Anda di halaman 1dari 28

YAYASAN MASYITA

RUMAH SAKIT BERSALINMASYITA


Jln. Camba Jawayya No. 24 Tello Baru Makassar 90232 Telp. 081 245 524 024

SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN MASYITA MAKASSAR
Nomor : /H.10/RSB-Masyita/VII/2015

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RUMAH SAKIT BERSALIN MASYITA

DIREKTUR RUMAH SAKIT BRSALIN MASYITA MAKASSAR

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RSB Masyita,


maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi
dari setiap gugus tugas/ unit pelayanan yang ada;
b. bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
merupakan salah satu gugus tugas/ unit pelayanan di RSB Masyita
yang harus mendukung pelayanan rumah sakit secara keseluruhan
maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang bermutu tinggi;
c. bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya Surat Keputusan Direktur
tentang Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian
infeksi RSB Masyita sebagai landasan bagi penyelenggaraan
pelayanan
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a,
b dan c, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur RSB
Masyita.

Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang


Praktek Kedokteran (lembaran Negara Republik Indonesia) tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor
4431;
2. Pedoman Penyelenggaraan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
RSB Masyita;
3. Surat Keputusan Direktur RSB Masyita Tentang Kebijakan
Pelayanan RSB Masyita;
4. Peraturan RSB Masyita Nomor 001/Per/PT KSS/I/2014 tentang
Struktur Organisasi dan Tatakerja RSB Masyita
MEMUTUSKAN

Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RSB MASYITA TENTANG PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSB MASYITA
Kedua : Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi RSB
Masyita.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi RSB Masyita Makasssar
dilaksanakan oleh Direktur RSB Masyita
Keempat : Ketua Komite pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh karyawan di Pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini,
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 10 Juli 2015

Direktur RSB. Masyita

dr. Ida Royani,M.Kes


KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI.
RSB MASYITA

A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan Rumah Sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi
dengan cinta kasih, tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, dan
memperhatikan mereka yang lemah dan kurang mendapat perhatian (option
for the poor).
2. Pelayanan Rumah Sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi
pada mutu layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) bagi pasien, keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai
dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan RSB Masyita.
3. Pelayanan Rumah Sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus
pada pasien (patient centeredness) dengan melaksanakan akses ke
pelayanan dan kontinuitas pelayanan, memenuhi hak pasien dan keluarga,
asesmen pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan edukasi
kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Pelayanan Rumah Sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali
beberapa unit pelayanan tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui
kegiatan Plan-Do-Check-Action (PDCA).
6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui
kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap
pelayanan di rumah sakit dan melibatkan berbagai individu.
7. Rumah Sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang
muka.
8. Rumah Sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien yang kurang
mampu.
9. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan,
mengendalikan, mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing
untuk mencapai visi-misi unit pelayanan maupun visi-misi Rumah Sakit.
10. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas Rumah Sakit wajib
mematuhi ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan
melakukan upaya untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya, resiko,
mencegah kecelakaan dan cedera, dan memelihara kondisi lingkungan dan
keamanan, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
11. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan
6 (enam) sasaran Keselamatan Pasien.
12. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan
kalibrasi secara teratur sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam
kondisi siap pakai.
13. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan Rumah Sakit.
14. Semua petugas Rumah Sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai
dengan profesi dan ketentuan yang berlaku.
15. Setiap petugas Rumah Sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar
kompetensi, standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik Rumah
Sakit dan semua peraturan Rumah Sakit yang berlaku.
16. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan
sebagai sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan
manajemen dan pelayanan kepada masyarakat.
17. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan
menggunakan informasi secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara
benar untuk meningkatkan kesehatan pasien serta kinerja Rumah Sakit baik
secara keseluruhan maupun individu.
18. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib
dilaksanakan melalui rapat rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
19. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester
dan tahunan kepada manajemen Rumah Sakit.
20. Rumah Sakit menjalankan program keselamatan pasien melalui 7 (tujuh)
standar keselamatan pasien, dan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan
pasien rumah sakit.
21. Rumah Sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa ( TB ) sesuia
dengan pedoman stategi DOTS
22. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak bersedia di Rumah Sakit,
maka pasien harus dirujuk ke Rumah Sakit lain yang bisa melayani setelah
mendapat persetujuan pasien / keluarga
23. Rumah Sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
24. Seluruh karyawan Rumah Sakit berkewajiban menjaga dan melindungi
rahasia medis pasien yang dilayani.
25. Rumah Sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik
internal ataupun eksternal untuk pengembangan pelayanan Rumah Sakit.

B. KEBIJAKAN KHUSUS :
1. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI
a. Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap
penularan infeksi di Rumah Sakit, maka RSB Masyita melaksanakan
Pencegahandan Pengendalian Infeksi (PPI).
b. Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk
KomitePencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) serta Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI). Komite PPI RSB Masyita
bertanggung jawab langsung kepada Direktur.Tim PPI bertanggung jawab
langsung kepada Komite PPI.
c. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas
sesuaidengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh
Kementerian KesehatanRepublik Indonesia Tahun 2011.
d. Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan
fungsional disemua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan
karyawan.
e. Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar,
maka RSB Masyita memiliki 1 IPCN (Infection Prevention and Control
Nurse) purna waktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan
pencegahan pengendalian infeksi yang meliputi gugus tugas perawatan,
IPSRS, Farmasi, Gizi, Administrasi, UGD, Laboratorium.
f. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN
(InfectionPrevention and Control Link Nurse) sebagai pelaksana
harian/penghubung di unit masing-masing.

2. KEWASPADAAN STANDAR
Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi dan
sterilisasi, tatalaksana linen, penatalaksanaan limbah dan benda tajam,
pengendalian lingkungan, praktik menyuntik yang aman, kebersihan
pernafasan/etika batuk, praktek lumbal punksi, perawatan peralatan pasien,
penatalaksanaan linen, program kesehatan karyawan, penempatan pasien.
Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua area Rumah
Sakit dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas
pelayanan sesuai Panduan PPI RSB Masyita.

3. KEBERSIHAN TANGAN
a. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non
klinis diseluruh lingkungan RSB Masyita.
b. Indikasi kebersihan tangan secara umum :
Segera : setelah tiba di tempat kerja
Sebelum :
o Kontak langsung dengan pasien
o Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan
invasif
o Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
o Mempersiapkan makanan
o Memberi makan pasien
o Meninggalkan rumah sakit
Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi silang.
Setelah
o Kontak dengan pasien
o Melepas sarung tangan
o Melepas alat pelindung diri
o Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan,
urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik
menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan.
o Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan
(batuk/ bersin).
o Menyentuh lingkungan di sekitar pasien
c. Jenis kebersihan tangan.
Kebersihan tangan surgical
Kebersihan tangan aseptik
Kebersihan tangan alkohol handrub
Kebersihan tangan sosial
d. Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan Tangan
(WHO):
Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
Momen 2 : sebelum tindakan asepsis
Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
Momen 4 : setelah kontak dengan pasien
Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
e. 6 langkah kebersihan tangan.
f. Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & non-
klinis) di RSB Masyita, yaitu :
Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun (sosial)
Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik
chlorhexidine 2% (aseptik)
Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)
Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan antiseptik
chlorhexidine 4% (surgical)
g. Kebersihan tangan efektif :
Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien
Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi),
semua perhiasan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus
dilepaskan selama bertugas dan pada saat melakukan kebersihan
tangan
Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan
kuku palsu dan cat kuku
Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air
Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan
handuk sekali pakai
Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila
tangan terlihat kotor
Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
(handrub) bila tangan tidak terlihat kotor diantara tindakan
Keringkan tangan menggunakan handuk sekali pakai
Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan
sarung tangan
Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada
isinya.
Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian
ulang
h. Sediakan di setiap ruangan / bagian :
Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) :
o Wastafel dengan air yang mengalir.
o Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen 2 dan
3) : poli rawat jalan, ICU, kamar bayi, hemodialisa, UGD (area non
tindakan), ruang keperawatan, unit penunjang medik (radiologi,
laboratorium klinik, rehabilitasi medik)
o Larutan chlorhexidine 4 % : UGD (area tindakan), kamar bedah, VK
o Sabun biasa (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi
kebersihan tangan momen 1.4.5), toilet, dapur.
o Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur
pasien di area kritis (UGD, kamar bayi, ruang observasi VK, ICU,
kamar bedah), setiap pintu masuk kamar pasien,meja trolly tindakan.
Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :
o Wastafel dengan air yang mengalir.
o Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin, aula.
o Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3):
sanitasi, kamar cuci, kamar jenazah, ruang sterilisasi.
o Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masuk
petugas / pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, kamar
jenazah, area dimana fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan
air mengalir tidak tersedia / jauh letaknya.
i. Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :
Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan :
o Petugas klinis setiap 2 minggu sekali (ruang keperawatan, UGD,
OK, rawat jalan, Bayi Patologi, VK, Gizi).
Dengan memperhatikan 4,5,6 kebersihan tangan. sebelum kontak
dengan pasien (Momen 1 menurut WHO).
o Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci, farmasi,
dapur, IPSRS, sanitasi, kamar jenazah) : sesuai indikasi kebersihan
tangan secara umum.
o Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun
nonklinis dengan sasaran 30 % dari jumlah masing-masing profesi
(Dokter, Perawat, Fisioterapi dan Gizi).
j. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien,
keluarga dan pengunjung yang merupakansalah satu bagian dari proses
penerimaan pasien baru.
k. Setiap petugas di RSB Masyita wajib mengikuti pelatihan kebersihan
tangan yang diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan
mengenai prosedur kebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan
berkelanjutan.
l. Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas
(dokter,perawat,fisioterapi,gizi) setiap 2 minggu sekali pada hari selasa
pada setiap minggu ke 2.
m. Setiap minggu ke 2 hari selasa seluruh karyawan bebas assesoris tangan.

4. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


Merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada pasien rawat
inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara
transmisi kontak, droplet atau airbone. Tatalaksana administratif meliputi
percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan pasien, mempersingkat
waktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket perlindungan petugas ;
tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur pasien, penataan sistem
ventilasi (natural maupun mekanikal) tatalaksana penyediaan dan penggunaan
alat pelindung diri.
a. Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur
isolasi yang melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit
menular dan pasien yang rentan terhadap infeksi nosokomial ( imuno
supressed )
b. Pasien dengan imuno supressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan
untuk selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
c. Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip
kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas
menerapkan prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone atau
kombinasinya.
d. Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi
seminimal mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip
kewaspadaan isolasi.
e. Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang
perawatan umum dengan menggunakan bahan desinfektan.
f. Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan
setelah pasien yang tidak menular.
g. Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi
penggunaan APD, kebersihan tangan, etika batuk.
h. Adanya pengaturan alur penyakit menular.

5. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB)


Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan
infeksi airbone, dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan
terhadap risiko transmisi penyakit TB, MDR dan XDR-TB (Multiple Extend
Drug Resistance TB).
a. Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan
diberikan edukasi oleh petugas Rumah Sakit terlatih mengenai etika batuk
serta higiene respirasi dan diharuskan memakai masker bedah, jika
keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk 2 minggu atau batuk darah ).
b. Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan
batuk akan diberikan edukasi oleh petugas Rumah Sakit terlatih mengenai
etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan memakai masker
bedah.
c. Petugas Rumah Sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun
medis segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB
sehingga mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan
kesehatan.
d. Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari
pasien lain (ruang isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan
sistem kohorting dengan lama perawatan maksimal 2 minggu.
e. Rumah Sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran
(menggunakan ekshaust) di ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan
ruang isolasi rawat inap serta UGD) untuk mengurangi penyebaran dan
menurunkan kadar penularan percik renik sehingga tidak menularkan
orang lain.
f. Pasien rawat inap MDR TB ditempatkan di ruang isolasi airbone dengan
ventilasitekanan negatif dan petugas medis menggunakan masker N-95
dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut.
g. Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan
dengan konsep AII (Airbone Infection Isolation) atau box khusus dengan
pengaturan sistem ventilasi (Well Ventilated Sputum Induction Booth).
h. Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung
sputum dengan air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs.
i. Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui
udara (airbone) dan transmisi melalui kontak.
j. Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan
pemeriksaan kesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Sub
Sumber Daya Manusia dan K3 Rumah Sakit.
k. Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien
harus mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
l. Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang
adekuat bagi petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat
pelayanan.

6. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


Ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasinya oleh Komite
PPI Rumah Sakit bersama K3 Rumah Sakit, instalasi farmasi dan bagian
logistik Rumah Sakit.
a. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi
dengan selalu mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas
pelayanan/ tindakan medik sehingga tepat, efektif dan efisien.
b. APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi.
c. Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan.
d. APD yang lain disediakan melalui unit K3 Rumah Sakit.
e. Masker untuk ruang kohort air borne desease dengan masker bedah
rangkap 2.
f. Tim K3 Rumah Sakit melakukan monitoring dan audit ketepatan
penggunaan APD sebagai bahan dalam evaluasi dan rekomendasi
peningkatan efektivitasnya.

7. SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT (IRS)


Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control
Nurse perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse
perawat penghubung pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat
kejadian berbagai penyakit infeksitarget sesuai Pedoman Surveilans Infeksi
Rumah Sakit, Kemenkes dan penyakit endemisdi rumah sakit.Target
surveilans yaitu : Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait kateterisasi, Infeksi
DaerahOperasi (IDO), Infeksi Luka Infus (ILI) pada pasien berisiko, Pneumonia
terkait ventilator (VAP)
a. Melakukan surveilens PPIRS
b. Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi
dilakukan Komite PPIRS di bawah koordinator. Dokter Penanggung jawab
PPI (IPCO) untuk tujuan pengendalian, manajemen risiko dan
kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa(KLB)
c. Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai program
PPI. Sasaran angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun.
d. Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan
pertimbangan Komite PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik
kecenderungan angka IRS melalui surveilans. Kecenderungan kejadian
IRS yang terus menerus meningkat signifikan selama 3 bulan berturut-
turut atau peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu
pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan dan
pengendalian risiko penyebaran kejadian yang berpotensi menjadi KLB
dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama lintas unit/satuan kerja
oleh Komite PPIRS.
e. Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur dan
Keperawatan setiap bulan.
f. Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(ILI, ISK,VAP/HAP, IDO) adalah sebagai salah satu tolak ukur
keberhasilan surveilans infeksi Rumah Sakit. Kultur mikrobiologi dilakukan
pada setiap kasus yang diduga infeksi rumah sakit(HAIs).

8. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA


a. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan
tujuan dan indikasi (profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur
dan resistensi mikroba, sehingga untuk penderita penyakit infeksi perlu
dilakukan pemeriksaan mikrobiologi tersebut bekerja sama dengan KFT.
b. Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :
Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;
Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
c. Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek
yangditimbulkan

9. STERILISASI ALAT/INSTRUMEN KESEHATAN PASKA PAKAI


Di Rumah Sakit dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui
tahapan pencucian (termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan,
pengemasan, labeling, indikatorisasi, sterilisasi, penyimpanan, distribusi diikuti
dengan pemantauan dan evaluasi proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi.
a. Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat.
Sterilisasi dilakukan untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat
tinggi (DTT) dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah
untuk alat non kritikal.
b. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria
memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan
toksisitas rendah, waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan,
tidak merusak bahan dan efisien. Unit kerja yang bertanggung jawab
terhadap penyediaan desinfektandan antiseptik di Rumah Sakit sesuai
rekomendasi Komite PPI RSB Masyita melalui instalasi farmasi.
c. Bagian sterilisasi bertanggung jawab menyusun panduan dan prosedur
tetap, mengkoordinasikan serta melakukan monitoring dan evaluasi
proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan Komite PPI
Rumah Sakit.

10. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI (single


use yang dire-use).
Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Alat
Medis Sekali Pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use devices)
sesuai kebijakan Rumah Sakit.
a. AMSP dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi
masihefektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman
digunakan bagi pasien.
b. AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau
sangat mahal harganya
c. Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui
proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian sterilisasi
d. AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat
secara visual dan fungsi dari alat / bahan.
e. Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh Rumah Sakit.
f. Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use.
g. Adanya form daftar monitoring alar single use yang dire-use.

11. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RS


Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu,
penyehatan ruang dan bangunan, pemantauan higiene sanitasi makanan,
pemantauan penyehatan linen, disinfeksi permukaan/udara/lantai,
pengelolaan limbah cair/limbah B3/limbah padat medis/non medis dikelola
oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS) dan SubBagian Rumah
Tangga bekerjasama dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan KomitePPI
Rumah Sakit, sehingga aman bagi lingkungan.
a. Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning
untuk limbah infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif, hitam
untuk limbah non medis / domestika.
Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat
yangterlindungi binatang atau serangga.
b. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor
dan tahan tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi
atau tidak.
c. Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam Safety box
d. Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup.
Pengangkutan dilakukan 2 kali.
e. Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di
tempat pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit
bekerjasama dengan pihak ketiga
f. Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung
tangan khusus, masker,sepatu boot,apron, pelindung mata,dan bila perlu
helm
g. Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan
bahan desinfektan ,cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan
berdasarkan telaah panitia PPI RS untuk mencapai efektivitas yang
tinggi.

12. PENGELOLAAN LINEN


a. Jenis linen di RSB Masyita dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen
kotor infeksius, linen kotor non infeksius
b. Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan
kantong linen yang berbeda, linen kotor dengan kantong linen berwarna
hitam dan linen kotor infeksius dengan kantong linen kuning
c. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan
dengan desinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai,
implementasi praktik kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri
(APD) sesuai potensi resiko selama bekerja.

13. PENGELOLAAN MAKANAN


Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi
makanan minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan
penjamah makanan.
a. Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada
pasien, pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar
prosedur pelayananinstalasi gizi agat terhindar dari pencemaran dan
penularan infeksi melalui makanan
b. Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam
keadaan bersih,terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan
lain serta suhupenyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
c. Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari
prosespenyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan
surveilans higiene pribadi berupa monitoring kultur mikrobiologi swab
rektal, dikoordinasikan dan di bawahtanggung jawab Komite K3 Rumah
Sakit..
d. Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan
berkala selama 6 (enam) bulan sekali

14. PENDIDIKAN dan PELATIHAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN


INFEKSI RUMAH SAKIT
Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh
bagian Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama dengan Komite PPI
RS untukmenjamin setiap petugas yang berada dan bekerja di Rumah Sakit
(termasuk peserta didik dan karyawan kontrak) memahami dan mampu
melaksanakan program PPI RS , khususnya kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berbasis transmisi.
a. Seluruh SDM baru di Rumah Sakit wajib mengikuti program orientasi,
termasuk materi PPIRS
b. Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh
bagian SDM bersama Komite PPI RS sesuai ketentuan yang berlaku
sebagai dasar perencanaan program selanjutnya.
c. Seluruh staff dididik tentang pengelolaan infeksius.

15. PENDIDIKAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI DIBERIKAN


UNTUK SETIAP PASIEN
Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien
baru masuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban
membuang sampah.

16. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI di


RUMAH SAKIT
a. Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis
terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan
prosedur emergensi.
b. Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di Rumah
Sakit harus mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan
petugas berdasarkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian
infeksi .
c. Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection
Control Risk Assesment (ICRA).
d. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI RS)
melakukan pengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi
dengan bagian pemeliharaan dan K3 Rumah Sakit.

17. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN


a. Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:
Peralatan Kritis/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk
kedalam jaringan tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh isntrumen
bedah, kateter intravena, kateter jantung. Pengelolaannya dengan
cara sterilisasi.
Peralatan semi kritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak
dengan membrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses
sterilisasi disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan disinfeksi
tingkat tinggi.
Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak
dengan permukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen, alat
makan, lantai,perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini dapat
digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah.
b. Disinfeksi lingkungan rumah sakit
Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly
didisenfeksi dengan detergen netral.
Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya
dibersihkan dengan desinfektan tingkat menengah.
c. Penggunaan desinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis
Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : creolin
Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan
disinfektan:Lysol 1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 %
(permukaan bukan logam).
Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan
sabun PH netral
d. Penggunaan desinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh:
menggunakan disinfektan Chlorine 0.5%

Cairan desinfektan yang digunakan di RSB Masyita


NO ISI MERK PENGGUNAAN
1 Isopropyl, ethil Alkohol 70 %, Softa- Antiseptik kulit
alkohol man
2 Chlorhexidine 2% Acetron Antiseptik kebersihan
tangan ruang
perawatan,
antiseptik kulit pre
operasi
3 Chlorhexidine 4% Cutisoft Antiseptik kulit
kebersihan
tangan daerah kritis
4 Povidone Iodine Bethadine Solotion Antiseptik kulit dan luka
7.5% Operasi
5 Chlorin Bycline Disinfektan tumpahan
darah dan cairan tubuh
lainnya.
penggunaan di kamar
bersalin
untuk wabah (mis ;C
difficile)
Multi Drug Resisten
Organisem (Mis MRSA)
6 Ethanol Lysol Low level Disinfeksi
7 Chlorhexidin Desmanol handrub Antiseptik kulit
digluconate
solution
8 Benzalkonium Terralin protect High level desinfektan
chloride, alat semi kritikal
phenoxyethanol

18. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN


a. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
b. Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan
cara yang dapat menjaga syarat aseptik.
c. Multi dose vial digunakan
Hanya digunakan untuk satu orang pasien
Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan
spoit yang steril
Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan
kecuali vial tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien
tertentu.
Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal
pertama kali vial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket
obat.
d. Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan
bersama-samauntuk beberapa pasien.
e. Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak
dapatdigunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.
f. Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus
menggunakan jarum baru.

19. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN,


KELUARGA dan PENGUNJUNG.
a. Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit adalah
kepedulian terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
b. Pasien ,keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang
PPIRS.
c. Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RSB Masyita
dikoordinasi oleh Tim PPIRS yang tergabung dalam unit rawat jalan dan
rawat inap.
d. Masing masing dari tenaga kesehatan ( Dokter, perawat, fisioterapi, Gizi
,Farmasi dll ) maupun non kesehatan ( Pekarya, petugas kebersihan , dll
) pasien , keluarga dan pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan
danpengendalian infeksi.
e. Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RSB Masyita harus
mentaati peraturan yang ada di RSB Masyita sesuai dengan peraturan
tata tertib pasien.
f. Buku Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan
fasilitas lainya tahun 2011 : tentang kebersihan tangan dan penggunaan
Alat Pelindung Diri ( APD ) di fasilitas kesehatan
g. Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan ( Dokter, Perawat,
Fisioterapi, Pekarya, Gizi dll) bila tidak melakukan kebersihan tangan
sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan lingkungan pasien.
h. Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung
jawab pasien, keluarga dan pengunjung.
i. Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
j. Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan
dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus
menyediakan fasilitas wastafel,tempat sampah non infeksius (kantong
hitam),sabun biasa (handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan
pengunjung.

20. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


a. Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, RSB
Masyita perlu mempunyai sistem pengendalian dan penanganan KLB.
b. Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di
Rumah Sakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga
bertujuan untuk mencegah supaya KLB tidak terulang lagi.
c. Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang
didapatdari surveilans diolah oleh komite PPIRS, disertai analisis,
rekomendasi dantindak lanjut, dan digunakan sebagai bahan laporan
kepada Direktur Rumah Sakit, dan bahan komunikasi dengan bagian
yang terkait.
d. Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur
berdasarkan pertimbangan Komite PPIRS RSB Masyita pada hasil
evaluasi epidemiologik kecenderungan peningkatan angka IRS secara
signifikan selama 3 bulan berturut-turut. Peningkatan signifikan angka
kejadian IRS pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai
KLB.
e. Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara
terpadu oleh seluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite
PPIRS. Selama terjadi KLB, Petugas Ruangan/Bagian terkait, Kepala
Bagian, dan IPCLN, harus berkoordinasi secara intensif dengan Tim dan
Komite PPI Rumah Sakit untuk menangani KLB tersebut.
f. Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS bersama
IPCN/IPCO melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB,
meliputi:
Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur
Surveilans Infeksi Rumah Sakit
Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans
Infeksi Rumah Sakit.
Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang
bertanggung jawab menangani pasien, untuk melakukan verifikasi
diagnosis infeksi rumah sakit, penegakan diagnosis IRS dan
mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga dilakukan
investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan, cara penularan
dan kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan
untuk penanggulangan atau memutuskan rantai penularan.
Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
o Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
o Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi
untuk dibiakkan dan antibiogram.
o Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaan
laboratorium pasien penyakit menular. Label bertuliskan Awas
Bahan Menular
Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk
memberikan klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB,
misalnya pelaksanaan Prosedur Tetap secara benar.
g. Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite
PPIRS menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada
pimpinan RS.
h. Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan
Direktorat Pelayanan Medik, Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi,
Sanitasi, Sterilisator, Gizi, Kamar Cuci dan Bagian terkait lainnya sesuai
kebutuhan.
i. Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke Rumah Sakit rujukan
infeksi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
j. Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan perawat
ruangan melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan
dengan cara:
Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan
yang benar dan tepat.
Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD
lain sesuai indikasi.
Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien
yang sama-sama terinfeksi/kohorting dan menentukan staf yang akan
memberikan penanganan (dipisahkan dengan staf lainnya)
Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur Utama untuk
mengisolasi ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan yang
dianggap tercemar oleh infeksi.
Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
k. Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan
yang telah diambil terhadap data atau informasi KLB.
l. Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB
berhasil diatasi.
m. Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
n. Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi
terpanjang tidak ditemukan kasus baru.

21. PEMERIKSAAN KULTUR dan SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN


RUMAH SAKIT
a. Swab dilakukan 2 kali setahun untuk area kritis (zona risiko tinggi dan
sangat tinggi)
b. Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
c. Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi
rumah sakit.
d. Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang menderita infeksi yang terjadi
ILI ,ILO.
e. Kultur dilakukan jika ada curiga kasus ILI dan ILO.
22. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED
a. Penanganan pasien immunocopromised hanya melakukan kestabilisasi
keadaan umum, bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas
kesehatan yang lain.
b. RSB Masyita tidak melakukan perawatan pasien imuncompromised.
Apabila terdapat pasien imunocompromised,maka dirujuk kefasilitas
kesehatan yang lainnya.

23. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PEMULASARAN


JENAZAH
a. Pemindahan jenazah dari ruang perawatan:
Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip Kewaspadaan
Standar.
Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien yang
inginmelihat jenazah setelah dipindahkan dari ruang perawatan juga
harusmenerapkan Kewaspadaan Standar.
Penanganan semua jenazah petugas harus menggunakan APD yang
sesuai.
b. Perawatan jenazah di kamar jenazah:
Petugas kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan Standar;
melakukan kebersihan tangan yang benar dan menggunakan APD
yangsesuai dengan risiko pajanan sekret / cairan tubuh pasien.
Pengawetan jenazah dengan menggunakan cairan formaldehide
dilakukan sesuai prosedur dan prinsip-prinsip Kewaspadaan Standar.
Pengawetan jenazah tidak boleh dilakukan pada pasien yang
meninggal akibat penyakit menular.
Pemulasaraan jenazah secara higienis (membersihkan badan,
merapikan rambut, mendandani, memotong kuku dan mencukur) harus
dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Standar.
Setelah selesai perawatan jenazah tempat dan ruangan wajib
dilakukan dekontaminasi.
c. Pemeriksaan post-mortem:
Pemeriksaan post-mortem dilakukan dengan menerapkan
Kewaspadaan Standar .
Jumlah petugas harus dibatasi seminimal mungkin.
Prosedur dilakukan dalam ruangan yang berventilasi memadai.
Tersedia APD yang sesuai dengan risiko pajanan.
d. Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan
panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
e. Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan
ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
f. Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera
mungkin, tidak melebihi batas waktu 4 jam.

24. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASKA KONSTRUKSI/


RENOVASI RS
a. Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas
udara,tingkat kebisingan .
b. Melakukan edukasi (pemasangan rambu2 atau gambar diarea renovasi)
kepada petugas ,pengunjung dan pasien.
c. Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua
permukaan, termasukdinding, langit-langit, jendela dan sistem ventilasi
berisiko tinggi.
d. Makukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di area berisiko
tinggi sebelum ruangan digunakan.

25. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PERAWATAN


BAYI PATOLOGI
a. Ruangan / Lingkungan
Lantai dipel dua kali sehari dengan menggunakan cairan sabun netral
Ruangan di bongkar satu kali dalam seminggu
AC dibersihkan setiap satu bulan sekali
Pemeriksaan air bersih dilakukan setiap 3 bulan sekali
Ruang bayi sehat harus terpisah dengan ruangan bayi sakit
Suhu dan kelembaban kamar bayi sehat : 21 24 C & 45 -60%,
sedangkan
untuk kamar bayi sakit : 22 24 C & 35 60 %
b. Peralatan
Tempat tidur, gantungan, timbangan, peralatan photo terapi,
dibersihkan setiap hari dengan kain lembab memakai detergen dan air
bersih
Tempat mandi : dibersihkan dengan detergen dan air bersih setiap hari
c. Persyaratan bekerja di kamar bayi
Petugas
o Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan /
memberi susubayi, dari toilet, dll
o Perawat kamar bayi harus mengikuti program vaccinasi hepatitis &
Varicella.
o Tidak boleh memelihara kuku atau memakai perhiasan saat bekerja.
o Perawat yang merawat bayi sehat tidakboleh merawat bayi sakit.
o Rambut harus diikat / dipotong pendek sehingga tidak mengenai
muka bayi saat memberi susu bayi.
o Mengganti popok harus mengunakan sarung tangan.
Ibu yang menyusui di kamar bayi
o Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi.
o Membersihkan puting susu sebelum menyusui bayi
o Petugas yang menerima ASI yang dipompa dari ibu / keluarga,
maka pada botol harus ditutup, beri label, tanggal dan waktu
pengambilan ASI.
Bayi
o Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.
o Pemberian vaccin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir
sedangkan bayi dengan riwayat ibu dengan Hepatitis diberikan
immunisasi pasif.
o Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari sebelum
putus tali pusat.
o Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih, dikeringkan.
o Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup dan
dibuka saatdiberi susu.
o Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan disimpan
ditempat yang sudah disediakan.

26. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR


BERSALIN
a. Pencegahan standar
Baju / gaun panjang dan sarung tangan harus digunakan pada
semua prosedur yang bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh
pasien, termasuk juga kebersihan peralatan dan lingkungan,
pemeriksaan plasenta.
Pelindung mata (goggles) dipakai pada setiap prosedur persalinan.
Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung
dibuang kedalam sharp container yang telah tersedia.
Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan kedalam kantong
berwarna kuning.
Staff yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada tangan
mereka harus menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan
selalu menggunakan sarung tangan saat menangani persalinan.
Staff yang bekerja dikamar bersalin harus ikut dalam program
vaccinasi HepatitisB.
Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus
dibuang kedalam kantong plastik kuning.
b. Persyaratan bekerja di kamar bersalin
Petugas kamar bersalin
o Dokter ganti baju sebelum menolong persalinan.
o Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, masker, goggle,
apron, topi) sebelum menolong persalinan.
o Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar
bersalin.
o Melaksanakan kebijakan kebersihan tangan yang efektif.
Pasien
o Pasien ganti baju sebelum ditolong persalinan
o Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.
o Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang tersendiri
(isolasi)
Bayi
o Perawat/bidan yang menerima bayi baru lahir harus
menggunakan APD lengkap.
o Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.
o Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi
alkohol 70%/ povidine iodine7.5% pada ujung tali pusat.
o Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan
air hangat.
c. Lingkungan
Ruang Bersalin
o Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap
selesai tindakan.
o Pembersihan umum dilakukan seminggu sekali pada hari tidak
ada tindakan/persalinan.
o Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan
dengan menggunakan desinfektan chlorine.
o Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan
menggunakan deterjen netral setiap selesai digunakan.
Alat dan linen
o Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya
untuk menghilangkan noda darah (proses dekontaminasi) dan
langsung dikirim ke bagian sterilisasi
o Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak
kotor, dan lihat tanggal kadaluarsa.
o Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi
secukupnya sesuai dengan keperluaan saat itu.
o Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu
bila terkena darah.
o Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai
tindakan.
o Linen yang telah terkontaminasi dengan darah harus dimasukkan
ke dalam kantong plastik warna kuning.
d. Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan
melalui darah Hepatitis B, C dan HIV.
Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayi dengan kelainan darah
karena ibunya positif terkena virus yang ditularkan melalui darah,
beberapa langkah yang harus dilakukan:
Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.
Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk menghindari
tranfusi janin maupun ibu yang tidak perlu.
Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai darah yang berasal
dari ibu dibersihkan.
Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan
untuk imnunisasi terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.
Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hari-hari
sehingga semuadarah menempel bisa dibersihkan, semua
peralatan yang digunakan dibuang diplastik warna kuning atau
dibersihkan sehingga semua yang mengandung protein terangkat.
Segera setelah prosedur ini selesai dilakukan, bayi bisaditangani
dengan normal, tidak perlu diambil tindakan pengisolasian.
Lakukan imunisasi bayi baru lahir dengan ibu yang positif hepatitis.

27. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BEDAH


a. Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Kamar Bedah berfokus pada
pasien, petugas, teknik pembedahan, lingkungan, dan peralatan.
b. PPI di Kamar Bedah meliputi :
Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek mencuci tangan
menggunakan sabun antiseptik (chlorhexidin 4 %) dan air mengalir,
atauhandrub. Kebersihan tangan wajib diimplementasikan di kamar
bedah oleh setiap petugas kamar bedah sesuai dengan kebijakan
kebersihan tangan di RSB Masyita
o Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas
kamar bedah berpedoman pada lima saat kebersihan tangan
wajib dilaksanakan (standar WHO) dan enam langkah prosedur.
o Kebersihan tangan surgical, menggunakan chlorhexidin 4 %,
dengan enam langkah prosedur dan mencuci sampai siku
tangan.
Alat Pelindung Diri (APD)
o Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
o Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
o Pakai sarung tangan bila ada kemungkinan akan terkontaminasi
darah, cairan tubuh, sekret, ekskret, bahan/benda terkontaminasi,
mukosa, kulit yang tidak utuh, atau kulit utuh yang potensial
terkontaminasi.
o Gantilah sarung tangan bila akan merawat pasien yang berbeda.
o Masker bedah dipakai selama tindakan operasi dan diganti
dengan masker baru pada saat akan operasi berikutnya.
o Kenakan apron sebelum akan memakai gaun steril
o Kenakan Gaun steril untuk tindakan operasi
o Kenakan Gaun bersih tidak steril untuk melindungni kulit dari
kontaminasi dan mencegah baju menjadi kotor, selama tindakan
/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya percikan cairan
tubuh pasien.
o Tutup kepala digunakan mulai pintu masuk kamar bedah, dan
diganti setiap kali selesai operasi.
o Gunakan alas kaki yang tertutup bagian depan, dan tidak bolong-
bolong.
c. Penanganan peralatan perawatan pasien
Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah alat-alat
dipergunakan dan dilakukan oleh petugas terlatih.
Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan yang digunakan pada
penderita TB yang dioperasi digunakan alat yang sekali pakai.
d. Pembersihan lingkungan
Menggunakan cairan desinfektan untuk Rumah Sakit sesuai dengan
pedoman Rumah Sakit
Tempat tidur/ kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja
instrument dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan
menggunakan clorin 0,05 % atau desinfektan yang lain sesuai
kebijakan Rumah Sakit
Penanganan limbah, sampah medis (infeksius) dalam kantong kuning
kemudian dibakar di incenerator, benda tajam masuk ke dalam box
safety,sampah umum/rumah tangga (non infeksi) dibuang di TPA.
Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan
sesuai SPO.
e. Pasien
Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi.
Mandi pasien dengan antiseptik malam dan pagi hari sebelum
operasi.
Cukur rambut, dilakukan bila benar-benar diperlukan segera
sebelum operasi dengan menggunakan clipper bukan razor.
Post operasi, meliputi pencegahan dan rawatan pasien sebelum,
selama pasien dan sesudah pasien operasi.
Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi segera
langsung masuk kamar operasi tidak diperbolehkan menunggu di
lingkungan kamar operasi. Masker bedah harus dipakai pasien
selama pasien dipindah ke kamar operasi
Pasien TB harus dipulihkan kesadarannya diruang kamar operasi /
ruangan astesi, tidak boleh diruangan pemulihan.
f. Petugas
Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar bedah
Memberikan motivasi kepada petugas.
Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin.
Tidak berkuku panjang dan memakai kutek
Petugas yang sakit menular dilarang untuk bekerja di kamar bedah.

28. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)


a. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit)
maupun eksternal (dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan
praktik terbaik /bukti ilmiah yang diakui).
b. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun
sekali (benchmarkingeksternal).
c. Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah
rumah sakit lokal / nasional yang setara maupun organisasi kesehatan
internasional yang terbukti memiliki praktik terbaik secara ilmiah.
d. Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada
Direksi secara tertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking
internal) dan laporan surveilans tahunan (benchmarking eksternal).
e. Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal
dikoordinasikan dalam rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.

29. RISK MANAGEMENT PPI


a. Setiap gugus tugas melakukan pengkajian risk PPI di masing-masing
ruangan.
b. Pengkajian didasarkan pada management risk.
c. Dilakukan analisis risk management PPI oleh IPCN bersama komite PPI.
d. Komite PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan program kerja PPIRS
RSB Masyita.
e. Risk PPI juga terkait kejadian KLB

Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 10 Juli 2015

Direktur RSB. Masyita

dr. Ida Royani,M.Kes

Anda mungkin juga menyukai