawah Gede, dan hamparan pohon Cantigi Gunung (Vaccinium
varingiaefolium) dan Edelweis Jawa (Anaphalis javanica) pada Alun-Alun Surya
Kencana (Gambar 6). Hal ini membuat lanskap tersebut terlihat harmonis dan
menyatu. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Foster (1982) yang menyatakan
bahwa kualitas keindahan lanskap yang tinggi berasal dari variasi elemen-elemen
di tapak dan kesatuan antar elemen tersebut.

Kandang Badak (C4) Puncak Gunung Pangrango (C3)

Puncak dan Kawah Gunung Gede (C2) Alun- Alun Surya Kencana (P)

Gambar 7. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Tinggi

Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Sedang


Beberapa lanskap pada kelompok ini memiliki karakteristik yang hampir
sama. Pertama, tiga lanskap di jalur Cibodas memiliki karakteristik kualitas
estetik utama yang serupa yaitu elemen fisik air, dan memiliki keserupaan
pemandangan utama berupa lanskap hutan Montana. Kedua, lanskap pos 2 dan 3
di jalur Selabintana juga yang memiliki pemandangan berupa lanskap hutan
Montana. Ketiga, lanskap pos 3 dan 4 di jalur Gunung Putri serta lanskap pos 4
dan 5 di jalur Selabintana memiliki pemandangan berupa hutan Sub Alpin.
42

Telaga Biru (C7) Air Terjun Cibeureum (C6)

Air Panas (C5) Pos III Gunung Putri (GP2)

Pos IV Gunung Putri (GP1) Pos II Selabintana (S3)

Pos IV Selabintana (S4) Pos III Selabintana (S2)

Pos V Selabintana (S1)

Gambar 8. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Sedang


43

Tiga lanskap di jalur Cibodas adalah Lanskap Telaga Biru, Curug


Cibeureum, dan Air Panas . Lanskap-lanskap ini memiliki karakteristik elemen
fisik utama berupa elemen air. Kehadiran elemen air memberi kesan segar dan
dinamis pada tapak. Elemen fisik lainnya berupa vegetasi yang beranekaragam,
dan bentuk lahan yang menarik. Keanekaragaman vegetasi membentuk
pemandangan dengan variasi warna, bentuk, dan tekstur yang kaya, tetapi tetap
tampak indah karena mempunyai komposisi yang tepat dan terlihat kompak.
Kekompakan tersebut disebabkan oleh kerapatan tumbuh vegetasi yang tinggi.
Selain itu, vegetasi tersusun dalam pola yang khas, yaitu mengikuti bentuk lahan
di tapak. Hal ini sesuai dengan pendapat Foster (1982) yang menyatakan bahwa
kehadiran elemen air dapat menjadi daya tarik lebih pada tapak.
Lanskap pos 2 dan 3 di jalur Selabintana yang berupa hutan Montana
memiliki lahan yang relatif datar dan penutupan vegetasi yang jarang. Vegetasi
yang ada berupa pohon dengan kerapatan tumbuh yang rendah dan semak-semak
pendek yang tingginya tidak lebih dari tinggi mata manusia, sehingga memberikan
kesan ruang yang terbuka. Vegetasi pada lanskap pos 2 Selabintana mempunyai
kanopi tumbuh cukup lebat dan terlihat bersambungan, sehingga memberi kesan
ruang yang agak tertutup di bagian atas. Selain itu tapak terlihat kurang terang,
karena cahaya matahari terhalang oleh kanopi pohon. Sedangkan vegetasi pada
lanskap pos 3 Selabintana mempunyai kanopi yang agak renggang, sehingga
cahaya matahari dapat masuk ke dalam tapak. Kedua kondisi tersebut memberi
kesan ruang yang lebih lega dan terang pada tapak pos 2 Selabintana. Jenis-jenis
vegetasi pada masing-masing lanskap tersebut juga memiliki tekstur yang
berbeda, sehingga memberi kesan pemandangan yang bervariasi dan menarik.
Lanskap pos 3 , pos 4 di jalur Gunung Putri dan Lanskap pos 4, serta pos 5
di jalur Selabintana yang berupa hutan Sub Alpin mempunyai bentuk lahan yang
relatif landai. Vegetasi yang tumbuh cukup beranekaragam. Pada bagian bawah
terdapat semak yang mempunyai variasi bentuk, tekstur dan warna daun, sehingga
memberikan kesan pemandangan yang menarik. Tetapi kualitas estetik dari
pemandangan tersebut berkurang, karena semak-semak tersebut tumbuh kurang
teratur. Selain itu, semak tumbuh cukup rapat dan tersebar di tapak, sehingga
memberi kesan ruang yang kurang leluasa untuk bergerak. Vegetasi lainnya yang
44

terlihat di tapak adalah pohon-pohon tinggi dengan diameter batang yang kecil.
Pertumbuhan pohon-pohon tersebut terlihat lebih jarang dan lebih teratur dari
pada pertumbuhan semak, sehingga memberikan kesan ruang yang tertata dan
lega. Kesan ruang yang berasal dari keha
diran pohon tersebut dapat mengimbangi kesan negatif pada ruang yang
berasal dari semak.
Secara umum, kelompok lanskap ini memiliki mosaik vegetasi yang
kurang teratur dan agak rapat di bagian lapisan tajuk bawah. Meskipun terdapat
elemen air pada beberapa lanskap, tetapi tidak ada pemandangan yang dominan di
tapak. Kedua kondisi ini membuat nilai keindahan tapak menjadi berkurang.

Resor Cibodas (C8) Pos 2 Gunung Putri (GP3)

Pos1 Gunung Putri (GP4) Pos 4 Selabintana (S4)

Gambar 9. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Rendah

Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Rendah


Kelompok lanskap dengan kualitas keindahan memiliki karakteristik
umum berupa hutan Sub Montana. Pada lanskap Resor Cibodas terlihat kurang
menarik, karena terdapat beberapa bangunan yang kurang tertata dan
45

kehadirannya mengurangi nilai alami tapak. Kesan yang tidak alami juga terdapat
pada pemandangan pada pos 1 Gunung Putri yang berupa lahan pertanian.
Sedangkan pemandangan di pos 2 Gunung Putri dan pos 1 Selabintana berupa
pemandangan hutan yang alami, tetapi terlihat kurang teratur dan terlalu rapat.
Selain itu, kedua lanskap ini tidak memiliki batas mosaik vegetasi yang jelas,
sehingga terlihat tidak menyatu dan harmonis. Dominan sehingga memberikan
kesan lingkungan yang kurang alami.
Kualitas keindahan yang rendah pada kelompok lanskap ini secara umum
disebabkan oleh nilai kealamiahan pemandangan di tapak berkurang, baik oleh
bangunan atau penggunaan lahan yang tidak alami. Selain itu, pemandangan di
tapak kurang menyatu dan harmonis.

Evaluasi Karakteristik Kualitas Ekologi


pada Jalur Wisata Alam TNGP
Pengamatan karakteristik kualitas ekologi dilakukan dengan dua cara,
yaitu analisis dengan metode Semantic Differential (SD) dan pengamatan
langsung di lapangan. Hasil pengamatan dengan analisis SD merupakan hasil
analisis terhadap data kuesienor SD. Untuk melihat hubungan karakteristik
kualitas ekologi dengan kualitas estetik, maka pengamatan karakteristik kualitas
ekologi dikelompokkan ke dalam tiga kelas kualitas estetik lanskap. Langkah
pertama dalam analisis karakteristik kualitas ekologi adalah pengeplotan nilai
rata-rata variabel ekologi ke dalam grafik SD (Gambar 10-11). Langkah
selanjutnya adalah tabulasi tingkat kualitas masing-masing variabel sesuai dengan
kelompok keindahan lanskap (Tabel 3), sehingga diperoleh karakteristik kualitas
ekologi masing-masing kelompok keindahan lanskap.
Hasil evaluasi karakteristik ekologi di atas menunjukkan bahwa kualitas
ekologi yang relatif bagus pada kelompok lanskap keindahan tinggi (kecuali
lanskap Puncak dan Kawah Gede), karena memiliki tingkat kesuburan tinggi,
tingkat erosi rendah, kelembaban tinggi, dan intensitas penyinaran rendah.
Kondisi ekologi yang demikian sangat mendukung tumbuhnya berbagai vegetasi
dengan biodiversitas, dan kerapatan yang tinggi.
46

Tabel 3. Karakteristik Kualitas Ekologi pada Tiga Kelompok Keindahan Lanskap


Kelompok Nama Lanskap Variabel Ekologi
Nilai SBE VAR1 VAR2 VAR3 VAR4 VAR5 VAR6 VAR7
Tinggi Kandang Badak T T S T S T S
Puncak T T S T R R T
Pangrango
Puncak dan R R R R T R T
Kawah Gede
Alun-Alun Surya T T R T R T T
Kencana
Sedang Telaga Biru T T S T R T S
Air Terjun T S R T S T T
Cibeureum
Air Panas T T S T R T S
Pos III Gunung T T T T R T R
Putri
Pos IV Gunung T T T T R T R
Putri
Pos II Selabintana T S R T R S T
Pos III T T T T R T R
Selabintana
Pos IV T T S T R T T
Selabintana
Pos V Selabintana T T T T R T R
Rendah Resor Cibodas S S R T R S S
Pos I Gunung T T S T R S S
Putri
Pos II Gunung T T T T R S R
Putri
Pos I Selabintana T T T T R S R
Ket: VAR 1: Biodiversitas Vegetasi, VAR 2: Densitas Vegetasi, VAR 3: Penutupan Vegetasi,
VAR 4:Kesuburan, VAR 5: Kepekaan Erosi, VAR 6: Kelembaban, VAR 7: Intensitas Cahaya
Kualitas Ekologi: T= Tinggi, S= Sedang, R= Rendah

Biodiversitas vegetasi yang tinggi memungkinkan adanya variasi bentuk,


tekstur, dan warna bunga maupun tajuk yang tinggi. Kondisi tersebut mendukung
terbentuknya lanskap dengan pemandangan yang menarik, karena variasi yang
ada dapat mengurangi kemonotonan pemandangan. Selain itu, dengan tingkat
kerapatan vegetasi dan penutupan lahan tinggi semakin membuat pemandangan
terlihat kompak dan menyatu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Foster (1982)
bahwa salah satu yang meningkatkan kualitas estetik tapak adalah variasi bentuk,
tekstur, dan warna elemennya. Selain itu juga dinyatakan bahwa kualitas estetik
tapak ditentukan oleh kesatuan dan keharmonisan elemen-elemennya.
47

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Biodiversitas
Biodiversitas Biodiversitas
Rendah
Rendah Tinggi

Densitas Densitas
Vegetasi DensitasVegetasi
Vegetasi
Rendah Tinggi
Rendah

Terbuka Tertutup

Gersang Subur

Mudah Erosi Tahan Erosi

Kering Basah

Gelap Terang

Lanskap Kandang Badak


Lanskap Puncak Pangrango
Lanskap Puncak dan Kawah Gede
Lanskap Alun-Alun Surya Kencana

Gambar 10. Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk Kelompok Lanskap
dengan Kualitas Keindahan Tinggi
48

1 2 3 4 5 6 7 8 9

B i o dBiodiversitas
i v e rs i t a s Biodiversitas
R e n dRendah
ah Tinggi

D e Vegetasi
Densitas n sita s DensitasVegetasi
V e gRendah
e ta si Tinggi
R endah

T e Terbuka
rb u k a Tertutup

Subur
G eGersang
rs a n g

M u dMudah
a h EErosi
ro s i Tahan Erosi

Basah
K Kering
e ri n g

GGelap
e la p Terang

Lanskap Telaga Biru Lanskap Pos II Selabintana


Lanskap Air Terjun Cibeureum Lanskap Pos III Selabintana
Lanskap Air Panas Lanskap Pos IV Selabintana
Lanskap Pos III Gunung Putri Lanskap Pos V Selabintana
Lanskap Pos IV Gunung Putri

Gambar 11. Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk Kelompok Lanskap
dengan Kualitas Keindahan Sedang
49

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Biodiversitas
Biodiversitas Biodiversitas
Rendah
Rendah Tinggi

Densitas
Densitas Vegetasi DensitasVegetasi
Vegetasi
Rendah
Rendah Tinggi

Terbuka Tertutup

Gersang Subur

M udah Erosi Tahan Erosi

Kering Basah

Gelap Terang

Lanskap Resor Cibodas


Lanskap Pos I Gunung Putri
Lanskap Pos II Gunung Putri
Lanskap Pos I Selabintana

Gambar 12. Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk Kelompok Lanskap
dengan Kualitas Keindahan Rendah
50

Kondisi ekologi yang berbeda terdapat pada lanskap Puncak dan Kawah
Gede. Meskipun demikian, kualitas estetik lanskap ini tinggi, karena lanskap ini
memiliki pemandangan yang unik berupa kawah. Keunikan pemandangan tersebut
disebabkan oleh dominasi dan kesatuan tapak dibandingkan dengan pemandangan
lanskap sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Foster (1982) bahwa
dominasi tipe lanskap dapat menjadikan lanskap tersebut lebih menarik, karena
terlihat berbeda dengan lanskap sekitarnya.
Kualitas ekologi yang masih bagus juga terdapat pada kelompok lanskap
keindahan sedang dan rendah, karena memiliki biodiversitas vegetasi, kerapatan
vegetasi, kelembaban dan tingkat kesuburan yang tinggi, serta tahan terhadap
erosi. Kondisi ini mendukung pemandangan dengan variasi bentuk, tekstur, dan
warna. Tetapi karena kurang teratur, maka kualitas keindahan tapak tersebut
berkurang. Selain itu penutupan lahan di tapak rendah, sehingga membuat
pemandangan terlihat kurang kompak dan menyatu.
Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa kualitas ekologi pada tiga
kelompok keindahan lanskap relatif sama. Kondisi tersebut berupa biodiversitas,
kerapatan vegetasi, tingkat penutupan lahan, tingkat kesuburan, tingkat erosi, dan
kelembaban pada ketiganya tidak mempunyai perbedaan dan pola yang khusus.
Dengan demikian pada ketiga kelompok lanskap tidak memiliki karakteristik yang
berbeda jelas. Hubungan antara kualitas ekologi dan estetik pada kelompok
lanskap tersebut lebih jauh dilihat dengan analisis korelasi Pearson.

Korelasi Kualitas Ekologi dan Estetik


Analisis hubungan antara variabel-variabel ekologi dengan nilai estetik
lanskap pada jalur wisata alam TNGP dilakukan dengan analisis korelasi Pearson.
Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan cukup kuat antara
nilai keindahan suatu lanskap dengan variabel ekologi yang berupa tingkat
penutupan lahan, toleransi terhadap erosi, dan intensitas penyinaran, dimana nilai
signifikannya kurang dari 0.05. Variable lainnya yang berupa biodiversitas
vegetasi, kerapatan, kesuburan, dan kelembaban mempunyai hubungan yang
lemah dengan nilai keindahan lanskap, dimana nilai signifikannya lebih dari 0.05
(Lampiran 7).
51

Tingkat penutupan lahan dan intensitas penyinaran pada tapak


mempengaruhi kesan tingkat keterbukaan ruang dan kecerahan pemandangan.
Sedangkan yang toleransi terhadap erosi tidak berhubungan langsung dengan
kualitas estetik tapak, tetapi kondisi ini akan mempengaruhi biodiversitas,
kerapatan, dan tingkat penutupan lahan. Sesuai dengan pernyataan Gold (1980)
dan Foster (1982) bahwa elemen tapak yang tertata dengan skala yang tepat dapat
memberikan kesan ruang yang dapat diterima oleh pengamat. Kesan ruang yang
menarik adalah yang tidak terlalu terbuka atau tertutup, sehingga dapat memberi
rasa aman dan nyaman bagi pengguna.
Kondisi biodiversitas vegetasi, kerapatan, kesuburan, dan kelembaban
berhubungan dengan variasi bentuk, warna dan tekstur mosaik vegetasi di tapak.
Pada umumnya variasi yang tinggi bila diikuti keteraturan pola akan memberikan
pemandangan dengan kualits estetik yang tinggi.

Potensi Rekreasi
Menurut Gunn (1997) komponen yang harus diperhatikan dalam
pengembangan wisata adalah transportasi, fasilitas, informasi, promosi, dan
atraksi. Berdasarkan kondisi yang ada di tapak, maka potensi penyediaan rekreasi
pada TNGP mempunyai peluang yang besar, karena didukung oleh faktor
aksesibilitas, fasilitas di tapak, informasi dan promosi yang bagus.
Pilihan pengembangan bentuk wisata yang berupa wisata alam di kawasan
ini sudah tepat, karena didukung oleh kondisi kualitas ekologi dan estetik tapak.
Selain itu, bentuk wisata alam sesuai dengan fungsi kawasan untuk konservasi dan
rekreasi. Bentuk wisata tersebut sesuai dengan konsep sadar dan ramah
lingkungan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Lindberg (1993) dan Gunn (1997)
bahwa bentuk pariwisata ini mampu menanggapi respon adanya dampak negatif
dari kegiatan pariwisata komersial dan massal selama ini.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pengamatan kondisi kualitas ekologi dan estetik pada 17 pos peristirahatan
di jalur wisata alam TNGP menunjukkan bahwa kondisi keduanya relatif bagus.
Hasil pengamatan kualitas estetik menunjukkan bahwa terdapat tiga kelompok
keindahan lanskap, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Kelompok lanskap dengan
keindahan tinggi pada umumnya berada di zona hutan Sub Alpin. Kelompok
lanskap dengan nilai keindahan sedang sebagian besar berupa lanskap pada zona
hutan Montana. Kelompok lanskap dengan nilai keindahan rendah merupakan
lanskap yang berada pada zona hutan Sub Montana.
Berdasarkan hasil analisis pada ketiga jalur dapat diketahui bahwa rata-
rata nilai keindahan lanskap di jalur Cibodas lebih tinggi dari kedua jalur lainnya,
sedangkan rata-rata nilai keindahan pada jalur Gunung Putri dan jalur Selabintana
hampir sama. Nilai keindahan pada seluruh lanskap mempunyai pola penyebaran
tertentu, dimana nilai keindahan lanskap mengikuti pola ketinggian tempat. Nilai
keindahan akan meningkat dengan bertambahnya ketinggian tempat.
Pengamatan terhadap karakteristik kualitas estetik pada kelompok
keindahan lanskap tinggi, sedang, dan rendah menunjukkan bahwa karakteristik
yang meningkatkan nilai keindahan lanskap adalah dominasi tipe lanskap,
keteraturan vegetasi yang tumbuh, dan variasi bentuk, tekstur, dan warna yang
tinggi. Karakteristik yang dapat mengurangi nilai keindahan adalah bentuk
penggunaan lahan yang tidak alami, serta vegetasi yang terlalu rapat dan kurang
teratur.
Hasil analisis terhadap kualitas ekologi menunjukkan bahwa kondisi
ekologi pada jalur wisata alam TNGP relatif masih bagus, yang dicirikan oleh
biodiversitas, kerapatan, penutupan lahan, dan kesuburan yang tinggi.
Berdasarkan analisis Semantic Differential menunjukkan bahwa karakteristik
kualitas ekologi dari ketiga kelompok keindahan lanskap cenderung sama. Hasil
analisis korelasi antara karakteristik estetik dan ekologi menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan langsung antara keduanya, dengan demikian hasil ini mendukung
53

pernyataan bahwa karakteristik kualitas ekologi dari ketiga kelompok keindahan


lanskap hampir sama.
Berdasarkan kedua hasil pengamatan di atas, yaitu pengamatan kondisi
kualitas ekologi dan estetik pada kawasan TNGP, dapat diketahui bahwa kualitas
keduanya masih bagus. Dengan demikian, potensi penyediaan wisata alam pada
kawasan tersebut sangat tinggi. Hal ini didukung oleh keberadaan obyek-obyek
pemandangan yang menarik dan masih alami di tapak. Selain itu upaya
pengembangan kegiatan wisata alam juga didukung oleh aksesibilitas yang
mudah, serta informasi tentang kawasan yang cukup memadai.

Saran
Kondisi kualitas ekologi dan estetik pada taman nasional TNGP masih
bagus, sehingga perlu dipelihara untuk mempertahankan manfaat jangka
panjangnya. Salah bentuk upaya menjaga kawasan ini adalah dengan
pengembangan bentuk wisata alam yang ramah lingkungan. Bentuk wisata alam
yang sesuai adalah wisata alam atau ekoturisme. Untuk mewujudkan hal ini perlu
tidakan lebih lanjut dari berbagai pihak yang terkait dalam pengembangan tapak
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Brockman CF. 1979. Recreational Use of Wild Land. McGraw-Hill. New


York. hlm. 121-129.
Daniel TC, RS Booster. 1976. Measuring Landscape Aesthetics: The Scenic
Beauty Estimation Methode. USDA Forest Service Research Paper
Rm-167: 66 hlm.
Eckbo G. 1964. Urban Landscape Design. McGraw-Hill. New York.
Foster HD. 1982. Environmental Aesthetics. Victoria Univ Pr. Canada. 169
hlm.
Gunn CA. 1997. Vacationscape : Developing Tourist Areas. Ed ke-3. Taylor
& Francis Pr. Washington DC. hlm. 1-47.
Gold SM. 1980. Recreation Planning and Design. McGraw-hill. New- York.
hlm. 134-144.
Heath TF. 1988. Behavioral and Perceptual Aspects of The Aesthetics of
Urban Environments. Cambridge Univ Pr, New York. hlm. 6-10.
Haris K. 2001. Mengenal TNGP Volume 2. Cianjur : Balai Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango.
Lindberg, 1993. Tourism and Ecotourism. McGraw-Hill. New York. hlm. 1-
45
Merriam G. 1994. Landscape Ecology: Principles for Our Future.
Technolith Pr. Ottawa. hlm. 16-18.
Mercer D. 1981. Outdoor Recreation. Sorret Pr. Melbourne. hlm. 21-
29.
MacKinnon, John, K MacKinnon. 1993. Pengelolaan Kawasan yang
Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada Univ Pr. Yogyakarta.
hlm. 45-67.
Miller KR. 1978. Planning National Park for Ecodevelopment. Caza Grafics
Pr. Madrid. hlm. 27-39.
Nasar JL. 1988. Environmental Aesthetics: Theory, Research and
Aplications. Cambridge Univ Pr. NewYork.
55

Pemerintah RI. 1990. Himpunan Peraturan Perundangan di Bidang


Kehutanan Indonesia. Yayasan Bina Rahardja Departemen
Kehutanan. Jakarta.
Sekuler R., R Blake. 1994. Perception. McGraw-Hill. New York. 566
hlm.
Porteous JD. 1977. Environtment and Behaviour: Planning and Everyday
Urban Life. Addison Wesley. UK. 446 hlm.
Simonds JO. 1983. Landscape Architecture. McGraw-Hill. New York. 330
hlm.
Soekotjo WS. 1980. Hubungan Wanawisata dengan Pariwisata dan Rekreasi.
Duta Rimba. Majalah Bulanan Perhutani. Jakarta. 12 : 10-25.
Soemarwoto O. 1991. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Djembatan. Jakarta. hlm. 11-33.
Thompson GF, FR Stainer. 1997. Ecological Design and Planning. J Wiley.
New York. hlm 1-21.
Thorne, JF and CS Huang. 1990. Toward A Landscape Ecological Aesthetic:
methodologies for designesr and planners. Jur. Landscape and Urban
Planning. 21 :61-79.
Turner MG, RH Gardner, RV Oneil. 2001. Landscape Ecology in Theory
and Practice. Springer-Verlag. New York. hlm.1-23.
Walpole RE. 1995. Pengantar statistika. Gramedia. Jakarta. 515 hlm.
Wirakusumah. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. UI Pr. Jakarta. hlm. 1-19
Lampiran 1. Format Kuesioner SBE

Data Responden
1. Jenis kelamin : ..
2. Usia : ..
3. PS / Departemen : ..

Kuesioner SBE

Tidak Suka Suka

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
57

Lampiran 2. Format Kuesioner Semantic Differential

Data Responden
1. Jenis kelamin : ..
2. Usia : ..
3. PS / Departemen : ..

Kuesioner Semantic Differential

Sangat tinggi Netral Sangat tinggi


4 3 2 1 0 1 2 3 4

Kriteria 4 3 2 1 0 1 2 3 4 Kriteria

Biodiversitas Biodiversitas
tumbuhan tinggi tumbuhan rendah
Kerapatan Kerapatan
tumbuhan tinggi tumbuhan rendah
Kesan ruang Kesan ruang
terbuka tertutup
Kesan gersang Kesan subur
Mudah erosi Tidak mudah erosi
Kesan basah Kesan kering
Indah Tidak Indah
Gelap Terang
58

Lampiran 3. Foto-Foto Lanskap

Resor Cibodas (C8) Telaga Biru (C7)

Air Terjun Cibeureum (C6) Air Panas (C5)

Kandang Badak (C4) Puncak Gunung Pangrango (C3)

Alun- Alun Surya Kencana (L8)

Puncak dan Kawah Gunung Gede (C2)


Alun-Alun Surya Kencana (P)
59

Lampiran 3. Lanjutan

Pos I Gunung Putri (GP4)


Pos II Gunung Putri (GP3)

Pos III Gunung Putri (GP2)


Pos IV Gunung Putri (GP1)

Pos I Selabintana (S5)


Pos III Selabintana (S4)

Pos II Selabintana (S3)


Pos IV Selabintana (S2)

Pos V Selabintana (S1)


Lampiran 4. Hasil Perhitungan SBE

Lanskap 1. Resor Cibodas Lanskap 2. Telaga Biru


Rating f cf cp z Rating f cf cp z
1 0 47 1 - 1 0 47 1 -
2 0 47 0.989362 2.30304 2 0 47 0.989362 2.30304
3 2 47 0.989362 2.30304 3 1 47 0.989362 2.30304
4 2 45 0.957447 1.721797 4 0 46 0.978723 2.028069
5 7 43 0.914894 1.37152 5 1 46 0.978723 2.028069
6 10 36 0.765957 0.725598 6 6 45 0.957447 1.721797
7 17 26 0.553191 0.133729 7 7 39 0.829787 0.953325
8 9 9 0.191489 -0.87242 8 24 32 0.680851 0.47008
9 0 0 0.010638 -2.30304 9 7 8 0.170213 -0.95332
10 0 0 0.010638 -2.30304 10 1 1 0.021277 -2.02807
Jumlah z 3.080223 Jumlah z 8.826026
Z rata-rata 0.342247 Z rata-rata 0.98067
Nilai SBE 34.22 Nilai SBE 98.06

Lanskap 3. Air Terjun Cibeureum Lanskap 4. Air Panas


Rating f cf cp z Rating f cf cp z
1 0 47 1 - 1 0 47 1 -
2 0 47 0.989362 2.30304 2 0 47 0.989362 2.30304
3 0 47 0.989362 2.30304 3 0 47 0.989362 2.30304
4 1 47 0.989362 2.30304 4 1 47 0.989362 2.30304
5 2 46 0.978723 2.028069 5 0 46 0.978723 2.028069
6 7 44 0.93617 1.523396 6 6 46 0.978723 2.028069
7 16 37 0.787234 0.796861 7 11 40 0.851064 1.041007
8 16 21 0.446809 -0.13373 8 15 29 0.617021 0.297667
9 5 5 0.106383 -1.246 9 11 14 0.297872 -0.53053
10 0 0 0.010638 -2.30304 10 3 3 0.06383 -1.5234
Jumlah z 7.574682 Jumlah z 10.25001
Z rata-rata 0.841631 Z rata-rata 1.13889
Nilai SBE 84.16 Nilai SBE 113.88
Lampiran 4. Lanjutan

Lanskap 5. Kandang Badak Lanskap 6. Puncak Pangrango


Rating f cf cp z Rating f cf cp z
1 0 47 1 - 1 0 47 1 -
2 0 47 0.989362 2.30304 2 0 47 0.989362 2.30304
3 0 47 0.989362 2.30304 3 0 47 0.989362 2.30304
4 0 47 0.989362 2.30304 4 0 47 0.989362 2.30304
5 2 47 0.989362 2.30304 5 2 47 0.989362 2.30304
6 2 45 0.957447 1.721797 6 2 45 0.957447 1.721797
7 8 43 0.914894 1.37152 7 8 43 0.914894 1.37152
8 22 35 0.744681 0.657844 8 17 35 0.744681 0.657844
9 9 13 0.276596 -0.59298 9 11 18 0.382979 -0.29767
10 4 4 0.085106 -1.37152 10 7 7 0.148936 -1.04101
Jumlah z 10.99882 Jumlah z 11.62465
Z rata-rata 1.222091 Z rata-rata 1.291627
Nilai SBE 122.20 Nilai SBE 129.16

Lanskap 7. Puncak dan Kawah Gede Lanskap 8. Alun-Alun Surya Kencana


Rating f cf cp z Rating f cf cp z
1 0 47 1 - 1 0 47 1 -
2 0 47 0.989362 2.30304 2 0 47 0.989362 2.30304
3 0 47 0.989362 2.30304 3 0 47 0.989362 2.30304
4 0 47 0.989362 2.30304 4 0 47 0.989362 2.30304
5 0 47 0.989362 2.30304 5 1 47 0.989362 2.30304
6 4 47 0.989362 2.30304 6 4 46 0.978723 2.028069
7 5 43 0.914894 1.37152 7 10 42 0.893617 1.245996
8 19 38 0.808511 0.872421 8 17 32 0.680851 0.47008
9 16 19 0.404255 -0.24235 9 11 15 0.319149 -0.47008
10 3 3 0.06383 -1.5234 10 4 4 0.085106 -1.37152
Jumlah z 11.9934 Jumlah z 11.1147
Z rata-rata 1.3326 Z rata-rata 1.234967
Nilai SBE 133.26 Nilai SBE 123.49
51

Lampiran 4. Lanjutan

Lanskap 9. Pos I Gunung Putri Lanskap 10. Pos II Gunung Putri


Rating f cf cp z Rating f cf cp z
1 0 47 1 - 1 0 47 1 -
2 0 47 0.989362 2.30304 2 0 47 0.989362 2.30304
3 1 47 0.989362 2.30304 3 1 47 0.989362 2.30304
4 2 46 0.978723 2.028069 4 1 46 0.978723 2.028069
5 6 44 0.93617 1.523396 5 4 45 0.957447 1.721797
6 12 38 0.808511 0.872421 6 11 41 0.87234 1.137524
7 17 26 0.553191 0.133729 7 20 30 0.638298 0.353913
8 9 9 0.191489 -0.87242 8 9 10 0.212766 -0.79686
9 0 0 0.010638 -2.30304 9 1 1 0.021277 -2.02807
10 0 0 0.010638 -2.30304 10 0 0 0.010638 -2.30304
Jumlah z 3.685194 Jumlah z 4.719413
Z rata-rata 0.409466 Z rata-rata 0.524379
Nilai SBE 40.94 Nilai SBE 52.43

Lanskap 11. Pos III Gunung Putri Lanskap 12. Pos IV Gunung Putri
Rating f cf cp z Rating f cf cp z
1 0 47 1 - 1 0 47 1 -
2 0 47 0.989362 2.30304 2 0 47 0.989362 2.30304
3 0 47 0.989362 2.30304 3 1 47 0.989362 2.30304
4 1 47 0.989362 2.30304 4 1 46 0.978723 2.028069
5 7 46 0.978723 2.028069 5 3 45 0.957447 1.721797
6 7 39 0.829787 0.953325 6 6 42 0.893617 1.245996
7 17 32 0.680851 0.47008 7 20 36 0.765957 0.725598
8 12 15 0.319149 -0.47008 8 14 16 0.340426 -0.4113
9 3 3 0.06383 -1.5234 9 1 2 0.042553 -1.7218
10 0 0 0.010638 -2.30304 10 1 1 0.021277 -2.02807
Jumlah z 6.064077 Jumlah z 6.166372
Z rata-rata 0.673786 Z rata-rata 0.685152
Nilai SBE 67.37 Nilai SBE 68.51
52

Lampiran 4. Lanjutan

Lanskap 13. Pos I Selabintana Lanskap 14. Pos II Selabintana


Rating f cf cp z Rating f cf cp z
1 0 47 1 - 1 0 47 1 -
2 0 47 0.989362 2.30304 2 0 47 0.989362 2.30304
3 0 47 0.989362 2.30304 3 1 47 0.989362 2.30304
4 2 47 0.989362 2.30304 4 0 46 0.978723 2.028069
5 5 45 0.957447 1.721797 5 6 46 0.978723 2.028069
6 8 40 0.851064 1.041007 6 11 40 0.851064 1.041007
7 22 32 0.680851 0.47008 7 18 29 0.617021 0.297667
8 10 10 0.212766 -0.79686 8 9 11 0.234043 -0.7256
9 0 0 0.010638 -2.30304 9 1 2 0.042553 -1.7218
10 0 0 0.010638 -2.30304 10 1 1 0.021277 -2.02807
Jumlah z 4.739063 Jumlah z 5.525428
Z rata-rata 0.526563 Z rata-rata 0.613936
Nilai SBE 52.65 Nilai SBE 61.39

Lanskap 15. Pos III Selabintana Lanskap 16. Pos IV Selabintana


Rating f cf cp z Rating f cf cp z
1 0 47 1 - 1 0 47 1 -
2 0 47 0.989362 2.30304 2 0 47 0.989362 2.30304
3 0 47 0.989362 2.30304 3 0 47 0.989362 2.30304
4 2 47 0.989362 2.30304 4 1 47 0.989362 2.30304
5 4 45 0.957447 1.721797 5 5 46 0.978723 2.028069
6 10 41 0.87234 1.137524 6 9 41 0.87234 1.137524
7 18 31 0.659574 0.411302 7 15 32 0.680851 0.47008
8 11 13 0.276596 -0.59298 8 15 17 0.361702 -0.35391
9 2 2 0.042553 -1.7218 9 2 2 0.042553 -1.7218
10 0 0 0.010638 -2.30304 10 0 0 0.010638 -2.30304
Jumlah z 5.561922 Jumlah z 6.166044
Z rata-rata 0.617991 Z rata-rata 0.685116
Nilai SBE 61. 79 Nilai SBE 68.51
51

Lampiran 4. Lanjutan

Lanskap 17. Pos V Selabintana


Rating f cf cp z
1 0 47 1 -
2 0 47 0.989362 2.30304
3 1 47 0.989362 2.30304
4 2 46 0.978723 2.028069
5 2 44 0.93617 1.523396
6 5 42 0.893617 1.245996
7 12 37 0.787234 0.796861
8 18 25 0.531915 0.080084
9 6 7 0.148936 -1.04101
10 1 1 0.021277 -2.02807
jumlah z 7.21141
z rata-rata 0.801268
sbe 80.12
52

Lampiran 5. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Nilai SBE

Hasil Statisik Deskriptif Nilai SBE di Tiga Jalur


N 17
Range 99.04
Minimum 34.22
Maximum 133.26
Sum 1392.25
Mean 81.89
Std. eror Mean 7.80
Std. Deviation 32.19
Varians 1036.67
Skewness 0.34
Std. Error Skewness 0.55
Kurtosis -1.23
Std. Eror Kurtosis 1.06
Kuartil 1(Q1) 57.0250
Kuartil 2(Q2) 68.5200
Kuartil 3(Q3) 118.0500

Grafik Sebaran Normal Nilai SBE

Histogram

4
Frekuensi

0
20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00

Nilai SBE
53

Lampiran 6. Hasil Uji Beda Nilai Keindahan pada Tiga Jalur

Hasil Uji Anova Nilai SBE


Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Antar jalur 8060.04 2 4030.02 6.62 0.009
Dalam Satu Jalur 8526.81 14 609.06
Total 16586.85 16

Hasil Uji Robust untuk Kesamaan Mean Nilai SBE


Uji Statistic df1 df2 Sig.

Welch 5.97 2 8.31 0.025


Brown-Forsythe 10.34 2 11.21 0.003
a Asymptotically F distributed.

Hasil Uji Post Hoc


(I) JALUR (J) JALUR Mean Difference Std. Sig. 95% Confidence
(I-J) Error Interval
Lower Upper
Bound Bound
Cibodas Gunung Putri 47.48 15.11 0.02 7.93 87.04
Selabintana 39.91 14.06 0.03 3.08 76.73
Gunung Putri Cibodas -47.48 15.11 0.02 -87.04 -7.93
Tukey HSD Selabintana -7.57 16.55 0.89 -50.90 35.75
Selabintana Cibodas -39.91 14.06 0.03 -76.73 -3.08
Gunung Putri 7.57 16.55 0.89 -35.75 50.90
Cibodas Gunung Putri 47.48 15.11 0.02 6.41 88.55
Selabintana 39.91 14.06 0.04 1.67 78.14
Gunung Putri Cibodas -47.48 15.11 0.02 -88.55 -6.41
Selabintana -7.57 16.55 1.00 -52.56 37.41
Bonferroni Selabintana Cibodas -39.91 14.06 0.04 -78.14 -1.67
Gunung Putri 7.57 16.55 1.00 -37.41 52.56
Multiple Comparisons
Variabel Bebas: Nilai SBE
*) The mean difference is significant at the .05 level.
54

Lampiran 6. Lanjutan

Hasil Uji Homogeneous Subsets Nilai SBE


JALUR N Subset for alpha = .05
1 2
Gunung Putri 4 57.32
Tukey HSD Selabintana 5 64.89 64.89
Cibodas 8 104.80
Sig. 0.87 0.05
Duncan Gunung Putri 4 57.32
Selabintana 5 64.89
Cibodas 8 104.80
Sig. 0.62 1.00
Waller-Duncan Gunung Putri 4 57.32
Selabintana 5 64.89
Cibodas 8 104.80
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.21.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels
are not guaranteed.
c Type 1/Type 2 Error Seriousness Ratio = 100.
55

Lampiran 7. Korelasi Kualitas Ekologi dan Estetik pada Jalur Wisata Alam TNGP

Hasil Analisis Korelasi Nilai SBE dengan Variabel Kualitas Ekologi


Nilai VAR1 VAR2 VAR3 VAR4 VAR5 VAR6 VAR7
SBE
Pearson Correlation NILAISBE 1,000 -0.326 -,308 -,435 -,319 -,510 -,077 ,352
VAR1 -0.326 1.000 ,964 ,733 ,916 ,837 ,591 -,639
VAR2 -0.308 0.964 1,000 ,808 ,840 ,816 ,567 -,727
VAR3 -0.435 0.733 ,808 1,000 ,539 ,629 ,329 -,958
VAR4 -0.319 0.916 ,840 ,539 1,000 ,801 ,752 -,501
VAR5 -0.510 0.837 ,816 ,629 ,801 1,000 ,315 -,573
VAR6 -.077 0.591 ,567 ,329 ,752 ,315 1,000 -,373
VAR7 0.352 -0.639 -,727 -,958 -,501 -,573 -,373 1,000
Sig. (1-tailed) NILAISBE , ,101 ,114 ,041 ,106 ,018 ,384 ,083
VAR1 0.101 , ,000 ,000 ,000 ,000 ,006 ,003
VAR2 0.114 ,000 , ,000 ,000 ,000 ,009 ,000
VAR3 0.041 ,000 ,000 , ,013 ,003 ,099 ,000
VAR4 0.106 ,000 ,000 ,013 , ,000 ,000 ,020
VAR5 0.018 ,000 ,000 ,003 ,000 , ,109 ,008
VAR6 0.384 ,006 ,009 ,099 ,000 ,109 , ,070
VAR7 0.083 ,003 ,000 ,000 ,020 ,008 ,070 ,
N NILAISBE 17 17 17 17 17 17 17 17
VAR1 17 17 17 17 17 17 17 17
VAR2 17 17 17 17 17 17 17 17
VAR3 17 17 17 17 17 17 17 17
VAR4 17 17 17 17 17 17 17 17
VAR5 17 17 17 17 17 17 17 17
VAR6 17 17 17 17 17 17 17 17
VAR7 17 17 17 17 17 17 17 17
Ket: VAR 1: Biodiversitas Vegetasi, VAR 2: Densitas Vegetasi, VAR 3: Penutupan Vegetasi,
VAR 4:Kesuburan, VAR 5: Kepekaan Erosi, VAR 6: Kelembaban, VAR 7: Intensitas Cahaya
Nilai sig. (1-tailed) >0.05 menunjukkan hubungan yang lemah antar variabel
Nilai sig. (1-tailed) <0.05 menunjukkan hubungan yang kuat antar variabel

Model Summary
R R Adjusted R Std. Error of the Change
Square Square Estimate Statistics
Model R Square F df1 df2 Sig. F
Change Change Change
1 ,326 ,107 ,047 31,43279 ,107 1,788 1 15 ,201
2 ,327 ,107 -,021 32,52673 ,001 ,008 1 14 ,930
3 ,488 ,238 ,062 31,17644 ,131 2,239 1 13 ,158
4 ,520 ,271 ,028 31,74997 ,032 ,535 1 12 ,479
5 ,659 ,434 ,176 29,22035 ,163 3,168 1 11 ,103
6 ,665 ,443 ,109 30,40023 ,009 ,163 1 10 ,695
7 ,805 ,647 ,373 25,49575 ,204 5,217 1 9 ,048
Ket: a Predictors: (Constant), VAR1
b Predictors: (Constant), VAR1, VAR2
c Predictors: (Constant), VAR1, VAR2, VAR3
d Predictors: (Constant), VAR1, VAR2, VAR3, VAR4
e Predictors: (Constant), VAR1, VAR2, VAR3, VAR4, VAR5
f Predictors: (Constant), VAR1, VAR2, VAR3, VAR4, VAR5, VAR6
g Predictors: (Constant), VAR1, VAR2, VAR3, VAR4, VAR5, VAR6, VAR7
Lampiran 7. Lanjutan

Hasil Model Persamaan Regresi Linear antara Nilai SBE dengan Variabel Ekologi
Unstandardized Std. Standardized t Sig. 95% Confidence Interval for B Correlations Collinearity Statistics
Coefficients Error Coefficients
B Beta Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF
(Constant) 542,900 168,091 3,230 ,010 162,652 923,149
VAR1 26,857 39,373 ,996 ,682 ,512 -62,211 115,925 -,326 ,222 ,135 ,018 54,438
VAR2 29,722 26,924 1,178 1,104 ,298 -31,184 90,629 -,308 ,345 ,219 ,034 29,050
VAR3 -50,740 18,472 -3,071 -2,747 ,023 -92,526 -8,955 -,435 -,675 -,544 ,031 31,899
VAR4 -4,516 32,201 -,166 -,140 ,892 -77,359 68,328 -,319 -,047 -,028 ,028 35,881
VAR5 -44,832 21,537 -1,277 -2,082 ,067 -93,553 3,889 -,510 -,570 -,412 ,104 9,596
VAR6 -14,537 14,082 -,593 -1,032 ,329 -46,392 17,318 -,077 -,325 -,204 ,119 8,406
VAR7 -37,234 16,301 -2,132 -2,284 ,048 -74,109 -,358 ,352 -,606 -,452 ,045 22,234
a Dependent Variable: Nilai SBE

Hasil Analisis Multikolinearitas Variabel Ekologi


Dimension Eigenvalue Condition Variance VAR1 VAR2 VAR3 VAR4 VAR5 VAR6 VAR7
Index Proportions
(Constant)
1 7,698 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00
2 ,253 5,519 ,00 ,00 ,00 ,01 ,00 ,00 ,00 ,01
3 2,960E-02 16,127 ,00 ,00 ,00 ,02 ,00 ,00 ,09 ,01
4 1,299E-02 24,345 ,02 ,00 ,00 ,06 ,01 ,03 ,06 ,01
5 4,217E-03 42,724 ,04 ,02 ,05 ,02 ,00 ,17 ,01 ,08
6 1,559E-03 70,274 ,03 ,01 ,28 ,22 ,14 ,07 ,05 ,09
7 6,812E-04 106,306 ,91 ,06 ,00 ,60 ,04 ,42 ,36 ,73
8 2,531E-04 174,410 ,00 ,90 ,65 ,08 ,81 ,31 ,43 ,06
Ket: a Variabel Bebas: Nilai SBE, VAR 1: Biodiversitas Vegetasi, VAR 2: Densitas Vegetasi,

77
VAR 3: Penutupan Vegetasi, VAR 4:Kesuburan, VAR 5: Kepekaan Erosi, VAR 6: Kelembaban, VAR 7: Intensitas Cahaya

Anda mungkin juga menyukai