Anda di halaman 1dari 7

Nama : Murdiansyah

NIM : 16061242

Prodi : Akuntansi

Makul : Pendidikan Agama Islam

Tugas E Learning

Dalam beribah seorang muslim harus mengetahui maksud dan tujuan mengapa ia melaksanakan
ibadah tersebut. Hal ini dilakukan agar kita tidak menjadi yang tertuduh telah mengadakan sesuatu
yang baru dalam agama atau bidah. Maksud dan tujuan adalah hal menyebabkan sebuah pekerjaan
menjadi bermakna sehingga dengannya kita tidak menjadikannya sebagai sesuatu yang asal jadi,
asal jalan, asal gugur kewajiban karena jika demikian hasilnya pekerjaan tersebut tak memiliki
nilai sedikitpun.

Dua hal yang oleh seorang muslim kerap kali dijadikan landasan dalam beribadah, Al-Quran dan
Al-Hadits telah disepakati oleh jumhur ulama jika keduanya berisi akan segala ketentuan dan
tujuan hidup manusia, tak heran jika kebanyakan muslim menyandarkan segala perilaku
keagamaannya kepada kedua kitab tersebut.

Tugas:

1. Tulis ayat Quran dan hadits yang mendukung atau mendekati studi yang sedang anda
pelajari..
2. Salah satu fungsi hadits adalah sebagai tafsir atau penjelas pada ayat al-Quran, sebutkan
contohnya, dan jelaskan..
3. Tulis sebuah hadits dengan periwayatan lengkap dari sanad, matan dan rawi, tentang
apapun (harus berbeda) lalu jelaskan bagaimana kualitas hadits tersebut, Mutawatir atau
Ahad dan jelaskan..

Jawaban agar di kirim ke email: ziaaqliha@yahoo.com

Jawaban :

1. Dasar Hukum Ekonomi Syariah

Akuntansi sebernarnya merupakan domain muamalah dalam kajian Islam. Artinya diserahkan
kepada kemampuan akal pikiran manusia untuk mengelola atau mengembangkannya. Namun
akuntansi ini merupakan permasalahan yang penting, maka Allah SWT memberikannya tempat di
dalam kitab suci Al-Quran. Ayat yang menerangkan tentang akuntansi terdapat dalam Surah Al-
Baqarah Ayat 282 :









Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara
kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana
Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya,
dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang
seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu),
kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak
ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli;
dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian),
maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah;
Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Penempatan ayat di atas juga sangat unik dan relevan dengan sifat akuntansi itu. Ia di tempatkan
dalam Surat Sapi Betina sebagai lambang komoditi ekonomi. Ia di tempatkan dalam Surat ke-2
yang dapat di analogkan dengan double entry, di tempatkan di Ayat 282 yang menggambarkan
angka keseimbangan atau neraca.[1]

Dari ayat Al Baqarah di atas kita bisa mengambil tiga point penting yaitu pertanggung jawaban,
keadilan, dan kebenaran. Banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang proses
pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah dimuka bumi. Implikasi dalam bisnis
dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan
pertanggungjawaban atas apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang
terkait.

Prinsip keadilan, jika ditafsirkan lebih lanjut, surat Al-Baqarah : 282 mengandung prinsip keadilan
dalam melakukan suatu transaksi. Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai penting dalam
etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang melekat dalam fitrah manusia.
Hal ini berarti bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil
dalam setiap aspek kehidupannya.

Dalam konteks akuntansi, menegaskan bahwa kata adil dalam ayat 282 surat Al-Baqarah, secara
sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahan harus dicatat dengan
benar. Misalnya, apabila nilai transaksi adalah sebesar Rp. 100 juta, maka akuntansi (perusahan)
harus mencatat dengan jumlah yang sama, yaitu Rp. 100 juta. Dengan kata lain tidak ada
pemalsuan atau penggelapan dalam praktik akuntansi perusahaaan.

Prinsip kebenaran, prinsip ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan. Sebagai
contoh, dalam akuntansi kita akan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran
laporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran.
Kebenaran ini yang nantinya akan dapat menciptakan nilai keadilan dalam tansaksi-transaksi
ekonomi.

Standar akuntansi yang diterima umum dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan
dengan syariah Islam. Transaksi yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah, harus dihindari, sebab
setiap aktivitas usaha harus dinilai halal-haramnya. Ayat lain yang menunjukkan tentang akuntansi
ialah dalam Al-Quran Surah Asy-Syuara ayat 182-183:

) 182(
) 181(

183(

Artinya:Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan.


Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Janganlah kamu merugikan manusia pada hak-
haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.
Sedangkan dasar hukum dari Al-Hadist:

:

:









.

Pertama: Dari Ibnu Masud dari Nabi , sabdanya: Sesungguhnya


Kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan ke
syurga dan sesungguhnya seseorang selalu berbuat jujur sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai
seorang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada Kejahatan dan
sesungguhnya Kejahatan itu menunjukkan kepada neraka dan sesungguhnya seseorang yang
selalu berdusta maka dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang pendusta. )Muttafaq alaih(.

2. Fungsi hadits adalah sebagai tafsir atau penjelas pada ayat al-Quran

A. Bayan at-taqrir

Bayan at-taqrir ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam Al-
Quran. Fungsi al-hadist dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Quran. Sebagai
contoh adalah hadist yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, sebagai berikut: Apabila kalian
melihat )ruyah( bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat )ruyah( itu maka berbukalah.
(H.R. Muslim)

Hadist ini mentaqrirkan ayat Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 185:

Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kam mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur.
B. Bayan at-tafsir

Yang dimaksud dengan bayan at-tafsir adalah memberikan perincian dan penafsiran terhadap
ayat Al-Quran yang masih mujmal, memberikan taqsyid )persyaratan( terhadap ayat-ayat Al-
Quran yang masih mutlaq, dan memberikan taksis )penentuan khusus) terhadap ayat-ayat A-
Quran yang masih umum. Contoh ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal adalah perintah
mengerjakan shalat, puasa, zakat disyariatkan jual-beli, pernikahan, qiyas, hudud dan sebagainya.
Oleh karena itulah Rasulullah Saw melalui hadistnya menafsirkan dan menjelaskan seperti
disebutkan dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi:

Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat. )H.R. Bukhari dan Muslim(

Hadist ini menerangkan tata cara menjalankan shalat, sebagaimana firman Allah Swt:




Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukulah beserta orang-orang yang ruku. )Q.S.
Al-Baqarah: 43)

C. Bayan at-tasyri

Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran
yang tidak didapati dalam A-Quran. Bayan ini disebut juga dengan bayan zaid ala Al-Kitab Al-
Karim. Hadist Rasulullah Saw dalam segala bentuknya )baik yang qauli, fili maupun taqriri(
berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang tidak terdapat
dalam Al-Quran.

Banyak hadist Rasulullah Saw yang termasuk dalam kelompok ini, di antaranya adalah hadist
tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dengan bibinya),
hukum syufah, hukum merajam pezina wanita yang masih perawan dan hukum tentang hak waris
seorang anak.

D. Bayan An-nasakh

Kata an-nasakh dari segi bahasa memiliki bermacam-macam arti, yaitu al-itbal (membatalkan)
atau al-ijalah (menghilangkan), atau at-tahwil (memindahkan), atau at-taqyir (mengubah). Para
ulama mengartikan bayan an-nasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka
terjadi perbedaan pendapat dalam men-takrif-kannya. Hal ini pun terjadi pada ulama mutaakhirin
dengan ulama mutaqadimin. Menurut ulama mutaqadimin yang dimaksud baying an-nasakh ialah
adanya dalil syara )yang dapat menghapus ketentuan yang telah ada), karena datangnya
kemudian. Dan pengertian di atas jelaslah bahwa ketentuan yang datang kemudian dapat
menghapus ketentuan yang terdahulu. Hadist sebagai ketentuan yang datang kemudian dari Al-
Quran, dalam hal ini, dapat menghapus kandungan dan isi Al-Quran. Demikianlah menurut
ulama yang menganggap adanya fungsi ayan an-nasakh. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini
hanya terhadap hadist-hadist yang mutawatir dan masyur saja, sedangkan terhadap hadist ahad, ia
menolaknya.

3. Hadits dengan periwayatan dari sanad, matan dan rawi

Hadist :

: : : , ,
.. : : ,
,

Dari hadits di atas, kita temukan bahwa hadits tersebut telah diriwayatkan oleh beberapa orang
rawi, yakni:

1. Anas sebagai rawi pertama

2. Abi Qalabah sebagai rawi kedua

3. Ayyub sebagai rawi ketiga

4. Abdul wahhab Al-Tsaqafi sebagai rawi keempat

5. Muhammad ibn Al-Mutsanna sebagai rawi kelima

6. Imam Bukhari sebagai rawi terakhir (pentakhrij)

Adapun deretan kata-kata mulai dari : sampai dengan kalimat ..


itulah yang dinamakan sanad.

Untuk contoh hadits di atas, matan haditsnya adalah rangkaian kalimat mulai dari
sampai . Dalam penulisan ilmiah, seyogyanya, selain ditulis matan hadits dimaksud,
juga ditulis nama rawi terakhir (pentakhrij) dan rawi pertamanya (sanad terakhir). Umpamanya
untuk penulisan hadits di atas, setelah menulis matannya, kemudian ditulis kalimat:
.

Anda mungkin juga menyukai